io boneh tulisannyo mah haji dafiq, selamat terus nulis,
 
wassalam,
dt makhudum

--- Pada Sel, 22/6/10, Muhammad Dafiq Saib <stlembang_a...@yahoo.com> menulis:


Dari: Muhammad Dafiq Saib <stlembang_a...@yahoo.com>
Judul: HELAT KATAM KAJI Re: [...@ntau-net] Tradisi Khatam Alquran di Nagari 
kami di Canduang
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Tanggal: Selasa, 22 Juni, 2010, 12:44 AM





Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu

Dek carito katam kaji ko, jadi takana lo carito nan alah agak lamo ditulih 
pakaro hal nan samo (Nan sabanano ado juo di 
http://www.palantalembangalam.blogspot.com).

 
HELAT KATAM KAJI 
 
Sudah tiga hari Syamsuddin Sutan Rajo Endah berada di kampung. Akhirnya sampai 
juga dia di kampung setelah sembilan tahun tidak menjejak negeri ini. Padahal 
sudah berkali-kali pula mamaknya Marah Sutan  berpesan menyuruh dia pulang. 
Sanak saudara sudah rindu kepadanya anak beranak. Alhamdulillah akhirnya 
kesampaian juga. Mereka sekeluarga bisa pulang kampung ketika anak-anak sedang 
libur kenaikan kelas. Berkendaraan Kijang  Krista.
 
Dan ternyata kampung sedang ramai-ramainya. Sumatera Barat sedang di serbu 
orang rantau. Banyak benar orang rantau pulang. Bermacam-macam nomor polisi 
mobil di parkir di bawah Jam Gadang. Ada oto dari Medan, dari Pekan Baru, dari 
Jambi, dari Palembang, dari Lampung, dari Jakarta (jangan lagi dihitung), dari 
Bandung, dari Semarang, dari Surabaya dari Bali, bahkan dari Kalimantan Timur. 
Sudah seperti Indonesia kecil Bukit Tinggi.
 
Ini adalah hari-hari helat khatam Quran. Di tiap kampung ada perayaan khatam 
Quran. Perayaan yang merupakan helat nagari. Berdiri merawa dan umbul-umbul. 
Ada gapura dengan baleho dan tulisan besar. Biasanya tertulis ‘Perayaan Khatam 
Quran yang ke sekian’, dengan bilangan kesekiannya bisa mencapai angka 40 atau 
bahkan lebih. Artinya sudah empat puluh kali lebih pula perayaan yang sama 
diadakan setiap tahun.
 
Tidak terkecuali di kampung Syamsudin. Pesta kali ini adalah yang ke empat 
puluh lima . Meskipun dia pulang bukan khusus untuk menghadiri Perayaan Khatam 
Quran, tapi karena sudah di kampung kenapa pula tidak diikuti saja. Apatah 
lagi, kemenakannya Kamisah ikut berkhatam tahun ini. Di rumah ibunya orang 
sibuk menyiapkan perhelatan besok hari. Seekor kambing dipotong sore ini dan 
ibu-ibu bergotong royong memasak.
 
Mesjid dan gedung Taman Bacaan Al Quran atau yang biasa disingkat gedung TBA, 
sudah dihiasi sejak beberapa hari yang lalu. Pintu gapura mesjid dihiasi dengan 
gaba-gaba. Bendera adat yang mirip dengan bendera negeri Jerman itu, atau yang 
biasanya disebut ‘marawa’ sudahpun terpasang di kiri-kanan jalan sejak seratus 
meter dari mesjid dan gedung TBA. Di belakang gedung TBA orangpun sibuk 
memasak. Seekor sapi dipotong untuk dibuat ‘gulai kancah’ yang besok akan di 
santap orang se nagari. 
 
Helat itu biasanya dilaksanakan hari Ahad. Sejak pagi-pagi buta semua yang 
berkepentingan ikut sibuk. Amai-amai yang tadi malam terpaksa tidur 
terlambatpun tidak terkecuali, harus cepat-cepat bangun. Dan anak-anak yang 
hari ini akan ‘diarak’ sudah bersolek menor-menor. Mereka akan berarak 
berkeliling kampung menempuh jarak antara lima sampai tujuh kilometer hari ini. 
Yang wanita berpakaian putih, berrenda-renda, dengan penutup kepala bersunting 
kecil berbunga-bunga. Ibu-ibu mereka yang ‘centil’ tidak lupa melepongkan 
‘lepongsitip’ di bibir mereka agar bertambah menor. Yang pria memakai jubah 
berwarna merah dan bercelana panjang. Lebih sederhana hiasannya. Cukup dengan 
‘sorban’ putih disongkok dengan egal kecil. Sesudah siap masing-masing 
berangkat menuju mesjid diikuti tukang tudung mereka masing. Tukang tudung yang 
akan memayungi mereka selama berarak nanti. Tukang tudung yang wanita adalah 
gadis kecil, biasanya kakak, atau sepupu, atau
 teman, harus berjilbab. Tukang tudung pria, sama saja, boleh kakak, boleh anak 
mamak, boleh kawan. Boleh pakai celana panjang, boleh pakai kain sarung tapi 
harus berkopiah.
 
Yang berkhatam  tidak semua yang tinggal di kampung. Banyak juga yang 
meninggalkan anaknya dengan nenek mereka untuk mengaji di kampung. Belajar 
tulis baca al Quran itu berlangsung setahun. Mulai dari mengaji alif-ba-ta, 
sampai pandai merangkai huruf demi huruf , sampai akhirnya pandai mengaji.  
Dalam waktu setahun banyak yang sudah lancar mengaji tapi masih ada juga yang 
belum begitu lancar. Tapi semua dikhatam saja. Semua diikutsertakan.
 
Jam tujuh mulai diatur barisan di jalan di depan mesjid. Di depan sekali adalah 
dua anak muda berbaju putih dan berkopiah membawa spanduk dengan tulisan berisi 
nama taman bacaan al Quran. Ada tulisan nomor perayaan yang ke empat puluh lima 
di spanduk itu. Dia inilah kepala barisan. Lalu delapan orang anak gadis 
berpakaian adat dengan  tutup kepala bertanduk, masing-masing membawa cerana 
bagaikan mau mengundang orang banyak untuk datang ke perhelatan ini nanti. 
Empat orang yang bertingkuluk tanduk itu masih memakai jilbab. Sudah ada juga 
kemajuan. Dibelakangnya barisan pembawa bendera merah putih sebanyak dua puluh 
orang anak muda-muda berbaju putih, berselempang kain merah putih dan berpeci, 
berbaris empat-empat. Sesudah itu ada pula sebuah bendi yang sudah dihias, yang 
entah kenapa harus pula ikut, membawa seorang anak yang memangku al Quran. 
Beruntung betul anak kecil yang duduk di bendi itu. Lalu barisan anak-anak 
wanita  membawa al Quran. Dua puluh
 orang banyaknya. Lalu barisan Drum Band. Inilah nanti yang akan membuat 
atraksi musik sepanjang jalan. Di belakangnya berbaris anak-anak perempuan yang 
di khatam berdua-berdua dengan tukang tudung. Dibelakang barisan anak perempuan 
ada barisan anak-laki-laki pula membawa al Quran. Dua puluh orang juga. 
Seterusnya anak-anak laki yang di khatam beserta tukang tudungnya 
masing-masing. Di belakang mereka ini kelompok tukang rebana, sembilan orang 
berumur antara tiga puluhan sampai yang paling tua mungkin sudah hampir enam 
puluh tahun, masing-masing membawa rebana. Di belakang tukang rebana 
bergerombol sanak saudara dari yang ikut di khatam. Ada mak etek, mak ciak, pak 
tangah, etek, semua lengkap ada disana. Belum selesai, dibelakang ini 
berbaris-baris oto urang rantau yang anaknya, atau kemenakannya ikut di khatam 
sebagai cadangan kalau-kalau gerombolan yang di depan itu nanti tidak kuat lagi 
berjalan.
 
Hampir jam delapan barulah semuanya siap, mulailah arak-arakan itu bergerak. 
Heboh negeri. Terutama oleh rombongan drum band yang berketintam-ketintam. 
Rombongan itu bergerak perlahan-lahan. Menyusuri lebuh yang panjang. Selalu 
saja ada seksi repot. Yang sibuk ke muka ke belakang mengingatkan ini itu. 
Selalu saja ada tukang foto. Yang amatir, yang pro, yang partikelir. Dan bahkan 
yang ber ‘handy cam’, kenapa tidak. Ini biasanya orang rantau. Dan barisan yang 
ramai sekali setahun itu riuh rendah berarak-arak. 
 
Ketintam-tam-tam-tam-tam, ketintam-tam-tam-tam-tam. Bunyi drum band 
bertalu-talu. Sang ‘komandan’, beratraksi mempertunjukkan kebolehannya 
memain-mainkan ‘tongkat komando’ yang kadang-kadang di’hambung’kannya 
tinggi-tinggi ke udara bila melintas di depan orang yang menonton di tepi 
lebuh. Waktu tongkat itu ditangkapnya kembali orang yang menonton bertepuk. 
Kembang kempis hidung ‘komandan’.
 
Di barisan belakang, meski suaranya nyaris hilang ditelan suara drum band, 
tukang rebana  seolah tidak mau kalah untuk menunjukkan kebolehannya. Dung dung 
plak, dung plak, dung plak. Dung dung plak, dung plak dung plak. Dan mereka 
bernyanyi, tingkah bertingkah dengan suara rebana yang mereka pukul.
 
‘Junjungan kita nabi Muhammad, nabi terakhir pemimpin umat, turuti dia agar 
selamat, hidup di dunia sampai akhirat.’ Dung dung plak, dung plak, dung plak. 
Dung dung plak, dung plak dung plak.
 
Arak-arakan itu bergerak terus pelan-pelan ke jorong tetangga. Bahkan ke nagari 
tetangga. Yang di mudik dan di hilir. Yang diujung dan di puhun. Kira-kira jam 
sepuluh atau sesudah dua jam berarak-arak, baru setengah jalan yang ditempuh. 
Peluh sudah mulai bercucuran. Haji-haji kalakalun, haji sudah ke mekah alun 
itu, meski sudah bercucuran keringat tetap berusaha untuk terlihat bersemangat. 
Tidak jarang yang kakinya lecet oleh sepatu baru. Terpaksa ditukar dengan 
sendal japit yang untung saja sudah disiapkan.
 
Jam dua belas, menjelang azan zhuhur barisan itu sudah kembali ke pangkalan. 
Rombongan yang berkhatam beserta tukang tudung dibawa ke rumah tempat jamuan 
khusus bagi mereka. Yang mengiringi, siapa saja yang mau, menuju ke gedung TBA 
yang sudah disiapkan. Di lantai yang beralaskan tikar plastik, dibuatkan 
‘jamba’ di atas daun pisang. Nasi dengan gulai kancah, untuk disantap 
beramai-ramai. Makan berjamba, makan bersama, berempat berlima satu jamba 
menghadapi tumpukan nasi beralas daun pisang itu. Nikmat betul makan 
berserigir-serigir seperti itu. Karena tempat tidak mencukupi makan terpaksa 
berombongan. Berganti-ganti.
 
Hari itu belum akan dimulai perlombaan membaca al Quran. Karena anak-anak yang 
berkhatam itu masih keletihan sesudah berarak-arak. 
 
Dan di rumah mereka masing-masing sanak saudara berdatangan ‘pergi makan’. 
Bako, saudara-saudara perempuan ayah, datang menjunjung talam dan mengempit 
ayam betina. Begitu pula adatnya. Sesudah makan minum, mereka yang datang 
bersalaman dengan yang berkhatam. Lima ribu, sepuluh ribu, dua puluh ribu, lima 
puluh ribu, seratus ribu. Kenapa tidak? Gedang kayu gedang bahan. Yang 
berkhatam tersenyum-senyum. Tiap sebentar dihitung juga uang yang sudah 
terkumpul. Mereka sudah punya rencana. Kalau uangnya cukup nanti mau membeli 
‘play station’.
 
Hari kedua adalah hari perlombaan membaca al Quran. Guru mereka sudah 
menetapkan bacaan yang akan dibaca pada saat lomba. Lomba membaca ini  diadakan 
di mesjid. Dibuatkan panggung khusus. Masing-masing diberi nomor undian untuk 
menentukan siapa yang akan dahulu membaca. Ada juri yang akan menilai. Mesjid 
biasanya dipenuhi kaum keluarga yang ingin mendengarkan seberapa baik bacaan 
anak kemenakan mereka. 
 
Maka satu persatu naik ke mimbar khusus. Ada yang sudah berdaso, sudah rancak 
bacaannya. Ada yang masih berkalentoh pentoh, ada yang masih berbaur saja 
panjang dengan pendek. Ada yang demam panggung. Ada yang tersesak ke belakang 
tiap sebentar. Tapi semua harus maju. Semua harus membaca.
 
Tergantung jumlah yang berkhatam, biasanya menjelang zhuhur atau lebih sedikit 
waktu zhuhur semua sudah kebagian. Tim juri berunding sebentar untuk menetapkan 
siapa yang paling baik. Kalau dulu, juaranya ‘mengirit’ kambing karena hadiah 
buat yang nomor satu adalah seekor kambing. Sekarang-sekarang ini sudah lebih 
bervariasi. Kadang-kadang cincin emas, bahkan kadang-kadang uang dalam bentuk 
tabungan di BRI.
 
Pengumuman pemenang akan dilakukan nanti malam sesudah shalat isya.  
Beramai-ramai pula kembali ke mesjid. Pada kesempatan malam ini digunakan juga 
untuk bertemu muka dengan perantau. Panitia akan meminta perantau yang ‘boneh‘ 
untuk berpidato. Bolehlah kalau ingin menyampaikan pesan dan kesan. Asal jangan 
lupa, kalaupun tidak sempat pulang tahun depan namun ‘pekirim’ saja boleh 
jugalah. Karena orang rantau memang ikut membiayai helat itu.
 
Dan puncak acara bagi anak-anak yang dikhatam malam ini adalah pengumuman 
juara. Dimulai dengan juara harapan tiga, harapan dua, harapan satu. Lalu juara 
tiga, juara dua dan….juara satu. Masing-masing untuk putera dan puteri. 
Bermacam-macam hadiah yang dibagikan. Hadiah yang disponsori orang rantau. 
Kadang-kadang terjadi juga ironisnya hadiah. Hadiah nomor satunya sebuah TV 
berwarna 14 inci. Apa daya listrik di rumah yang jadi juara belum masuk.
 
Kamisah, kemenakan Sutan Rajo Endah, atau cucu mak Marah dapat juara dua. 
Hadiahnya radio tape merek ‘National’.
 
Selesai helat di mesjid. Helat di rumah bisa berhunyai-hunyai. Bukan apa-apa, 
siapa pula yang akan sanggup makan sampai sepuluh kali sehari? Karena setiap 
datang ke tempat yang berkhatam harus makan. Sebuah ‘harus’ yang memang harus 
dibold menulisnya. Kalau tidak makan, tidak baik namanya dalam adat.
 
                                                                        *****
Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam
Suku : Koto, Nagari asal : Koto Tuo - Balai Gurah, Bukit Tinggi
Lahir : Zulqaidah 1370H, 
Jatibening - Bekasi






From: MEDYA AGUSTINA <meddy....@gmail.com>
To: RantauNet@googlegroups.com
Sent: Tue, June 22, 2010 11:04:18 AM
Subject: [...@ntau-net] Tradisi Khatam Alquran di Nagari kami di Canduang

Assalamualaikum WW

Dunsanak palanta yang terhormat,

Sabantako medi di telpon adiak di kampuang bahwasanyo di Canduang sadang rami 
jo khataman kini ko. Patang di Surau V Kampuang dan hari ko di Surau  
Ganggo...yo sabana  rami  nagari  kecek  adiak  cako tun.


Nan tapikia di Medi kini ko baako di IV Angkek Canduang dan sekitarnyo samiang 
yang menjadi tradisi kok di tampek lain di Sumbar ndak tadanga bana, baa nyiak 
mamak dan dunsanak nan lain di palanta...atau medi nan kurang mandanga?  Kalau 
di  Kecamatan  IV Angkek Canduang iyo  baralek  bagi nan mampu di rumah 
masiang-masiang atau badua di surau sajo ndak baa jo doh.


Kalau ado info di dunsanak nan lain ,tolong lah dilewakan disiko , bia  lebih 
tarang  di medi  ko  a.


Demikianlah dunsanak, makasih sebalum no






-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.


-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke