Samsuar tinggal bersama mandenya di sebuah dusun di kaki Gunung Merapi, di dataran tinggi Agam yang di malam hari dingin menusuk tulang. Lalu pepohonan dan rumput-rumputan kuncun kedinginan dan sesekali terdengar cicit burung malam. Dan ketika pagi tiba dan burung murai sudah mulai berkicauan, kabut belum beranjak dari pucuk pepohonan, bukit-bukit dan lembah.
Samsuar atau Samsu begitu dia biasa disapa, menjadi yatim sejak berusia dua tahun. Samsidar, mandenya tidak berniat lagi bersuami dan bertekat membesarkan anak kandung sibiran tulang, obat jerih pelerai demamnya sendirian. Tidak heran kalau kemudian Samsidar agak berlebihan melindungi anaknya yang sampai berumur tiga setengah tahun masih disusuinya. Hal itu itu juga yang menyebabkan—berbeda dengan anak sebayanya—setelah akil baligh Samsu tidak tidur di surau, namun di rumah mandenya belaka. Surau di Sumatera Barat tidak hanya tempat mengaji, tetapi juga tempat anak-anak muda Minang belajar silat, belajar "pasambahan", bahkan belajar "galir", terkurung nak di luar, terhimpit nak di atas. Bahkan di Surau pula anak-anak muda Minang "belajar" segala sesuatu mengenai reproduksi manusia. Samsu tumbuh sebagai pemuda tampan yang rajin tetapi agak lugu. Lebih-lebih setelah si Buyung, konco "palangkinnya" merantau pergi "menggalas" ke Jawa. Buyung memang lebih cerdik, penuh inistiatif dan tangkas. Kalau mereka berdua mencuri buah perawas, yang memanjat pohon adalah Buyung dan Samsu tinggal memungut perawas yang dijatuhkan Buyung. Pernah mereka kepergok oleh yang punya pohon, dan yang kepegang adalah Samsu walaupun ia yang lari lebih dulu, karena Buyung larinya lebih cepat. Buyung juga yang sering melindungi Samsu yang tidak pandai bekelahi dari kejahilan teman-teman sebayanya. Buyung kemudian menjadi "Sutan Betawi", sebutan bagi orang Minang yang kawin dengan orang "Jawa". Samsu memang agak lugu, tetapi rajin. Walaupun sawah pusako mandenya tidak begitu luas, tetapi hasilnya bagus. Selain itu Samsu juga berkebun, memelihara itik dan ikan di tebat. Boleh dibilang dari pagi sampai petang hampir tidak ada waktu luangnya untuk maota-ota atau main damini di lepau Mak Leman. "Berumahlah waang ko, lah taragak pulo mande manimang-nimang cucu", ujar Samsidar suatu hari kepada Samsu. Karena melihat anak semata wayangnya akan menolak, karena tidak sampai hati meninggalkan mandenya sendirian, Samsidar buru-buru melanjutkan: "Mamak waang Datuk Mangkuto Sati, sudah menanyakan waang untuk si Kiah anaknya satu-satunya dari isterinya si Suma almarhumah". "Bagi mande", Lanjut Samsidar, "tidak ada masalah". "Si Kiah tu kan ringan tangan, rupo elok budi katuju. Sawahnya pun luas". "Lagi pula karena Datuk Mangkuto Sati adalah mamak waang, perkawinan itukan serupa kuah tertunggang ke nasi, nasi akan dimakan jua". "Nanti si Yen, adik si Kiah dari mandenya yang sekarang akan menemani mande di sini", imbuh Samsidar. Samsu memang setuju dengan gambaran mandenya mengenai si Kiah. Ketika pulang dari sawah, Samsu pernah melihat gadis yang berkulit kuning langsat dan berhidung mancung itu sedang mandi di pancuran. Kain basahnya yang tidak menutup seluruh lututnya menimbulkan perasaan "aneh" di bagian bawah pusarnya yang cepat-cepat dilawannya. Pendeknya dia suka sama si Kiah. Sekalipun demikian karena kecintaan kepada mandenya yang sangat dan tidak sampai hati meninggalkan beliau, Samsu mencoba untuk menolak. Tetapi akhirnya karena kecintaan dan kepatuhannya kepada mandenya pula, permintaan mandenya dia turuti juga. "Baa nan ka rancak di mande sajo lah" ujarnya kemudian. Singkat kata jadi jugalah perhelatan itu. Si Kiah tambah rancak pakai sunting, walaupun dia tidak dapat sepenuhnya menyembunyikan kelelahannya menjunjung sunting yang berat itu. Apalagi sewaktu rombongan marapulai tiba di rumah si Kiah ada pula pasambahan (dialog / silat kata berpantun antara wakil rombongan tamu dengan wakil tuan rumah) yang makan waktu berjam-jam sehingga gulai kambing yang sudah dihidangkan dari tadi menjadi dingin. Sesuai dengan adat istiadat Minangkabau bagi lelaki yang sudah beristeri, Samsu diberi gelar Sutan Majolelo, gelar yang diberikan oleh bako yang berasal dari Banuhampu, Sungaipuar. Dulu ada sebuah lagu Minang yang cukup populer. Malam-malam baiko, yo mamak Malam-malam bainai, yo sayang Anak daro yo mamak Jo marapulai Yang diakhiri dengan bait berikut. Marapulai galak Anak daro manangih Tetapi ketika keduanya dengan lelah masuk ke kamar pengantin, si Samsu tidak "tagalak" dan si Kiah tidak "manangih". Diajak-ajak si Kiah, Samsu tidak mau tidur di kui pengantin berdua si Kiah karena merasa tidak patut dan malu. Dia hanya minta selimut dan bergelung di lantai. Kelelahan Samsu langsung tertidur sampai beduk subuh berbunyi. Dan setelah meliwati hari-hari yang sibuk mengunjungi sanak keluarga terdekat, Samsu kembali bekerja di sawah seperti semula. si Samsu belum juga "tagalak" dan si Kiah belum pula "manangih". Dan tiap siang si Kiah mengantarkan nasi dan laukpauknya buat suaminya. Begitulah setiap hari sampai pada suatu ketika si Buyung pulang dari Jawa menengok Bapaknya yang sedang sakit keras. Setelah menemui Bapaknya, si Buyung langsung mencari konco palangkinnya di sawah. "Yo lah babini waang" ujar Buyung dengan gembira. Lalu kedua sahabat itu larut dalam percakapan yang cukup serius sampai terdengar suara si Buyung yang agak keras dan bernada jengkel setelah mengetahui bahwa si Kiah belum "diapa-apakan" oleh si Samsu, "Oo jadi alun bakubak durian tu lai! Yo lah hongok bana waang. Indak tau labu nan kamek". Samsu hanya tertunduk sambil tersipu. Kemudian Buyung memberikan kuliah panjang lebar kepada karibnya itu mengenai apa yang harus dilakukan sepasang suami isteri di tempat tidurnya. "Bagaimana mande waang bisa punya cucu?" ujar Buyung menutup kuliahnya. Melihat Samsu yang walaupun tampaknya sangat tertarik tetapi masih terlhat agak ragu-ragu seperti ketika akan berkelahi dengan si Poan dulu, si Buyung yang cerdik itu akhirnya mempunyai gagasan brilian: nanti malam si Samsu akan dipandu dari jauh dengan bunyi tontong. Bunyi tong pertama harus begini, bunyi tong kedua harus begitu, bunyi tong berikutnya ke kiri, bunyi tong berikutnya ke kanan dan seterusnya, dan seterusnya. Kemudian kedua sahabat itu berpisah. Malam mulai larut di dusun di kaki Gunung Merapi, di dataran tinggi Agam yang di malam hari dingin menusuk tulang itu. Ketika Mak Leman menutup lepaunya, Malintang Alam, lelaki beranak delapan yang rumahnya tidak jauh dari rumah si Kiah dengan berkerumun kain sarung berjalan terburu-buru sembari membayangkan kehangatan tubuh Nurbaya "induak paja"-nya. Malintang Alam memang sangat doyan urusan yang satu itu. Begitu sampai di rumah dan masuk ke bilik ditemuinya si Baya baru selesai menidurkan si Boneh anak mereka yang paling kecil. Ketika Malintang Alam mulai merosok-merosok induak pajanya itu, Malintang Alam sempat terkejut mendengar bunyi kentongan, karena dia kira ada maling. Tetapi ketika si Baya dengan manja pura-pura menepiskan tangannya, Malintang Alam tertawa terkekeh-kekeh dan sudah tidak perduli lagi dengan bunyi tontong yang berbunyi dengan teratur: tong, tong, tong…………sampai Malintang Alam dan orang sekampung mendengar teriakan kencang suara si Samsu dari rumahnya: "Ooiiii, cape'an bunyi tontooooooooong! (Ooii, cepetin bunyi kentongan). (bersambung) [*] Dilewakan pertama kali tahun 2002. Diposting ulang mumpung Palanta sedang asyik berseni sastra. -- . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe