Pak Mochtar sarato dunsanak di palanta nan ambo hormati.

Essei DR. Mochtar ini menjelaskan kapado kita budaya "*merantau*" orang MK
yang sangat informatif karano dibandiang jo urang Hoakiau sedangkan bagian
terakhir essai tsb. ada pertanyaan dari beliau,..*.Apa yang telah berubah ?*

Ambo kutipkan sebagian artikel yang ditulis oleh DR. Raudha Thaib, dosen
Universitas Andalas dari http://nagari.or.id/?moda=palanta&no=109

Pada artikel tersebut menurut penulis telah terjadi perubahan !!

*.....Begitu juga dengan adanya institusi merantau, telah menyebabkan orang
Minang menjadi sangat terbuka, menerima berbagai perkembangan keilmuan.

Karenanya, sampai sekarang “rantau” bagi orang Minang adalah “jembatan” bagi
mereka untuk menyalurkan berbagai ilmu dan pengetahuan bagi masyarakatnya
yang berada di negerinya (nagari).

Dari apa yang dibentangkan seperti di atas dapat dijadikan sebagai indikator
bahwa masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang “sesungguhnya” adalah
masyarakat yang selalu berjalan di depan dalam menyerap dan pengembangkan
pengetahuan, ilmu dan teknologi.

Sungguhpun begitu, masyarakat Minangkabau menghadapi berbagai kendala dalam
pengembangan berikutnya.


Persoalan yang terjadi dalam dirinya adalah;
**masyarakat Minangkabau sekarang sudah berada pada era masyarakat perkotaan
yang konsumtif, bukan lagi sebagai masyarakat produktif.

Dalam pemikiran, masyarakat Minang tidak lagi berada di depan, tetapi sudah
menjadi makmum dari pemikiran-pemikiran lain.

Jika dulu, pemikir-pemikir Minang telah menjadi “imam” dalam perkembangan
pemikiran di Indonesia, sekarang tidak lagi.

Masyarakat Minang sekarang sudah menetap, tidak lagi “mobil” sebagaimana
dulu konsep rantau diterapkan dalam segala aspeknya.

Masyarakat Minang sekarang tidak lagi menjadi “investor” baik dalam
pemikiran maupun perkembangan ilmu, tetapi menjadi “pedagang kaki lima”,
menerima upah setelah sebuah proyek selesai.

Persoalan yang terjadi di luar dirinya yang mempengaruhi kehidupan dan cara
mereka mengatasi keadaan cukup membuat masyarakat Minang “kalang kabut”.

Konsep politik yang sentralistik dalam sekian puluh tahun, menyebabkan
masyarakat
kehilangan daya “inisiatif”.
*
**Salam

Abraham Ilyas lk. 65 th
www.nagari.org
FB: Datuk Soda

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke