Assalamualaikum wr.wb

Masalah kenapa bali lebih dikenal diluar negeri adalah juga kebijakan
pemerintah indonesia sendiri yang diskriminasi terhadap daaerah lain selain
jawa dan bali. ini adalah suatu kenyataan hampir diseluruh perwakilan
diplomatik indonesia di luar negri budaya yang ditampilkan hanya jawa dan
bali, contoh nyata adalah KBRI washington Dc. jenis budaya yang difasilitasi
hanya jawa dan bali dan kedua daerah tersebut pemerintah mengeluarkan uang
begitu banyak untuk melengkapi dan menyediankan ruang gamelan jawa dan bali,
bagaima dengan daerah lain ? itulah persoalannya. saya secara pribadi telah
membangun group kesenian minang lengkap dengan live musik talempong dan
penari, tidak menjadi perhatian sebagaimana perhatian mereka terhadap bali
dan jawa. bagaiman pariwisata daerah lain akan dikenal dunia luar. jangan
berharap banyaklah terhadap pemerintah pusat. sebaiknya pemerintah daerah
menjalin hubungan dengan masyarakat yang berasal dari daerah sendiri yang
berada diluar negri agar mengupayakan agar promosi daerah tersebut dapat
berjalan diluar negri. bentuknya tentu dapat bermacam-macam tergantung
situaasi dan kemauan dari pemerintah daerah untuk melihatnya lebih jauh.

Setiap acara diplomatik di washington dc dan Newyork sepngetahuan saya
semenjak 10 tahun ini tidak pernah kebuadayaan Minang mucul. ini bukan
karena tidak adanya  orang minang yang mampu untuk menampilkan budaya minang
tersebut, tapi lebih kepada tidak adanya kemauan dari pejabat dipolomat luar
negri indonesia untuk memberikan kesempatan kepada daerah lain. saya adalah
orang yang pernah protes kepada pejabat KBRI DC secara tertulis tentang
diskriminasi ini.
Walaupun ada orang awak yang jadi diplomat disini dulunya. mereka itu
kelihatan malu kalau disebut orang minang, dan saya pernah tanya. dia cuma
lahir di painan dan besar dijakarta. dan lebih nyaman disebut orang jakarta.
tapi kalau ada gulai cubadak di sodoknyo juo baitulah karakter sebagian
urang nan pernah ambo tamui.
Dari itu melalui pesan terbuka ini saya mohon perhatian kepada mamak,
dunsank angku - angku yang mempunyai akses kepada pemerintah sumbar agar
menjadi perhatian persoalan ini.


Wassaalm


Muhammad Afdal 43 th
Washington dc.

2009/3/20 Nofiardi <nofia...@pec-tech.com>

>  Baru Sekadar Sadar Potensi
>
> Jumat, 20 Maret 2009 | 16:19 WIB
>
> *KOMPAS.com* — Pulau Bali—dengan segala potensi wisata baharinya—memang
> sudah begitu mendunia. Begitu juga Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat.
> Sampai-sampai orang luar negeri lebih kenal Bali dan Mentawai ketimbang
> Indonesia. Ini mungkin aneh, tetapi begitulah kenyataannya.
>
> Ironisnya, di dalam negeri sendiri, masyarakat Indonesia (yang gemar
> berwisata) hanya kenal Bali dan Bunaken di Sulawesi Utara. Sedikit sekali
> yang kenal Mentawai. Di luar itu, mereka buta sama sekali akan potensi
> wisata bahari di Tanah Airnya sendiri. Kenapa ini bisa terjadi?
>
> Bali dikenal luas, boleh jadi karena berkali-kali acara kenegaraan untuk
> tingkat internasional digelar di sana. Untuk pertama kalinya, Asian Beach
> Games digelar di Bali, Agustus 2008. Sukses sebagai penyelenggara dan sukses
> prestasi, meraih medali emas terbanyak. Berbagai *event* kepariwisataan
> tingkat nasional juga kerap dipusatkan di Bali.
>
> Bunaken? Tanggal 11-15 Mei tahun ini akan digelar World Ocean Conference
> (WOC) di Manado, Sulawesi Utara, yang akan diikuti 121 negara dan dihadiri
> enam kepala negara. Pascapenyelenggaraan WOC, yang diliput pers nasional dan
> internasional tersebut, diharapkan wisata bahari di Manado, khususnya
> Bunaken, akan lebih mendunia. Kemudian, memang, *event *tersebut akan
> dimanfaatkan untuk semakin mendorong promosi potensi wisata bahari
> Indonesia.
>
> Tak salah slogan yang diusung adalah ”Mewujudkan Manado Kota Bahari Dunia
> 2010”. Agenda khusus dari WOC adalah membicarakan perubahan iklim laut dan
> bagaimana Indonesia mendapatkan hibah yang, kata Sekretaris Panitia WOC
> Indroyono Soesilo, telah terhimpun 250 juta dolar AS. Dana hibah dapat,
> promosi wisata bahari pun terangkat.
>
> Pertanyaan yang bisa diajukan selanjutnya, apakah wisata bahari di
> Indonesia hanya Bali, Kepulauan Mentawai, dan Bunaken?
>
> Ada ilustrasi yang menarik. Belum lama ini, di Sumatera Barat, Ridwan Tulus
> dari Green Tourism Institute of Sumatra & Beyond dan Nofrins Napilus dari
> www.West-Sumatra.com <http://www.west-sumatra.com/> mengundang sejumlah
> artis, antara lain Christine Hakim dan Katon Bagaskara, Ira Wibowo, Henidar
> Amroe, Tasman Taher, Tina Astari, dan Jian Batari. Sutradara Budhinova Restu
> dan produser Bambang Driasmoro juga turut serta. Kegiatan yang dilakukan
> para artis itu adalah melepas anak penyu hijau (tukik) dan menanam terumbu
> karang di Pulau Sikuai, kawasan wisata bahari di Kota Padang, sekitar 30
> menit naik kapal dari Pelabuhan Bungus.
>
> Apa yang terjadi? Menurut Ridawan Tulus, para artis kaget dan
> terkagum-kagum. Luar biasa eloknya alam Ranah Minangkabau, termasuk wisata
> baharinya. Tak kalah indahnya daripada Bali. Mereka menyesal, kenapa baru
> tahu sekarang potensi wisata bahari di Pulau Sikuai itu.
>
> Christine Hakim akhirnya menggarap film yang sekaligus dimaksudkan untuk
> mempromosikan potensi pariwisata Sumatera Barat. Adapun Katon Bagaskara
> berjanji akan datang lagi untuk menggarap videoklip berlatar belakang
> rancaknya alam di kawasan Pulau Sikuai yang berpasir putih dan terumbu
> karang yang memesona.
>
> Apa yang dialami Christine Hakim dan Katon Bagaskara, terlambat tahu dengan
> potensi wisata bahari di Kota Padang, khususnya di Pulau Sikuai, barangkali
> juga dialami banyak masyarakat lain. Lucu juga, dari sekitar 900.000
> penduduk Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat itu, tak sampai 10
> persen yang tahu keberadaan Pulau Sikuai dan mungkin tak sampai 1 persen
> yang pernah berkunjung ke sana.
>
> Itu artinya, pemerintah memang belum begitu serius dan kreatif menggarap
> potensi wisata bahari. Tidak hanya di Padang, tetapi juga di kota-kota
> pantai lainnya di Indonesia.
>
> ”Potensi wisata bahari Indonesia sangat luar biasa. Indonesia kaya dengan
> *sea*, *sand*, dan *sun*. Ada 950 spesies terumbu karang, 8.500 spesies
> ikan tropis, 555 spesies rumput laut, 18 spesies padang lamun (*sea grass*),
> dan 81.000 kilometer *coastlines*, *multycultural coastal communities*,”
> kata Indroyono.
>
> Begitu banyak kegiatan wisata bahari yang bisa dilakukan. Sebutlah seperti
> selam, selancar, layar, dayung, memancing, renang, renang selat,*triathlon
> *, upacara adat laut, dan ski air.
>
> ”Wisata bahari selama ini belum maju di Indonesia karena, pertama,
> aksesibilitas. Kedua, aksesibilitas, dan ketiga, aksesibilitas,” ungkap
> Indroyono.
>
> Terlepas dari persoalan itu, Alex Retraubun, Direktur Pulau-pulau Kecil,
> Departemen Kelautan dan Perikanan, membenarkan bahwa kekayaan wisata bahari
> Indonesia, khususnya wisata bahari pulau-pulau kecil, selama ini kurang
> mendapat perhatian. Pemerintah selalu memfokuskan ke Bali. Padahal, banyak
> contoh yang menunjukkan bahwa potensi wisata di pulau-pulau kecil luar biasa
> masifnya.
>
> ”Persoalannya sekarang adalah *political will* dari pemerintah untuk
> mewujudkan ini. Tidak cukup sebatas *ngomong doang*,” kata Alex Retraubun.
>
> *Masalah di balik potensi*
>
> Karena minimnya perhatian pemerintah terhadap pulau-pulau kecil yang kaya
> potensi wisata baharinya itu, orang asing diam-diam mengeruk keuntungan
> besar. Mentawai maju dan menjadi tujuan utama wisata selancar karena yang
> menjualnya orang asing. Bahkan, ada di sebuah pulau di Kepulauan Mentawai,
> investor asing membangun hotel yang biaya menginapnya ratusan dollar AS per
> malam.
>
> Wakatobi, seperti dikemukakan Son Diamar, Staf Ahli Bappenas, dikelola
> orang Amerika, yang membeli tanah di pulau itu sekitar Rp 50 juta. Ia bangun
> 20 *cottage* sederhana dari kayu beratap rumbia. Setahun *revenue*-nya
> mencapai Rp 50 miliar.
>
> Menurut Son Diamar, ketika hal ini ditanyakan ke bupati, ternyata daerah
> hanya dapat Rp 50 juta. Hanya kurang dari 0,1 persen setahun, padahal orang
> asing dapat Rp 50 miliar. Bagaimana kesejahteraan rakyat? Rakyat dibeli
> tanahnya dengan murah, lalu jadi budak angkat-angkat barang, memanggul alas
> *snorkeling diving* dengan upah standar minimum provinsi. Menurut bupati
> setempat, kata Son Diamar, ada 20 lokasi lainnya seperti kasus Wakatobi ini.
>
> ”Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah-langkah sistematik untuk
> pengelolaan kekayaan negara di pulau-pulau kecil. Segera lakukan
> inventarisasi. Jangan sampai orang asing menguasai aset luar biasa bangsa
> ini,” ujarnya.
>
> Sudah saatnya dilakukan pemantauan dan evaluasi setiap obyek yang dilakukan
> oleh pihak ketiga menggunakan aset bangsa ini. Pemerintah tak cukup bicara
> potensi, tetapi perlu juga dengan segara menyiapkan sarana dan prasarana,
> serta sumber daya manusia yang profesional. Setelah itu lakukan promosi
> dengan gencar dan buat sejumlah *event*. Tidak mungkin menjual sensasi
> wisata bahari tanpa promosi.
>
> Namun, M Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara),
> mengungkapkan sejumlah konflik alokasi eksternal: perikanan versus
> pariwisata bahari, yang perlu mendapat perhatian serius.
>
> Di Tomia, Wakatobi, misalnya. Ada konflik masyarakat nelayan dengan PT
> Wakatobi Dive Resort (Swiss). Masyarakat yang semula bebas melaut, oleh
> perusahaan asing yang mengelola wisata di sana dibatasi ruang geraknya. Ada
> pengaplingan area laut sebagai zona larang tangkap untuk kebutuhan *dive
> point*, dengan kompensasi Rp 5 juta per bulan untuk pembangunan
> infrastruktur desa. Terjadi penguasaan kawasan pantai Onemo Baa, yang
> sebelumnya menjadi area rekreasi komunitas Tomia. Bahkan, juga ada temuan,
> terjadi pencaplokan dan perampasan tanah, tanaman, dan bangunan komunitas
> untuk membangun Bandar udara Maranggo Tomia (Maranggo Air Strip).
>
> Di Kepulauan Togian, Sulawesi Tengah, yang dikuasai PT Walea (Italia), juga
> ada konflik dengan masyarakat. Ada larangan untuk kegiatan perikanan
> tradisional sejauh 7 kilometer, dengan alasan konservasi. Di Pulau Komodo,
> Manggarai, Nusa Tenggara Timur, kata Damanik, juga terjadi konflik
> masyarakat dengan perusahaan pengelola ekowisata di sana.
>
> Karena itu, menurut Riza Damanik, pariwisata bahari tidak boleh dipandang
> sebagai komoditas industri. Komunitas nelayan dan masyarakat lain yang
> bergantung pada sumber daya laut, harus menjadi titik berangkat kegiatan
> pariwisata bahari.
>
> ”Inisiatif konservasi masyarakat perikanan tradisional harus dipahami
> sebagai inisiatif sadar masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
> melindungi sekaligus mendapatkan keuntungan dari sumber daya pesisir,”
> katanya.
>
> Mencermati konflik di pulau-pulau yang menjadi tujuan wisata ini, sudah
> seharusnya Departemen Budpar duduk semeja dengan Departemen Kelautan dan
> Perikanan, serta dengan pemangku kepentingan lain. Paradigma dan egoisme
> sektoral harus dihilangkan. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana konflik
> dicarikan solusinya, wisata bahari maju, masyarakat nelayan sejahtera, dan
> negara mendapatkan devisa. (*YURNALDI)*
>
>
> http://travel.kompas.com/read/xml/2009/03/20/16192121/baru.sekadar.sadar.potensi
>
>
>
>
> The above message is for the intended recipient only and may contain
> confidential information and/or may be subject to legal privilege. If you
> are not the intended recipient, you are hereby notified that any
> dissemination, distribution, or copying of this message, or any attachment,
> is strictly prohibited. If it has reached you in error please inform us
> immediately by reply e-mail or telephone, reversing the charge if necessary.
> Please delete the message and the reply (if it contains the original
> message) thereafter. Thank you.
> >
>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke