perlu juga tulisan sejenis kita baca: 
http://arifbastari.multiply.com/journal/item/181/BANGKRUTNYA_LEHMAN_BROTHERS_PORAKPORANDANYA_EKONOMI_AS_DAN_EROPA_PERTANDA_LEMAHNYA_EKONOMI_N...?replies_read=15

--- On Wed, 10/8/08, Tasril Moeis <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Tasril Moeis <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Neoliberalisme kena batunya. BEI di suspend jam 
11
To: RantauNet@googlegroups.com
Date: Wednesday, October 8, 2008, 1:42 AM



Jam 11 hari ko perdagangan saham di BEI di suspend dek indeks saham turun 
labiah dari 11% ka angko 1400 an dan pasar yang panik.
 
Wassalam
Tan Ameh (50 - 16 hari)
 

----- Original Message ----- 
From: fadhil zamir 
To: RantauNet@googlegroups.com 
Sent: Wednesday, October 08, 2008 11:31 AM
Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Neoliberalisme kena batunya.






assalammualikum wr.wb
ambo memang tidak bisa berkomentar, tetapi komentar dan teori itu juga perlu 
selama saya mengikuti [EMAIL PROTECTED] hampir semua adalah komentator, kalau 
ambo buliah usul dia adokan antaro komentator dengan eksekutor itu berimbang 
supayao apo nan di bicarakan indak mangambang ka udara tampa bekas, kito buek 
kelompok eksekutor dan ado kelompok komentator, termasuk masalah newlebelime 
tersebut.
 
 
Sutan Zamzamir Chaniago
L 41th jakarta

--- On Tue, 10/7/08, Dr.Saafroedin BAHAR <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Dr.Saafroedin BAHAR <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [EMAIL PROTECTED] Neoliberalisme kena batunya.
To: "Rantau Net" <rantaunet@googlegroups.com>
Cc: "Prof Dr. Salim SAID" <[EMAIL PROTECTED]>, "Jacky Mardono Tjokrodiredjo" 
<[EMAIL PROTECTED]>
Date: Tuesday, October 7, 2008, 1:24 PM



#yiv409206778 #yiv1570800864 DIV {
MARGIN:0px;}




Assalamualaikum w.w. para sanak sa palanta,
Dengan tetap menghormati analisis dari pakar ekonomi, saya rasa penjelasan dari 
sisi ideologi dan politik oleh bung Martin Manurung di bawah ini lebih mudah 
dicerna oleh orang awam. Intinya adalah bahwa menurut faham neoliberalisme 
negara harus membiarkan, bahkan memfasilitasi, para pemburu rente untuk mencari 
keuntungan sebesar-besarnya melalui apa yang dinamakan 'pasar 
bebas'. Perlindungan  rakyat badarai tidak termasuk dalam visi neoliberalisme 
ini.
Penulis artikel tersebut menampilkan suatu kenyataan yang aneh, yaitu 
'bail-out' yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat adalah tanpa syarat 
sama sekali, demikian berbeda dengan yang dilakukan oleh IMF terhadap Indonesia 
pada saat mengalami krisis moneter pada tahun 1997, yang disebut structural 
adjustment programmes (SAP).
Dalam hubungan ini saya teringat pada kebijakan tegas PM Mahathir Muhammad, 
yang tidak mau melakukan pinjaman kepada IMF, sehingga juga tidak bisa didikte 
oleh lembaga keuangan dunia yang dikuasai oleh Amerika Serikat tersebut. 
Bagaimanapun, Republik Indonesia harus mempunyai ekonomi yang kuat agar bisa 
berdaulat. [Dahulu] kita mempunyai sumber daya alam yang cukup untuk membangun 
ekonomi yang kuat itu, yang diporakporandakan oleh korupsi, kolusi, dan 
nepotisme, sampai sekarang ini.
Pertanyaan saya -- sehubungan dengan Pemilu dan Pilpres yang hasil-hasilnya 
akan mempengaruhi nasib kita semua, tentunya termasuk urang awak -- sederhana 
saja: apa tidak perlu kita buat dua daftar: daftar nama partai dan para capres 
yang pro pada neoliberalisme ini, yang jangan sampai kita pilih, dan daftar 
partai serta capres yang tidak mendukung neoliberalisme ini, yang jangan sampai 
kita pilih.
 
Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta)
Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED];
[EMAIL PROTECTED]



Neoliberalisme Kena Batunya
Kompas, Rabu, 8 Oktober 2008 | 01:01 WIB 
Oleh Martin Manurung
Kali ini neoliberalisme terpojok. Pemerintah Amerika Serikat menghadapi dilema 
dalam mengatasi krisis keuangan terberat setelah depresi besar pada tahun 
1930-an. 

Pilihannya adalah antara membiarkan mekanisme ”pasar bebas” mengoreksi segala 
kebobrokan finansial yang kian membubung selama 10 tahun atau melakukan 
intervensi pemerintah untuk mengerem laju percepatan krisis dan mengembalikan 
kepercayaan terhadap perekonomian negara adidaya itu. 

Presiden AS George W Bush mengambil pilihan kedua. ”Kita harus bertindak,” 
katanya dalam konferensi pers yang disiarkan berbagai televisi internasional. 
Dengan persetujuan Kongres, Pemerintah AS mengintervensi pasar dengan 
menggelontorkan dana talangan raksasa, total lebih dari satu triliun dollar AS 
bila dihitung sejak awal krisis, guna menyelamatkan berbagai perusahaan raksasa 
di Wall Street . 

Pilihan itu merupakan konfirmasi bahwa ideologi neoliberalisme yang selama ini 
diusung dan dikampanyekan negeri itu kepada dunia ternyata omong kosong. 
”Tangan-tangan ajaib” yang katanya menggerakkan ”pasar bebas” harus diikat agar 
tidak kian menyeret perekonomian negeri itu ke jurang kehancuran. 

Neoliberalisme mengampanyekan ”pasar bebas” berdasarkan model pasar persaingan 
sempurna yang menjadi acuan mazhab teori ekonomi neoklasik. Pada model ini, 
sejatinya berlaku persyaratan free entry dan free exit’ (bebas masuk dan 
keluar). Hanya keuntungan, bukan pemerintah, yang dapat menentukan pelaku 
ekonomi masuk pasar dan menyerap surplus, lalu keluar saat defisit. Proses itu 
berlangsung begitu rupa sehingga seluruh surplus di pasar terserap dan mencapai 
keseimbangan pada posisi ”keuntungan normal (normal profit)”. Seharusnya 
mekanisme pasar bebas bekerja seperti itu, sebagaimana ”pakem” yang diyakini 
kalangan neoliberal. 

Mekanisme pasar 

Kekisruhan di Wall Street saat ini dapat dipandang sebagai bagian proses 
mekanisme pasar. Awalnya, berbagai korporasi diberi insentif untuk membesar 
dengan membebaskan dari aturan-aturan yang merintangi akumulasi kekayaan. 
Mereka ”difasilitasi” regulasi yang sengaja dibiarkan longgar sehingga memberi 
ruang untuk moral hazard melalui penciptaan berbagai produk keuangan yang 
”ajaib” dan berisiko tinggi. 

Lalu, posisi yang dominan dan ukuran besar membuat mereka mendapat predikat too 
big to be allowed to fail (terlalu besar untuk dibiarkan gagal). Predikat itu 
seolah menjadi sabuk pengaman untuk lebih menyerempet bahaya sehingga 
memperburuk terjadinya moral hazard. Yang lebih parah, selama proses 
menyerempet bahaya, otoritas pasar finansial, otoritas moneter dan Pemerintah 
AS menutup mata demi keuntungan politis penguasa. 

Dengan demikian, krisis yang kini terjadi adalah konsekuensi alami dari praktik 
penyerempetan bahaya di Wall Street dan pembiaran Pemerintah AS. Dalam 
investasi berlaku hukum high risk, high returns atau risiko tinggi membawa 
tingkat pengembalian –dan kerugian—yang tinggi pula. 

Para investor yang menanamkan modal pada instrumen keuangan yang berisiko 
tinggi, sepatutnya sadar, mereka siap menanggung akibatnya. Mengutip Joseph 
Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi 2001 di Financial Times (25/7/2008), ”They got 
what they asked for” (mereka mendapatkan apa yang mereka minta). Kerakusan para 
pemburu rente berbuah bencana. 

Negara pelindung modal 

Alih-alih mengikuti mekanisme pasar, Pemerintah AS justru memberi ”napas 
buatan” melalui dana talangan tanpa banyak persyaratan. Tak ada tenggat 
pengembalian dan batas maksimum dana yang digelontorkan. Pun tak diatur apa 
yang harus dilakukan dan bagaimana perusahaan harus mereformasi organisasi dan 
kebijakannya guna memastikan dana talangan itu dapat dikembalikan ke negara. 
Hal itu amat kontras bila dibandingkan aneka kondisional yang dianjurkan AS 
melalui IMF dalam structural adjustment programmes (SAP) kepada negara-negara 
berkembang. 

Konsistensi pada paham ”pasar bebas” menghendaki Pemerintah AS membiarkan 
swakoreksi (self correcting) pada mekanisme pasar di Wall Street . Tak 
seharusnya dana publik yang dikelola pemerintah digunakan untuk menyelamatkan 
korporasi yang mengalami kesulitan akibat perbuatannya sendiri. 

Hal itu menegaskan, kembalinya peran pemerintah di AS cenderung sebagai upaya 
untuk melindungi pemilik modal ketimbang publik. Tesis negara sebagai pelindung 
modal, sebagaimana pernah dikatakan Karl Marx, menjadi sungguh-sungguh hadir 
dan nyata dalam krisis AS. 

Martin Manurung Penulis Analis Ekonomi-Politik dan Pembangunan; Alumnus School 
of Development Studies , University of East Anglia , Inggris 












      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke