Masih dalam suasana 100 tahun M. Natsir
 
 <http://cetak.kompas.com/opini> Opini
<http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/17/00452911/natsir.pahlawan>
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/17/00452911/natsir.pahlawan.
Kamis, 17 Juli 2008 | 00:45 WIB 

Oleh Asvi Warman Adam

Tanggal 17 Juli 2008, tepat 100 tahun kelahiran Mohammad Natsir. Kali ini,
peringatan tidak hanya mengenang pemikiran dan kepribadian tokoh yang bersih
dan konsisten, tetapi ada usul untuk mengangkatnya sebagai pahlawan
nasional.

Mohammad Natsir berjasa mengembalikan bentuk pemerintahan federal menjadi
negara kesatuan. Ia yang prihatin dengan proses disintegrasi negara-bangsa
berpidato pada sidang DPR Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 3 April
1950 yang dikenal sebagai Mosi Integral Natsir.

Negara kesatuan

Ia mengusulkan agar RIS melebur kembali menjadi negara kesatuan Republik
Indonesia. Atas jasanya, Soekarno meminta Natsir untuk membentuk kabinet
yang pertama dari negara kesatuan Republik Indonesia (1950-1951). Dalam
pemilu pertama 1955, ia berprestasi memimpin Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia) meraih suara nomor dua terbanyak setelah PNI (Partai Nasional
Indonesia).

Jika kita berbicara tentang etika politik, itu sudah ditunjukkan Natsir. Ia
bisa berdebat sengit dengan Ketua PKI DN Aidit di dalam sidang, setelah itu
berbincang ringan sambil meminum secangkir kopi. Kehidupan yang asketis juga
dijalani politikus Muslim kaliber internasional ini.

Bila kita kini melihat mobil- mobil mewah diparkir di pelataran gedung DPR,
Natsir menolak ketika seorang pengusaha memberi hadiah sebuah mobil
Chevrolet Impala yang saat itu tergolong mentereng. Padahal, di rumahnya
hanya ada sebuah mobil tua, De Soto.

Ia berpolitik secara santun dan berdakwah tanpa kekerasan. Ia politikus yang
hidup bersahaja. Ia santun terhadap Soekarno dan bersikap correct terhadap
Soeharto. Pada awal Orde Baru ia berjasa mengirim nota kepada Tunku
Abdurrachman dalam rangka pencairan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Ia mengontak Pemerintah Kuwait agar mau menanamkan modal di Indonesia dan
meyakinkan pemerintahan Jepang tentang kesungguhan Orde Baru membangun
ekonomi. Ironisnya, imbalan yang diberikan penguasa adalah larangan baginya
untuk kembali ke pentas politik.

Pahlawan nasional?

Masalahnya, layakkah ia diangkat sebagai pahlawan nasional? Dalam kriteria
pahlawan nasional ada klausul, orang itu tidak pernah cacat dalam
perjuangannya. Selama Orde Baru kriteria itu digunakan tanpa ukuran yang
jelas. Kabarnya Sanusi Hardjadinata, tokoh PNI, mantan Menteri era Soekarno
dan Gubernur Jawa Barat saat berlangsung Konferensi Asia-Afrika (KAA) di
Bandung tahun 1955, ditolak menjadi pahlawan nasional karena pernah
menandatangani Petisi 50.

Alasan itu terasa berlebihan karena petisi yang dikeluarkan 50 tokoh
nasional tahun 1980 itu merupakan sikap kritis atas pernyataan Presiden
Soeharto yang otoriter terhadap mereka yang mencoba mengubah Pancasila dan
UUD 1945. Natsir menandatangani petisi itu, juga Sanusi Hardjadinata,
Hugeng, Ali Sadikin, SK Trimurti, dan banyak tokoh lain. Alasan ini
seyogianya tidak digunakan untuk menolak pencalonan pahlawan nasional.

Petisi jelas berbeda dengan pemberontakan, meskipun Soeharto menanggapi
dengan tindak kekerasan senada. Sebenarnya, yang memberatkan Natsir adalah
keterlibatannya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
tahun 1958 dan meningkat dengan pembentukan Republik Persatuan Indonesia
(RPI) tahun 1960 yang terdiri dari 10 negara bagian seperti Republik Islam
Aceh dan Republik Islam Sulawesi Selatan (Audrey dan George Kahin, 1997:
381)

Sjafruddin Prawiranegara

Tahun lalu, Sjafruddin Prawiranegara juga diproses sebagai calon pahlawan
nasional. Namanya lolos seleksi Badan Pembina Pahlawan Pusat. Namun, usulan
ini kandas di tangan Presiden. Tampaknya keterlibatan Sjafruddin
Prawiranegara dalam sebuah pemberontakan tetap tidak bisa ditolerir kepala
negara.

Padahal, Sjafruddin Prawiranegara memiliki jasa besar terhadap negara. Apa
jadinya Indonesia bila Sjafruddin tidak memimpin Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI), pemerintahan gerilya yang bergerak di Sumatera. Tentu
terjadi kevakuman pemerintahan, atau republik mengalami mati suri sesaat.

Saat ini, pemerintah hanya menetapkan terbentuknya PDRI sebagai hari bela
negara. Selain bintang jasa tertinggi yang diterima, namanya diabadikan pada
dua gedung yang berseberangan di Jl Budi Kemuliaan Jakarta (di kompleks Bank
Indonesia dan satu lagi di Departemen Pertahanan karena Sjafruddin pernah
memimpin kedua instansi ini).

Warga Minangkabau tentu bangga bila pemangku adat Mohammad Natsir yang
bergelar Datuk Sinaro Panjang menjadi pahlawan nasional. Namun, bila
ketentuan menegaskan, tokoh yang terlibat pemberontakan tidak memenuhi
syarat, dengan jiwa besar harus menerimanya. Bukankah Natsir telah mendapat
penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana yang diberikan semasa
pemerintahan Habibie. Meski itu bukan gelar pahlawan nasional, biarlah
asketisme hidupnya senantiasa dikenang masyarakat dan kebersahajaan beliau
menjadi contoh bagi kita semua terutama para pemimpin di negeri ini.

Asvi Warman Adam Ahli Peneliti Utama LIPI


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke