Esok kita memepringati Maulud Nabi Muhammad
Saya teriingat sahabat lama saya Ndirsyah hosen
Ngn saya sajikan tuliisannya
[Hikmah Maulid Nabi] Mengenang Akhlak Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam


oleh Ustadz KH. Nadirsyah Hosen*

A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim Bismillahirrahmanirrahim Allahumma 
salli 'ala sayyidina Muhammadin wa 'ala aalihi wa sahbihi wasallim

Setelah Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota Madinah 
bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang 
Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab 
badui menemui Umar dan dia meminta, "Ceritakan padaku akhlak Muhammad!". Umar 
menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh 
Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg 
sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat 
menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib. 

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior 
Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. 

Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai 
heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, 
bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup 
menceritakan akhlak Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam. Dengan berharap-harap 
cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, "Ceritakan 
padaku keindahan dunia ini!." Badui ini menjawab, "Bagaimana mungkin aku dapat 
menceritakan segala keindahan dunia ini...." Ali menjawab, "Engkau tak sanggup 
menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia 
ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan 
akhlak Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam, sedangkan Allah telah berfirman 
bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)" 

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam 
yang sering disapa "Khumairah" oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu 
al-Qur'an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an). Seakan-akan Aisyah ingin 
mengatakan bahwa Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam itu bagaikan Al-Qur'an 
berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi 
kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan 
Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu'minun [23]: 1-11. 

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya 
dengan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Kalau mereka diminta menjelaskan 
seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang 
akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu 
fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi 
terakhir ini. 

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi sallAllahu 
'alayhi wasallam, Aisyah hanya menjawab, "Ah semua perilakunya indah." Ketika 
didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang 
isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam 
selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan 
aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'" Apalagi yang dapat lebih 
membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul 
kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang 
juga seorang utusan Allah. 

Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati 
Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. 
Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya 
tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?" Nabi 
Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu 
tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan 
pintu." Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita 
terhadap isteri kita? Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam mengingatkan, 
"berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di 
hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka 
dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka. 

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut 
terlambat datang ke Majelis Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Tempat sudah 
penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak 
ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul sallAllahu 
'alayhi wasallam memanggilnya. Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam memintanya 
duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam 
pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas 
tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban 
tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban 
Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam tersebut. 

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung 
tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk 
kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita 
sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, sebagai 
pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri 
kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, 
sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia. 

Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam juga terkenal suka memuji sahabatnya. 
Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa 
sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul sallAllahu 'alayhi 
wasallam selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul sallAllahu 
'alayhi wasallam ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika 
Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam sakit. Tentang Umar, Rasul sallAllahu 'alayhi 
wasallam pernah berkata, "Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan 
yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain." Dalam riwayat lain disebutkan, 
"Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu 
gelas, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang meminumnya 
sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta'wil) mimpimu itu? 
Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam menjawab "ilmu pengetahuan." 
Tentang Utsman, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam sangat menghargai Utsman 
karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, hingga 
Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul 
sallAllahu 'alayhi wasallam bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak 
sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. "Aku ini kota ilmu, dan Ali 
adalah pintunya." "Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik." 

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya 
sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik 
berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. 
Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita 
belum mengikuti sunnah Nabi. 

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat 
menghormati Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam. Buktinya, dalam 
Al-Qur'an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, 
dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam, Allah 
menyapanya dengan "Wahai Nabi". Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau. 

Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi 
sallAllahu 'alayhi wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul 
sallAllahu 'alayhi wasallam. Mereka ingin Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam 
menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam 
memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: "Angkat Al-Qa'qa bin Ma'bad sebagai 
pemimpin." Kata Umar, "Tidak, angkatlah Al-Aqra' bin Habis." Abu Bakar berkata 
ke Umar, "Kamu hanya ingin membantah aku saja," Umar menjawab, "Aku tidak 
bermaksud membantahmu." Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar 
makin keras. Waktu itu turunlah ayat: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah 
kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya 
Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, 
janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan 
suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika 
bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya" 
(QS. Al-Hujurat 1-2) 

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, "Ya Rasul Allah, demi Allah, 
sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang 
saudara yang membisikkan rahasia." Umar juga berbicara kepada Nabi sallAllahu 
'alayhi wasallam dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah 
peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah 
terhapus. Para sahabat Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam takut akan terhapus 
amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi sallAllahu 'alayhi 
wasallam. 

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam 
didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata pada Nabi 
sallAllahu 'alayhi wasallam, "Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, 
apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami 
kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. 
Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau 
inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami" 

Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik 
ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika 
Utbah berhenti, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bertanya, "Sudah selesaikah, 
Ya Abal Walid?" "Sudah." kata Utbah. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam membalas 
ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, 
Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk 
mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya. 

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi 
sallAllahu 'alayhi wasallam dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, 
tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. 
Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah 
perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah 
mau mendengarkan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dan menyuruh kaumnya 
membiarkan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam berbicara. Jangankan mendengarkan 
pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita 
sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara 
obrolan kita. Masya Allah! 

Ketika Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode hijrah, 
ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam 
bahwa Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam akan mengembalikan siapapun yang pergi 
ke Madinah setelah perginya Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Selang beberapa 
waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu 
'alayhi wasallam. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. 
Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. 
Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dan 
melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam? 
"Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga 
Allah melindungimu." Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu 'alayhi 
wasallam janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu 'alayhi 
wasallam merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, 
bagi Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam janji adalah janji; bahkan meskipun janji 
itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, 
merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi sallAllahu 'alayhi 
wasallam telah menyerap di sanubari kita atau tidak. 

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu 'alayhi 
wasallam berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan 
memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang 
ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan 
dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun 
ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau 
memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan 
tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin 
menuntut qishash hari ini." Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang 
berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap 
"membereskan" orang itu. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun melarangnya. Nabi 
sallAllahu 'alayhi wasallam pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah 
beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam 
keheranan ketika Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam meminta tongkat. Setelah 
Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada 
sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu 
'alayhi wasallam berikan pada mereka. 

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan 
bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Nabi 
sallAllahu 'alayhi wasallam berkata, "Lakukanlah!" 

Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu 
keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu 'alayhi 
wasallam dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah 
untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas 
atas semua perilakumu wahai Rasulullah". Seketika itu juga terdengar ucapan, 
"Allahu Akbar" berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi 
sallAllahu 'alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi sallAllahu 
'alayhi wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu 
bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu 'alayhi 
wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam ke 
hadirat-Nya. 

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya 
merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang 
kita sakiti memaafkan kita. Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pun sangat 
hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila 
ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan 
Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita 
menjadi orang yang muflis. Na'udzu billah Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi 
wasallam ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan 
sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi 
sallAllahu 'alayhi wasallam dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil 
berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang 
telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa 
jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air 
mata. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam melanjutkan, "Bukankah telah kujalani 
hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu 
diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar 
menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari 
Allah.....?" Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, "Benar ya 
Rasul!" 
Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan 
berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!". 
Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah 
menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa 
kita mencintai Rasulullah sallAllahu 'alayhi wasallam. "Ya Allah saksikanlah 
betapa kami mencintainya
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke