Assalamualaikum w.w. para sanak sa palanta,
Langsung saja. Kita perlu berterima kasih kepada Dr Harry Poeze yang dengan 
kegigihannya telah berhasil menemukan makam Ibrahim Datuk Tan Malaka di 
Selopanggung, Kediri. 
          Secara khusus saya himbau pengurus Gebu Minang Jawa Timur untuk 
mengambil prakarsa ke arah itu, dan kepada Angku Asral SH Dt Putih yang banyak 
menerbitkan buku-buku Tan Malaka.
          Dalam hubungan ini saya ajak kita semua untuk meminta keterangan 
lebih lanjut kepada Dr Harry Poeze dimana persisnya letak makam tersebut, dan 
meminta Pemerintah cq Departemen Sosial yang mengurus Taman Makam Pahlawan 
untuk memakamkan sisa-sisa jenazah beliau di Taman Makam Pahlawan Kediri dengan 
upacara kenegaraan, karena beliau adalah Pahlawan Nasional sejak tahun 1964. 
Menurut Mohammad yamin Tan Malaka bahkan adalah Bapak Republik Indonesia, 
karena dalam tahun 1924 beliau menulis sebuah booklet berjudul" "Naar de 
Repoebliek Indonesia" yang artinya Ke Arah Republik Indonesia, sebelum siapapun 
juga berfikir ke arah itu.
 
Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, 71 th, Jakarta)
Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED]


Kematian Tan Malaka dan Darurat Perang Jenderal Sudirman
Kompas, Sabtu, 26 Juli 2008 | 01:29 WIB 
ZULHASRIL NASIR
Membaca artikel Sabam Siagian, ”Tentang Tan Malaka” (Kompas, 12/7) yang 
menanggapi tulisan saya, ”Tan Malaka dan Kebangkitan Nasional” (Kompas, 7/07), 
ada hal-hal yang ingin dikesankan mantan Dubes RI untuk Australia itu.
Pertama, politik diplomasi Syahrir seolah tak bermasalah bagi TNI dan pejuang 
sehingga kombinasi politik diplomasi dan pertahanan disimpulkan telah 
melahirkan Indonesia merdeka.
Kedua, negara memiliki legitimasi mengeksekusi Tan Malaka atas nama keadaan 
darurat perang guna ”memikul wibawa penuh Panglima Besar Letjen Sudirman”.
Dwitunggal
Adam Malik dalam buku Mengabdi Republik menyatakan, dwitunggal tidak hanya satu 
pasang—Soekarno-Hatta—tetapi ada dua pasang lagi: Sjahrir-Amir Sjarifuddin dan 
Tan Malaka-Sudirman. Saya ulas pasangan ketiga, Tan Malaka-Sudirman.
Bagi Tan Malaka, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah harga mati. 
Kompromi para pemimpin politik menghadapi Belanda adalah naif dan melelahkan. 
Maka, Tan Malaka bersama 139 organisasi (Masyumi, PNI, Parindra, PSI, PKI, 
Front Rakyat, PSII, tentara, dan unsur laskar) menggelar Kongres Persatuan 
Perjuangan di Purwokerto, 4-5 Januari 1946. Sudirman hadir sebagai unsur 
tentara.
Setelah mempelajari gagasan Tan Malaka, kongres yang dilanjutkan di Solo, 15-16 
Januari, dengan 141 organisasi mengesahkan rancangan Tan Malaka yang disebut 
”Minimum Program”.
Program itu untuk mengatasi aneka masalah, seperti pertentangan antara pimpinan 
negara dan pemuda/rakyat, konflik antarpejuang, dan sikap Inggris yang mengakui 
kedaulatan Belanda di Indonesia. Sebutlah itu konsolidasi para pejuang. 
Kehadiran Sudirman dalam kongres itu adalah poin utama hubungan politik Tan 
Malaka-Sudirman. Tan Malaka mencatat ucapan Sudirman saat itu, ”Lebih baik kita 
di atom daripada merdeka kurang dari 100 persen.”
Sudirman dikenal tegas, melindungi anak buah, dan tidak kenal kompromi. 
Ketidaksetujuannya pada diplomasi tergambar pada sikap tetap bergerilya 
daripada menyerah meski kesehatan Sudirman sakit parah. Sikap menyerah Soekarno 
dan Hatta kepada Belanda oleh sebagian orang dinilai cara taktis menghadapi 
diplomasi internasional. Namun, itulah yang membedakan kedua pasang pemimpin 
itu. Bagi Tan Malaka, kemerdekaan adalah 100 persen dan bagi Sudirman ”tentara 
tidak kenal menyerah”.
Bagi keduanya, tidak ada lagi penjajahan Belanda dengan segala siasatnya. 
Perundingan adalah siasat Belanda seperti terjadi dalam hasil Perjanjian 
Linggarjati dan Renville. Dan Belanda tetap menekan pemerintah dengan Agresi 
Militer I (13 Juli 1947) dan II (18 Desember 1948). Akibatnya, TNI harus hijrah 
dari satu tempat ke tempat lain, meninggalkan kantong pertahanan, yang amat 
menjengkelkan Sudirman.
Saat di pemerintahan pengungsian Yogyakarta muncul kemelut antarpemimpin, saat 
itu juga terjadi penangkapan terhadap kelompok Persatuan Perjuangan dan Barisan 
Banteng yang dilakukan Pesindo (kelompok Syahrir) pada 17 Maret dan 16 Mei 
1946. Hubungan dwitunggal itu berlanjut saat Sudirman menugaskan Mayjen 
Sudarsono membebaskan tokoh-tokoh Persatuan Perjuangan dan Barisan Banteng: Tan 
Malaka, Adam Malik, Chairul Saleh, Muwardi, Abikusno, M Yamin, Sukarni, dan 
lainnya. Semua dibebaskan. Atas perintah lisan Sudirman, Mayjen Sudarsono 
menangkap Sutan Sjahrir dan dilepaskan 1 Juli 1946 karena campur tangan 
Soekarno.
Tuduhan kudeta lalu diarahkan ke kelompok Tan Malaka saat terjadi peristiwa 3 
Juli 1946, di mana Mayjen Sudarsono mendatangi Soekarno-Hatta di Yogya, 
mendesak agar memecat Syahrir. Soekarno-Hatta menolak dan Amir Syarifuddin 
(Menteri Pertahanan) menangkap Tan Malaka/Persatuan Perjuangan termasuk Mayjen 
Sudarsono.
Meski tuduhan kudeta tidak terbukti di Mahkamah Agung Militer, dan Jenderal 
Sudirman ikut bersaksi. Tidak adanya pembelaan Sudirman kepada Tan Malaka dan 
kawan-kawan merupakan tanda tanya. Namun, ini tidak dapat ditafsirkan Sudirman 
meninggalkan teman-temannya. Kemungkinan, Sudirman tunduk kepada sumpah 
prajurit, patuh kepada Panglima Tertinggi APRI Soekarno dan pengaruh 
intelektual Hatta.
Tak sekeji itu
Saya tidak percaya uraian Sabam bahwa karena pengumuman Darurat Perang Panglima 
Besar Sudirman, maka Surachman dan Sukotjo mengeksekusi Tan Malaka (21 Februari 
1949). Sudirman tidak sekeji itu. Juga tidak diyakini, Hatta bagian komplotan 
itu. Diyakini, yang terjadi adalah panafsiran berbeda di antara faksi-faksi 
tentara di lapangan. Juga penafsiran legalisme Sabam tentang kegiatan Tan 
Malaka yang menjadikan dirinya Pemimpin Revolusi Indonesia setelah 
Soekarno-Hatta ditangkap dan dibuang ke Sumatera. Dikesankan, Tan Malaka seolah 
mengesampingkan peran Pemerintahan Darurat RI (PDRI).
Saya tidak yakin semua pemimpin pejuang di lapangan tahu telah dibentuk PDRI 
begitu Soekarno-Hatta ditangkap. Adalah masuk akal jika inisiatif Tan Malaka 
mengambil alih pimpinan (jika Sabam benar) untuk menghindari kekosongan 
kekuasaan berdasar Testamen Politik Soekarno, Oktober 1945 (”...jika saya tiada 
berdaya lagi, saya akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada seorang yang telah 
mahir dalam gerakan revolusioner, Tan Malaka….”), tindakan Tan Malaka sah 
menurut logika hukum.
Bung Sabam perlu tahu, TB Simatupang dan dr J Leimena sempat tergugah mengisi 
kekosongan kekuasaan itu karena tidak tahu bahwa sudah terbentuk PDRI di 
Sumatera. Komunikasi radio RI saat itu amat terbatas.
Catatan lain adalah pemerintahan Hatta tidak menunjukkan tanggung jawabnya jika 
benar itu sebuah eksekusi terhadap Tan Malaka. Tan Malaka bukan hewan, dia 
pemimpin dan pejuang mendahului Hatta dan Soekarno. Rezim bahkan sengaja 
menutupi kematian Tan Malaka. Ada yang menyebut Tan Malaka dibunuh di pinggir 
kali lalu dihanyutkan, dan sebagainya. Hingga kini, negara tampak tak ingin 
mengungkap temuan Harry Poeze tentang kuburan Tan Malaka di Selopanggung, 
Kediri. Jika negara tidak bertanggung jawab bukankah itu sebuah pembunuhan?
Setelah terjadi pembunuhan terhadap Tan Malaka, Hatta memberhentikan Sungkono 
sebagai Panglima Divisi Jawa Timur dan Surachmat sebagai Komandan Brigade 
karena kesembronoan mengatasi kelompok Tan Malaka. Agaknya, fakta ini pula yang 
mendorong Soekarno mengangkat Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional, 28 Maret 
1963.
ZULHASRIL NASIR Penulis Guru Besar UI

Top of Form

 - Beri Rating Artikel -----------Sangat BaikBaikCukupKurangSangat Kurang

Bottom of Form
 


      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke