pagi uni firdha
mau tanyo ciek,duo,tigo
jadi kalo ada perceraian , laki2 tsb tidak bertanggung jawab pada anaknya? 
walau sudah ada perjanjian setelah perceraian ? bukan ada hukumnya apabila 
tyidak menjalani perjanjian itu? atau karna tidak mau memperpanjang masalah 
maka didiamkan saja? 

terima kasih sebelumnya uni

renny,ancol
www.renisy.blogspot.com




________________________________
From: Firdha Samsir Alam <aku_min...@yahoo.com>
To: rantaunet@googlegroups.com
Cc: aku_min...@yahoo.com
Sent: Fri, December 4, 2009 8:42:37 AM
Subject: [...@ntau-net] Re: Kekuasaan Wanita Minang = Menjajah Pria


saya sangat tertarik isi email nofairdi,  boleh dong sedikit saya tambahi 
berdasarkan pengalaman pribadi saya apa lagi saya bangga jadi wanita berdarah 
minang .... tegar, tabah dan paling utama bertanggung jawab terhadap keluarga 
itulah perempuan Minang.... di lingkungan saya sendiri saya perhatikan 
janda-janda baik itu janda cerai mati atau janda cerai hidup  tapi tetap tegar 
dalam mencari nafkah untuk anak - anak mereka....  didikan itu yang mereka 
terima dari ibu mereka... perempuan minang mampu bertangung jawab .... kita 
lihat banyak kaum laki - laki dari minang yang setelah bercerai (hidup) 
meninggalkan anak - anak mereka begitu saja tanpa ada rasa tanggung jawab dari 
mereka karena adat Matriakat yang ada di Minang bahwa setiap anak -anak berada 
dipihak ibu kalau terjadi perceraian ..... hal  ini mengakibatkan banyak anak - 
anak yang ditinggalkan begitu saja oleh sibapak tanpa  ada tanggung jawab dari 
bapak tersebut.... walau dalam persidangan
 perceraian sekalipun ditentukan berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh si 
bapak untuk anak  - anak tsb tapi itu hanya. tinggal janji diatas kertas 
(Banyak hal ini terjadi ).

Tidak ada kebudayaan Minang kabau (matrilineal) yang mendidik anak perempuannya 
kelak jadi seorang ibu rumah tangga  yang berkuasa kepada suaminya tetapi 
bertanggung jawab  iya.. lagi pula saya setuju kalau rumah orang tua diberikan 
ke anak perempuan ... dan anak laki - laki menjaga supaya rumah itu tetap aman 
dan terlindung dari segala pihak yang mungkin saja berniat buruk terhadap rumah 
tsb.

menjadi Perempuan Minang bagaikan induk ayam yang  mengais tanah mencari cacing 
untuk makan  anak- anak nya.... setelah anak-anaknya makan baru  si induk 
makan.... 

jadi  cengeng, manja ,malas, otoriter dan mati karancak-an bukan lah tipe 
perempuan Minang..... salut tuk  desni intan suri.... salaam


________________________________
From: Nofiardi <nofia...@pec-tech.com>
To: Rantau <rantau...@googlegroups..com>
Sent: Thu, December 3, 2009 8:09:14 AM
Subject: [...@ntau-net] Kekuasaan Wanita Minang = Menjajah Pria


Kekuasaan Wanita Minang = Menjajah Pria
oleh: Desni Intan Suri
 
Dunia Perempuan| Rabu, 02/12/2009 22:21 WIB

Suatu kali aku dan suami berkenalan dengan seorang pria yang bukan dari daerah 
Sumbar. Dalam pembicaraan kami yang menceritakan daerah masing-masing ia 
memberikan pendapat dan kesannya terhadap wanita minang kabau. Kesan dan 
pendapatnya itu membuatku terkaget-kaget. 

“Gimana mas rasanya punya istri orang minang?” kata si pria ini pada suamiku. 
Suamiku sempat bingung menjawabnya, tapi dijawabnya juga “ yaa..rasanya ya 
..rasa punya istri…” kata suamiku sambil tertawa. 

“Bukan, maksud saya beristrikan wanita minang gimana rasanya? Katanya ngotot. 
Akupun tergoda untuk menimpalinya “ maksudnya rasa apanya nih 
pak..jelaskanlah..” kataku. Dia tersenyum dan tetap mengarahkan pandangannya 
kesuami ku : “ setahu saya wanita minang itu sangat dominan dalam rumah 
tangga…bahkan kesannya seperti kaum pria dijajah saja. Adat minang kabau saja 
sudah menampakkan hal itu. Tak heran watak wanitanya menjadi berkuasa seperti 
itu. Saya merasa adat minang kesannya seperti membuang anak laki-laki. Coba 
saja lihat, secara rohaniah yang memiliki rumah adalah wanita ,kaum pria hanya 
menumpang. Kalau sudah menjadi suami ,kedudukannyapun lemah sebagai seorang 
bapak dari anaknya, yang memutuskan kehidupan anaknya terutama dalam masalah 
perkawinan justru adik laki-laki istrinya.Masyarakat minang itu juga menganut 
sistim matriakat yang mana kekuasaan terletak ditangan Ibu atau wanita.hm…ini 
benar-benar bikin wanita diatas angin. Dalam
 keluarga saya ada dua orang yang sempat beristrikan orang minang ,dua-duanya 
berakhir dengan perceraian dengan didahului pertengkaran demi pertengkaran. 
Istri-istri mereka sangat dominan bahkan terkesan tidak menghargai suami. “. 

Aku segera ingat dengan teman karibku Nirita yang baru saja dua hari yang lalu 
curhat datang kerumah. Nirita adalah teman kecilku sejak disekolah dasar. Garis 
nasib kemudian berbeda jauh diantara kami. Aku sekarang berstatus Ibu rumah 
tangga yang berwiraswasta, sedangkan ia adalah seorang Manager Public Relation 
dan marketing di sebuah hotel berbintang. Ia meminta saranku ketika ia merasa 
harus mengakhiri kehidupan perkawinanya dengan Syaiful yang dulunya juga adalah 
teman satu perguruan tinggi denganku. “Dia lamban sekali ..aku bosan 
mendorongnya terus,dia maunya mengembangkan dunia tulis menulisnya padahal 
diakan sarjana tehnik mesin..apalah yang akan dapat dari dunia tulis 
menulis..aku udah susah-susah cariin kerjaan bergengsi buat dia ..eh 
dicuekin..maunya dia apa? Hasil tulis menulisnya cuma cukup beli korek 
kuping..tak lebih..!". 

Aku juga ingat dengan Lulu anak bibiku. Sampai umurnya mencapai 53 tahun saat 
ini, tak ada minatnya sedikitpun untuk berumah tangga. Sekarang ia bekerja 
disebuah stasiun televisi swasta di Australia. Ketika kami semua mencoba-coba 
menyodorkan ‘calon” padanya, semua dijawabnya dengan kata-kata ” Ngga level…!”. 
Sampai saat ini, ia masih merasa bahwa levelnya adalah lebih tinggi dari pria 
manapun yang diperkenalkan padanya. Akhirnya kami menyerah dan membiarkan ia 
memilih kehidupannya sendiri. 

Dirumah aku termenung-menung sendiri memikirkan kalimat-kalimat “dakwaan” dari 
pria kenalan baru kami tadi sewaktu diperhelatan kenalan suamiku. 
Kuhubung-hubungkan semua ini. Kucoba pula mengoreksi diriku sendiri, apakah aku 
bersikap seperti yang ia sebutkan itu kepada suamiku sendiri?. Pikiranku itu 
terbaca oleh suamiku. Ia tersenyum-senyum menggodaku . “ Tersinggung ni yeee… 
dibilang penjajah… katanya tergelak-gelak. “ Tidak juga…cuma mencoba koreksi 
diri saja…” kataku kalem mencoba menutupi perasaanku sebenarnya.. Suamiku 
manggut-manggut sambil menepuk-nepuk punggungku “tenang…tenang..aku ngga merasa 
dijajah kok….” Katanya memperlebar senyumnya . 

Esok paginya ketika aku sedang menyiapkan sarapan pagi keluarga, aku didatangi 
Ranti tetangga baru kami. Ia baru dua bulan menngontrak rumah sebelah kiri 
rumah kami. Ia seorang wanita minang berasal dari Padang panjang. Begitu dia 
tahu aku juga orang minang, hampir tiap hari dia main kerumah kami. Katanya ia 
bekerja disebuah perusahaan muliti nasional . Waktu baru berkenalan kami sempat 
heran ,katanya dia sudah mempunyai suami dan tiga orang anak, tapi kok dirumah 
itu yang keliatan hanya dia saja. Baru kemudian kami paham setelah ia 
menceritakan kehidupan rumah tangganya kepadaku. ‘ Suamiku pengangguran tingkat 
tinggi..sudah masuk tahun kelima sekarang..ada teman yang nawarin kerja padaku 
dijakarta ini,gajinya cukup besar...yaa daripada anak-anakku ngga makan aku 
terima pekerjaan itu…, di Padang udah susah cari kerja sementara anak-anakkan 
perlu makan dan biaya sekolah..sekarang dia yang ngurusin anak-anak aku 
kerja..,harus ada salah satu kami
 bertindak kalau mau bangkit…ya kan Des?aku akan mencari peluang kerja buat dia 
disini , baru setelah itu memungkin bagi kami untuk kumpul lagi…”katanya waktu 
itu. 

Aku memandang kepergian Ranti dari balik jendela dapur. Ia hanya datang untuk 
mengembalikan piringku sebelum pergi kekantornya. Kemarin kuisi nasi uduk 
bikinanku untuknya. Pikiranku dipenuhi dengan beberapa pertanyaan dan 
menerawang kemana-mana. Apakah wanita minang seperti Ranti juga disebut sebagai 
seorang wanita yang dominan?. Apakah keluhan yang disampaikan Nirita atau Lulu 
padaku dulu mewakili pola watak wanita minang kabau secara keseluruhannya?. 
Apakah benar adat minangkabau yang matriakat membuat wanita minang kabau 
membabi buta memburu kesetaraan gender?. Apakah hak dan kekuasaannya yang 
diberikan kepada mereka dalam adat membuat mereka menjadi melemahkan kedudukan 
pria sebagai pendamping hidup mereka?. 

Kalau menelusuri kehidupan kekeluargaan orang minang sendiri memang adat minang 
seperti sudah melahirkan watak perantau bagi pria minang, dan watak bundo 
kanduang bagi wanita minang.Kaum laki-laki diminang, dianggap sebagai kaum yang 
“menumpang” dirumah gadang. Rumah yang sesungguhnya bagi kaum laki-laki minang 
adalah Surau. Dari kecil mereka sudah diajar mengaji dan belajar silat 
berpindah-pindah dari satu surau/tempat ke lainnya. Namun inipula yg kemudian 
menjadi sumber dinamika pria minang untuk menjadi pengembara/perantau . 

Sebaliknya untuk kaum wanita minang telah diberikan sebuah kekuasaan dalam 
kepemimpinan dan tanggung jawab yang besar untuk mereka. Kekuasaan dan tanggung 
jawab yang besar dimulai dari sebuah mitos mengenai seorang pemimpin wanita 
yang disebut Bundo Kanduang. Sebetulnya banyak pendapat mengenai asal muasal 
sosok Bundo Kanduang ini. Tapi dalam cerita /kaba cindua mato ada bahagian yang 
menyebutkan bahwa keberadaan Bundo kanduang sama dengan awal adanya alam ini. 
Jangan salah pengertian dengan kata” alam” disini.. Alam dalam bahasa kiasan 
minang bukan berarti sejak jaman Adam dan Hawa ada, tapi alam disini berarti 
sebuah wilayah kekuasaan. Jadi dalam cerita/kaba cindua mato keberadaan Bundo 
kanduang itu diawali dari sebuah kerajaan yang dipimpinnya. Nah, dalam 
kepemimpinan Bundo Kanduang ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang arif dan 
bijaksana dan mempunyai tingkat kharisma yang sangat tinggi diantara bawahan 
dan penghuni rumah gadang yaitu Istana
 pagaruyung dulunya. Ia disegani dan sangat dihormati karena kepiawaian serta 
kecerdasan dalam buah pikirannya untuk mengelola tanah pusako dan memimpin 
semua yang tinggal dalam rumah gadang tersebut. 

Untuk selanjutnya dengan berjalannya waktu Bundo kanduang kemudian dijadikan 
sebuah limbago yang menajdi panggilan untuk golongan kaum wanita minang 
kabau.Dalam hal ini wanitapun telah ditetapkan untuk mempunyai beberapa 
tanggung jawabnya terhadap rumah gadang dan tanah pusako dikampung halaman . 
Perlu ditekankan disini, bahwa yang diberikan kepada wanita adalah “hak 
tanggung jawab “ bukan kekuasaan. Artinya istilah “matriakat yang berarti “ibu 
yang berkuasa” sudah ditinggalkan. Sedangkan hak tanggung jawab yang dibebankan 
ke pada kaum wanita minang tersebut diantaranya yang inti adalah : 
1.Sebagai untuk menarik garis keturunan yang disebut sebagai sistim garis 
keturunan ibu atau matrilineal 
2.Sebagai yang bertanggung jawab atas kepemilikan rumah gadang 
3.Sebagai yang bertanggung jawab atas sumber ekonomi seperti sawah,ladang 
,tanah garapan dll 
4.Sebagai tempat penyimpanan hasil ekonomi dengan pepatah “umbun puruak 
pegangan kunci,umbun puruak alunan bunian” maksudnya wanita adalah sebagai 
pemegang kunci ekonomi harta pusako 
5.Sebagai penanggung jawab dalam pengaturan rumah tangga dan menentukan baik 
buruknya jalan roda rumah tangga. Disini wanita yang berfungsi sebagai Ibu 
dianggap sangat berpengaruh dalam pembentukan watak manusia . Ini terlihat 
dalam pepatahnya : “ Kalau karuah aie dihulu, sampai kamuaro karuah juo.Rintiak 
anaknyo,turunan atok ka palimbahan”. 
6.Sebagai penanggung jawab pemeliharaan harta pusako, anak dan kemenakan. 

Jelaslah sudah, dari tanggung jawab yang diberikan adat kepada kaum wanita 
disini membuat kaum wanita minang kabau dituntut untuk menjadi 
cerdas,cerdik,pandai dan berilmu pengetahuan yang tinggi. Sedangkan kaum pria 
yang dianggap sebagai kaum yang “menumpang” secara tak langsung pula 
mempengaruhi nilai tingginya harga diri mereka dikampung halaman sendiri. 
Contohnya saja dalam memproduktivitaskan tanah pusako wanita dan laki-laki 
boleh berdampingan mengolahnya. Namun begitu ada hasilnya, kaum wanita 
boleh-boleh saja langsung memakan hasilnya tersebut ditengah rumah bersama 
keluarganya. Sebaliknya kaum laki-laki akan menitipkannya dulu dilumbung rumah 
gadang. Adalah sebuah harga diri bagi kaum pria memakan hasil itu kalau tidak 
terpaksa betul. Kaum pria malah memantangkan diri mengambil haknya,karena 
mereka lebih merasa mempunyai harga diri bila hidup dari hasil jerih payah 
sendiri. 

Perbedaan yang tajam ini membuat kaum pria mengembara mencari kesuksesan dan 
keberhasilan dalam hidupnya sendiri. Sementara tampuk tanggung jawab di kampung 
halaman jatuh ketangan wanita. Hal inilah yang membuat kaum wanita minang 
terkenal dengan sikapnya sebagai pekerja keras. Tidak mau hanya berpangku 
tangan atau berleha-leha saja walau ia sudah mempunyai harta sekalipun. Jiwa 
bisnis wanita minangpun sangat tinggi,karena dengan tanggung jawab yang 
diberikan pada mereka dalam mengatur roda perekomonian tanah pusako membuat 
mereka harus cerdik dan pandai dalam perdagangan. 

Walaupun pada catatan pada Badan Pusat Statistik Sumbar masih menunjukkan angka 
keterlibatan wanita dilapangan kerja masih dbawah angka pria, namun yang 
terlibat membuka lapangan kerja sendiri atau berwiraswasta lebih banyak 
dilakukan oleh kaum wanita di Sumbar. Diantaranya banyak yang membuka lapangan 
kerja dibidang kewanitaan yang berbentuk makanan, kerajinan tangan,jahit 
menjahit dll. Waktu kami baru-baru ini pulang kampung, kami melewati kawasan 
pasar kotobaru yang kebetulan sedang ada “hari Pasar”. Perjalanan kami sedikit 
terkena macet dengan keramaian pasar tersebut. Uniknya pasar ini adalah, para 
pedagangnya semua didominasi oleh kaum perempuan. Hampir setiap sudut kami 
lihat yang menawarkan beragam sayuran dan rempah-rempah dapur adalah rata-rata 
para wanita. Namun catatan BPS juga menyatakan bahwa angka putus sekolah lebih 
banyak terdapat pada prosentase untuk kaum pria . Artinya, semakin masuk 
kedalam jaman modern semakin terlihatlah
 kesadaran kaum wanita minangkabau untuk tampil lebih cerdas dan berilmu pula. 

Dari kenyataan-kenyataan yang ada ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa adat 
minang kabau bukan bertujuan untuk membentuk wanita bersikap otoriter atau 
berkuasa melebihi kekuasaan kaum pria apalagi meletakkan posisi kaum pria 
dibelakang kaum wanita. Adat minang kabau selama ini sesungguhnya mengajarkan 
dan mendidik dua gender ini untuk bisa tampil dalam kekuatan mereka 
masing-masing dengan kepribadian yang kokoh untuk mampu hidup diatas kaki 
sendiri tanpa mengemis-ngemis apalagi bersikap culas,licik dalam memperjuangkan 
kehidupannya sendiri. Wanita minangkabau dengan tanggung jawab yang dibebankan 
pada mereka membuat mereka bisa memahami sifat kepemimpinan yang arif dan 
bijaksana. Sebaliknya kaum pria yang lebih diberikan kesempatan mengembara atau 
merantau membuat mereka tampil sebagai kaum yang kenyang akan pengalaman hidup 
hingga mereka lebih ahli menyelami dan mengukur kehidupan itu sendiri untuk 
target keberhasilan mereka. 

Seharusnya memang begitu. Tapi sebuah tata aturan dalam kehidupan yang 
dirancang manusia tidak semuanya akan bisa tertata dengan lancar dan rapi 
sesuai yang dikehendaki. Ada saja yang melenceng dari aturan yang sebenarnya.. 
Dalam hal ini rasanya aneh bila kita menyalahkan adat,karena sebuah adat tentu 
lahir dari tata aturan yang tujuannya adalah untuk sebuah kebaikan. Sebuah 
egolah yang merusak tata aturan tersebut. Ego tersebut akan tampil tidak hanya 
dari bersendirian dari kedua gender ini karena mereka saling kait mengait untuk 
membuat ego tersebut berkembang menjadi sikap individualistis yang saling 
menyalahkan. Wanita yang berkuasa karena berada pada sistim matriakat akan 
mempergunakan egonya untuk membelakangi kaum pria. Sebaliknya kaum pria yang 
merasa hidup dengan wanita matriakat dalam kekuasaan berharta ,akan 
mempergunakan kesempatan pula untuk bermalas-malasan dengan hanya duduk 
menopang dagu memakan harta istri/wanita. Sikap dari kedua gender
 ini akan melahirkan ego yang ditindas dan menindas. 

Maka tak ada salahnya kalau aku merasa terdorong untuk mengupas masalah 
ini,karena disebabkan begitu kentalnya darah minang melekat pada diriku. Dan 
dengan jujur kusampaikan bahwa watak wanita minang yang terbentuk dari adatnya 
adapula melekat dalam diriku. Aku yakin, semua wanita minang yang merasa 
mempunyai darah minang yang kental mengalir pada dirinya akan merasakan hal 
yang sama denganku. Dan dengan jujur pula aku sampaikan bahwa akupun pernah 
melalui masa “transisi” berumah tangga dalam menselaraskan kehidupan kami, agar 
tetap seimbang. Perbedaan pandangan dan prinsip hidup pernah terbagi dua antara 
kami suami istri karena berasal dari adat dan budaya yang berbeda. Aku dari 
minang, suamiku dari Jawa. Namun ini bukanlah masalah adat, tapi adalah dari 
“ego” kita masing-masing. Aku yakin, sikap Nirita,Lulu maupun Ranti juga lahir 
karena ego bukan karena adat. Adat memang membentuk wanita minang menjadi sosok 
yang kuat,tegas dan mandiri. Tapi
 adat tidak mengolah mereka menjadi sosok yang merasa lebih benar dan jauh dari 
timbang rasa. Ada kalanya memang wanita minang harus terpaksa tampil lebih dulu 
seperti yang dilakukan Ranti. Sikap mandiri darah minangnya membuat ia tampil 
sebagai pengambil keputusan disaat kehidupan sudah menuntut untuk adanya sebuah 
keputusan. Sebaliknya sikap Nirita dan Lulu adalah sikap keras dan tegas yang 
lebih mencondongkan ego,sehingga timbullah kesalah pahaman dalam keterlanjuran 
sikap berkuasa bagi wanita minang itu sendiri disini. Mungkin keruwetan buhul 
perkawinan dua orang saudara kenalan baru kami diperhelatan dua hari yang lalu 
juga begitu adanya. 

Akhir kata, memang tuntutan untuk kesetaraan gender atau emansipasi atau apalah 
namanya haruslah dikaji ulang.Bila tuntutan itu ternyata menimbulkan sebuah 
kesombongan, sikap menguasai dan merasa harus melebihi kaum pria atau bahkan 
yang lebih parah lagi adalah merendahkan dan melecehkan martabat kaum 
pria,tentulah ini sudah salah pemahamannya. Artinya, bila ia seorang wanita 
lajang iapun harus memahami batas-batas pergaulannya yang tidak merusak 
norma-norma kaedah dirinya sendiri sebagai wanita. Baik itu batas dalam 
memperoleh pendidikan, lapangan kerja maupun sebuah kekuasaan. Bila ia seorang 
istri, tentulah yang pertama yang menjadi panutan dan tempat ia bersepakat 
adalah suami sendiri.Walaupun pendidikan, kedudukan atau penghasilannya lebih 
memadai dari sang suami adalah suatu kewajiban utama baginya untuk tetap berada 
dibelakang suaminya. Selayaknyalah ia harus terlebih dahulu mendengar dan 
bertindak sesuai arahan suami kecuali bila keadaan tidak
 memungkinkan lagi untuk berbuat demikian. Semoga tulisan ini dapat menjadi 
pedoman diriku sendiri, teman2ku wanita maupun pria, baik yang berdarah minang 
maupun bukan. 

Kuala Lumpur , 21 November 2009 
referensi : dari buku2 karangan Zuriati dan Amir M.S serta blog2 di internet 
serta hasil pandangan pribadi. 
*) ditulis dalam catatan pada FB oleh Desni Intan Suri
 
http://www.padangmedia.com/?mod=artikel&j=2&id=250
 The above message is for the intended recipient only and may contain 
confidential information and/or may be subject to legal privilege. If you are 
not the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination, 
distribution, or copying of this message, or any attachment, is strictly 
prohibited. If it has reached you in error please inform us immediately by 
reply e-mail or telephone, reversing the charge if necessary. Please delete the 
message and the reply (if it contains the original message) thereafter. Thank 
you. 





      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke