Assalaamu'alaikum sanak,

Ambo kutip dari milis sabalah. Bagi ambo sendiri apo nan disabuik
Jakaarta Neraka Dunia mungkin ado benarnya. Baa dek sanak tu?
Mungkin Padang jo Kiktinggi indak beda dalam beberapa hal dan
dalam skala ketek. Ado nan indak disabuikkan iklan berupa billboard,
spanduk dan sejenisnyo yo bana manyamak diseluruh kota. Paling
banyak iklan racun (rokok). Masuak pemilu jo pilkada iyo batambah
kumuah pemandangan kota.

Wassalam
ajoduta/61/usa


Subject: Jakarta di mata orang asing
Date: Mon, 14 Jul 2008 15:42:17 +0700

Jakarta: In Need of Improvements

Andre Vitchek
Worldpress.org contr ibuting editor
July 26, 2007

Today, high-rises dot the skyline, hundreds of thousands of vehicles belch
fumes on congested traffic arteries and super-malls have become the cultural
centers of gravity in Jakarta, the fourth largest city in the world. In
between towering super-structures, humble kampongs house the majority of the
city dwellers, who often have no access to basic sanitation, running water
or waste management.
Pada saat ini, gedung pencakar langit, jalanan macet dipadati oleh ratusan
ribu kendaraan, dan mal-mal raksasa telah menjadi pusat kebudayaan Jakarta ,
yang notabene merupakan kota terbesar ke-4 di dunia. Terjepit diantara
gedung tinggi, terhampar perkampungan dimana bermukim sebagian besar
penduduk Jakarta yang tidak memiliki akses sanitasi dasar, air bersih atau
pengelolaan limbah.

While almost all major capitals in the Southeast Asian region are investing
heavily in public transportation, parks, playgrounds, sidewalks and cultural
institutions like museums, concert halls and convention centers, Jakarta
remains brutally and determinately 'pro-market' profit-driven and openly
indifferent to the plight of a majority of its citizens who are poor.
Disaat hampir semua kota-kota utama lain di Asia Tenggara menginvestasikan
dana besar-besaran untuk tr ansportasi publik, taman kota, taman bermain,
trotoar besar, dan lembaga kebudayaan seperti museum, gedung konser, dan
pusat pameran, Jakarta tumbuh secara BRUTAL dengan berpihak hanya pada
PEMILIK MODAL dan TIDAK PEDULI akan nasib mayoritas penduduknya yang MISKIN.

Most Jakartans have never left Indonesia, so they cannot compare their
capital with Kuala Lumpur or Singapore; with Hanoi or Bangkok . Comparative
statistics and reports hardly make it into the local media. Despite the fact
that the Indonesian capital is for many foreign visitors a 'hell on earth,'
the local media describes Jakarta as "modern," "cosmopolitan, " and "a
sprawling metropolis."
Kebanyakan penduduk Jakarta belum pernah pergi ke luar negeri, sehingga
mereka tidak dapat membandingkan kota Jakarta dengan Kuala Lumpur atau
Singapura, Hanoi atau Bangkok . Liputan dan statistik pembanding juga jarang
ditampilkan oleh media massa setempat. Meskipun bagi para wisatawan asing
Jakarta merupakan NERAKA DUNIA, media massa setempat menggambarkan Jakarta
sebagai kota "modern", "kosmopolitan" , dan "metropolis" .

Newcomers are often puzzled by Jakarta's lack of public amenities. Bangkok,
not exactly known as a user-friendly city, still has several beautiful
parks. Even cash-strapped Port Moresby, capital of Papua New Guinea, boasts
wide promenades, playgrounds, long stretches of beach and sea walks.
Singapore and Kuala Lumpur compete with each other in building wide
sidewalks, green areas as well as cultural establishments. Manila, another
city without a glowing reputation for its public amenities, has succeeded in
constructing an impressive sea promenade dotted with countless cafes and
entertainment venues while preserving its World Heritage Site at In
tramuros. Hanoi repaved its wide sidewalks and turned a park around
Huan-Kiem Lake into an open-air sculpture museum.
Para pendatang/wisatawan seringkali terheran-heran dengan kondisi Jakarta
yang tidak memiliki taman rekreasi publik. Bangkok, yang tidak dikenal
sebagai kota yang ramah publik, masih memiliki beberapa taman yang menawan.
Bahkan, Port Moresby, ibukota Papua Nugini, yang miskin, terkenal akan taman
bermain yang besar, pantai dan jalan setapak di pinggir laut yang indah.

