Sanak Riri, terimakasiah atas postingnya, saya setuju apa yg diceritakan
AdiCondro, tp dlm kasus ini saya harus mendengarkan dua belah pihak dulu.
Harus nya Aleg juga memberikan tanggapan terhadap "sedikit kekurangan adat
Pertamina", tp pernah saya baca
ada dokumen ttg  "financial" yg di minta DPR , Pertamina tak pernah
memberikannya. Kelihatannya ada "structural gap" antara Lembaga Tinggi Negra
dgn BUMN, disamping adanya oknum aleg yg sering lupa dgn adanya amplop, spt
Kasus Hutan Lindung Bintan, Lampung, dan cerita Adi Condro. Masalahnya
"gajah  bacakak , ladang awak nan di kuhampehannyo".
JUGa kita baca banyak kritikan ttg jangan di jual nya Indosat ke Tamasek,
Singapore, etc, nah sekarang seorang bekas Menteri (zaman Bu Mega; Kie Kwan
Gie ??) berteriak terhadap Prabowo,," Prabowo harus gunakan tangan besi
kalau jadi Presiden" terhadap sinyalemen akan banyak nya BUMN yg akan di
privatisasi.

Apa yg dapat kita lakukan? Memang payah, krn kita tidak punya alat utk
mengetahui kinerja aleg.spt. UU Transparancy misalnya, kita sebaiknya harus
bisa mengetahui aleg itu, memilih apa, kalau ada pertanyaan : Apakah BUMN
itu setuju di jual, Ya atau Tidak.
Dan rakyat juga harus bisa mendengarkan lansung  perdebatan aleg-aleg tsb.
Nah kalau mereka sdh macam2 ya kita recall saja, atau pemilihan berikitunya
tidak di pilih lagi.
Kalau belajar di negara maju, kita bisa mengetahui anggota Congres mana yg
menyetujui penyerangan terhadap Iraq.(mereka sdh merdeka lbh 200 tahun).
Nah sekarang, utk sanak Riri, Padang Panjang mulai sedikit banjir
(Singgalang), nah batanyo lah sanak Riri ke Walkot, brp percent alokasi utk
drainase perkotaan? Ini adalah moral obligation sanak Riri, kalau indak nyo
jawek kito kirim petisi rame2. Baa agak e dihati tu.
Wass. Muzirman Tanjung.
-------------------------------------------------------------------

On Thu, Feb 26, 2009 at 4:07 PM, Riri Chaidir <riri.chai...@rantaunet.org>wrote:

> Uda Muzirman dan dunsanak sadonyo
>
> Kalau kemaren uda posting tulisan tentang Caleg, ini ada cerita lain,
> tentang Aleg yang saya copy dari
> http://chappyhakim.kompasiana.com/2009/02/19/mungkin-dirut-pertamina-dianggap-tidak-tahu-adat/
>
> Mungkin sebagian dunsanak sudah membacanya, karena ini sudah diposted di
> blognya sekitar seminggu yll. Tetapi tampaknya sampai kemaren masih ada yang
> menanggapi, sehingga posting ini menduduki ranking 3 besar dalam kategori
> "Yang Paling Banyak Ditanggapi".
>
> Yang menarik juga adalah simpulan mas Chappy, si penulis, setelah membaca
> lebih dari 100 tanggapan:
>
> *... Rata-rata komentar nggak ada yang membutuhkan jawaban, karena isinya
> semua sudah sama dan sebangun, emang bener DPR ya kayak gitu itu, emang
> harus nggak boleh bosen-bosen di teriakin terus . Kapan insap nya ya ?!
> Sekali lagi, salam hormat untuk semuanya. CH.*
>
> Iya, mungkin benar, untuak dunsanak yang pernah hadir di sidang DPR ataupun
> yang pernah (apalagi sering) nonton sidang di TV SWARA, mungkin akan
> berpendapat sama ...
>
> Selamat menikmati, have a nice weekend
>
>
> Riri
> Bekasi, L 46
>
> Mungkin Dirut Pertamina dianggap tidak tahu “adat”? Oleh Chappy Hakim - 19
> Februari 2009 - Dibaca 2258 Kali -
>
> Dirut Pertamina dianggap tidak tahu *“adat”*? Melanjutkan tulisan tentang
> DPR dan Pertamina, menarik untuk dapat ditelaah lebih dalam tentang Rapat
> Dengar Pendapat atau kerap dikenal juga dengan istilah RDP.
>
> Dari pengalaman saya pribadi, RDP ini sangat mengganggu pekerjaan institusi
> terkait. Karena biasanya pihak DPR selalu menentukan sendiri jadwalnya dan
> bahkan kadangkala memaksa atau memberikan pilihan yang sulit untuk dapat
> dikompromikan. Yang pasti , biasanya sebagian besar instansi kemudian
> mengalah untuk mengikuti saja kemauan DPR.
>
> Berikutnya, yang membuat RDP itu menjadi tidak karuan berjalannya adalah
> kenyataan bahwa RDP di DPR tidak pernah bisa dilangsungkan tepat waktu
> sesuai dengan apa yang tertera di undangan mereka sendiri. Sudah molor
> waktunya, kemudian biasanya dimulai bila para anggota sudah mulai dianggap
> memenuhi quorum .
>
> Pelaksanaan sidang sangat tidak tertib dan sambil sidang berjalan, mereka
> mulai berdatangan satu persatu. Begitu sesi tanya jawab dimulai, maka mereka
> berebutan untuk bertanya. Pertanyaan biasanya dilakukan dengan kata-kata
> yang tidak sopan dan kasar dan juga terkadang tidak berdasar fakta. Tidak
> semua anggota DPR, akan tetapi sebagian besar demikian adanya. Lebih gawat
> lagi, banyak yang bertanya panjang lebar nggak karuan dan, kemudian setelah
> itu meninggalkan ruang sidang seenaknya.
>
> Itulah gambaran dari sebagian besar para anggota yang “terhormat” itu
> menunjukkan kekuasaannya.
>
> Luar biasa ! Mereka itu sama sakali tidak menghargai tamunya. Kembali
> kepada saat mereka menghadapi Pertamina, dan saya percaya juga terjadi
> dengan instansi –instansi lainnya, pada umumnya pendekatan yang dilakukan
> adalah pendekatan “*kekuasaan”* semata. Sangat Arogan.
>
> Mereka menempatkan dirinya sebagai penguasa yang tiada tara dan
> memberlakukan mitra nya sebagai terdakwa atau pesakitan di pengadilan. Pada
> umumnya sebagian besar instansi mitra DPR bersikap mengalah saja, dengan
> moto *“yang waras lebih baik mengalah”*. Kemungkinan besar, Pertamina kali
> ini tampil berbeda dengan jajaran pimpinan sebelumnya. Inilah yang membuat
> para anggota DPR *“shocked”*. Mereka terlanjur terbiasa dengan sikap
> mengalah atau takut terhadap mereka. Mengapa yang satu ini koq *“berani” *
> ?
>
> Arogansi mereka, sangat sering kita saksikan diberbagai media dengan
> suara-suara yang lantang berkata “*Saya akan panggil itu si A ! “, “saya
> akan panggil itu si B!” *dan lain-lain. Konon beberapa waktu yang lalu
> mereka kena batunya, karena Menhan Yuwono Soedarsono, menjawabnya 
> dengan*“saya tidak akan datang bila dipanggil DPR !” “saya hanya akan datang 
> bila
> di undang*” Ini sebenarnya kan sebuah teguran keras dari seorang pejabat
> terhadap tingkah laku yang tidak sopan dari mereka itu. Namun, ya dasar
> memang mereka tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk bisa memahami nya
> sebagai satu teguran.
>
> Karena kesombongan dan sikap yang sangat melecehkan itu juga, maka mereka
> tidak pernah mau membuat satu tata cara dan tata tertib dan atau mekanisme
> pelaksanaan RDP dan atau juga *“fit and proper test”.* Sehingga dengan
> demikian, terlihatlah bagaimana *“ngawur”* nya pelaksanaan rapat-rapat di
> DPR tersebut. Mungkin kita masih ingat pada saat *“fit and proper test”*Calon 
> Panglima TNI, Marsekal Djoko Suyanto. Sidang itu, selain sudah molor
> pada waktu memulainya, kemudian pelaksanaannya sampai berlangsung lebih dari
> 12 jam ! Rapat macam apa itu ? Lebih-lebih lagi, pertanyaan-pertanyaan yang
> diajukan selain tidak bermutu juga dilakukan berulang-ulang. Sama sekali
> tidak ada pertanyaan yang cerdas dan berpola dan ada hubungannya dengan
> syarat pelaksanaan tugas seorang Panglima TNI.
>
> Kemudian kalau kita bandingkan dengan “*fit and proper test”* lain yang
> ada sesuatunya dibelakang layar, maka rapat akan berjalan lancar dan sama
> sekali tidak memerlukan waktu sampai dengan 12 jam lebih. Buktinya ? Sudah
> dibeberkan dengan sangat jelas oleh salah satu anggota DPR itu sendiri yaitu
> saudara Agus Condro. Nah, dengan demikian sulit sekali kita untuk dapat
> membantah kecurigaan orang awam tentang apa yang terjadi pada RDP dengan
> Pertamina tempohari itu. Bisa saja , kemudian orang menghubung-hubungkan
> proses terpilihnya Dirut Pertamina dengan apa yang telah dibeberkan oleh
> Agus Condro. Sidang yang tidak ada *“isi”* nya biasanya akan berlangsung 
> *“alot”
> *dan lama sekali serta penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang kurang
> sedap didengar, atau juga ternyata tidak mustahil akan berakhir dengan
> pengusiran ?
>
> Sebaliknya dari itu, sidang akan berlangsung dengan sangat nyaman, bila
> sesuatu sudah atau akan segera diselesaikan secara *“adat”.* Sampai disini
> tentu menjadi jelaslah apa yang dimaksud dengan *“adat”* itu. Itu pula lah
> sebabnya, mungkin, maka sampai dengan saat ini, sidang RDP dan fit and
> proper test tidak pernah dibuatkan semacam petunjuk pelaksanaannya agar
> dapat berlangsung praktis dan efisien, dan juga dapat diselesaikan secara
> adat. Jadi , kesimpulannya saya sangat khawatir, kemungkinan besar Dirut
> Pertamina yang baru ini adalah pejabat yang dianggap oleh DPR sebagai figur
> baru yang tidak tahu *“adat” ?* !
>
> Jakarta 19 Februari 2009
>
> Chappy Hakim
>
>
>
>
>
> 2009/2/27 Muzirman -- <muzir...@gmail.com>
>
>> *”*
>>
>
>
> >
>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke