PEMERINTAH pusat menetapkan PRRI sebagai pemberontak. Apa alasannya?

 

Sudah pasti demikian, dan saya pun sebagai pemerintah pusat akan mengatakan hal 
yang sama karena pendekatannya pendekatan formal. Ini sebuah negara sah 
Republik, tahu-tahu ada yang melawan di daerah. Wah. Ini pemberontakan. Ini 
tidak benar. Ya, karena itu dipandang dengan pendekatan formal. Ini negara 
legalistik berdasarkan UUD 1945. Itu alasan pertama.

 

Yang kedua, rezim itu sedang bulan madu otoriter. Apapun yang berbeda, 
mengusik, dan berbahaya harus dicarikan cap paten untuk memukulnya menjadi 
formal. Perbedaaan itu haram. Dan jelas dilarang. Artinya, Soekarno mulai ayun 
bambunya ke kiri, dan mulai berteman dengan PKI. Ini sudah sekian kali 
diperingatkan Hatta yang akhirnya mereka berseberangan. Hatta mengundurkan diri 
Desember 1956 karena tidak sejalan lagi dengan Soekarno. Meski begitu, secara 
personal mereka tetap dekat. Soekarno mengakatakan: “Tidak adalagi orang yang 
mau meluangkan waktunya untuk berbincang dengannya selain Hatta. Hanya Hatta 
yang melakukan dengan kenegarawanannya. Dua pendekatan yang bisa dipergunakan 
untuk menjawab itu.

 

Anda setuju dengan sebutan pemberontak itu?

 

Itu kan soal istilah. Kalau saya sendiri, PRRI itu tetap pemberontak. 
Pemberontak yang pemberani. Kalau berpikir formal, dia memang melakukan 
perlawanan kok. Tapi ingat, ini yang penting, tujuannya tidak untuk 
saparatisme. Dia tidak memberontak dalam pengertian ingin menjadikan negeri 
sendiri, seperti yang dicap jakarta. Tidak. Dia hanya ingin mengoreksi, 
mengoreksi apa yang menyimpang dari konstitusi. Banyak poinnya itu. Kalau kita 
paralelkan, tokoh lintas agama itu mirip sewaktu PRRI dengan menguraikan 
kesalahankesalahan pemerintah.

 

Dalam banyak hal, justru perjuangan PRRI menemukan bentuknya kembali di zaman 
sekarang. Muncul narasi-narasi kecil di daerah?

 

Ini karena mental kolonial masih melekat hingga kini dan tidak berubah-rubah. 
Kenapa begitu? Salah satunya, dan ini yang sedang saya tulis sekarang, pemegang 
negara ini narsisitik, selalu memuji diri. Coba Anda tanya ke pejabat dinas dan 
pejabat pemerintahan, pasti akan dikatakan, “Saya sudah berbuat begini, begitu, 
tapi ngerti g orang dengan apa yang diperbuat? Nol besar.” Ternyata polanya 
sama secara teoritis. Apabila negara atau pemimpin sudah mengabaikan rakyat, 
akan muncul narasi-narasi kecil. Muncul gerakan-gerakan yang mencoba 
menyelesaikannya masalahnya sendiri. Tidak bisa dihambat. Ini hukum sejarah. 
Apa yang terjadi dengan uni soviet, kan juga seperti itu. Ketika negara sudah 
diambil oleh tampuk kekuasaan otoriter dan mengabaikan tangung jawab atau 
melalaikan kepeduliannya terhadap rakyat. Dia sudah menyediakan bibitbibit 
protes atau ketidakadilan terhadap rakyat. Di saat itu, akan timbul semacam 
ketidakpuasaan dan berharap ada soluisi. Solusi tidak muncul, muncul narasi 
kecil. Narasi kecil ini saling bertalian nanti. Muncul di Padang, Jakarta, 
Medan, dan semuanya. Negeri ini menjadi terbakar. Kalau tidak ada jawaban yang 
tuntas, ini yang namanya gerakan rakyat.

 

Kepercayaan saya sekarang adalah terhadap masyarakat madani, yaitu masyarakat 
sipil. Mereka berkesempatan untuk mengubahnya. Ada contoh, ketika kasus Prita, 
gerakan rakyat tumbuh dengan mengumpulkan Koin.

 

Ada kesulitan membedakan PDRI dan PRRI?

 

Satu, perbedaannya, PDRI berhadapan dengan Belanda. Sementara PRRI berlawanan 
dengan Jakarta, rezim yang dinilai sama kolonialnya dengan rezim dulu. Kedua, 
PDRI memang sebuah gerakan nasional yang meluas di manamana, tidak hanya di 
Sumatera, tapi di Jawa, menjadi bagian dari PDRI. Ketika PRRI, gerakan yang 
dipelopori Sumbar, memang hanya bagian dari Sumatera didukung Permesta.

Tapi persamaannya banyak sekali, mulai dari medannya, rute yang ditempuh, juga 
pemimpinnya. Yang penting, spiritnya sama dalam arti melawan rezim kolonial. 
Kolonial itu memiliki pengertian sendiri. Pengertiannya, satu, mempertahankan 
ketergantungan (dependen). Orang dibikin tergantung terus. Antara yang dijajah 
dan terjajah. Dipimpin dengan yang dipimpin. Kedua, eksploitif.

Menguras. Walau sudah lama merdeka, kolonial itu masih utuh. Faktanya, UU kita 
sangat pro-elit, menindas yang di bawah.

 

Ketakutannya adalah pemberontakan terjadi di banyak daerah. Rakyat tidak 
percaya lagi kepada pemimpin. Apa yang terjadi?

 

Pemimpin tidak belajar pada masa lalu. Tidak ada proses pembelajaran dalam 
pemimpin kita. Pemimpin dalam pengertian rezim yang berkuasa itu, sudah 
kehilangan sejarah. Ibarat sumur tanpa dasar. Demi masa depan, tapi sebetulnya 
sudah kehilangan roh. Roh kita sebenarnya sederhana, kenapa kita merdeka untuk 
apa kita merdeka? Itu kan pertanyaan sederhana, tapi mana ada orang yang peduli 
sejarah? Menurut saya ini keliru besar.

 

Apa yang bisa kita pelajari dari PRRI ini?

 

Saya kira menyuarakan dan untuk mengingatkan. Paling tidak kita generasi 
sekarang, di saat tidak banyak harapan tumbuh dari penyelenggara negara, 
khususnya penegakan hukum, masyarakat madani atau potensi-potensi sosial harus 
bersuara mencari penyelesaian. Kemandirian masyarakat akan semakin kuat.􀂄 

(Pewawancara Andika Destika Khagen)

 

 

Susunan Kabinet PRRI

1. Perdana Menteri/ merangkap Menteri Keuangan: Mr. Sjafruddin Prawiranegara

2. Wakil Perda Menteri: Moh. Natsir

3. Menteri Dalam Negeri: Kolonel M. Dahlan Djambek (Kemudian digantikan oleh 
Mr. Assaat Dt. Mudo)

4. Menteri Luar Negeri : Kolonel Maluddin Simbolon

5. Menteri Pertahanan/merangkap Menteri Kehakiman: Mr. Burhanuddin Harahap

6. Menteri Perdagangan/merangkap Menteri Perhubungan: Prof. Dr. Soemitro 
Djojohadikusumo

7. Menteri PP dan K: Engku Moh. Sjafe’i

8. Menteri Kesehatan/merangkap Menteri Pembangunan: Kolonel J.F. Warrow

9. Menteri Agama: Mochtar Lintang

10. Menteri Pertanian: Saladin Sarumpaet

11. Menteri Sosial: Ayah Gani Usman

12. Menteri Perhubungan Pos, Telegraf dan Telepon: Kolonel M. Dahlan Djambek

13. Menteri Penerangan: Mayor Saleh Lahade

14. Kepala Staf Angkatan Perang PRRI: Kolonel A.E. Kawilarang (Atase Militer di 
Washington yang meniggalkan posnya bergabung dengan PRRI)

15. Kepala Staf Angkatang Darat: Letkol Ventje Sumual

 

Diambil dari e-Paper Harian Haluan, 13 February 2011

 

Wassalam

Nofend/34+/M-CKRG

 

=> MARI KITA RAMaIKAN PALANTA SESUAI DENGAN VISI-NYA!!

Forum komunikasi, diskusi dan silaturahmi menggunakan email ini sangat 
dianjurkan selalu dalam koridor topik: yang berhubungan dengan Ranah Minang, 
Urang Awak di ranah dan rantau, Adat dan Budaya Minangkabau serta Provinsi 
Sumatera Barat.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke