Assalamualaikum ww ,Bapak DR Mochtar Naim , sarato dunsanak di palanta yth

Ambo pribadi sangat satuju/ mandukuang usul/saran bpk untk maagendakan masaalah 
TANAH ULAYAT ( TU ) dalam KKM 2010 nanti disamping materi lain nan alah disusun 
SC KKM . Kalau TU ko diwarihkan olh Niniak muyang sebagi lahan cadangan untuk 
pengembangan pemukiman dan perekonomian anak nagari maso datang, rasono kini 
lah hilang barubah status jadi tanah negara, anak nagari harus mambali ka 
negara, tantu nanti harus mohon IMB dsb aturan nan mahilangkan fungsi dan 
tujuan TU manuruik Adat MK . Khusus di Luak Agam ambo raso indak ado lai TU tu, 
nan disabuik TU kiniko cuma sawah , parak, parumahan dan kuburan nan jadi 
Pusako Tinggi di masiang2 kaum, kaki2 Gunuang Marapi jo Singgalang indak buliah 
diusiak lai . Ambo maliek banyak masaalah nan paralu diduduakan dalam KKM nanti 
misano : Di Nagari2 dlm Kec Baso Agam, masih fanatik mandirikan Pangulu harus 
mamotong sikua kabau utk satu Pangulu nan digadangkan, sadangkan di nagari 
lain, sapuluah duo puluah cukuik satu atau duo kabau sajo dan banyak masaalah 
lain nan paralu disamokan .

Kalau kito liek stratifikasi Adat Nan Ampek ( Adat Nan Sabana Adat , Adat Nan 
Diadatkan, Adat Nan Taradat, Adat Istiadat ) , memang  di strata katigo , lain 
lubuak lain ikanno lain padang lain bilalang , diasak layua dicabuik mati, 
apokoh di abad 21 ko indak juo kabarani awak mampabaharui dan manyasuaikan jo 
kondisi kini ? Nan slingka nagari kito angkek nak salingka alam, dengan rambu2 
; kok nak bakisa duduak bakisa dilapiak nan sahalai-kok nak bakisa tagak bakisa 
ditanah nan sabingkah . Ratusan pakar intelektual Minang generasi kini dan 
pamangku Adat sarato Ulama nan gaek2 kabakumpua di KKM nanti, lah wakatuno 
babuek sasuatu utk diwarihkan bagi generasi nan kadatang . Kok indak iyoo 
kadisupahino awak dianak cucu isuak .

Dasar hukumno:
Syarak nan babuhua mati , Adat nan babuhua sintak .
Kain dipakai usang - Adat dipakai baru .

Dilipek lutuik nan duo, disusun jari nan sapuluah, ditakuakan kapalo nan satu , 
minta ampun jo maaf ambo kapado Niniak Mamak, Ulama, para pakar , bundo 
kanduang dan kamanakan nan lah gadang kini, kok salah ambo bakato .

Wassalam dari :
Inyiak Malako Nan Putiah
L - 74 , asa dari Baso, suku Malayu , kini di Depok, Jabar .
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com>
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Wed, 28 Jul 2010 15:21:01 
To: <RantauNet@googlegroups.com>; Dr.Saafroedin BAHAR<saaf10...@yahoo.com>; 
<amanras...@yahoo.com>; <amelian...@yahoo.com>; Armen 
Zulkarnain<emeneschoo...@yahoo.co.id>; <amri.a...@yahoo.com>; 
<farhanm...@ymail.com>; <singgalang.reda...@gmail.com>; 
<su...@yahoogroups.com>; <ba...@yahoogroups.com>
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Cc: Mochtar Naim<mochtarn...@yahoo.com>
Subject: [...@ntau-net] PROBLEMA DAN PROSPEK TANAH ULAYAT DI SUMATERA BARAT

 
Kawan2 se rantaunet,
Salam bagi kita semua,
 
Salah satu dari agenda yang saya usulkan untuk diangkatkan dalam Kongres 
KKM2010 Sep yad adalah mengenai masalah Tanah Ulayat, yang menurut saya urgen 
sifatnya untuk dibahas dan didudukkan dalam Kongres tersebut, apalagi erat 
kaitannya dengan prospek pembangunan Nagari ke masa depan. 
 
Saya kebetulan menulis beberapa makalah sebelumnya mengenai Tanah Ulayat yang 
saya sampaikan di berbagai kesempatan seminar di beberapa kota di tanah 
air.  Salah satunya adalah yang saya tayangkan dalam palanta RN ini untuk kita 
olah dan kunyah2 bersama, sambil tentunya mengharapkan tanggapan dan kritisi 
dari sanak semua. Makalah ini saya tulis 19 th yl.
 
Selamat menanggapi,
 
Mochtar Naim 28/07/10
 
 
PROBLEMA DAN PROSPEK
TANAH ULAYAT
DI SUMATERA BARAT
 
 
Disampaikan pada Seminar Tanah Ulayat 
dalam Konferensi Tahunan
Forum Regional LSM Sumatera Barat, 
28 Juni 1991, di Padang
 
 Latar belakang permasalahan
     





S
EBUAH simposium yang khusus membicarakan tentang kedudukan tanah ulayat di 
Indonesia ini pernah diadakan di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 14 
tahun yl (Okt 1977). Simposium ini  disponsori oleh BPHN (Badan Pembinaan Hukum 
Nasional), Dep. Kehakiman, Jakarta, dan dihadiri oleh sejumlah pakar dari 
berbagai perguruan tinggi dan dari kedinasan-kedinasan terkait.
          Saya mengira semula bahwa permasalahan tanah ulayat di  berbagai 
daerah  di Indonesia ini adalah seakut seperti yang kita saksikan  di Sumatera 
Barat sendiri. Ternyata, dari laporan-laporan yang disampaikan dalam simposium 
tersebut, permasalahan tanah ulayat di kebanyakan daerah di Indonesia ini sudah 
tidak mempunyai arti penting lagi.  Pertama, karena tanah ulayat itu sendiri di 
banyak daerah memang sudah  tidak ada lagi, karena sudah berubah menjadi 
tanah-tanah pribadi, dan kedua karena tanah-tanah yang berstatus tanah ulayat 
atau tanah adat itu sebahagian terbesar dimiliki ataupun dikuasai oleh 
raja-raja, kaum bangsawan lainnya, ataupun para penguasa adat setempat.  
Perpindahan hak  milik terhadap tanah-tanah adat/ulayat ini, oleh karena itu, 
berlaku secara relatif sederhana tanpa harus melibatkan rakyat  banyak dan 
prosedur hukum yang berbelit. 
          Dengan perubahan sosial-ekonomi yang terjadi selama masa penjajahan 
sampai kemasa kemerdekaan ini, kedudukan tanah ulayat juga ikut berubah.  
Dahulu, bisa diasumsikan, bahwa semua tanah adalah tanah ulayat, dan luasnya 
adalah seluas Indonesia ini sendiri. Pemilikannya bersifat komunal dan 
dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama. Semangat komunalisme ini bahkan 
masih  bisa tercium dari jiwa pasal 33 ayat 3 dari UUD 1945, yang berbunyi: 
“... bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh 
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.”  Negara di sini 
bisa diartikan sebagai personifikasi  dari pemilikan secara komunal itu.   
          Dengan  berpedoman kepada bunyi pasal 33 ayat 3 ini, maka 
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) th 1960 pun secara yuridis-formal juga 
mengakui  akan eksistensi dan kedudukan tanah ulayat ini (fasal 3), sementara 
fasal 5 bahkan mengatakan bahwa “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan 
ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan 
nasional dan Negara, ...” 
          Keinginan  naluriah untuk mengakui eksistensi  tanah  ulayat dan 
hukum adat yang mengaturnya memang cukup terlihat dalam kedua sandaran  hukum 
itu.  Baik UUD 1945 maupun UUPA 1960 masih dibayangi oleh idealisme yang 
menekankan akan kepentingan rakyat terbanyak dan kepentingan nasional yang 
lebih luas.  
          Namun, baik  di zaman  penjajahan maupun di zaman kemerdekaan 
sekarang ini,  sistem sosial  dan ekonomi yang terbentuk justeru  mengarah  
kepada yang sebaliknya, yaitu sistem  liberal-kapitalis yang  menekankan kepada 
hak milik secara pribadi, baik oleh orang per orang maupun oleh 
perusahaan-perusahaan.  Karena sistem sosial  yang  dominan berlaku di 
mana-mana (kecuali di Sumatera Barat dan satu-dua lainnya) pada dasarnya 
sifatnya adalah  feodalistis, maka pemilikan tanah umumnya terpusat kepada 
kelompok elit bangsawan tradisional itu. Hampir semua tanah konsesi yang jatuh 
ke tangan perusahaan-perusahaan perkebunan  milik bangsa Belanda dan Eropah 
lainnya di masa  penjajahan  dahulu berasal dari tanah-tanah yang  dikuasai 
oleh raja-raja dan kaum feodal pribumi yang pada hakikatnya  berstatus tanah 
ulayat ini. 
          Sebagai  sifat bawaan dari sistem kapitalisme di  mana-mana, 
pemilikan tanah makin lama makin terpusat kepada sekelompok kecil elit-elit 
kapitalis. Baik di kota-kota maupun di daerah pedesaan sekalipun, tanah-tanah 
jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan real estate  dan perusahaan-perusahaan 
besar lainnya.  Bahagian terbesar rakyat, seperti yang contoh sempurnanya 
terlihat di negara-negara kapitalis maju, tidak lagi mempunyai tanah dan bahkan 
rumah sendiri. Mereka tinggal di rumah-rumah susun atau lainnya dengan menyewa 
ataupun mencicil, dan hidup dengan memburuh  di perusahaan-perusahaan besar 
multi-nasional milik para  kapitalis itu. 
          Bisa  dibayangkan, oleh karena itu, perpindahan  dari  tanah ulayat 
yang masih tersisa sekarang ke tanah yang  dimiliki  oleh perusahaan-perusahaan 
besar ini -- jika sistem yang berlaku sekarang jalan  terus --, hanya tinggal 
masalah waktu. Cepat  atau lambat  tergantung kepada kecepatan perubahan yang 
terjadi secara struktural  di  kedua bidang sosial dan ekonomi ini,  yaitu  
yang arahnya dari komunalisme ke individualisme dan dari  kolektivisme ke 
kapitalisme.
 
Kedudukan dan situasi tanah ulayat di Sumatera Barat sekarang ...
 
(Lihat selanjutnya secara utuh pada lembaran Attachment!)
 
 

 


      

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke