KETENANGAN DAN KERAMAHAN ALAM HIMALAYA

Summer memang belum mencapai puncaknya, tapi suhu panas kota New Delhi yang 
sudah melambung menyentuh titik 48 derajat celcius, sementara kelembaban udara 
bertahan hanya di level 7 dan 8%,  membuat saya akhirnya menyerah. Kulit sudah 
gosong terbakar matahari setiap keluar rumah, paru-paru juga sudah overload 
dengan debu dan abu karena hujan tidak juga berkunjung dalam kurun waktu yang 
sudah berbulan-bulan. Semua itu memaksa saya untuk melarikan diri sejenak dari 
tumpukan tugas dan tuntutan kerja di sela hiruk pikuknya ibu kota tanah Gandhi 
ini. Tidak ada jalan lain, saya membatin sendiri, saya sekarang harus AMBIL 
CUTI.  (Toh kontrak saya disini juga hampir berakhir, dan saya bisa kembali 
pulang ke tempat yang paling Indah di dunia, Pinggiran Danau Maninjau, hehehe.)

Berbekal alasan bla bla bla, bla bla bla, bla bla bla, akhirnya saya diizinkan 
off selama seminggu, sekalian diizinkan juga menggunakan dana field trip yang 
memang tersedia untuk setiap ASF Fellow. Waaah, Alhamdulillah, memanah dua 
burung dengan hanya satu anak panah, menembak dua rusa hanya dengan satu 
peluru, sekali merangkuh dayung dua tiga pulau terlampau, sambil berdiang nasi 
masak, sambil menyelam ikan ditangkap, sekali menerima gaji dua tiga utang 
terbayar :-)

Mereka lalu bertanya, emang you mau kemana? Dalam sepersepuluh kejapan mata 
(menghitungnya tanpa kalkulator ataupun stopwatch  lho), mantap saya jawab: 
”Himalaya, daerah yang saya idolakan sejak usia muda belia”. Mereka lalu 
memberi saran, kalau mau ke himalaya, kunjungi himachal pradesh, himalaya 
bagian utara saja, lebih aman, bagus, lebih ramai, juga transportasi lebih 
lancar di sana. Di samping you tak perlu menambah urusan visa karena masih 
masuk daerah administrasi India. 

Memang, secara geografis, kalau dari New Delhi kita bergerak lurus ke arah 
Timur, akan sampai di negara Nepal. Kalau dari Delhi kita bergerak menuju arah 
timur laut, akan sampai di himalaya yang masuk daerah Cina (Tibet, yang sampai 
sekarang masih jadi polemik sejak kedatangan Cina), tapi kalau dari Delhi kita 
bergerak lurus ke Utara tentu saja akan sampai di himalaya yang terletak di 
bagian utara India, toh anak kecil juga tahu arah barat, timur, selatan, dan 
utara kok! Hehe. Karena memang himalaya melintang dari arah Utara ke arah 
Timur/Tenggara. 

Okelah, saya menurut, kami hanya akan ke himalaya yang di India utara. Setelah 
konsolidasi dengan teman-teman untuk urusan transportasi dan akomodasi, saya 
telpon juga sobat alias konco palangkin saya (sebut saja si centil dari 
Surabaya, teman sesama ASF fellow asal Indonesia yang juga dilemparkan ASF ke 
nagari uda Shah Rukh Khan, tapi dia jatuhnya di daerah Gujarat, India Barat 
sana). Berlangsunglah percakapan ibu-ibu ngaco seperti biasa kami lakukan:  
Kebetulan berinisial sama, jadi percakapannya antara RD1 dan RD2 (Bukan RI 1 
dan RI 2 lho ya).

RD1 : Hey, aku dapat cuti nih seminggu, mau kabur dari Delhi, kamu mau ikutan 
nggak?

RD2 : Asyik dong, ke gujarat aja buk, dari sini nanti kita langsung terbang ke 
Bangalore di south, kan bu Rita dari dulu bilang mau mengunjungi silicont 
valley nya India

RD1 : Ogah ah kalau sekarang, pasti panas, di Delhi aja aku  sudah gosong 
apalagi di Gujarat, ntar kalau kulit mulusku meleleh, kamu mau ganti?

RD 2: Gimana mau ganti, kulitku yang super halus ini saja udah hancur duluan 
nih, aku malah mau pinjam kulit bu Rita, kalau-kalau masih ada yang tersisa, 
hahaha. 

RD 1: hahaha, hihihi, hehehe

RD 2 : Emang pada mau kemana sih?

RD 1 : Kita mau ke north, himachal pradesh, himalaya, sekalian melihat 
kehidupan komunitas Tibet di India Utara dan kompleksnya Dalai Lama

RD 2 : Wah asyik nih kayaknya, aku juga off lah, kerjaan bikin mumet gini, tapi 
peta-peta ku belum selesai. Bagus nggak pemandangannya?

RD 1 : Ya baguslah, topografinya kira-kira mirip lembah anai dan ngarai sianok

RD 2 : Aku mau, aku mau, aku mau …
(lalu terdengar seperti orang melonjak-lonjak di telepon yang menempel 
ditelinga saya sebelah kanan)

RD 1 : senyum, (dalam hati) Nah kena lho. 
Si centil dari Surabaya yang asal Jogja tapi kelahiran Batusangkar ini memang 
paling nggak tahan kalau sudah dirayu dengan keindahan alam Bukittinggi dan 
sekitarnya.

RD 2 : Kapan berangkat?

RD 1: Saya off mulai senin depan. Jadi kita berangkat Jumat minggu ini pulang 
kerja. Kalau mau ikut, usahakan sudah di New Delhi Jumat siang, ambil saja 
penerbangan pertama Jumat pagi dari Ahmedabad ke Delhi. Akomodasi hotel untuk 
setiap kota yang akan dikunjungi di himachal sudah dipesan kok. Route kita 
rencananya cukup New Delhi – Dharamshala – Kullu – Manali – Shimla – New Delhi, 
waktunya 10 hari, hari Jumat sampai hari Minggu tapi pada minggu berikutnya.

RD 2: Wah dimana saja itu? Tapi ... OK, OK, OK, yang penting aku ikut.

RD 1: Lho...?!!?

Jumat pagi benar saja si centil udah nongol di New Delhi pakai pesawat pertama 
dari Ahmedabad, Gujarat, hehehe. Gila juga tuh si ibuk dosen arsitek yang satu 
ini.

Jumat siang itu, begitu urusan saya selesai, kami langsung berangkat ke kantor 
tourism-nya himachal, Chanderlok Building, di Jan Path, pusat kota New Delhi, 
kami memang sudah pesan tiket bus dan starting pointnya dari sana. Karena 
banyak yang menyarankan agar kami menggunakan bus tourism pemerintah dengan 
alasan keamanan lebih terjamin, walaupun fasilitasnya standar. 

Tanggal 8 Mei 2009 hari itu, tepat pukul 5 Jumat sore waktu New Delhi, bus 
himachal tourism mulai bergerak ke arah utara, tepatnya menuju kota 
Dharamshala, district Kangra, State of Himachal Pradesh, northern India, pusat 
kegiatan agama budha sedunia sekaligus tempat berdomisilinya Dalai Lama XIV, 
yang mengungsi dari Tibet sejak awal tahun 60-an karena kedatangan Cina. 

Begitu keluar kota New Delhi, jalan mulai agak mendaki, sementara matahari 
mulai malu-malu dan akhirnya sembunyi di balik gunung, digantikan sang rembulan 
yang langsung bersinar karena memang bulan empat belas kata orang tua-tua. 
Jalan makin menanjak, bus semi lux kami bergerak makin pelan. Setelah istirahat 
sejenak untuk makan malam, perjalanan bus dilanjutkan. Musik India yang 
dilantunkan dalam bus juga sudah berganti, yang terdengar sekarang adalah 
lagu-lagu daerah tibet yang lebih banyak ditingkahi suara alam. 

Tidak lama setelah melewati kota Chandigarh, ibu kota negara bagian Haryana, 
kami mulai memasuki negara bagian Himachal Pradesh. Wooww, inilah tanah 
himachal, himalaya, the land of eternal snows, the land of God seperti yang 
selalu didendangkan orang-orang selama ini. Para penumpang bus yang kalau boleh 
hanya dikategorikan dua kelompok besar: orang-orang turis dan orang-orang 
(keturunan) tibet mulai menutup mata satu persatu. Tapi saya dan teman-teman 
malah makin membuka mata yang sudah lebar ini menjadi makin lebar. 

Bagaimana tidak, keindahan malam di bawah sinar bulan purnama, jalan yang juga 
berkelok-kelok bagaikan ular yang panjang sekali. Di satu sisi terdapat bukit 
menjulang dan di sisi lainnya terbentang jurang yang dalam memang membuat kita 
mau tidak mau membandingkannya dengan perjalanan dari Kayutanam menuju 
Bukittinggi, hanya saja hutannya bukan hutan lebat/ tropis dan jurangnya sangat 
lebar tidak seperti lembah anai. 

Di kejauhan terdengar berbagai suara alam dan binatang malam, di bawah sana 
juga berpendaran cahaya lampu dari berbagai kota yang sudah ditinggalkan. 
Bunyi gemericik air sungai mengalir, desiran angin dan nyanyian burung menyatu 
dalam alunan lagu-lagu tibet pedalaman yang disenandungkan dalam bus tercinta. 
Suasana yang membuat perasaan terasa tentram dan damai. Terkadang sopir harus 
menghentikan bus nya sejenak mempersilahkan segerombolan domba atau sekelompok 
sapi yang melintasi jalan raya di depan kami. Malam makin panjang, tetapi 
anehnya masih banyak penumpang khususnya kelompok turis yang tidak merasakan 
kantuknya menjelang. Sopir bus pun tetap setia dan penuh konsentrasi menyusuri 
jalan panjang yang semakin berliuk-liuk mendaki dan mendaki menyusuri 
pegunungan. 

Tanpa terasa si bulan bundar sudah menghilang, digantikan pagi berikutnya yang 
sudah kembali diiringi kicauan burung-burung yang bernyanyi menyambut munculnya 
sang mentari. Pencahayaan dari dalam bus juga tidak lagi remang-remang. 
Pemandangan dilihat ke atas, Olala.... ternyata puncak pegunungan yang ada di 
atas kepala juga sudah berganti warna, tidak lagi biru merayu tetapi menyerupai 
putih melati. Jajaran Pegunungan Himalaya benar-benar sudah di hadapan mata. 
Masya Allah... indahnya ciptaan dari Yang Maha Indah...

Perjalanan panjang bus sejauh 530 km dari kota New Delhi yang ditempuh selama 
14 jam itu menjadi tidak terasa. Ya Allah.... Allah Maha Besar. 

Pukul 7.30 Sabtu pagi tanggal 9 Mei 2009, tak lama setelah melewati sebuah 
pigura besar bertuliskan: ”Wellcome to Dharamshala, the House of Dalai Lama”, 
bus yang setia itu pun mencapai titik pemberhentian terakhirnya. 

Semua penumpang keluar, meregang badan yang mulai dingin dan kaku, tapi rasa 
pegal itu langsung terobati dengan suasana kedamaian pagi kota Dharamshala dan 
kebersihan udara pegunungannya. Monyet-monyet berhidung merah berjalan 
melintas, sebagian lagi duduk-duduk di atap perumahan penduduk, sementara 
sisanya asyik bergelantungan di pohon-pohon pinggir jalan seolah-olah ingin 
mengucapkan selamat datang. Mobil-mobilpun terus berdatangan lalu menurunkan 
penumpang. 

Masyarakat penduduk yang mayoritas berkulit kuning dan mata agak sipit khas 
keturunan tibet dengan senyuman tulusnya juga mulai keluar rumah dan 
beraktivitas satu persatu,  kelompok pendeta berbaju kombinasi merah bata dan 
kuning menyala juga  mulai tampak memenuhi sudut-sudut kota kecil itu. Teman 
saya pun tak tahan untuk berkomentar: ”Kok sepertinya kita tidak lagi di India 
ya?” Hehehe....

Setelah istirahat sejenak, pagi itu kami langsung menuju hotel untuk istirahat. 
Berbekal surat pengantar di tangan, saya tidak jadi dianggap turis 
internasional, sehingga kami tidak perlu repot-repot memperlihatkan paspor dan 
segala macam dokumen tetek bengek lainnya dibagian resepsionis. 

The Club House hotel, daerah McLeodganj atau Upper Dharamshala tempat kami 
menginap, jaraknya hanya 200 meter dari Dalai Lama Temple dan 500 meter dari 
Dalai Lama Residence. Suasana terasa benar-benar teduh dan tenang. Posisinya 
yang di ketinggian juga menambah indahnya pemandangan. Dentang lonceng dari 
Dalai Lama Temple pun terdengar indah bersahut-sahutan. Udara pegunungan yang 
bersih serasa menghidupi paru-paru yang sudah lama merindukan kesegaran. Puncak 
gunung yang memutih di belakang hotel dipadu pemukiman lumayan padat di depan 
bawah sana, membuat kita seolah-olah memandang lukisan hidup yang indahnya tak 
terkira. 

Bangunan rumah-rumah yang bersusun sambung menyambung secara vertikal sepanjang 
kota  mengikuti kontur tanah dengan kemiringan yang mencapai lebih 45 derajat 
itu membuat si centil dari Surabaya yang notabene sang arsitek tak berhenti 
berdecak dan geleng-geleng kepala. 

Setelah tidur dan beristirahat sejenak, kami menyiram badan dengan dinginnya 
air pegunungan kemudian makan siang. Sesudah Shalat Zhuhur, sambil memegang 
peta di tangan dan buku-buku petunjuk, kami minta segala macam saran yang 
mungkin diperlukan kepada petugas hotel sambil menanyakan daerah-daerah yang 
’wajib’ dikunjungi. Karena hotel ini memang milik tourism department nya negara 
bagian himachal pradesh, semua informasi yang diperlukan sudah ada tersedia.

Kemudian....Dengan mengucapkan Bismillah, kakipun melangkah. Kota pertama yang 
kami kunjungi, Dharamshala, dan daerah sekitarnya, siap untuk di jelajah ....

New Delhi, Mei 2009

Wassalam

Rita Desfitri
”Murai Kukuban”



      

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke