Assalamualaikum ww
 
Menarik juga disimaki kutipan tulisan di harian Republika itu ya, cuma kalau 
di-inok2an bana go eh ternyata tukang gerogoti uang bangsa (nasional) ini 
kebanyakan mereka2 dari kubu nasionalis ini lho, gimana tuh
 
Sebenarnya gak itu aja ya, ada pula beberapa yang dari kubu Islam yang demikian
 
Mudah2an bertambah juga lah hendaknya dari mereka2 ini yang dikandang 
situmbinkan
 
Kayaknya ada juga sih yang dari kubu Islam yang lebih nasionalis dari mereka 
yang teriak2 ngaku nasionalis itu, mereka2 ini kayaknya terkontrol 
(ter-tarbiyah) dengan baik oleh petinggi2 kubunya dan system yang ada dan 
berlaku dikubunya, hingga ini hari pun tidak terlihat satupun dari mereka yang 
di KPK kan
 
Mereka memang bukan nasionalis tapi mereka ternyata lebih nasionalis dari yang 
ngaku dan berlabel nasionalis
 
Mereka adalah aktifis2 da’wah anak negeri ini yang telah berkomitmen terhadap 
Islam agama anak negerinya sendiri dan sadar pula segala konsekwensi bila telah 
berkomit itu
 
Tentu saja menjadi tikus seperti yang telah dicontohkan oleh saudara 
sebangsanya yang ngaku nasionalis itu adalah jauh sekali dari mereka ini, antah 
kok indak baa gak ati?
 
wasalam 
abp-57

--- On Thu, 25/6/09, Kemal Anas <kemal.a...@gmail.com> wrote:


From: Kemal Anas <kemal.a...@gmail.com>
Subject: [...@ntau-net] Partai Islam dan Partai Nasionalis
To: "rantaunet" <RantauNet@googlegroups.com>
Date: Thursday, 25 June, 2009, 9:24 AM



Kutipan dari Harian Republika.

Kamis, 25 Juni 2009 pukul 01:52:00
Partai Islam dan Partai Nasionalis 

Bustanuddin Agus
(Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Andalas Padang)


Pemilu legislatif telah usai dan hasilnya sudah sama maklum. Menyusul pemilihan 
presiden dan wakil presiden (pilpres dan pilwapres) langsung oleh rakyat dua 
bulan lagi. Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), capres incumbent, dengan 
style penuh kehati-hatian , tapi sungguh suatu kejutan dan kontroversial 
(terutama di mata parpol-parpol yang telah menyatakan berkoalisi dengan Partai 
Demokrat) mendeklarasilakan Boediono jadi cawapres pendampingnya.. Menurut 
biasa dan logika lurus tentu partai koalisi peraih suara yang termasuk banyak 
serta dapat pula dijadikan figur untuk meraup sura lebih banyak yang akan 
dipilih.

Tapi logika politik SBY ternyata lain sama sekali. Rupanya SBY membaca lembaran 
sejarah perpolitikan Indonesia bahwa suara umat Islam, dari Pemilu ke Pemilu, 
belum pernah jadi pemenang di Republik ini. Partai Masyumi di kala itu hanya 
mampu meraih nomor dua setelah PNI. Hamzah Haz memang pernah jadi Wapres 
(semasa Presiden Megawati), tapi pemilihan dan pengangkatan keduanya dilakukan 
oleh MPR, bukan langsung oleh rakyat. Berdasarkan pengalaman itu SBY (juga 
cawapres yang lain) tampaknya berani "bertaruh" bahwa suara yang 
mengatasnamakan Islam tidak akan menang.

Hasil Pemilu baru-baru ini makin menunjukkan suara partai Islam tidak termasuk 
tiga besar. Yang berhasil meraup tiga besar adalah Partai Demokrat, Partai 
Golkar dan PDI-P. Partai Islam hanya termasuk sepuluh besar. Rumor 
partai-partai Islam yang telah menyatakan berkoalisi dengan SBY akan menarik 
diri dan membangun poros tengah jilid dua ternyata hanya angin lalu. 
Pertimbangan praktis (dan prinsip kasik ilmu politik “demi kekuasaan”), kalau 
tidak dapat kursi cawapres, kursi menteri pun jadi, ternyata lebih dominan dari 
pertimbangan ideologi.

Setelah melalui pembicaraan yang alot, Prabowo Subianto (bekas komandan 
Kopasus, pasukan elit negeri ini, Ketua dewan penasihat Partai Gerindra), pada 
hari yang sama akhirnya (sebelumnya bersikukuh menjadi capres saja) juga mau 
menerima sebagai cawapres, pendamping capres Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum 
PDI-Perjuangan yang pernah menjadi Presiden dan pernah kalah dalam persaingan 
dengan SBY dalam pilpres putaran kedua yang lalu). Yusuf Kalla (JK) yang 
jabatan Wapresnya hampir berakhir tidak mau lagi jadi pendamping SBY dan pas, 
SBY juga tidak mau lagi menggandengnya jadi cawapres periode kedua. JK telah 
lebih dahulu mendeklarasikan diri jadi capres dengan Wiranto (Ketua Umum Partai 
Hanura) sebagai cawapresnya. Wiranto adalah bekas sejawat JK di Partai Golkar 
dan hengkang dari partai tersebut serta berhasil meraih suara pemilih 
legislatif sehingga termasuk sepuluh besar peraih suara. Kedua pasangan yang 
bergerak cepat ini telah menggalang dukungan,
 seperti dari kiyai-kiyai pesantren Jawa Timur. Tampaknya karena watak bisnis 
JK yang suka bergerak cepat ini, SBY (yang mengutamakan kehati-hatian) tidak 
mempriotaskannya jadi cawapres.

Jadi dalam pasangan (salah satu) yang akan berlaga Juli yang akan datang masih 
wajah-wajah lama dan, nota bene, tidak ada lagi yang dari kalangan (partai) 
Islam atau berbasis pendukung dari kalangan Islam. Ketiga pasangan tentu sudah 
memperhitungkan bahwa yang mewakili Islam tidak perlu digandeng untuk meraup 
pencontreng. Hal ini tak usah mengherankan karena masalah ideologi tetap tidak 
menarik kalau dibawa ke khalayak yang lebih luas. Apakah ideologi tidak penting?

Ideologi masih relevan
Menghadapi Pemilu yang lalu terdengar komentar bahwa tak masanya lagi perbedaan 
didasarkan kepada ideologi. Perbedaan antar partai yang relevan diusung 
dikatakan hanya perbedaan program. Kalau dicermati lebih serius, dalam skala 
yang lebih luas dan lebih mendasar, pertimbangan ideologi (nasionalisme, 
sekularisme, Islam dan lain-lain) lah yang bermain di belakang pengelompokan 
negara dan orientasi politik. Negara-negara Barat dan banyak negara-negara 
maju, seperti Jepang dan Korea, memilih ideologi sekuler bagi negaranya.. 
Banyak negara dan partai yang berideologi nasionalis. Negara-negara Muslim juga 
ada yang memasang ideologi Islam bagi negaranya, seperti Iran, Saudi Arabia dan 
Pakistan.

Ideologi berperan untuk memberi semangat dan sumber energi bagi warga negara 
dan pemimpinnya untuk berjuang membangun dan mempertahankan negara. Ideologi 
berbeda dengan sekedar ilmu pengetahuan. Sekedar pengetahuan biasa dilanggar 
oleh yang punya pengetahuan itu sendiri, apalagi oleh yang tidak mengetahui. 
Ideologi mengandung semangat, jiwa juang, kecintaan dan persatuan. Dan ideologi 
yang didasarkan kepada agama punya semangat, kecintaan dan kekompakan yang 
lebih tinggi dari ideologi yang tidak dikaitkan kepada agama. Berjuang demi 
negara (nasionalisme) lebih luas dan lebih jauh dari demi harta dan anak istri. 
Berjuang demi kemanusiaan (humanisme) juga lebih luas dan lebih mendasar dari 
sekedar demi negara. Kemudian demi Tuhan dan demi agama jauh lebih dalam, lebih 
kuat dan lebih tahan lama lagi karena didasarkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, 
dan untuk kehidupan dunia akhirat pula. Istilah jihad dan syahid dikaitkan 
dengan demi agama dan demi Tuhan,
 tidak kepada yang demi negara dan kemanusiaan. Karena itu kata demi Tuhan dan 
agama diganti oleh nasionalisme dan humanisme dengan demi negara dan demi 
kemanusiaan .

Secara teologi, teori atau keyakinan (das Sollen), menurut yang berakidah (ber 
philosophy and way of life) Islam, ideologi Islamlah yang lebih kuat dan lebih 
dalam dari ideologi nasionalis, kemanusiaan dan lainnya. Tapi dalam kenyataan 
(das Sein) banyak yang tidak demikian. Ketika suara dan selera massa jadi tolok 
ukur (minimal dalam perjalanan perpolitikan Indonesia), partai-partai yang 
tidak mengusung jargon Islamlah yang menang. Alasan-alasan Tuhan, agama, 
akhirat tampak tidak menarik lagi bagi anak bangsa ini. Yang menarik bagi 
selera massa alasan-alasan yang praktis: lapangan kerja, peningkatan 
penghasilan, kesejahteraan, keamanan dan juga kebebasan.

Di Barat, ideologi sekuler yang meminggirkan agama dan Tuhan dalam kehidupan 
bernegara, resmi diusung dan diproklamirkan sebagai ideologi mereka. Sejarah 
Barat di Abad Pertengahan yang trauma dengan ulah Gereja Katolik yang dinilai 
sebagai biang korok mereka tenggelam dalam The Dark Ages, menjadikan Barat 
memproklamirkan sekularisme.

Lain halnya dengan di Indonesia. Kehidupan beragama telah menyatu dengan adat 
dan budaya suku-suku bangsa yang ada. Kentalnya peran agama dalam kehidupan 
bernegara dapat dibacara dalam Pembukaan UUD 1945. "Berkat rahmat Tuhan Yang 
Maha Kuasa", sila-sila Pancasila, apalagi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, ada 
departemen khusus yang mengurus urusan-urusan yang langsung menyangkut agama. 
Semuanya ini menunjukkan bahwa bangsa (dan negara Indonesia harus pula) adalah 
religius, bukan negara sekuler yang tidak mengakui dan meminggirkan agama dan 
Tuhan.

Para intelektual dan pemimpin mampu hendaknya membedakan antara ajaran agama 
dan perilaku sebagian pemimpin, apalagi penganut. Sebagai ajaran, Islam adalah 
pedoman hidup yang diajarkan oleh Tuhan Pencipta untuk keselamatan semesta. 
Umat dan sebagian pemimpin dalam realita sosial (secara sosiologis) ada (bahkan 
banyak) yang memperalat agama untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Karena 
itu dari segi ajaran (teologis), kita hendaknya tetap meyakini bahwa ajaran 
agama penting dan urgen dipedomani dalam kehidupan pribadi dan bersama.

Bukankah amat banyak bencana dan kekacauan kalau manusia (rakyat apalagi elit 
dan kelompok) telah merasa atau mau jadi Tuhan Yang Maka Kuasa dalam kehidupan 
ini. Mau kaya, berkuasa, dan benar sendiri tanpa mempedulikan ajaran Tuhan dan 
agama, adalah perilaku Firaun-Firaun. Kekuasaan mereka ditunjang dengan 
ekonomi, media massa, teknologi, persenjataan canggih dan kekuatan struktural. 
Invasi semena-mena ke negara lain, besarnya gap antara negara/kelompok kaya dan 
negara/kelompok miskin, terkurasnya sumber daya alam negara miskin, pencemaran 
lingkungan dan global warming adalah diantara kefasadatan akibat ulah tangan 
manusia tidak mau jadi khalifatullah untuk menebarkan rahmatanlil'alamin, tapi 
ingin jadi Tuhan Yang Maha Kuasa itu sendiri.

Karena alasan-alasan tersebut dan karena partai-partai yang didukung oleh 
bangsa Indonesia yang religius dan berfalsafahkan Pancasila, maka (seyogyanya) 
hanya ada dua kelompok partai di Indonesia, yaitu partai Islam dan nasionalis. 
Keduanya menjujung tinggi kehidupan beragama di Indonesia. Tidak ada kekuasaan 
atau partai sekuler yang menabrak ajaran agama dalam undang-undang, peraturan 
dan kebijakan yang ditempuh. Negara harus ikut membangun dan menggairahkan 
kehidupan beragama untuk keselamatan bersama. Wabillahit taufiq wal hidayah.



      Get your new Email address!
Grab the Email name you&#39;ve always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke