Dunsanak di palanta nan ambo hormati

Ambo kutipkan berita dari koran nasional tg 30 Oktober 2009, karano di situ
ado pertanyaan untuak kito sebagai urang Minang Kabau

*Keindonesiaan Belum Selesai*

YOGYAKARTA, KOMPAS —Dalam politik resmi, keindone­siaan mungkin dianggap
sudah selesai. Namun jika melihat lebih dalam dengan fakta perbedaan dan
kemajemukan dari Sabang sampai Merauke, keindonesiaan sesungguhnya belum
selesai.
Hal itu disampaikan budaya­wan Mohamad Sobary dalam orasi budaya di Taman
Komu­nikasi Kanisius, Yogyakarta, Ra­bu (28/10) malam. Sedianya, So­bary
akan mengupas tema "Me­dia dan Keindonesiaan".
Namun, di atas panggung, Sobary mem­bahas perbedaan atau pluralitas sebagai
kenyataan antropologis dalam konteks keindonesiaan.

Ia mengatakan, perbedaan an­tara orang Yogyakarta dan Su­rakarta
maupun *perbedaan
an­tara etnis Jawa dan Minang ada­lah fakta*. Dalam konteks kebang­saan,
segenap perbedaan itu di­bingkai oleh satu kata, yakni In­donesia.

*"Sihir apa yang mem­buat orang Minang, yang me­nyadari dirinya sebagai
seorang Minang, mau menempatkan di­rinya di bawah platform yang bernama
Indonesia?" katanya.
*Sobary menilai, meski hidup dalam perbedaan, fakta tentang perbedaan itu
belum disadari.

Akibatnya, kesadaran tentang pluralitas hanya menjadi kem­bang pidato hiasan
panggung po­litik. Padahal, dalam konteks ke­tatanegaraan, perbedaan adalah
modal besar.
"Perbedaan adalah kekayaan. Namun, ketika dijejer­kan, perbedaan menjadi
berat dan menekan. Inilah perkara be­sar dalam menyelenggarakan ne­gara
Indonesia," katanya.
Menurut dia, keindonesiaan adalah sebuah konsep. Ada ba­nyak orang yang rela
mati demi konsep itu.
*Namun, ketika kon­sep itu menghasilkan ketidak­adilan, korupsi, dan
kekonyolan para politisi, ada banyak orang yang bersikap kritis sehingga tak
mau menyerahkan hidupnya.*

*Perbedaan, lanjut Sobary, me­rupakan kenyataan. Karena. itu, Indonesia
membutuhkan politisi yang menempatkan kesadaran tentang pluralitas dalam
sikap politik sekaligus sikap hidupnya.*
*Politisi yang mau menyadari pluralitas budaya akan membawa Indonesia ke
arah yang benar*. *Mereka juga akan bisa berbicara dengan generasi Indonesia
masa datang, yakni generasi facebooker dan blogger yang hidup dengan
teknologi informasi.
*
"Mereka menyadari, kita ada­lah cuilan fenomena kultural' yang tidak
sempurna, yang ingin, dibangun menjadi Indonesia yang adil, beradab, dan
berperi­kemanusiaan," katanya. (ARA)

Tulisan senada ditampilkan oleh admin nagari.org sejak tiga tahun yl.
silahkan klik di

http://nagari.or.id/?moda=palanta&no=82 dan
http://nagari.or.id/?moda=palanta&no=72

salam

Abraham Ilyas L-64 th.
webmaster/admin nagari.org

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke