Assalammualaikum Wr Wb Yth. Dunsanak di palanta Lapau.
Untuk bacaan hari libur minggu ambo postingkan berita nan kalua hari Sabtu 06/02/10 pado salah satu koran harian nan tabik di Padang tantang Mari Bersahabat dengan Gempa oleh: Badrul Mustaf (Ketua HAGI KomWil SumBar). moga-moga ada mamfaatnyo Mari Bersahabat dengan Gempa oleh: Badrul Mustafa (Ketua HAGI KomWil SumBar) Setelah gempa besar dan dahsyat mengguncang Sumatera Barat tanggal 30 September 2009 yang lalu, ternyata trauma sebagian masyarakat bukannya berkurang, malah bertambah dengan adanya isyu gempa (yang lebih besar) dan tsunami yang siap menghantam kembali Sumatera Barat. Isyu ini dilontarkan oleh seorang pakar Irlandia, Professor John McCloskey, seperti yang dikutip harian ini Selasa lalu (19/01/2010). Pendapat ini sama dengan pendapat pakar terdahulu, yakni Danny Hilman dkk. Dasar pendapatnya adalah setelah gempa 30/09/09 yang lalu, menurut catatan GPS (Global Positioning System), posisi pulau Siberut tidak bergerak kembali ke arah menjauhi pulau Sumatera. Padahal menurut teorinya, yang dikembangkan oleh Danny Hilman dan kawan-kawan, pulau-pulau terluar di depan Sumatera, mulai dari Simeulue, Nias, Mentawai sampai Enggano, akan terdorong sedikit demi sedikit ke arah Sumatera akibat dorongan lempeng India-Australia terhadap Eurasia sehingga jaraknya mendekat. Ketika gempa terjadi mengikuti siklusnya di daerah tersebut, maka pulau-pulau tadi yang dekat dengan episenter gempa akan kembali menjauh setelah gempa. Jadi ia diibaratkan sebuah per, yang bergerak bolak-balik mengikuti arah tekanan. Teori ini sebetulnya baru diperkenalkan oleh team LIPI bekerjasama dengan Caltech (California Institute of Technology), yakni sekitar tahun 2005/2006. Team ini melakukan penelitian dengan menempatkan GPS di Mentawai dan di daratan pulau Sumatera untuk memantau pergerakan dan posisi pulau-pulau terluar ini terhadap Sumatera. Professor John McCloskey menulis di jurnal ilmiah, yang berpendapat sama dengan yang pernah dilontarkan oleh Danny Hilman dkk., yang kemudian sampai ke media umum. Danny Hilman juga mengomentari gempa 30/09/09, bahwa gempa tersebut bukan akibat tumbukan (subduksi) lempeng India-Australia terhadap Eurasia, sehingga menurutnya, energi tumbukan ini belum lepas, yang ditunjukkan oleh belum kembalinya Pulau Siberut ke posisi awal. Di sinilah titik perdebatan muncul. Saya berpendapat bahwa gempa 30/09/09 adalah produk dari tumbukan kedua lempeng yang disebutkan di atas. Alasannya adalah kedalaman pusat gempa sekitar 78 km di bawah permukaan laut. Kalau kita lihat bidang Benioff Zone, yakni bidang miring akibat menyelusupnya lempeng India-Australia di bawah Eurasia pada busur Sunda, maka kedalaman pusat gempa kemarin itu sudah berada pada bidang tumbukan. Kemudian, kalau gempa 30/09/09 bukan produk subduksi, lalu darimana energi gempa tersebut? Kalau energinya berasal dari Sesar (transform) Mentawai, maka tidak mungkin kedalamannya sampai sejauh itu. Biasanya gempa yang disebabkan oleh pergerakan sesar transform tidak dalam, sebagaimana biasanya pula, patahan tersebut tidak dalam. Karena itulah gempa yang terjadi di daratan Sumatera akibat Sesar Semangko banyak menimbulkan kerusakan karena pusat gempanya dangkal sekali, sama seperti yang terjadi tanggal 12 Januari 2010 di Haiti. Begitu juga gempa yang terjadi di Turki, Iran, China dan lain-lain akibat patahan/sesar mendatar menimbulkan korban yang banyak karena kedalaman gempanya sangat dangkal, yang dekat dengan pemukiman. Memang persoalan ini tidak sederhana. Kalau gempa 30/09 itu merupakan produk subduksi, memang aneh jadinya kalau pulau Siberut masih terkunci, yang belum kembali ke posisi semula. Nah, dengan adanya keraguan semacam ini, maka sangat disesalkan apabila seorang pakar melemparkan pendapatnya ke tengah-tengah masyarakat. Mestinya pendapat ini cukup menjadi perdebatan dalam sebuah seminar atau diskusi, tanpa dipublikasikan melalui media cetak atau elektronik. Sejak ada pendapat yang mengatakan bahwa siklus gempa 200 tahun di blok Siberut belum terjadi, artinya gempa besar, bahkan disebutkan lebih besar dari yang 30/09/09, masyarakat banyak yang resah. Beberapa pengusaha keturunan sudah ada yang pindah ke daerah lain seperti Jakarta, Riau atau Jambi. Pendapat terakhir dari John McCloskey menyebabkan pasar sempat sepi, jual-beli minim, kunjungan wisata berkurang. Apalagi beberapa hari sesudah pendapat John McCloskey keluar, muncul pula pendapat Prof. Goto Yozo, pakar bangunan dari Jepang yang melakukan penelitian terhadap bangunan yang runtuh di Padang akibat gempa 30/09/09. Pakar Jepang ini juga mengutip atau mendaur ulang pendapat pakar LIPI. Mereka seperti yang diakui sendiri ketika penulis mengomentari presentasinya di Balaikota Padang, bukan pakar gempa (geofisika/geologi), tapi civil engineer. Namun prediksinya tentang gempa ini telah membuat heboh Padang/SumBar. Penulis sering mendapat pertanyaan sekitar isyu-isyu ini. Penulis diminta pula memberikan komentar melalui dialog interaktif di RRI. Salah satu hal yang penulis sampaikan adalah bahwa ambil saja hal positif dari isyu tersebut, yakni agar kita lebih waspada lagi, terutama dalam menyiapkan bangunan tahan gempa sesuai dengan standar kelayakan teknik sipil. Isyu tersebut mungkin lebih ditujukan kepada Pemko Padang dan Pemda lain yang berada di pesisir Sumatera Barat agar lebih meningkatkan kewaspadaan apabila suatu saat ada gempa (agak) besar lagi. Rencana-rencana yang telah disusun agar segera diwujudkan, seperti menyiapkan peta jalur evakuasi, memperlebar jalan/jalur evakuasi, atau bahkan membuat jalan-jalan baru tegak lurus pantai, membangun shelter sampai sea wall. IMB yang diberikan kepada bangunan-bangunan baru yang akan dibangun dipastikan sesuai dengan standar kelayakan teknik sipil, sesuai dengan SNI 2002. Terutama pengawasan harus dilakukan dengan ketat agar gedung yang dibangun sesuai dengan rancangan. Tidak menyimpang. Menyinggung kembali masalah isyu tentang gempa besar dan tsunami yang dilontarkan John McCloskey, kalau kepadanya kita tanyakan apa yang harus kita lakukan, apa harus mengungsi. Kalau mengungsi kemana, mulai kapan dan sampai kapan, dipastikan ia tidak akan bisa menjawabnya. Begitu juga kepada pakar lain pelontar isyu sejenis. Paling dijawab waspada, waspada dan waspada. Dari dulu kita memang (mestinya) sudah waspada. Dengan adanya isyu, sebagian malah menjadi sangat ketakutan sehingga meresponnya dengan cara yang kurang rasional dan proporsional. Contohnya seperti tadi, ada yang pindah ke Jakarta dan Pekanbaru, bahkan Solok. Jelas ini tidak tepat, karena daerah yang dipilih masih daerah yang rawan gempa. Ada pula menurut Dinas Pendidikan Kota Padang sejumlah orangtua murid yang memindahkan anak-anaknya bersekolah ke Jakarta dan Pekanbaru, menumpang kepada familinya di sana. Sudah lebih 1000 orang yang pindah dari Padang. Anehnya orangtua tersebut tetap berada/bekerja di Padang. Tentu sekali waktu anak-anaknya tersebut pulang berlibur ke Padang, ke tempat orangtuanya. Karena sampai sekarang gempa belum bisa diramal waktu terjadinya, tentu si anak dapat saja shock kalau terjadi gempa sewaktu ia datang berlibur tersebut. Jadi kalau mau pindah juga, harusnya ke Kalimantan, Bangka Belitung atau Kepri. Pulau-pulau ini dapat dikatakan aman dari goyangan gempa. Kemudian jangan pernah keluar dari pulau tersebut sampai meninggal dunia. Jadi, sikap yang baik dalam menghadapi gempa adalah kita tetap hidup berdampingan dengan gempa tersebut. Kita persiapkan diri kita dengan lebih baik, misalnya terutama dengan membuat atau memperkuat bangunan, mengatur barang-barang di rumah seperti lemari, rak dll dalam kondisi stabil. Lemari besar sebaiknya dipakukan ke dinding, barang yang lebih berat disimpan pada posisi lebih ke bawah. Kita dapat mencontoh Jepang dalam menghadapi gempa dan tsunami ini. Jepang memiliki jumlah gempa yang lebih besar dibanding Indonesia. Tapi mereka tidak panik, tidak muncul keinginan untuk meninggalkan negerinya untuk menetap di daerah/negara lain yang tidak rawan gempa. Mereka siasati gempa tersebut dengan membangun struktur tahan gempa, sebagai aplikasi dari ilmu earthquake engineering. Dengan begitu, bila terjadi gempa atau tsunami, kerugian yang timbul dapat diminimalisir. Penting untuk disimak hasil penelitian team Jepang baru-baru ini di bawah pimpinan Dr. Goto Yoso terhadap banyak bangunan yang rusak di Padang setelah gempa 30/09/09, yang dipaparkannya di Balaikota Padang tanggal 22/01/2010. (Catatan penulis: kajian team ini tentang bangunan tahan gempa sangat baik, tapi tidak untuk prediksinya tentang gempa/tsunami yang akan terjadi, karena mereka bukan pakar gempa dan hanya mengutip pendapat orang lain). Pada umumnya bangunan yang rusak tidak memenuhi standar kelayakan teknik sipil. Ia mengatakan bahwa kalau kita membangun mengacu kepada SNI 2002, barangkali tidak ada bangunan yang hancur. Jadi membuat bangunan sesuai standar menjadi kunci dalam mewaspadai gempa. Ketika kita selamat dari gempa karena bangunan tempat kita berada waktu gempa terjadi tidak rusak/rubuh, lalu ada warning untuk evakuasi dari tsunami, maka kita punya cukup waktu untuk menuju zona aman. Syaratnya tidak membawa kendaraan, terutama roda empat. Karena belajar dari beberapa kejadian yang lalu, kendaraan tidak menolong. Tidak sampai dua menit setelah gempa jalanan langsung macet oleh kendaraan-kendaraan ini, sehingga kalau terjadi tsunami waktu itu, kemacetan di zona merah ini akan menimbulkan korban yang besar. Jadi evakuasi dari tsunami harus dengan jalan kaki. Hanya sedikit kendaraan yang boleh lewat seperti ambulan atau kendaraan yang membawa korban sakit atau meninggal akibat gempa. Kesimpulannya, jangan takut terhadap gempa dan tsunami. Perkuat bangunan sesuai standar yang ada, kemudian berserah diri kepada Allah SWT. Get your preferred Email name! Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/ -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe