Diwawancarai oleh pimpinan Radio Nederland Seksi
Indonesia Hilversum Belanda,Sirtjo Koolhof, Suryadi 
menerangkan ttg letusan krakatau 1883 sbb:

==========


Syair Lampung Karam
Kesaksian Pribumi tentang Letusan Krakatau 1888 Radio Nederland 
Wereldomroep

03-09-2008
 
Suryadi soal Krakatau 

Ternyata orang pribumi juga menulis risalah tentang meletusnya Gunung 
Krakatau pada bulan Agustus 1888. Orang itu adalah Mohammad Saleh 
yang menulis risalah berjudul Syair Lampung Karam, yang diterbitkan 
dalam bentuk cetak batu di Singapura tahun 1888. Selama ini, semua 
laporan tentang letusan dahsyat Krakatau itu hanya berdasarkan pada 
laporan orang-orang asing, terutama Belanda dan Inggris. Pelbagai 
kajian yang membahas laporan itu juga tidak mencantumkan Mohammad 
Saleh. Berikut penjelasan Suryadi, peneliti dan ahli filologi pada 
Universitas Leiden, penemu Syair Lampung Karam. 

 
Suryadi: Satu-satunya dokumen kesaksian kaum pribumi sejauh yang tahu 
mengenai letusan Gunung Krakatau yang dahsyat itu, berjudul Syair 
Lampung Karam. Tetapi pada edisi-edisi berikutnya ada beberapa 
variasi sedikit mengenai judul itu. Dan syair itu ditulis oleh 
seorang pribumi yang bernama Mohammad Saleh. Saya coba membacakan 
berdasarkan edisi tahun 1888 dari syair itu, ia katakan: 

Hamba mengarang fakir yang hina
Muhammad Saleh nama sempurna
Kerana hati gundah gulana
Melainkan Allah yang mengetahuinya 

Jadi Mohammad Saleh mencantumkan namanya sebagai pengarang teks itu. 
Di dalam beberapa bait Syair Lampung Karam, dia mengatakan bahwa dia 
berada di Lampung pada saat letusan dahsyat itu terjadi. Dan dia 
selamat dan setelah itu dia pergi ke Singapura. Saya menduga bahwa 
dia salah seorang pengungsi dari letusan itu dan dia mengatakan bahwa 
dia menulis itu di kampung Bangkahulu di Singapura. Yang sekarang 
menjadi Bengkulen Street. Itu Singapura lama. 

Arab Melayu
Dan dia menulisnya di sana. Dan selesai kira-kira tiga bulan setelah 
letusan Gunung Krakatau itu. Yang menarik bagi saya, dalam Syair 
Lampung Karam ini yang ditulis dalam aksara Arab Melayu, atau Jawi 
kata orang di Malaysia sana. Mudah-mudahan masih ada orang muda di 
Indonesia yang bisa membaca sekarang. Kalau tidak ini sudah saya 
latinkan dan bisa dibaca nanti. Mudah-mudahan bisa diterbitkan di 
Indonesia. 

Yang menarik bagi saya bahwa bahasanya cenderung agak Melayu-Riau. 
Jadi kemungkinan dia bukan orang Lampung asli. Dan pada waktu itu 
memang seperti digambarkan dalam syair ini, Lampung menjadi pusat 
bisnis. Banyak orang ke sana. 

Misalnya dia menulis kata "kerana" bukan "karena". "Kerana" seperti 
yang kita kenal di Malaysia sekarang, masih dipakai, ini agak Melayu-
Riau. Jadi jelas sekali kaf yaa dan setelah huruf raa itu tanda alif. 
Jadi dibaca kerana bukan karena. 

 
             Rep. foto Kompas/Agus Sutanto
                    Foto diambil tahun 2007 

Segi humanisme
Radio Nederland [RN]: Tapi mungkin yang paling menarik ialah 
ceritanya. Ini satu-satunya laporan seorang Melayu tentang letusan 
Gunung Krakatau pada waktu itu. Apakah bapak Suryadi bisa menerangkan 
sedikit tentang isinya syair itu dan mungkin juga ada bedanya dengan 
laporan orang Belanda? Karena orang Belanda banyak sekali laporan? 
Suryadi: Memang ini menarik sekali. Selama ini dari banyak laporan 
mengenai Krakatau dan mungkin bapak dan ibu tahu juga bahwa, sampai 
sekarang itu masih menjadi insprirasi bagi banyak penulis. Apakah dia 
itu orang akademik maupun penulis novel, Krakatau menjadi insprirasi. 
Dan saya menemukan satu bibliografi yang mencatat sekitar 2000 
tulisan mengenai Krakatau. Anehnya, Syair Lampung Karam ini tidak 
tercatat. Jadi memang selama ini dilupakan. Dan yang menarik, sejauh 
yang saya amati dari hasil transliterasi atau alih aksara yang sudah 
saya buat mengenai syair ini, berbeda dengan orang Barat yang melihat 
letusan Krakatau dari segi ilmu, atau dari segi geologinya, dari segi 
geografinya dan macam-macam. 

Tetapi dalam Syair Lampung Karam, Mohammad Saleh justru melihat dari 
segi humanismenya, dari segi kemanusiaannya. Bagaimana orang dalam 
keadaan kacau seperti itu saling tolong-menolong. Tetapi ada juga 
yang mencuri barang orang lain, dan memperkaya diri dengan mengambil 
banyak harta orang lain. Dan bagaimana tuan controleur Belanda datang 
dan membagi uang kepada orang, menyuruh para saudagar yang masih 
hidup, untuk membawa beras dan menolong masyarakat di sana. 

Dan juga penulis Mohammad Saleh menekankan bahwa ini bencana dan kita 
harus tetap dekat kepada Tuhan seperti itu. Jadi ini aspek 
kemanusiaannya lebih terasa. Dan kita tidak akan menemukan gambaran 
seperti ini dalam laporan orang Eropa. Ini pentingnya teks ini. Jadi 
saling melengkapi, bagaimana gambaran historis, sejarah mengenai 
letusan itu pada waktu itu



--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke