Salam Uda Darwin,
Ondeh, buku ko pernah diedarkan dek Sanak Nofend. Apokoh Dinda Nofend masih 
punyo eksemplarnyo? Kalau ado, mungkin Uda Darwin dapek dikirimi sakapiang. Di 
ambo di Leiden ado sakapiang lo nyo lai.
 
Wassalam,
Suryadi

--- Pada Ming, 19/9/10, Darwin Chalidi <dchal...@gmail.com> menulis:


Dari: Darwin Chalidi <dchal...@gmail.com>
Judul: Re: [...@ntau-net] LETUSAN KRAKATAU dalam Syair Melayu
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Tanggal: Minggu, 19 September, 2010, 4:48 PM


Dinda Suryadi iko memang seorang pakar kemelayuan, ambo pernah mambaco ulasan 
buku iko kiro2 satahun nan lalu didunia maya, lah lamo mancari buku iko di 
Gramedia tapi indak basuo, mudah2an kini alah ado baliak.


2010/9/19 Nofend Marola <nof...@gmail.com>




Buku Ajo Suryadi, Warga RN "Syair Lampung Karam" yang diulas oleh Damhuri 
Muhammad, yang juga warga RN di Harian Kompas Minggu, 19 September 2010

Minggu, 19 September 2010 | 04:26 WIB
DAMHURI MUHAMMAD
 
Lebih dari seribu kajian tentang letusan Krakatau telah ditulis, baik oleh ahli 
geologi, vulkanologi, metereologi, maupun oseanografi. Bermunculan pula 
sejumlah prosa karya seniman Eropa dari tahun 1889 hingga 1969, juga beberapa 
film yang menggambarkan bencana akbar itu. Akan tetapi, kajian dan karya seni 
dengan sudut pandang penduduk lokal masih langka.
 
Buku Syair Lampung Karam karya Suryadi ini pantas disebut sebagai penemuan yang 
mengejutkan. Ahli filologi dan peneliti sastra klasik di Universitas Leiden ini 
menemukan naskah usang mengenai peristiwa letusan Krakatau 1883, bertajuk Syair 
Lampung Karam (SLK) karya Muhammad Saleh, diterbitkan di Singapura pada akhir 
abad ke-19.
 
Suryadi mencatat, SLK pernah terbit dalam bentuk litografi (cetak batu) dengan 
aksara Arab-Melayu sebanyak 4 kali. Edisi 1 berjudul Syair Negeri Lampung yang 
Dinaiki oleh Air dan Hujan Abu (1883/1884) kini tersimpan di Perpustakaan 
Nasional Republik Indonesia (PNRI) dan The Russian State Library, Moskwa.
 
Edisi 2, Inilah Syair Lampung Dinaiki Air laut (1884), juga tersimpan di PNRI. 
Edisi 3, Syair Lampung dan Anyer dan Tanjung Karang (1886), tersimpan di 
Cambridge University Library, dan edisi 4, Inilah Syair Lampung Karam Adanya 
(1888), penyalinnya Encik Ibrahim dan penerbitnya ”Al-Hajj Muhammad Tayib” di 
Singapura, tersimpan di PNRI, Perpustakaan Universitas Leiden, SOAS University 
of London, Universiti Malaya dan dalam koleksi kitab-kitab Melayu milik 
penginjil Methodist Emil Luring di Frankfurt, Jerman.

Syair kewartawanan
 
Muhammad Saleh berasal dari Tanjung Karang (Lampung), tempat ia secara langsung 
menyaksikan bencana letusan Gunung Krakatau pada 1883. Awal mula hamba 
berpikir/Di Tanjung Karang tempat musyafir (bait 4). Namun, dia menulis SLK di 
Kampung Bengkulu (kini Bencoolen Street) Singapura. Di Singapura duduk 
mengarang/Di Kampung Bangkahulu disebut orang (bait 369). Boleh jadi ia salah 
seorang pengungsi dari Lampung yang menyeberang ke Singapura selepas bencana. 
Orang banyak nyatalah tentu/bilangan lebih daripada seribu/mati sekalian 
orangnya itu/ditimpa lumpur, api dan abu (bait 128). Demikian salah satu potret 
suasana setelah letusan Krakatau dalam SLK.
 
Sejumlah peneliti menyebutnya ”syair kewartawanan”, semacam laporan pandangan 
mata tentang sebuah peristiwa, sebagaimana kerja jurnalistik masa kini. Namun, 
aspek khayali (imajinasi) dan efek dramatik tentu tak lepas dari kerja 
kepenyairan. Tak diragukan bahwa SLK bersandar pada fakta-fakta di seputar 
peristiwa letusan Krakatau 1883. Namun, penyair biasanya tidak semata-mata 
menyalin rupa peristiwa. Mata kepenyairan lebih menukik pada labirin suasana 
hati saat berhadapan dengan fakta (bukan fakta itu sendiri), atau yang disebut 
”stimmung” oleh filsuf eksistensialis Jerman, Martin Heidegger (1889-1976).
 
Tengoklah pengakuan Muhammad Saleh pada bait 2: Fakir yang daif dagang yang 
hina/mengarang syair sebarang guna/sajaknya janggal banyak tak kena. Ungkapan 
perihal kekhilafan yang bisa saja terjadi. Lagi pula, bukankah teks sastra 
terikat pada bahasa yang digunakannya? Sementara realitas itu semakin 
dibahasakan, bukan semakin terang, tetapi justru semakin menyusut. Itu sebabnya 
Ludwig Wittgeisten (1889-1951) mensinyalir bahwa bahasa bersifat 
”sewenang-wenang” terhadap realitas.
 
Gugatan kebenaran
 
Lalu, argumentasi apa yang dapat memperkuat hipotesis bahwa SLK bisa 
ditempatkan sebagai dokumentasi historis tentang letusan Krakatau? Sementara 
dalam ulasannya untuk bait penutup—Kerana hati gundah gulana/Terlalu banyak 
pikir kiranya/Terkena demam hampir matinya—Suryadi mengakui, tak ada jaminan 
apa yang digambarkan penyair sepenuhnya benar sebab dalam sastra selalu terbuka 
ruang untuk berimajinasi (hal 18).
 
Pada bait 235, penyair bahkan menegaskan permohonan maaf bila penggambarannya 
tentang peristiwa penting itu salah: Sekadar itulah hamba sebutkan/Kabar yang 
betul hamba katakan/tetapi tidak dengan penglihatan/Jikalau salah Tuan maafkan. 
Terbuka kemungkinan bahwa beberapa bagian dari 375 bait dalam SLK bukan sebagai 
laporan pandang mata, tetapi sebatas tafsir terhadap cerita yang didengar 
penyair dari sumber tertentu, sebagaimana diakuinya pada bait 84: Neneknya 
sendiri yang membilang/Bukannya hamba mengarang-ngarang.
 
Kesulitan menjangkau rujukan faktual dari naskah kuno berupa teks sastra pernah 
pula dialami Henri Chambert-Loir (2009) saat menelaah Hikayat Nakhoda Asik 
(HNA) dan Hikayat Merpati Mas, terbit pada paruh kedua abad ke-19. Rujukan 
geografis dalam kedua teks itu kabur. Hanya ada satu unsur yang dipertahankan 
pengarang—itu pun hanya dalam HNA—yaitu laut. Namun ’laut’ di sini sukar 
ditimbang sebagai rujukan geografis karena lebih terasa sebagai laut simbolik. 
Hikayat Merpati Mas juga menggambarkan tentang sebuah negeri yang dilanda 
petaka. Pada suatu malam datanglah air dari sebelah wetan, gemuruh suaranya, 
maka segala isi negeri habislah, ada yang berlari ke sana kemari, ada yang 
mencari pohon yang tinggi-tinggi. Menurut Henri, teks ini erat kaitannya dengan 
SLK.
 
Ketimbang menegaskan bahwa Hikayat Merpati Mas mengandung fakta-fakta tentang 
letusan Krakatau 1883, Henri hanya merujuk pada SLK yang berusia lebih tua. 
Lagi pula, siapa yang menjamin tidak akan ditemukan lagi naskah yang lebih tua? 
Maka, daripada memartabatkan SLK dalam kerangka kerja historiografi, akan lebih 
bebas risiko menempatkannya sebagai teks yang menjalankan fungsi konservasi 
terhadap sebuah kenangan yang mengharukan, tentang bencana besar yang pernah 
melanda negeri ini, agar kita tak lupa, tak lena, dan selalu waspada.
 
Damhuri Muhammad Cerpenis
 
http://cetak.kompas.com/read/2010/09/19/04265855/letusan.krakatau.dalam.syair.melayu
-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.


-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.


-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

<<image001.jpg>>

Kirim email ke