But in Jakarta, there is a fee for everything. Many green spaces have been
converted to golf courses for the exclusive use of the rich. The
approximately one square kilometer of Monas seems to be the only real public
area in a city of more than 10 million. Despite being a maritime city,
Jakarta has been separated from the sea, with the only focal point being
Ancol, with a tiny, mostly decrepit walkway along the dirty beach dotted
with private businesses.
Di Jakarta kita perlu biaya untuk segala sesuatu. Banyak lahan hijau diubah
menjadi lapangan golf demi kepentingan orang kaya. Kawasan Monas seluas
kurang lebih 1 km persegi bisa jadi merupakan satu-satunya kawasan publik di
kota berpenduduk lebih dari 10 juta ini. Meskipun menyandang predikat kota
maritim, Jakarta telah terpisah dari laut dengan Ancol menjadi satu-satunya
lokasi rekreasi yang sebenarnya hanya berupa pantai kotor.

Even to take a walk in Ancol, a family of four has to spend approximately
$4.50 (40,000 Indonesian Rupiahs) in entrance fees, something unthinkable
anywhere else in the world. The few tiny public parks which survived
privatization are in desperate condition and mostly unsafe to use.
Bahkan kalau mau jalan-jalan ke Ancol, satu keluarga dengan 4 orang anggota
keluarga harus mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk tiket masuk, satu hal yang
tak masuk akal di belahan lain dunia. Beberapa taman publik kecil kondisinya
menyedihkan dan tidak aman.

There are no sidewalks in the entire city, if one applies international
standards to the word "sidewalk." Almost anywhere in the world (with the
striking exception of some cities in the United State, like Houston and Los
Angeles) the cities themselves belong to pedestrians. Cars are increasingly
discouraged from travelling in the city centres. Wide sidewalks are
understood to be the most ecological, healthy and efficient forms of
short-distance public transportation in areas with high concentrations of
people.
Sama sekali tidak ditemui tempat pejalan kaki di seluruh penjuru kota
(tempat pejalan kaki yang dimaksud adalah sesuai dengan standar
"internasional" ). Nyaris seluruh kota-kota di dunia (kecuali beberapa kota
di AS, seperti Houston dan LA) ramah terhadap pejalan kaki. Mobil seringkali
tidak diperkenankan berkeliaran di pusat kota . Trotoar yang lebar merupakan
sarana tr ansportasi publik jarak pendek yang paling efisien, sehat, dan
ramah lingkungan di daerah yang padat penduduk.

In Jakarta, there are hardly any benches for people to sit and relax, and no
free drinking water fountains or public toilets. It is these small, but
important, 'details' that are symbols of urban life anywhere else in the
world.
Di Jakarta, nyaris tidak dijumpai bangku untuk duduk dan rileks, tidak ada
keran air minum gratis atau toilet umum. Ini memang remeh, tapi sangat
penting, merupakan suatu detil yang menjadi simbol kehidupan perkotaan di
bagian lain dunia.

Most world cities, including those in the region, want to be visited and
remembered for their culture. Singapore is managing to change its
'shop-till-you- drop' image to that of the centre of Southeast Asian arts.
The monumental Esplanade Theatre has reshaped the skyline, offering
first-rate international concerts in classical music, opera, ballet, and
also featuring performances from some of the leading contemporary artists
from the region. Many performances are subsidized and are either free or
cheap, relative to the high incomes in the city-state.
Sebagian besar kota-kota dunia, ingin dikunjungi dan dikenang akan
kebudayaannya. Singapura sedang berupaya mengubah ci tr a kota belanjanya
menjadi jantung kesenian Asia Tenggara. Esplanade Thea tr e yang monumental
telah mengubah wajah kota Singapura, dimana ia menawarkan konser musik
klasik, balet, dan opera internasional kelas satu, disamping pertunjukan
artis kontemporer kawasan. Banyak pertunjukan yang disubsidi dan seringkali
gratis atau murah, bila dibandingkan dengan pendapatan warga kota yang
relatif tinggi.

Kuala Lumpur spent $100 million on its philharmonic concert hall, which is
located right under the Petronas Towers , among the tallest buildings in the
world. This impressive and prestigious concert hall hosts local orches tr a
companies as well top international performers. The city is currently
spending further millions to refurbish its museums and galleries, from the
National Museum to the National Art Gallery .

Kuala Lumpur menghabiskan $100 juta untuk membangun balai konser
philharmonic yang terletak persis dibawah Pe tr onas Tower , salah satu
gedung tertinggi di dunia. Balai konser prestisius dan impresif ini
mempertunjukkan grup orkes tr a lokal dan internasional. Kuala Lumpur juga
sedang menginvestasikan beberapa juta dolar untuk memugar museum dan galeri,
dari Museum Nasional hingga Galeri Seni Nasional.

Hanoi is proud of its culture and arts, which are promoted as its major at
tr action millions of visitors flock into the city to visit countless
galleries stocked with canvases, which can be easily described as some of
the best in Southeast Asia. Its beautifully restored Opera House regularly
offers Western and Asian music treats.
Hanoi bangga akan budaya dan seninya, yang dipromosikan guna menarik jutaan
turis untuk mengunjungi galeri-galeri lukisan yang tak terhitung jumlahnya,
dimana lukisan tersebut merupakan salah satu yang terbaik di Asia Tenggara.
Gedung Operanya yang dipugar secara reguler mempertunjukkan pagelaran musik
Asia dan Barat.

Bangkok's colossal temples and palaces coexist with ex tr emely cosmopolitan
fare international theater and film festivals, countless performances, jazz
clubs with local and foreign artists on the bill, as well as authentic
culinary delights from all corners of the world. When it comes to music,
live performances and nightlife, there is no city in Southeast Asia as
vibrant as Manila .
Candi-candi dan istana kolosal di Bangkok eksis berdampingan dengan teater
dan festival film internasional, klub jazz yang tak terhitung jumlahnya, dan
juga pilihan kuliner otentik dari segala penjuru dunia. Kalau bicara musik
dan kehidupan malam, tak ada kota di Asia Tenggara yang semeriah Manila .

Now back to Jakarta. Those who have ever visited the city's 'public
libraries' or National Archives building will know the difference. No
wonder; in Indonesia education, culture and arts are not considered to be
'profitable' (with the exception of pop music), and are therefore made
absolutely irrelevant. The country spends the third lowest amount in the
world on education (according to The Economist, only1.2 percent of its GDP)
after Equatorial Guinea and Ecuador (there the situation is now rapidly
improving with the new progressive government).
Nah, sekarang balik ke Jakarta . Siapapun yang bernah berkunjung ke
"perpustakaan umum" atau gedung Arsip Nasional pasti tahu bedanya. Tak
heran, dalam pendidikan Indonesia, budaya dan seni tidak dianggap
"menguntungkan" (kecuali musik pop), sehingga menjadi tidak relevan.
Indonesia merupakan negara dengan ANGGARAN PENDIDIKAN TERENDAH nomor 3 di
dunia - Masya Alloh! (pent.) - (menurut The Economist, hanya 1,2% dari
PDB) setelah Guyana Khatulistiwa dan Ekuador (di kedua negara tersebut
keadaan sekarang berkembang cepat berkat pemerintahan baru yang progresif)

Museums in Jakarta are in appalling condition, offering absolutely no
important international exhibitions. They look like they fell on the city
from a different era and no wonder the Dutch built almost all of them. Not
only are their collections poorly kept, but they lack elements of modernity
there are no elegant cafes, museum shops, bookstores or even public
archives. It appears that the individuals running them are without vision
and creativity. However, even if they did have inspired ideas, there would
be no funding to carry them out.
Museum di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan, sama sekali tidak
menawarkan eksibisi internasional. Museum tersebut terlihat seperti berasal
dari zaman baheula dan tak heran kalau Belanda yang membangun kesemuanya.
Tidak hanya koleksinya yang tak terawat, tapi juga ketiadaan unsur-unsur
modern seperti kafe, toko cinderamata, toko buku atau perpustakaan publik.
Kelihatannya manajemen museum tidak punya visi atau kreativitas. Bahkan,
meskipun mereka punya visi atau kreativitas, pasti akan terkendala dengan
ketiadaan dana.

It seems that Jakarta has no city planners, only private developers that
have no respect for the majority of its inhabitants who are poor (the great
majority, no matter what the understated and manipulated government
statistics say). The city abandoned itself to the private sector, which now
controls almost everything, from residential housing to what were once
public areas.
Sepertinya Jakarta tidak punya perencana kota, hanya ada pengembang swasta
yang tidak punya respek atau kepedulian akan mayoritas penduduk yang miskin
(mayoritas besar, tak peduli apa yang dikatakan oleh data statistik yang
seringkali DIMANIPULIR pemerintah). Kota Jakarta praktis menyerahkan dirinya
ke sektor swasta, yang kini nyaris mengendalikan semua hal, mulai dari
perumahan hingga ke area publik.

While Singapore decades ago, and Kuala Lumpur recently, managed to fully
eradicate poor, unsanitary and depressing kampongs from their urban areas,
Jakarta is unable or unwilling to offer its citizens subsidized, affordable
housing equipped with running water, electricity, a sewage system,
wastewater tr eatment facilities, playgrounds, parks, sidewalks and a mass
public transportation system.
Sedangkan beberapa dekade yang lalu di Singapura, dan baru-baru ini di
Kualalumpur, mereka berhasil menghilangkan total perkampungan kumuh dari
wilayah kota, namun Jakarta tidak mampu atau tidak mau memberikan warganya
perumahan bersubsidi dengan harga terjangkau yang dilengkapi dengan air
ledeng, lis tr ik, sistem pembuangan limbah, taman bermain, tr otoar dan
sistem tr ansportasi massal.

Rich Singapore aside, Kuala Lumpur with only 2 million inhabitants boasts
one metroline (Putra Line), one monorail, several efficient Star LRT lines,
suburban tr ain links and high-speed rail system connecting the city with
its new capital Putrajaya. The "Rapid" system counts on hundreds of modern,
clean and air-conditioned buses. Transit is subsidized; a bus ticket on
"Rapid" costs only $.60 (2 Malaysian Ringgits) for unlimited day use on the
same line. Heavily discounted daily and monthly passes are also available.
Selain Singapura, Kualalumpur dengan berpenduduk hanya 2 juta jiwa memiliki
satu jalur Me tr o (Pu tr a Line), satu monorail, beberapa jalur LRT Star
yang efisien, dan jaringan keretaapi kecepatan tinggi yang menghubungkan
kota dengan ibu kota baru Pu tr ajaya. Sistem "RApid" memiliki ratusan bus
modern, bersih, dan ber-AC. Tarifnya disubsidi, tiket bus Rapid hanya
sekitar 2 Ringgit (kuranglebih Rp 4600) untuk penggunaan tak terbatas
sepanjang hari di jalur yang sama. Tiket abonemen bulanan dan harian yang
sangat murah juga tersedia.

Bangkok contracted German firm Siemens to build two long "Sky Train" lines
and one me tr o line. It is also utilizing its river and channels as both
public transportation and as a tourist attraction. Despite this enormous
progress, the Bangkok city administration claims that it is building an
additional 50 miles (80 kilometers) of tracks for these systems in order to
convince citizens to leave their cars at home and use public transportation.
Polluting pre-historic buses are being banned from Hanoi, Singapore , Kuala
Lumpur and gradually from Bangkok. Jakarta, thanks to corruption and
phlegmatic officials, is in its own league even in this field.
Bangkok menunjuk kon tr aktor Siemens dari Jerman untuk membangun 2 jalur
panjang "Sky Train" dan satu jalur me tr o. Bangkok juga memanfaatkan sungai
dan kanal sebagai tr ansportasi publik dan objek wisata. Pemerintahan kota
Bangkok juga mengklaim bahwa mereka sedang membangun jalur tambahan
sepanjang 80 km untuk sistem tersebut guna meyakinkan penduduk untuk
meninggalkan mobil mereka di rumah dan memanfaatkan tr ansportasi umum.
Bus-bus kuno yang berpolusi sudah sepenuhnya dilarang beroperasi di Hanoi ,
Singapura, Kualalumpur, dan Bangkok. Jakarta ? Berkat korupsi dan pejabat
pemerintahan yang tak kompeten, Jakarta tenggelam dalam kondisi yang
berkebalikan dengan kota-kota tersebut.

Mercer Human Resource Consulting, in its reports covering quality of life,
places Jakarta repeatedly on the level of poor African and South Asian
cities, below metropolises like Nairobi and Medellin .
Mercer Human Resource Consulting, dalam laporannya tentang kualitas hidup,
menempatkan Jakarta di posisi setara dengan kota-kota miskin di Afrika dan
Asia Selatan, bahkan dibawah kota Nairobi dan Medellin

Considering that it is in the league with some of the poorest capitals of
the world, Jakarta is not cheap. According to the Mercer Human Resource
Consulting 2006 Survey, Jakarta ranked as the 48th most expensive city in
the world for expatriate employees, well above Berlin (72nd), Melbourne
(74th) and Washington D.C. (83rd). And if it is expensive for expa tr iates,
how is it for local people with a GDP per capita below $1,000?
Walaupun Jakarta menjadi salah satu ibukota terburuk di dunia, hidup disana
tidaklah murah.Menurut Survey Mercer Human Resource Consulting tahun 2006,
Jakarta menduduki peringkat 48 kota termahal di dunia untuk ekspa tr iat,
jauh diatas Berlin (peringkat 72), Melbourne (74) dan Washington DC (83).
Nah, kalau untuk ekspa tr iat saja mahal, apalagi buat penduduk lokal yang
pendapatan perkapita DIBAWAH $1000??

Curiously, Jakartans are silent. They have become inured to appalling air
quality just as they have gotten used to the sight of children begging, even
selling themselves at the major intersections; to entire communities living
under elevated highways and in slums on the shores of canals turned into
toxic waste dumps; to the hours-long commutes; to floods and rats.
Anehnya, orang Jakarta diam seribu bahasa. Mereka pasrah akan kualitas udara
yang jelek, terbiasa dengan pemandangan pengemis di perempatan jalan, dengan
kampung kumuh di bawah jalan layang dan di pinggir sungai yang kotor dan
penuh limbah beracun, dengan kemacetan berjam-jam, dengan banjir dan tikus.

But if there is to be any hope, the truth has to eventually be told, and the
sooner the better. Only a realistic and brutal diagnosis can lead to
treatment and a cure. As painful as the truth can be, it is always better
than self-deceptions and lies. Jakarta has fallen decades behind capitals in
the neighbouring countries in aesthetics, housing, urban planning, standard
of living, quality of life, health, education, culture, transportation, food
quality and hygiene. It has to swallow its pride and learn from Kuala
Lumpur, Singapore, Brisbane and even in some instances from its poorer
neighbours like Port Moresby, Manila and Hanoi.
Kalau saja ada sedikit harapan, kebenaran pasti akan terucap, dan semakin
cepat semakin baik. Hanya diagnosis kejam dan realistis yang bisa mengarah
pada obat. Betapapun pahitnya kebenaran, tetap saja lebih baik ketimbang
dusta dan penipuan. Jakarta telah tertinggal jauh dibelakang ibukota lain
negara tetangga dalam hal estetika, pemukiman, kebudayaan, tr ansportasi,
dan kualitas dan higiene makanan. Sekarang Jakarta telah kehilangan
kebanggaan dan mesti belajar dari Kualalumpur, Singapura, Brisbane, dan
bahkan dalam beberapa hal dari tetangganya yang lebih miskin seperti Port
Moresby, Manila, dan Hanoi.

Comparative statistics have to be transparent and widely available. Citizens
have to learn how to ask questions again, and how to demand answers and
accountability. Only if they understand to what depths their city has sunk
can there be any hope of change. "We have to watch out," said a concerned
Malaysian filmmaker during New Year's Eve celebrations in Kuala Lumpur.
"Malaysia suddenly has too many problems. If we are not careful, Kuala
Lumpur could end up in 20 or 30 years like Jakarta!"
Data statistik harus tr ansparan dan tersedia luas. Warga harus belajar
bertanya dan bagaimana untuk memperoleh jawaban dan akuntabilitas. Hanya
kalau mereka memahami seberapa dalamnya kota mereka telah terperosok, maka
barulah ada harapan. "Kita harus berhati-hati" kata produser film Malaysia
dalam perayaan tahun baru di Kualalumpur. " Malaysia punya banyak masalah.
Kalau kita tidak hati-hati, dalam 20-30 tahun Kualalumpur akan bernasib sama
seperti Jakarta !"

Could this statement be reversed? Can Jakarta find the strength and
solidarity to mobilize in time catch up with Kuala Lumpur? Can decency
overcome greed? Can corruption be eradicated and replaced by creativity? Can
private villas shrink in size and green spaces, public housing, playgrounds,
libraries, schools and hospitals expand?
Dapatkah pernyataan ini dibalik? Mampukah Jakarta menemukan kekuatan dan
solidaritas untuk mobilisasi sehingga dapat menyaingi Kualalumpur? Mampukah
kecukupan mengatasi keserakahan? Dapatkah korupsi diberantas dan diganti
dengan kreatifitas? Akankah ukuran vila pribadi mengecil, dan kawasan hijau,
perumahan publik, taman bermain, perpustakaan, sekolah dan rumah sakit
berkembang pesat?

An outsider like me can observe, tell the story and ask questions. Only the
people of Jakarta can offer the answers and solutions.
Orang luar seperti saya hanya dapat mengamati, bercerita, dan bertanya. Dan
hanya masyarakat Jakarta yang punya jawaban dan solusinya

[Non-text portions of this message have been removed]

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke