Jam 11 hari ko perdagangan saham di BEI di suspend dek indeks saham turun 
labiah dari 11% ka angko 1400 an dan pasar yang panik.

Wassalam
Tan Ameh (50 - 16 hari)

  ----- Original Message ----- 
  From: fadhil zamir 
  To: RantauNet@googlegroups.com 
  Sent: Wednesday, October 08, 2008 11:31 AM
  Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Neoliberalisme kena batunya.


        assalammualikum wr.wb
        ambo memang tidak bisa berkomentar, tetapi komentar dan teori itu juga 
perlu selama saya mengikuti [EMAIL PROTECTED] hampir semua adalah komentator, 
kalau ambo buliah usul dia adokan antaro komentator dengan eksekutor itu 
berimbang supayao apo nan di bicarakan indak mangambang ka udara tampa bekas, 
kito buek kelompok eksekutor dan ado kelompok komentator, termasuk masalah 
newlebelime tersebut.


        Sutan Zamzamir Chaniago
        L 41th jakarta

        --- On Tue, 10/7/08, Dr.Saafroedin BAHAR <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

          From: Dr.Saafroedin BAHAR <[EMAIL PROTECTED]>
          Subject: [EMAIL PROTECTED] Neoliberalisme kena batunya.
          To: "Rantau Net" <rantaunet@googlegroups.com>
          Cc: "Prof Dr. Salim SAID" <[EMAIL PROTECTED]>, "Jacky Mardono 
Tjokrodiredjo" <[EMAIL PROTECTED]>
          Date: Tuesday, October 7, 2008, 1:24 PM


          Assalamualaikum w.w. para sanak sa palanta,
          Dengan tetap menghormati analisis dari pakar ekonomi, saya rasa 
penjelasan dari sisi ideologi dan politik oleh bung Martin Manurung di bawah 
ini lebih mudah dicerna oleh orang awam. Intinya adalah bahwa menurut faham 
neoliberalisme negara harus membiarkan, bahkan memfasilitasi, para pemburu 
rente untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya melalui apa yang dinamakan 
'pasar bebas'. Perlindungan  rakyat badarai tidak termasuk dalam visi 
neoliberalisme ini.
          Penulis artikel tersebut menampilkan suatu kenyataan yang aneh, yaitu 
'bail-out' yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat adalah tanpa syarat 
sama sekali, demikian berbeda dengan yang dilakukan oleh IMF terhadap Indonesia 
pada saat mengalami krisis moneter pada tahun 1997, yang disebut structural 
adjustment programmes (SAP).
          Dalam hubungan ini saya teringat pada kebijakan tegas PM Mahathir 
Muhammad, yang tidak mau melakukan pinjaman kepada IMF, sehingga juga tidak 
bisa didikte oleh lembaga keuangan dunia yang dikuasai oleh Amerika Serikat 
tersebut. Bagaimanapun, Republik Indonesia harus mempunyai ekonomi yang kuat 
agar bisa berdaulat. [Dahulu] kita mempunyai sumber daya alam yang cukup untuk 
membangun ekonomi yang kuat itu, yang diporakporandakan oleh korupsi, kolusi, 
dan nepotisme, sampai sekarang ini.
          Pertanyaan saya -- sehubungan dengan Pemilu dan Pilpres yang 
hasil-hasilnya akan mempengaruhi nasib kita semua, tentunya termasuk urang awak 
-- sederhana saja: apa tidak perlu kita buat dua daftar: daftar nama partai dan 
para capres yang pro pada neoliberalisme ini, yang jangan sampai kita pilih, 
dan daftar partai serta capres yang tidak mendukung neoliberalisme ini, yang 
jangan sampai kita pilih.
           
          Wassalam,
          Saafroedin Bahar
          (L, masuk 72 th, Jakarta)
          Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED];
          [EMAIL PROTECTED]



          Neoliberalisme Kena Batunya

          Kompas, Rabu, 8 Oktober 2008 | 01:01 WIB 

          Oleh Martin Manurung

          Kali ini neoliberalisme terpojok. Pemerintah Amerika Serikat 
menghadapi dilema dalam mengatasi krisis keuangan terberat setelah depresi 
besar pada tahun 1930-an. 

          Pilihannya adalah antara membiarkan mekanisme ”pasar bebas” 
mengoreksi segala kebobrokan finansial yang kian membubung selama 10 tahun atau 
melakukan intervensi pemerintah untuk mengerem laju percepatan krisis dan 
mengembalikan kepercayaan terhadap perekonomian negara adidaya itu. 

          Presiden AS George W Bush mengambil pilihan kedua. ”Kita harus 
bertindak,” katanya dalam konferensi pers yang disiarkan berbagai televisi 
internasional. Dengan persetujuan Kongres, Pemerintah AS mengintervensi pasar 
dengan menggelontorkan dana talangan raksasa, total lebih dari satu triliun 
dollar AS bila dihitung sejak awal krisis, guna menyelamatkan berbagai 
perusahaan raksasa di Wall Street . 

          Pilihan itu merupakan konfirmasi bahwa ideologi neoliberalisme yang 
selama ini diusung dan dikampanyekan negeri itu kepada dunia ternyata omong 
kosong. ”Tangan-tangan ajaib” yang katanya menggerakkan ”pasar bebas” harus 
diikat agar tidak kian menyeret perekonomian negeri itu ke jurang kehancuran. 

          Neoliberalisme mengampanyekan ”pasar bebas” berdasarkan model pasar 
persaingan sempurna yang menjadi acuan mazhab teori ekonomi neoklasik. Pada 
model ini, sejatinya berlaku persyaratan free entry dan free exit’ (bebas masuk 
dan keluar). Hanya keuntungan, bukan pemerintah, yang dapat menentukan pelaku 
ekonomi masuk pasar dan menyerap surplus, lalu keluar saat defisit. Proses itu 
berlangsung begitu rupa sehingga seluruh surplus di pasar terserap dan mencapai 
keseimbangan pada posisi ”keuntungan normal (normal profit)”. Seharusnya 
mekanisme pasar bebas bekerja seperti itu, sebagaimana ”pakem” yang diyakini 
kalangan neoliberal. 

          Mekanisme pasar 

          Kekisruhan di Wall Street saat ini dapat dipandang sebagai bagian 
proses mekanisme pasar. Awalnya, berbagai korporasi diberi insentif untuk 
membesar dengan membebaskan dari aturan-aturan yang merintangi akumulasi 
kekayaan. Mereka ”difasilitasi” regulasi yang sengaja dibiarkan longgar 
sehingga memberi ruang untuk moral hazard melalui penciptaan berbagai produk 
keuangan yang ”ajaib” dan berisiko tinggi. 

          Lalu, posisi yang dominan dan ukuran besar membuat mereka mendapat 
predikat too big to be allowed to fail (terlalu besar untuk dibiarkan gagal). 
Predikat itu seolah menjadi sabuk pengaman untuk lebih menyerempet bahaya 
sehingga memperburuk terjadinya moral hazard. Yang lebih parah, selama proses 
menyerempet bahaya, otoritas pasar finansial, otoritas moneter dan Pemerintah 
AS menutup mata demi keuntungan politis penguasa. 

          Dengan demikian, krisis yang kini terjadi adalah konsekuensi alami 
dari praktik penyerempetan bahaya di Wall Street dan pembiaran Pemerintah AS. 
Dalam investasi berlaku hukum high risk, high returns atau risiko tinggi 
membawa tingkat pengembalian –dan kerugian—yang tinggi pula. 

          Para investor yang menanamkan modal pada instrumen keuangan yang 
berisiko tinggi, sepatutnya sadar, mereka siap menanggung akibatnya. Mengutip 
Joseph Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi 2001 di Financial Times (25/7/2008), 
”They got what they asked for” (mereka mendapatkan apa yang mereka minta). 
Kerakusan para pemburu rente berbuah bencana. 

          Negara pelindung modal 

          Alih-alih mengikuti mekanisme pasar, Pemerintah AS justru memberi 
”napas buatan” melalui dana talangan tanpa banyak persyaratan. Tak ada tenggat 
pengembalian dan batas maksimum dana yang digelontorkan. Pun tak diatur apa 
yang harus dilakukan dan bagaimana perusahaan harus mereformasi organisasi dan 
kebijakannya guna memastikan dana talangan itu dapat dikembalikan ke negara. 
Hal itu amat kontras bila dibandingkan aneka kondisional yang dianjurkan AS 
melalui IMF dalam structural adjustment programmes (SAP) kepada negara-negara 
berkembang. 

          Konsistensi pada paham ”pasar bebas” menghendaki Pemerintah AS 
membiarkan swakoreksi (self correcting) pada mekanisme pasar di Wall Street . 
Tak seharusnya dana publik yang dikelola pemerintah digunakan untuk 
menyelamatkan korporasi yang mengalami kesulitan akibat perbuatannya sendiri. 

          Hal itu menegaskan, kembalinya peran pemerintah di AS cenderung 
sebagai upaya untuk melindungi pemilik modal ketimbang publik. Tesis negara 
sebagai pelindung modal, sebagaimana pernah dikatakan Karl Marx, menjadi 
sungguh-sungguh hadir dan nyata dalam krisis AS. 

          Martin Manurung Penulis Analis Ekonomi-Politik dan Pembangunan; 
Alumnus School of Development Studies , University of East Anglia , Inggris 

           



          
       
     
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke