Terima kasih, Sanak Suryadi. Kalau tak salah, pesisir Sumatera Barat pernah diperintah Aceh (Tiku?) ,jadi sudah ada hubungan sejarah . 'Anak jameu' di Meulaboh malah berbahasa Minang. Sehubungan dgn itu rasanya baik juga kita adopsi/adapsi lembaga adat Aceh 'panglima laot' ini, apalagi akan ada manfaatnya bagi masyarakat pesisir kita.
Terkirim dari telepon Nokia saya -----Pesan Asli----- Dari: Lies Suryadi Terkirim: 03-01-2010 02.24.15 Subjek: Bls: [...@ntau-net] 'Panglima Adat Laut Pesisir Minangkabau' Pak Saaf yang baik dan dunsanak di Palanta, Sejauh yang saya ketahui, setelah banyak membaca surat2 Melayu dari Indonesia timur, banyak kerajaan lokal di Indonesia timur pada masa lampau--Buton, Bima, Sumbawa, Gowa, Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo, Hitu, Raja Ampat, dll.--memiliki pejabat tinggi di bawah raja yang disebut KAPITALAO (Indonesia: Kapten Laut). Malah Buton memiliki dua KAPITALAO, sesuai dengan kebutuhan yang didasarkan atas letak geografis daerahnya, yaitu KAPITALAO MATANAYO dan KAPITALAO SUKANAYO. Secara struktural KAPITALAO berada di bawah perintah raja. Fungsinya adalah untuk menjaga wilayah laut kerajaan yang bersangkutan, menerapkan undang2 kerajaan yang bersangkutan yang terkait dengan hasil laut dan kejadian2 di laut (misalnya di Buton dulu ada undang2 bahwa setiap kapal asing yang karam di perairannya, maka harta milik kapal itu berhak diambil oleh kerajaan), dan tentu saja mengonsolidasikan kekuatan perang di laut apabila kerajaan diserang oleh musuh. Tugas KAPITALO berbeda dengan tugas SYAHBANDAR yang juga terkait dengan kelautan. Tapi tugas SYAHBANDAR hanya mengatur pelabuhan, dan menetapkan jumlah pajak dan menarik pajak bagi kapal2 yang masuk. Bima, misalnya memiliki undang2 sendiri yang mengatur pelabuhannya, yaitu UNDANG-UNDANG BANDAR BIMA (lihat: Salahuddin dan Mulyadi, 1992). Orang2 Bugis memiliki HUKUM PELAYARAN DAN PERDAGANGAN AMANNA GAPPA (lihat: Tobing, 1977). Salah seorang yg banyak meneliti teknologi kelautan orang Bugis yang luar biasa itu bernama Horst Liebner, antropolog kelautan asal Jerman (temukan nama dan karya2nya di mak Google!). Ini sekedar contoh saja. Jelaslah bahwa dulu kerajaan2 lokal di Indonesia timur sangat berorientasi maritim, hal yang hilang dan sering dikeluhkan di zaman Indonesia modern ini, yang badugo mambuek MALL tapi indak pandai mambuek KAPA. Sejauh yang saya ketahui, untuk wilayah Indonesia barat, hanya Aceh yang pernah punya "panglima laot' (seperti disebut dalam artikel Jawa Pos itu). Mungkin Sriwijaya dulu juga juga punya. Tapi untuk Minangkabau, saya belum pernah menemukan data otentik tentang adanya jabatan ini, kecuali bahwa dalam Kaba Anggun Nan Tongga Magek Jabang digambarkan tentang Anggun nan gagah berani mengharungi laut. Juga dalam Kaba Sutan Pangaduan dan Sutan Lembak Tuah. Tapi karena ini cerita (satra rakyat), kita harus hati2: jangan2 ini semacam shadow culture untuk menandingi kejayaan orang asing (Portugis, dan kemudian Belanda) dalam teks, sama halnya dengan film RAMBO yang memperlihatkan keperkasaan Amerika di Vietnam (padahal Amerika dibuat kocar-kacir oleh pasukan Vietcong yang luar biasa itu). Ini juga mengingatkan kita pada penciptaan mitos NYI LORO KIDUL di Laut Selatan, yang menurut beberapa pakar sebenarnya adalah shadow culture yang direkayasa oleh Kerajaan Jawa dalam teks (mitos) karena mereka sudah tak berdaya melawan keperkasaan Belanda di Laut Jawa (utara). Saya kira Minangkabau (dalam hal ini Pagaruyung) adalah kerajaan yang berorientasi daratan(mungkin saya salah). Tapi mungkin beda dengan, misalnya, Kerajaan Indrapura, dll. Tapi yang jelas, kerajaan2 itu kecil sekali dan tak pernah benar2 berjaya di laut. Kalaupun orang Minangkabau pesisir pernah 'berjaya' di laut, itu lebih terkait dg perdanganan lokal, bukan dalam arti kuasa kerajaan, seperti terefleksi dalam Hikayat Nakhoda Muda (lihat: Drewes 1961) atau Riwayat Hidup Muhammad Saleh Dt. Urang Kayo Basa, pedagang besar pribumi asal Pariaman (1945). Akan halnya Melayu, saya juga belum menemukan jabatan kapten laut ini dalam data2 yg otentik. Cerita tentang Panglima Hang Tuah, dalam banyak hal, sebenarnya mirip dengan Kaba Anggun Nan Tongga. Ini mengingatkan saya pada satu buku Umar Junus (orang awak asal Silungkang yg menjadi prof. di Univ. Malaya) bahwa membaca chronicle Sejarah Melayu sebenarnya adalah membaca kekalahan Melaka dari Portugis. Jangan2 cerita tentang Hang Tuah sebenarnya juga semacam shadow culture yang muncul menyusul ditaklukkannya Melaka oleh Portugis pada 1511. Sekali lagi, benar bahwa untuk Indonesia barat, hanya Aceh yang pernah berjaya di laut. Kerajaan Aceh, khususnya ketika berada di bawah kuasa Sultan Iskandar Muda, sempat membuat Portugis, salah satu kekuatan laut dunia yg hebat waktu itu, kocar kacir. Mereka berkali2 menyerang portugis di Malaka untuk mempertahankan hegemoni mereka di Selat Malaka, walau akhirnya kalah. DAN INI JELAS KARENA DALAM STRUKTUR PEMERINTAHANNYA, MEREKA MEMPERHATIKAN ASPEK KELAUTAN, TERBUKTI DARI ADANYA JABATAN PANGLIMA LAUT. Di Indonesia Timur, pahlawan nasional kita dari Tidore (Belanda menyebutkan 'zee rover/bajak laut'), SULTAN NUKU, berhasil mengenyahkan Belanda dari Maluku Utara. Dengan kepintarannya, dengan pengalamannya yg hebat di laut, dia berhasil mengonsolidasikan kekuatan rakyat di Maluku utara, mulai dari Tidore sampai Seram Selatan, untuk melawan Belanda. Perang yang dipimpinnya (c.1780-1810) berhasil mengenyahkan Belanda dari bumi Maluku. Saya kita inilah salah satu perlawanan yang berciri nasional yang awal, dalam arti bahwa Sultan Nuku menghimpun etnis yang berbeda2 untuk melawan Belanda. Sekarang kita dalam alam Indonesia modern. Laut kita luas, ikannya banyak. Tapi isinya kebanyakan DICURI OLEH NELAYAN ASING, belum lagi kandungan2 lain yg ada di dasarnya. ANAK2 MUDA KITA TAKUT MANDI DI OMBAK (LUCU!!!! PASTI INI 'MENIJIKKAN' BAGI KAWAN SAYA SEPERTI JEPE). MEREKA DIBUAT LEMBEK OLEH 'KUDO JAPANG', HAPE BARU, dll. Mampukah pemimpin bangsa ini mengubah orientasi negara ini yang sudah cukup lama melupakan lautnya? Mampukan pemimpin bangsa ini menciptakan generasi muda yang GALINGGAMAN melihat ombak dan anyir ikan? Sukarno pernah memikirkan ini ketika dia mengirim ratusan pemuda kita bersekolah ke EropaTimur dan Rusia untuk mempelajari teknologi kelautan (saya bertemu dengan beberapa orang exile dari generasi ini di Rusia, Jerman dan Belanda). Tapi semua itu berantakan karena Revolusi 1965. Saya kira, meminjam kata2 Pak Saaf, masih ada harapan. Kita harus belajar dari sejarah. Apakah Menteri Kelautan memikirkan untuk membuat pusat2 penelitian kelautan di Sorong sana, di Kupang, di Barus, di Natuna, di Sangir Talaud, Muncar, Bau-Bau, dll? Saya kira sudah waktunya kita, secara riil berdaulat di laut kita. Sudah saatnya nelayan2 kita menjadi sejahtera karena kekayaan laut kita yang berlimpah itu (seperti saya lihat di Belanda ini). Kalau tidak, ya...ikan2 tuna yang sebesar bayi dari Laut Banda itu (ini saya lihat dg mata kepala sendiri di satu pabrik pengasapan ikan di Buton) hanya akan membuat sehat orang Jepang, Amerika, dan Eropa saja.... (maaf....saya bermimpi..) Wassalam, Suryadi --- Pada Sab, 2/1/10, Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com> menulis: Dari: Dr.Saafroedin BAHAR <saaf10...@yahoo.com> Judul: [...@ntau-net] 'Panglima Adat Laut Pesisir Minangkabau' Kepada: "rantaunet rantaunet rantaunet" <RantauNet@googlegroups.com> Tanggal: Sabtu, 2 Januari, 2010, 9:16 PM Assalamualaikum w.w. para sanak sa palanta, Berita Jawa Pos tentang 'panglima laot' menurut adat Aceh di bawah ini menggelitik saya untuk mengajukan konsep 'Panglima Laut Pesisir Minangkabau', karena tiga hal. Pertama saya pernah membaca kaba .Nan Tongga Magek Jabang.' yang kisahnya mengelai petualangan di laut. Kedua saya juga pernah membaca kaba tersebut, tapi terkait dengan suku Bugis, dengan judul 'Arung Makkunrai ri Lodana'. Ketiga, menurut sejarah, yang mengislam Filipina Selatan dan tanah Bugis adalah datuk-datuk dari Minangkabau. [Tentunya datuk yang biasa menempuh gelombang lautan.] Kita juga punya 'korps pelaut', yang berdiam sepanjang pantai Sumatera Barat, sejak dari Pesisir Selatan sampai ke Pasaman, yang hanya terdiri dari nelayan yang umumnya miskin. Beda dengan nelayan Thailand atau Jepang. Kita juga pernah punya galangan kapal di Teluk Bayur, yang lenyap entah mengapa. Bagaimana kalau potensi terpendam ini kita hidupkan lagi, apalagi Lautan Hindia di depan pantai Sumbar [kabarnya] sangat kaya dengan ikan ? Bagaimana kalau LKAAM -- atau siapapun -- merintis pengangkatan 'Panglima Adat Laut Pesisir Minangkabau' menikam jejak Nan Tongga Magek Jabang ? Btw apakah ada akademi pelayaran atau akademi perikanan di Padang ? Atau kita akan tetap berkutat di darat, yang lahannya demikian terbatas ? Bukankah demikian banyak pencari kerja yang memerlukan lapangan kerja, yang di laut tersedia demikian banyak ? Wassalam, Saafroedin Bahar (Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/ -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe