Freemium Freemium bisa berarti barang atau layanan kualitas premium yang bisa dibeli dengan tarif free (gratis) atau almost free
[image: PDF]<http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=350797>[image: Print]<http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/index2.php?option=com_content&task=view&id=350797&pop=1&page=0&Itemid=38>Thursday, 16 September 2010BEBERAPA hari ini di Jakarta saya menikmati suasana freemium. Jalan-jalan kosong dan bersih, seperti melewati jalan tol yang gratis. Jarak tempuh yang biasa dilewati dalam satu jam, praktis hanya ditempuh lima belas menit. Udara benar-benar bersih dari polusi. Inilah kualitas hidup yang ”premium”. Itu sebabnya saya meminjam istilah Chris Anderson, sebagai freemium. Buat saya, freemium bisa berarti barang atau layanan kualitas premium yang bisa dibeli dengan tarif free (gratis) atau almost free. Sementara itu, gagasan freemium yang lebih kompleks banyak ditemui di dunia maya dalam bentuk sebaliknya.Produk-produk digital (seperti software dan antivirus) yang kualitasnya basic diberi secara cuma-cuma atau untuk masa tertentu (free-trial), tetapi untuk edisi lengkapnya yang lebih advance dikenakan biaya premium. Namun, apa pun jalan yang diambil, freemium telah menjadi jalan bagi kehadiran jutaan entrepreneur modern baru yang muncul dengan struktur biaya mendekati nol, namun menghasilkan produk dan income–premium. Freemium adalah gaya bisnis baru di abad 21 yang menggabungkan ideologi ”free” dengan praktik-praktik ”premium”. Ideologi ”Free of Charge” Ideologi ini pasti disukai para politisi, yaitu memberi cumacuma, gratis! Cuma bedanya, para politisi tidak punya tools bagaimana membagi-bagi kekayaan secara gratis selain lewat subsidi. Sebab, semua produk atau jasa (semisal listrik, layanan rumah sakit, bensin, dan transportasi) diproduksi dengan biaya bahkan semakin hari biayanya semakin mahal. Sekarang, ilmu manajemen dan teknologi mulai menemukan caranya. Kalau para politisi hanya berpikir gratis saja (dan tidak memikirkan bahwa yang gratis itu– misalnya saja sekolah–kualitasnya abal-abal), sekarang yang muncul adalah tantangan memberikan layanan (atau produk) dengan kualitas premium namun harganya free.Apakah bisa? Bisa tuh! Tapi, pertama-tama logikanya harus diputar dulu 180 derajat. Sudut pandangnya harus diubah.Segala jenis percaloan dan conflict of interest (termasuk yang mengatasnamakan daerah konstituen) harus dibuang jauh-jauh. Mari kita berpikir positif sebagi seorang manajer negarawan. Bukankah segala yang menyangkut biaya sekarang sudah mulai menjadi nol. Lihatlah fakta-fakta ini. Beriklan sekarang sudah tidak perlu membayar. Anda bisa berkomunikasi via tweeter, blog, jejaring sosial, atau melalui jalur-jalur resmi di dunia riil. Kertas pun bisa tidak dipakai lagi karena segala informasi sudah menjadi paperless. Bangunan kantor fisik sudah tidak begitu diperlukan.Alamatnya pun cukup di dunia maya. Jasa-jasa yang gratisan juga banyak bisa didapat dengan murah di dunia maya. Rapat-rapat kerja tidak perlu dilakukan dengan memanggil staf atau pejabat ke Ibu Kota, cukup lewat teleconference. Surat-surat dan faks diganti dengan email atau surat-surat lewat dunia maya.Tak perlu Anda takut berlebihan karena menurut data resmi sudah ada 179 juta handphone yang dimiliki masyarakat dan sebagian sudah mulai memiliki fasilitas internet. Kemampuannya tinggal di upgrade saja. Itu sebabnya, Asosiasi Penyedia Jasa Warnet Indonesia mengeluh karena sekitar 50% warnet mulai ditutup atau diganti dengan layanan games untuk remaja. Pasalnya, masyarakat sudah bisa mengakses internet secara mobile dari ponsel masing-masing. Di dunia bisnis, praktik memangkas biaya sudah dilakukan beberapa tahun belakangan ini. Mereka memakai virtual office,belanja online, gudang online, direct selling, paperless communication, teleconference meeting, dan seterusnya. Maka jangan mengherankan konsep Lean Thinking yang diperkenalkan Womack, Ross, dan Jones sekitar 20 tahun lalu kini hidup lagi. Dengan segala hal yang bisa didapat dengan biaya free atau ”almost free”, maka struktur organisasi dan pengambilan keputusan harus dibuat ramping dan mudah dikendalikan. Sayangnya perhatian para pemimpin terhadap kegemukan dan keruwetan yang ada pada birokrasi kita ini sangat minim sehingga banyak program bagus tidak berjalan mulus. Baik pemerintah pusat maupun daerah, sama-sama membelenggu dirinya dengan banyak hal yang tidak perlu. Lebih lucu lagi,perusahaan-perusahaan milik negara yang besarbesar juga masih banyak dibiarkan terbelenggu.Aturan-aturannya dibuat berlebihan.Praktik-praktik bisnisnya ketinggalan zaman sehingga cost-nya tinggi sedangkan kualitas layanannya belum bisa mencapai status ”premium”.Maka baik bisnis dan pemerintah sama-sama butuh change management yang benar. Bukan sekadar jargon atau melakukan changetanpa arahan. Sekadar mengingatkan saja, ideologi free of charge ini sudah memasuki tahun ke-50, tak lama setelah manusia berkenalan dengan transistor dan hukum Moore yang mengatakan harga setiap transistor baru akan tinggal separuhnya setiap 18 bulan.Ternyata hari ini hal tersebutbenardanmenjadikenyataan. Bayangkan,harga sebutir transistor sekarang bisa lebih murah dari harga beberapa gram beras.Lantas, kalau proses ini terus berlangsung, maka kelak harga sebiji transistor akan tinggal Rp1, atau Rp0,5, atau bahkan menjadi free. Menjadi free? Ini juga persoalan. Seperti kata hukum fisika, bila sebuah sel atom dibelah,maka kekuatan terbesar itu justru ada pada inti atom yang bisa menimbulkan perlawanan. Jadi, kita seperti berlari menuju sebuah ujung yang dibatasi tembok. Semakin dekat tembok, semakin bounced, dan tak berani menabrak tembok itu. Praktik-praktik di dunia maya menunjukkan, generasi baru ini mulai banyak menikmati layananlayanan free. Saya kira Anda masih ingat ketika membuka email pada internet service provider atau internet mail provider seperti CBN, Radnet, Dnet, dan seterusnya dan seterusnya delapan atau sepuluh tahun yang silam. Kita membayar layanan bulanan antara Rp100.000 sampai Rp500.000 tergantung berapa besar kapasitasnya. Sekarang, semua itu bisa kita dapat dengan gratis bukan? (bersambung) RHENALD KASALI Ketua Program MM UI -- . Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting - Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.