Dear ALL,
 
1. Salam kenal dan hormat utk Pak Aidinil. Terima kasih atas telah berkenan 
ikut membaca tulisan itu.
 
2. Mohon ijin dan perkenankan saya utk sedikit menyampaikan esensi dari tulisan 
saya yg dikutip harian tersebut sbb:
 
a).  Pak Aidinil BENAR bahwa secara umum literatur maupun praktisi adalah 
menyuarakan Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas (Community Based Tourism 
Development), demikian pula dengan salah satu isu utama yang saya cuatkan. 
Namun demikian, isu tersebut saya anggap 'belum cukup" untuk bisa 
diimplementasikan secara BAIK dan BENAR. Untuk itu, maka pada tulisan tersebut 
(maupun dalam diskusi di Taman Budaya) saya mencoba menggelitik pemikiran 
bersama ttg bagaimana caranya kita bisa mengimplementasikan paradigma 
SUSTAINABLE TOURISM tersebut secara BAIK, BENAR, EFISIEN dan EFEKTIF.
 
b). Setelah hampir 20 tahun paradigma sustainable tourism diterapkan di 
Indonesia, maka umumnya para scholar dan praktisi hanya terfokus untuk 
berbincang dan bertindak secara PARTIAL dengan pusat perhatian dan kegiatan 
hanya pada SKALA TAPAK. Meskipun topik yang mereka usung, diskusikan dan 
canangkan berbunyi atau tampak tergolong SKALA MAKRO (=destinasi, wilayah, 
nasional, ataupun regional yg lintas negara), tapi kenyataannya 
variabel-variabel yang mereka ambil dan metoda yang digunakan adalah hanya 
variabel-variabel dan metoda untuk SKALA TAPAK.
 
c). Jika variabel-variabel dan metoda Community Based Tourism Development pada 
Skala Tapak digunakan ke dalam SKALA MAKRO, maka banyak kejadian telah 
membuktikan bahwa apapun hasil yang dicapai (meskipun terlihat berhasil) 
sesungguhnya hanyalah bersifat PLACEBO dan JANGKA PENDEK belaka, dan juga 
akhirnya hanya menjadi COSTLY dan MERUGIKAN MASYARAKAT yang namanya kita pakai 
dan jual. Sebagai contoh: meskipun namanya tenar, tapi Traditional Land-use di 
Bali telah lama hancur berantakan dan Orang Bali ternyata hanya jadi BURUH di 
negeri nya sendiri sejalan dengan hanya sebanyak 2.7 % saja inverstasi 
pariwisata di BALI yang benar-benar dimiliki oleh Orang Bali. Demikian juga 
dengan Wilayah BOPUNJUR di Jawa Barat,....atau dimana saja destinasi wisata 
yang ada di Indonesia ini. 
 
d). Atas segala keterbatasan dan kelemahan yang saya milki dalam menggeluti 
bidang tsb selama 20 tahun lebih, maka saya sengaja untuk mencuatkan dan 
MENEKANKAN tentang betapa PENTING nya untuk kita di RANAH MINANG agar tidak 
terjebak dan ikut-ikutan bertindak seperti itu. Untuk kebaikan dan keselamatan 
jangka panjang kita bersama di Ranah Minang, maka saya berfikir bahwa 
pembangunan parawisata (dengan apapun pilihan icon yang mau dipakai) HARUSLAH 
menerapkan KONSEP, VARIABEL dan METODA MAKRO.
 
e). Sesuai dengan karakter bidang tourism yang bersifat multi-disiplin dan 
multi sektoral, dalam konteks MAKRO maka pariwisata BUKANLAH sebagai THE MAIN 
HIGH END MISSION dari suatu proses pembangunan wilayah. Secara sederhana, 
barangkali bisa dikatakan bahwa posisi sektor pariwisata dalam suatu 
pembangunan wilayah hanyalah sebagai ADDED VALUE MISSION. Para profesional dlm 
bidang pariwisata bertanggungjawab untuk memberikan sentuhan keilmuan bidangnya 
agar setiap pembangunan di suatu wilayah mempunyai added value yang bisa dijual 
dalam sektor pariwisata. 
 
f). Kerancuan penerapan konsep tapak ke konsep makro tsb, barangkali bisa juga 
kita lihat di Tana Toraja (sebagai salah satu destinasi utama nasional yg 
dicanangkan pada tahun 68 bersama Bali, Toba dan Bunaken). Setelah lebih dari 
30 tahun utk dicoba dikembangkan, maka Tana Toraja saat ini bisa kita katakan 
dalam kondisi MENDERITA. Mayarakatnya yang tergolong AGRARIS (maaf) telah 
DIRACUNI dengan konsep pembangunan wisata yang tidak hati-hati, sehingga saat 
ini tanah pertanian mereka terbengkalai, sementara ternyata perubahan budaya 
dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yg berorientasi pada jasa wisata 
nampaknya masih membutuhkan waktu yg sangat panjang untuk benar-benar menjadi 
emboded dalam kehidupan mereka. Akibatnya, keindahan dan keasrian hidup dan 
kehidupan agraris yang tadinya menjadi salah satu kekuatan utama mereka utk 
masuk ke dalam industri pariwisata akhirnya MENJADI RUSAK dan KEHILANGAN NILAI. 
 
3. Sebagai anak negeri, saya sungguh tidak berharap semua kelemahan dan 
kekeliruan di tempat orang lain itu terjadi di Ranah Minang kita. Mudah2an 
posting yang agak panjang ini tidak menjadi sesuatu yg mengganggu anggota milis 
kita. Dan jika ada anggota milis yang ingin diskusi lebih dalam, maka 
barangkali ada baiknya jika kita pakai cara japri (avenzor...@yahoo.com).
 
salam,
r.a.
 

--- On Sat, 2/28/09, aidinil zetra <aidi...@yahoo.co.id> wrote:

From: aidinil zetra <aidi...@yahoo.co.id>
Subject: Bls: [...@ntau-net] PERENCANAAN : Komunitas Berbasis Pariwisata di 
Sumbar
To: RantauNet@googlegroups.com
Date: Saturday, February 28, 2009, 7:59 AM






Assalamu'alaikum Pak Nofrend dan Sanak Palanta ka sadonyo.
Menarik bagi ambo pandapek Pak Dr. Ricky Avenzora di Kompas 28/2 yang di 
posting kan pak Nofrend. Komunitas berbasis pembangunan pariwisata. Salamo iko 
yang ambo pahami Pembangunan pariwisata berbasis kumunitas. Kini oleh pak Ricky 
dibaliaknyo. Tapi anehnyo dalam pembahasan bantuaknyo nan dimakasuik pak Ricky 
adolah "Pembangunan  Pariwisata berbasis komunitas". Apokah wartawan Kompas nan 
salah tulih atau memang sarupo konsep asli dari baliau? Kalau pembangunan 
pariwisaya berbasis masyarakat adat minangkabau nan manjunjuang tinggi prinsip 
ABS-ABK ambo satuju.......Tapi kalau dibaliak manjadi Komunitas Minangkabau nan 
berbasiskan pembangunan pariwisata, iyo panjang pulo debatnyo ko. Basis 
pembangunan komunitas awak sebagai urang Minang alah jaleh yoitu ABS-ABK dan 
kini awak sadang barusaho mampajaleh basis itu sahinggo inyo batua-batua 
lengket dalam kehidupan masyarakaik Minang di era globalisasi ko. Baa manuruik 
sanak palanta?
Wassalam

Aidinil Zetra Intan Batuah 39 th. Sadang di Pasar Minggu Jaksel







Dari: Nofend St. Mudo <nof...@rantaunet.org>
Kepada: RantauNet@googlegroups.com
Terkirim: Sabtu, 28 Februari, 2009 06:04:08
Topik: [...@ntau-net] PERENCANAAN : Komunitas Berbasis Pariwisata di Sumbar


Sabtu, 28 Februari 2009 | 00:06 WIB

Padang, Kompas - Kekayaan alam dan adat masyarakat Sumatera Barat
membuat kelompok masyarakat ini berpotensi menjadi contoh terbaik di
Indonesia dalam penerapan metode komunitas berbasis pembangunan
pariwisata berkelanjutan.

Demikian disampaikan pengajar Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan
dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Dr Ricky
Avenzora, Jumat (27/2).

”Potensi itu sejalan dengan tegaknya adat matrilinial dan adat harta
pusaka tinggi di Ranah Minang. Dengan adat ini, pemberdayaan
masyarakat lokal dalam pembangunan bisa jadi lebih mudah dan
realistis,” kata Ricky.

Kekayaan alam di Sumbar terentang mulai dari perbukitan hingga tepi
pantai. Tidak hanya itu, Sumbar juga mempunyai pelbagai upacara adat,
tradisi, hingga sejarah yang menarik bagi wisatawan.

Ricky mengatakan, perwujudan pariwisata model ini membutuhkan
kesungguhan dan konsistensi pemerintah daerah untuk memotivasi
masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat mau berpartisipasi aktif
mengambil bagian dalam berbagai proses dan peluang pembangunan yang
ada secara berkelompok dalam bagian adat yang secara tradisional telah
mendarah daging dalam kehidupan mereka.

Ricky mengatakan, para pemegang tanggung jawab pariwisata di Sumbar
perlu perencanaan untuk 30 tahun mendatang. Perencanaan itu perlu
mempunyai akar pada sejarah kelahiran dan perjalanan nenek moyang
masyarakat Minang. Sejarah menunjukkan bahwa nenek moyang masyarakat
Minang telah melahirkan sejumlah filosofi hidup yang sederhana, tetapi
komprehensif dan berlaku sepanjang masa.

Setelah terbangunnya perencanaan pariwisata untuk 30 tahun mendatang,
pendekatan untuk melaksanakan rencana ini perlu disepakati agar
perencanaan itu dapat terwujud.

Ricky mengusulkan agar Sumbar membuat dokumen perencanaan pembangunan
ekowisata yang komprehensif. Dokumen ini perlu disahkan sebagai
peraturan daerah oleh DPRD.

Pengesahan ini diharapkan sanggup menjaga keberlangsungan dan
konsistensi pembangunan pariwisata di Sumbar. (ART)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/28/00062932/komunitas.berbasis.pariwisata.di..sumbar



Firefox 3: Lebih Cepat, Lebih Aman, Dapat Disesuaikan dan Gratis.




      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke