SUARA PEMBARUAN DAILY Mungkinkah Mi Instan Menggusur Nasi?
<http://www.suarapembaruan.com/News/2008/09/11/Utama/11makanm.gif> SP/Luther Ulag Mi instan, bagi sebagian orang sepertinya telah menjadi makanan pokok, tak lagi sekadar hidangan ekstra. Seolah mengabaikan sejumlah peringatan akan dampak buruk mi instan terhadap kesehatan, banyak orang malah mengonsumsinya dalam jumlah berlebihan. Bahruzen (27), misalnya, mengaku rutin menyantap mi instan rata-rata empat bungkus per pekan. Kebiasaan itu dilakoninya sejak berusia 14 tahun. Awalnya, dia hanya mengonsumsi 1-2 bungkus per minggu. Namun, lama-kelamaan kebiasaan menyantap mi instan setara dengan mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok. "Banyak alasan mengapa saya lebih gemar mengonsumsi mi instan ketim- bang nasi. Pertama, hobi saya naik gunung, memungkinkan saya mengonsumsi mi instan karena praktis. Kedua, harganya relatif murah," katanya. Dia pun beranggapan, mi instan juga mengandung karbohidrat, sehingga tak ada salahnya mengganti nasi dengan menyantap mi. "Kalau bicara soal gizi, mi instan tak mengalahkan keunggulan nasi dan lauk pauk. Tetapi, mi instan sudah menjadi tradisi di Indonesia, sehingga menggeser nasi. Lihat saja, di mana-mana pasti ada warung mi instan," tutur Bahruzen. Memang harus diakui, makanan olahan berbasis gandum ini sejak lama digemari, dan mampu menggusur beras. Buktinya, konsumsi beras yang pada 1980-an mencapai 160 kg per kapita, anjlok menjadi sekitar 104 kg per kapita dalam beberapa tahun belakangan. Sementara itu, total produksi mi instan setiap tahun sudah mencapai 14 miliar-15 miliar bungkus, atau 60 bungkus per kapita. Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan, pertumbuhan industri mi instan terus merangkak. "Selain praktis, keunggulan lainnya terletak pada bahan bakunya yang stabil dan pasokannya yang terjamin, serta harga yang murah, walaupun harga tepung terigu kerap naik," kata Thomas, awal pekan ini. Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), Ratna Sari Loppies. Sejak 20 tahun terakhir, konsumsi mi instan terus tumbuh. Dari sekitar 3,6 juta ton produksi tepung terigu per tahun, 60 persen di antaranya digunakan untuk membuat mi, terdiri dari 20 persen mi instan, 30 persen mi basah, dan 10 persen mi kering. "Jumlah ini menunjukkan, permintaan konsumen terhadap makanan berbasis gandum atau tepung memang meningkat, sekitar 20 persen per tahun," ujar Ratna. Berdasarkan catatan Aptindo, produksi tepung terigu nasional pada 2005 mencapai 2,9 juta ton, meningkat menjadi 3,2 juta ton pada 2006, dan naik tipis sekitar 34.000 ton pada 2007. Sejalan dengan itu, data Departemen Perindustrian (Depperin) menunjukkan, konsumsi beras sejak 1995 hingga 2005 turun 6,1 persen. Sedangkan konsumsi terigu justru naik 13,6 persen per kapita. "Ada perubahan pola makan masyarakat, dari semula berbasis beras menjadi mi dan roti, yang bahan bakunya dari gandum atau tepung terigu," tutur Direktur Makanan Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Depperin, Yelita Basri. Namun, pernyataan tersebut dibantah Ketua Asosiasi Pengusaha Industri Pangan Indonesia (Aspipin), Boediyanto. Menurut dia, konsumsi beras tidak akan bisa digantikan dengan makanan berbahan baku gandum atau tepung terigu, seperti mi atau pun roti. Sebab katanya, pola kebiasaan masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokok masih melekat. "Bahkan, Tiongkok, Jepang, dan Taiwan pun tetap menjadikan nasi sebagai makanan pokok mereka," tegas dia. Berbeda dengan Ratna, Boediyanto menuturkan, selama semester pertama 2008, pertumbuhan industri pangan berbasis gandum menurun sekitar 20 persen. Hal ini dikarenakan kenaikan sejumlah harga bahan baku, seperti gandum dan tepung terigu yang mencapai lebih dari 100 persen. Di samping itu, tingginya harga minyak kelapa sawit mentah beberapa waktu lalu, juga telah berkontribusi terhadap kenaikan harga jual hingga 70 persen. Ditambah lagi kenaikan harga kemasan plastik sebesar 100 persen. "Tetapi, diharapkan pada semester kedua ini, pertumbuhannya bisa naik tinggi, seiring dengan bulan puasa dan menjelang Lebaran. Saat ini, industri roti tumbuh sekitar 15 persen per tahun, namun pertumbuhan industri mi instan tidak lebih dari 10 persen," katanya. Oleh karena itu, tak salah jika pemerintah diimbau untuk membuat roadmap ketahanan pangan, yang mencakup pengembangan produk makanan olahan berbasis gandum atau tepung terigu sebagai upaya diversifikasi pangan. "Diversifikasi pangan kita masih horizontal, yakni menggantikan karbohidrat dengan karbohidrat. Seharusnya, kita sudah mampu menggantikan karbohidrat dengan mineral atau vitamin," ujar Boediyanto. Pengaruhi Inflasi Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Ikhsan Modjo menilai, faktor gaya hidup, perbedaan demografi, serta opsi masyarakat untuk mengganti makanan pokoknya ke makanan yang lebih murah dan praktis, menjadi pemicu pergeseran budaya konsumsi masyarakat. Seiring dengan banyaknya masyarakat mengonsumsi mi instan, Badan Pusat Statistik telah memasukkan produk makanan olahan ini ke dalam 11 komoditas pangan yang masuk dalam penghitungan inflasi. Namun, bobot perhitungannya terhadap inflasi masih relatif kecil. "Mi instan itu diperhitungkan dalam inflasi BPS, karena dianggap komoditas pokok," tutur Ikhsan. Namun, lanjut Ikhsan, jika terus tumbuh, bukan tidak mungkin bobot mi instan dalam penghitungan inflasi akan diperbesar. Oleh karena itu, Ikhsan menyarankan, pemerintah juga harus siap terlibat mengatur tata niaganya. Sebab, dengan pertumbuhan yang pesat, dia khawatir, produsen besar akan mendominasi pasar dan akhirnya mengendalikan harga. "Kita ingin industri ini tumbuh sehat, namun tidak ada monopoli," katanya. [SP/Christine Novita Nababan] --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---