Maaf pak, ini sengaja diulang ... karena mengalir ... topik yang ini sudah bertukar ke yang lain, sehingga ndak nampak oleh bapak,.... kita maafkan mereka. Ambo ulangi baliak ... Assalamu'alaikum. w.w. Bapak Mochtar yang saya hormati dan dunsanak di palanta.
Benar apa yang bapak sampaikan, hanya saja bapak lupa ada hubungan causalitas (sebab akibat) diantara keduanya. Perhatikan sejarah bagaimana Jerman menguasai suatu region, tapi region itu tidak membekaskan apa-apa setelah ditinggalkan, berbeda dengan Islam yang datang ke Andalusia, sampai hari ini masih ada orang-orang (bukan situs) yang tetap memegang ajarannya meskipun masjid Andalusia sudah menjadi gereja. Tapi tidak apa-apa, saya coba mengikuti cara bapak berpikir. Kita pisahkan antara filosofi dan ideologi di satu pihak dengan praktek pengamalannya di pihak lain. Kita lihat satu-satu. Dari Traktat bukik Marapalam yang dibawa turun oleh dua puak yang berbeda, Sudah nampak bahwa ABS SBK yang dimaksud tidak matang, tapi lambiak matah. Apalagi kalau ditanya ada atau tidaknya buku ABS SBK tersebut yang secara manual dapat dibaca dan dipelajari, dan diwariskan ke generasi berikutnya. Konsep ABS SBK yang dibawa turun hanya ada dalam kepala masing-masing puak dan dalam perasaan dan persepsi yang berbeda diantara keduanya. Dari segi ajarannya jelas ini tidak kongkrit karena persepsi berbeda apalagi pengejawantahannya. Satu puak dengan berpegang teguh pada konsep yang datang dari Allah dan beranggapan bahwa yang diterima puak lain adalah konsep itu juga. Bagi mereka ABS SBK yang dimaksud adalah Qur-an dan Sunnah. Sementara puak yang lain membawa turun konsep yang berpegang teguh kepada Adaik lamo pusako Usang. Indak lakang dek paneh indak lapuak dek hujan. Sacotok indak buliah ka di ayam, pasu padan jan dianjak urang lalu, cupak jan nyo tuka dek rang panggaleh. Maka ABS SBK menurut mereka adalah adaik salingkungan gunuang marapi jo singgalang tigo jo gunuang tandikek, Luhak nan tigo Lareh nan duo, taruih ka rantau ka pasisia, dari sialang balantak basi sampai ka sipisak pisau anyuik, dari tapi ombak nan badabua sampai ka durian di takuak rajo. Mereka bertahan dengan itu dan Sarak mangato adaik mamakai hanyalah lip service untuk mempertahankan jan cupak dituka rang panggaleh. Kalau ini yang bapak maksudkan sebagai konsep ajaran filosofis dan ideoloigs, maka saya katakan ini adalah lambiak matah, indak jaleh. Karena dua hal yang berbeda dicampurkan menjadi satu seperti air dengan minyak nan indak bisa dipanga-pangakan. Kalau kita telusuri sejarah, memang tidak ada kesimpulan yang pasti yang mengadopsi diantara keduanya yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari meskipun Prof. M. Nasroen mencoba men- “summary” nya dalam Falsafah adat alam Minangkabau, ataupun Idrus hakimi datuak Rajo Pangulu mencoba memberikan secara Mingguan di mingguan Singgalang dan harian di Harian Haluan dan dalam bukunya Bunga rampai Mustika Adat istiadat Minangkabau. Sedangkan BAM yang diajarkan disekolah-sekolah sekarang hanyalah berupa pengetahuan, dan seolah-olah sejarah yang tidak untuk dipraktekkan. Belum lagi kalau kita memasukkan satu lagi ideologi yang katanya dianut oleh seluruh bangsa Indonesia yakni Pancasila yang pernah dipaksakan Soeharto dengan P4 nya. Maka secara ajaran filosofis dan idelogis yang bapak simpulkan sebagai “Tungku Tigo sajarangan”, ataupun “Tali sahalai bapilin tigo” adalah urusan nan lambiak matah. Mengapa ?, karena sebenarnya mereka “Kayu Bacupang Tigo”, yang secara adat “indak bisa diantakkan” , secara agama adalah “syirik” dan secara negara “inksonstitusional” sifatnya. Kenapa analogi itu yang cocok, karena mereka saling mempengaruhi (Baca Trialisme Masyarakat Minang). Oleh sebab itu bapak Mochtar yang saya hormati dan seluruh nan hadir di palanta ko, Pak Saaf yang mencoba membuat buku panduan (dengan SK Gubernur) yang dapat dipraktekkan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan orang Minang mengalami kesulitan yang luar biasa dalam meramu dan menyusunnya. Sebelum tulisan ini menjadi sangat panjang, kita cukupkan saja dahulu dalam bab filosofis dan ideologis ini, karena ada komentar seolah-olah nan awak pakatokan ko hanya konsumsi urang-urang nan santiang sen, nan kami-kami ko baa ?. (Padahal ambopun indak santiang-santiang bana lo do, kok dibandiangkan jo Pak Mochtar, Pak Saaf apo lai Buya, ambo samo sen jo dunsanak-dunsanaknyo, Sinaro ko ... aa na lah). Kito punta hinggo iko dulu. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada Bapak Mochtar Naim dan sado nan adoh di Palanta, saya mohon maaf jika ada kata yang salah dan tidak pada tempatnya. Jika benar adanya maka datangnya dari Allah swt., jika tidak, maka datangnya dari diri saya sendiri yang dha’if. Wassalam St. Sinaro --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =========================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---