Assalamualaikum w.w. Sanak Zulkarnain Kahar dan pasa sanak sa palanta,Sungguh, 
setelah 44 tahun 'berminang-minang' (ini istilah Prof Fasli Jalal sewaktu 
beliau menjadi Ketua Umum Gebu Minang dahulu) saya akhirnya juga sampai pada 
kesimpulan yang sama dengan Sanak, yaitu : apakah memang ada yang dinamakan 
'orang Minang'' itu ? Apakah kita ini -- seperti halnya dengan orang Arab -- 
hanya kumpulan warga suatu suku/kabilah, dan hanya secara kebetulan secara 
kolektif punya bahasa dan adat yang kurang lebih sama, dan tanpa suatu struktur 
yang bisa menyatukan kita untuk merancang dan mewujudkan suatu cita-cita 
bersama, kalau ada ?
Saya merumuskan gejala yang Sanak tengarai ini sebagai Minangkabau yang 
'terfragmentasi' dan Minangkabau yang merupakan suatu 'low trust society'. 
Rasanya tidak ada konsep lain yang bisa menerangkan mengapa demikian sulit 
untuk mengajak kita orang Minang untuk membuat program atau kegiatan 
bersama. Rumusan Sanak bahwa 'kita bukan sapulidi, kita lebih memilih jadi 
tiang-tiang sendiri" merangkum dengan baik sekali seluruh kepribadian kita 
sebagai orang Minang. Capt. Darul Makmur merumuskannya sebagai berikut: 'kita 
bisa sama-sama bekerja, tetapi tidak bisa bekerja sama". Secara harfiah 
rumusannya berbeda, tetapi intinya sama. Baru-baru ini pak Mochtar Naim 
menambah pensifatan ini dengan menyatakan bahwa kita orang Minang adalah orang 
yang 'melankolik', orang yang suka 'baibo-ibo', yang dalam pandangan saya hanya 
merupakan akibat saja dari keseluruhan akar masalah kita.Menurut penglihatan 
saya, memang hal itulah satu-satunya konsep yang bisa menerangkan
 seluruh peristiwa sejarah [yang rasanya bersifat tragis] yang besar-besar yang 
terkait dengan Minangkabau: sejak dari Gerakan dan Perang Paderi (1803-1838), 
demikian banyak pemberontakan melawan Belanda, konflik antara Kaum Tuo dan 
Mudo; PDRI, PRRI, dan jangan lupa: juga kasus tuntutan 'spin off'' Semen 
Padang, yang lenyap berlalu demikian saja, setelah digerakkan demikian riuh 
rendah. Hal itu juga yang bisa menerangkan mengapa hampir mustahilnya membentuk 
'West Sumatra Tourism Development Board/WSTB" yang saya coba bersama beberapa 
teman untuk membentuknya beberapa tahun terakhir ini.Lantas apa yang bisa kita 
perbuat selanjutnya ?Kelihatannya ada dua pilihan: 1)  menyerah dan membiarkan 
saja keadaan tersebut, dan mengatakan : 'yah, memang itulah Minangkabau'; dan 
2)  mencoba mencari jalan agar kita bukan hanya bisa 'sama-sama bekerja', 
tetapi juga bisa 'bekerja sama'. Saya memilih yang kedua, walau saya sadar 
pilihan ini bagaikan kata pepatah :
 'coba-coba menanam mumbang'. Bisa berhasil dan bisa -- amat bisa -- tidak 
berhasil. Secara rohaniah, saya sangat termotivasi oleh Surah Al Hujurah yang 
mengingatkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau bukan kaum 
itu sendiri yang mengubahnya. Secara pribadi saya teringat pada ajaran agama, 
bahwa suatu amal yang didorong oleh niat baik, jika berhasil dapat dua pahala, 
dan jika gagal dapat satu pahala. Lumayan.Inilah yang melatar belakangi obsesi 
saya dalam tahun-tahun terakhir ini untuk mencoba dengan tidak putus-putusnya 
merumuskan serta menindaklanjuti doktrin ABS SBK, yang secara informal kita 
percayai sebagai 'jati diti' Minangkabau. Dalam pandangan saya secara pribadi, 
sungguh heran mengapa semua orang Minang [?] seakan-akan sepakat bahwa ABS SBK 
adalah 'jati diri' Minangkabau, namun ketika akan dicoba merumuskan secara 
lebih jernih, lebih konsisten, dan lebih koheren. segera muncul berbagai 
persyaratan ['conditionalities'] dan
 keengganan mengenai banyak hal, sehingga tidaklah mudah untuk bersikap 
'istiqomah', koheren, dan konsisten. [ Namun hal ini pasti menarik secara 
intelektual, yang tertarik dengan gejala yang disebut sebagai 'anomali' 
ini]Syukur Alhamdulillah, setapak demi setapak akhir-akhir ini kelihatannya 
sudah mulai ada kemajuan. Mungkin belum terlihat nyata, namun beberapa rumusan 
awal sudah bisa disepakati,minimal di antara pegiat Rantau Net ini. [Di 
lapangan, keadaannya belum banyak berubah. Saya menemukan kenyataan tersebut 
sewaktu mencoba mengundang tokoh-tokoh Ranah untuk membentuk sebuah Sekretariat 
Bersama Penanggulangan Bencana di Sumatera Barat baru-baru ini.Bahkan untuk 
menghadiri undangan saja, banyak yang enggan. Undangan rapat baru dihadiri 
setelah saya minta tolong kepada Korem 032 Wirabraja !]Dalam bulan-bulan 
mendatang, bersama rekan-rekan di Gebu Minang, saya akan terus berusaha agar 
kita orang Minang tidak hanya bisa menjadi 'tiang-tiang sendiri',
 tetapi juga bisa jadi 'sapu lidi'. Wahananya adalah Kongres Kebudayaan 
Minangkabau, Juli atau Agustus mendatang.Apakah mungkin berhasil ? Saya tidak 
tahu. Bagaimana kalau tidak berhasil ? Itu terserah Allah swt. Beban pada saya 
-- dan mungkin juga pada kita semua -- adalah berikhtiar.Wallahualambissawab.
Wassalam,
Saafroedin Bahar(Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) 


--- On Wed, 2/17/10, Zulkarnain Kahar <kahar_zulkarn...@yahoo.com> wrote:

From: Zulkarnain Kahar <kahar_zulkarn...@yahoo.com>
Subject: [...@ntau-net] Kita bukan sapulidi kita lebih memilih jadi tiang 
-tiang  sendiri.
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Wednesday, February 17, 2010, 10:55 PM


Urang Minang,
 
Apa iya ada urang Minang, bukannya urang Maninjau atau urang Bukik , Padang, 
Pariaman dll. Lalu apa iya ada urang Maninjau, bukan-nya kaum kaum dan suku 
suku. Mengecil  lagi  saya urang malayu, malayu mana tipak di saya.  Ada banyak 
Malayu ( malayu kukuban, koto kaciak, malayu pasa dan lain lain) 
 
"What is my main responsibilty as a Malayu terakhir dari rangkaian atom 
komuniti malayu kecil  ini?. 
 
Wong kito Galo, awak aceh mandum, Alak kita dari Tapanuli dll. Mereka ini bisa 
saja bertikai sesama mereka tapi bila berhadapan dengan orang luar mereka 
bersatu. Mereka punya "power". 
 
Nah kita, sesama kita bertikai bila menghadapi orang luar lari satu satu.. 
karena kita selalu merasa lebih pintar dari si Minang yang lain...
 
Ujung ujungnya kita sudah diceraiberaikan oleh kita sendiri, tak perlu bantuan 
tangan belanda untuk mengotak-ngotakan kita karena kita bangga dengan Ikatan 
ikatan kecil kita. Kita bukan sapulidi kita lebih memilih jadi Tiang tiang 
sendiri.
 
Zulkarnain Kahar
 - 
 
.




      

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke