Sabtu, 10 April 2010 11:21 

Kekalahan Tiga Babak

OLEH: MURIZAL HAMZAH




Gempa bumi tidak hanya bisa merontokkan gedung bertingkat. Lebih dari itu, 
gempa berkekuatan di atas 7 skala Richter bisa memutar haluan pemikiran seorang 
intelektual dan politikus.

Pergulatan batin itulah yang dialami Indra Jaya Piliang, intelektual muda dari 
Minang, usai bumi Sumatera Barat digoncang gempa pada 28 Maret 2005. 
IJP–sebutan singkat Indra Jaya Piliang–menyadari dirinya tidak bisa berbuat 
banyak untuk mengulurkan tangan di tanah kelahirannya.  

Gempa bumi yang menghancurkan sekolah dasarnya menyadarkan dirinya untuk 
mengubah haluan pemikiran. 

“Hanya politik atau kekuasaan yang bisa menggerakkan orang-orang untuk membantu 
masalah kemanusiaan.“ 

Demi­kian tekad IJP yang paham bahwa politikus bukanlah pekerjaan terkutuk, 
sekalipun lebih banyak orang mengu­tuk­nya. Pekerjaan apa pun bisa masuk 
kategori terkutuk kalau dilakukan oleh orang yang berkelakuan buruk (hal. 100).

Kerja keras pun digelar untuk memulus cita-citanya menjadi anggota DPR RI pada 
Pemilu 9 April 2009 dari Daerah Pemilihan Sumatera Barat 2. IJP mengirim surat 
kepada 226 wali nagari, bukan dengan menelepon satu per satu. Menulis surat 
merupakan rasa hormat terhadap posisi manusia. Penghargaan yang tak memandang 
manusia dalam bingkai nalar instrumental. Ia menampik menggunakan makelar 
politik, sesuatu yang lazim terjadi dalam pentas demokrasi. Ia juga menolak 
membeli kesetiaan pemilih dalam pemilu.

Hasilnya, IJP tidak terpilih sebagai wakil rakyat dari Sumatera Barat. 
Kekalahan pertama ditoreh secara terbuka agar menjadi pelajaran. 

Kekalahan kedua yang dirasakan pedih oleh IJP, yakni pemilihan presiden dan 
wakil presiden pada 8 Juli 2009, di mana ia mendukung Jusuf Kalla. Rakyat 
berpihak pada calon presiden yang dicintai karena kejenakaan dan kecekatannya, 
bukan ditakuti karena kekuasaannya.

Kekalahan ketiga yang menjadi kenangannya yakni pada pemilihan Ketua Umum 
Partai Golkar 7 Oktober 2009. Ia mendukung kandidat Yuddy Chrisnandi yang 
mustahil menang karena termasuk ge­nerasi pelintas batas politik: sesuatu yang 
penting dalam proses keindonesiaan. (hal xv)

Membukukan dan memublikasikan kekalahan dalam dunia politik jarang dilakukan 
oleh para politikus. Butuh keberaniaan yang luar biasa. Keberaniaan yang langka 
dipeluk oleh generasi muda. Generasi tua sudah sering mendudukkan generasi muda 
pada posisi mengekor. IJP sadar, pengalaman di pentas politiknya masih seumur 
jagung. Masih merah dan perlu belajar banyak lagi. 

“Saya memiliki prinsip bahwa setiap orang berhak  menulis sejarah sendiri. 
Selama ini, sejarah identik dengan pihak yang menang. Jarang yang kalah menulis 
sejarah,” tulisnya dalam sekapur sirih berjudul “Pergi Tampak Punggung, Pulang 
Tampak Muka.”

Jusuf Kalla dalam pengantar memuji langkah IJP mendokumentasikan kekalahan 
dalam tiga tahap. Jusuf Kalla memaklumkan sebuah buku yang lahir dalam suasana 
dan bentuk apa pun memberikan sumbangan bagi peradaban. Peradaban kecil, 
menengah, dan besar, baik yang sudah punah atau terus berkembang, diketahui 
melalui buku.

“Tanpa buku, manusia akan kehilang­an arah dan tersesat, seperti pelaut yang 
memutuskan mengarungi samudera tanpa memiliki peta atau kompas,” tegas Jusuf 
Kalla dalam pengantarnya  yang diberi judul “Belajar untuk Tidak Tersesat.”

Secara keseluruhan, buku setebal  3,2 sentimeter ini tidak membosankan 
ditelaah. Ditulis dalam bahasa yang mengalir seperti ombak. Disusun berdasarkan 
kronologi dari sejak lahir hingga bekerja di lembaga pemikir. Tidak ada 
kutipan-kutipan berbagai teori politik atau komunikasi. Semua terdedah secara 
alami. 

Menelaah keseluruhan isi buku ini ibarat melakukan ziarah ke masa lalu penulis. 
Untuk hal ini, kita patut salut pada penulis yang memiliki kedalaman ingatan 
yang kuat ini, sehingga mampu merekonstruksi masa kecil dan remajanya dalam 
rangkai kata yang menakjubkan. Ibarat membaca “novel politik.” 

Siapa yang menduga, IJP berjualan es pada masa SD, berdagang sate padang, atau 
menjadi office boy di Apartemen Rasuna setelah tamat kuliah.  
Otobiografi yang ringan dijinjing ini tidak marak dengan jutaan kata-kata. Ada 
selingan foto-foto hitam putih plus tabel. Ada 27 bab yang dilengkapi 20 
penulis testimoni. 

Ada yang menyodorkan kritik seperti yang dipaparkan oleh sejawatnya, Teuku 
Kemal Fasya. Antropolog dari Aceh ini mengingatkan keputusan IJP memasuki 
politik dengan menjadi kader Golkar menyebab­kan ia seperti seseorang yang yang 
terlalu lama tidur siang dan bangun di kepekatan senja, sehingga menyangka pagi 
telah datang. 
Pujian pun berhamburan, antara lain oleh kader Partai Amanat Nasional Bima Arya 
Sugiarto PhD. Ia mengatakan bahwa tidak banyak orang mau belajar dari 
kekalahan, apalagi menulis buku tentang kekalahannya. Bagi IJP, politik 
bukanlah sekadar hasil, namun juga proses.” 

Akhirulkalam, membeberkan faktor-faktor kekalahan mengantar seseorang pada 
tingkat tertinggi untuk belajar lagi. Pesan Jusuf Kalla terhadap pembaca yang 
termaktub di sampul depan buku ini, sungguh singkat dan padat dengan aroma 
promosi. 

“Buku ini layak dibaca oleh siapa pun yang masih percaya bahwa kekalahan 
hanyalah sekadar tempelan sesaat dari pengalaman-pengalaman hidup yang lebih 
kaya. “

Penulis resensi adalah editor buku Aceh di Mata Urang Sunda.



~~"Mengalir Meniti Ombak" & "Bouraq-Singa Kontra Garuda".~~

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

To unsubscribe, reply using "remove me" as the subject.

Kirim email ke