Assalammualaikum wr wb Sanak Noveri Maulana sarato angku, mamak, bundo jo adi dunsanak sapalanta RN nan ambo muliakan,
Usaha ternak sapi umumnya terbagi atas 3 jenis usaha, yaitu : 1. Usaha penggemukan sapi 2. Usaha pembibitan sapi 3. Usaha pengembangan bibit unggul Di luar negeri umumnya ketiga jenis usaha penggemukan sapi ini dijadikan satu, sehingga bibit sapi diperoleh dari usaha sendiri (tidak membeli). Sapi-sapi dengan ukuran reguler dijadikan sapi potong, sedangkan yang miliki ukuran diatas rata-rata dijadi indukan & jantan pendonor bahan inseminasi. Hampir keseluruhan bibit-bibit sapi ini diperoleh dari hasil perkawinan inseminasi. Usaha peternakan sapi seperti ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa konglomerat Indonesia. Lokasi terdekat dari ranah minang ada di Pekabaru yang dimiliki oleh pak Basrizal Koto seperti nan pernah ambo lewakan beberapa wakatu nan lampau di milis nan ko. Khusus di kabupaten luhak nantuo (Tanah Datar, Agam & 50 Koto) perusahaan pak Basrizal Koto nan ko acok membeli jerami padi petani nan gunonyo dijadikan pakan ternak di Pakanbaru nan ko dengan harago Rp. 80,- per kg. Memang di daerah mudiak luhak 50 Koto, umumnyo budidaya ternak sapi hanyolah budidaya nan mengarah pado budidaya nan mausahokan bibit sapi dengan mamaliharo induakan batino sapi simmental nan ko. Sabab untuak konsumsinyo indak terlalu sarik saroman sapi simmental jantan nan labiah kuek konsumsinyo. Hal iko labiah kapado indak tersedianya lahan budidaya rumput gajah, sabab umumnyo topografi luhak nan tigo (Tanah Datar, Agam, & 50 Koto) yang lahannya sangat sempit serta sudah penuh dengan peruntukan budidaya padi (sawah) & holtikultura (parak). Hal ini sama seperti ketika pak Muchlis Hamid meminta agar usaha penggemukan sapi nan ko diarahkan ke nagari Muaro Paneh. Mengapa hal ini kurang sesuai? Sebab nagari-nagari sebelah Timur gunung Talang ini lokasi peruntukan lahannya sudah sangat sempit seperti halnya di wilayah mudiak 50 Koto. gambar 1. Simmental cow umur 4 tahun.http://en.wikipedia.org/wiki/Simmental_Cattle Nagari-nagari yang masih banyak lahan tidurnya hanya berada di kabupaten Solok bagian Tenggara gunung Talang (nagari-nagari di sekitar danau Diateh - Dibawah -Talang), di Kab. Pesisir Selatan, kab. 50 Koto bagian Timur Laut (kec. Pangkalan), & kab. Padang Pariaman (di pesisir pantai). Untuk lokasi penggemukan sapi simmental tentunya lebih baik di dataran tinggi, oleh karena itu nagari-nagari di sekitar Alahan Panjang sangat mungkin dilakukan usaha penggemukan sapi simmental ini sebab berada di ketinggian 1400 meter dari permukaan laut & memiliki lahan tidur yang cukup luas. Sebagaimana yang sanak Noveri Maulana sampaikan, usaha penggemukan sapi yang sudah dilakukan masih bersifat tradisonil dengan mengharapkan anakan saja sebagai sumber penghasilan. Saya kira, dengan mengandangkan sapi ini bersama-sama akan diperoleh hasil sampingan nberupa kotoran & air seni sapi yang sangat dibutuhkan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik. Apalagi saat ini kondisi di nagari-nagari di Sumatera Barat, ketersedian pupuk an organik seperti urea, npk & kcl sangat langka di pasaran. Sejatinya pupuk an organik ini tidak begitu bagus bagi lapisan tanah, sebab untuk jangka panjang menyebabkan tanah menjadi liat sehingga lebih sulit diolah dimasa mendatang. Kita bisa melihat di pulau Jawa, dimana pada musim kemarau lahan pertanian menjadi retak-retak & keras sehingga sulit dibajak ataupun dicangkul. gambar 2. Limousin cow umur 4 tahun http://en.wikipedia.org/wiki/Limousin_(cattle) Harapan saya, apabila YPRN bisa melakukan usaha penggemukan sapi ini, akan diperoleh contoh usaha penggemukan sapi terpadu & pemanfaatan bio gas yang bisa diperoleh dari kotoran sapi yang masih baru. Limbah biogas ini nantinya yang akan diproduksi menjadi pupuk organik, dimana saat ini nagari Alahan Panjang sudah memiliki mesin pengolah sampah untuk memproduksi kompos sebanyak 6 unit dengan kapasitas produksi untuk 1 mesin adalah 5 ton kompos per hari. Saya kira, di Nagari Alahan Panjang saja bisa didirikan paling tidak 5 kandang bersama dimana untuk setiap kandangnya bisa menampung paling tidak 100 ekor sapi simmental. Apabila usaha ini berjalan, pada nagari-nagari di sekitar nagari Alahan Panjang, seperti nagari Simpang Tanjuang nan IV & nagari Sungai Nanam usaha penggemukan sapi ini bisa juga dilakukan. Mengenai teknologi saya kira hal ini bukanlah masalah utama, sebab bisa dipelajari dari beberapa nagari di Sumbar yang telah melakukan hal ini lebih dulu seperti beberapa nagari di kec. Ampek Angkek & beberapa nagari kec. Baso. Dengan adanya jejaring Persatuan Wali Nagari (Perwana) di Sumbar bisa dilakukan pelatihan-pelatihan untuk memperdalam skil petani-petani di Sumbar, bahkan di nagari Simarosok, Baso bio gas ini sudah dihasilkan energi listrik. wasalam AZ/lk/33th Padang ADA REAKTOR DI NAGARI SIMAROSOK - BASO - KABUPATEN AGAM http://www.facebook.com/note.php?note_id=166795943335680 Dua Ekor Sapi Hasilkan 850 Watt Sehari - Ketika Petani, Kampus dan Perusahaan Bermitra Padang Ekspress - Senin 4 Oktober 2010 Awalnya mendapat cemoohan dari warga karena mengumpulkan kotoran sapi untuk menghasilkan listrik. Setelah kerja keras itu berbuah energi, kini kelompok tani itu dipuja oleh orang kampung. Bagaimana ceritanya? Itulah suka duka Kelompok Tani Lurah Sepakat, saat merintis energi terbarukan di kampungnya. Tidak ingin terkungkung dalam kegelapan, mendorong para petani ditengah lurah (lembah) ini berpikir keras mencari sumber energi alternatif. Meski baru skala kecil, terobosan petani di jorong Simarosok dan jorong Kototuo, Nagari Simarosok, Kec. Baso, Kabupaten Agam. Memberi inspirasi besar bagi masyarakat Sumbar. Ditengah krisis listrik saat ini, karya Keltan Lurah Sepakat ibarat oase di tengah gurun pasir. Tinggal ditengah lurah nan sempit, memaksa petani harus berebut lahan untuk pertanian dan pemukiman. Keterbatasan itu memotivasi petani daerah ini berpikir kreatif memanfaatkan sumber daya semaksimal mungkin. Dari sinilah, muncul keinginan kuat petani setempat menimba ilmu pertanian, bagaimana meningkatkan produk pertanian di lahan sempit. Nagari Simarosok terletak sekitar 15 km dari Kota Bukittinggi. Kondisi geografisnya berbukit-bukit dengan dataran rendahnya ditanami areal persawahan. Selain bertani, penduduk nagari ini menjadi penambang pasir di Batang Agam. Nagari ini juga banyak terdapat sarang burung walet. Dengan keterbatasan lahan, petani Jorong Simarosok membentuk Keltan Lurah Sepakat yang fokus pada pertanian organik. Bukan saja untuk pupuk, Keltan ini kemudian mengolah kotoran ternak menjadi energi listrik. Keltan ini mulai terorganisir awal tahun 2009. Kini , Lurah Sepakat telah memiliki 10 hektare lahan sawah organik. Mereka menanam padi tanpa pupuk kimia dan insektisida buatan pabrik. Untuk memenuhi kebutuhan kotoran ternak, Lurah Sepakat juga mengembangkan peternakan. Saat ini, sudah 5 ekor sapi dan 21 ekor kambing menjadi aset kelompok. "Sejak berdirinya setahun lalu, setiap anggota berpegang teguh pada aturan-aturan kelompok yang dibuat bersama untuk kepentingan bersama," ungkap Ketua kelompok Maryonis P Putiah, didampingi beberapa anggota kelompok tani lainnya. Dalam perjalanannya, muncul ide mereka mengembangkan energi listrik biogas. Dengan modal kemauan keras, mereka bertekad menjadikan energi alam dari kotoran sapi sebagai bahan bakar minyak untuk sekedar memenuhi kebutuhan dapur (kompor) anggota kelompok. Sebelum mengubah kotoran sapi menjadi energi listrik, kelompok tani ini sering mendapatkan cemoohan dari warga sekitarnya. Mereka menganggap hanyalah kerja sia-sia. Masyarakat hanya tahu kotoran sapi hanya bisa menghidupkan kompor, tapi bukan untuk menghasilkan listrik. "Ndak mungkin tu do (itu tidak mungkin), " ujar Maryonis P Putiah, menirukan ucapan warga. Cemoohan itu ternyata semakin melecut para angggota Keltan Lurah Sepakat membuktikannya pada masyarakat luas. Untuk mengatasi ketidaktahuan itu, mereka lalu menggandeng Universitas Andalas, PLN Sumbar untuk menwujudkan cita-citanya itu menjadi kenyataan. Pertemuan rutin dilakukan tiap minggu, yakni hari Selasa. Kelompok Tani ini menyiapkan sebuah lubang persegi empat dengan ukuran panjang 5 meter dan lebar 1 meter dengan kedalam 1 meter. Tempat ini berguna untuk mengubah kotoran sapi menjadi gas, yang disebut dengan reaktor. Selanjutnya dari reaktor tersebut dialiri gas ke dalam tabung plastik, kemudian dialirkan ke kompor untuk memasak. Jika ingin mengubahnya menjadi energi listrik, gas tersebut digunakan sebagai bahan bakar genset. Menurut Mayor - demikian Maryonis akrab disapa - terwujudnya pembangkit listrik bio gas itu tidak terlepas dari bantuan pendampingan dari Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Universitas Andalas. Mulai dari plastik reaktor, hingga penampungan gas untuk menghasilkan 850 watt sehari. Membuat energi listrik dari kotoran sapi ternyata tidak serumit dibayangkan. hanya dengan 50 gerobak kotoran di awal pembuatan, selanjutnya ditambah 2 gerobak setiap hari, sudah bisa menghasilkan 850 watt. Kotoran ternak sebanyak itu pun hanya dipenuhi 2 ekor sapi. Biayanya relatif terjangkau. Diluar harga seekor sapi, dibutuhkan satu genset seharga Rp. 3.500.000,- serta reaktor seharga Rp. 4.000.000,-. Dari biaya murah meriah itu, keuntungannya pun berlipat ganda. Deputi Komunikasi dan Hukum PLN wilayah Sumbar, Edison mengatakan, proyek kelompok tani ini akan berganti nama Kelompok Tani Mandiri Energi. Rencananya, peresmian pengoperasiannya dilakukan menjelang Hari Listrik Nasional pada 27 Oktober 2010 mendatang. Untuk melengkapi kebutuahan tiang kabel penghubung antar rumah dan beberapa tempat penerangan, PLN akan memberi 4 tiang. Pembangkit listrik biogas sangat tepat bagi daerah yang jauh dari sumber listrik PLN, termasuk daerah-daerah pelosok. Program ini sekaligus membuktikan bahwa sumber energi alternatif banyak tersedia di Bumi Minangkabau dengan biaya murah meriah. "Kita berharap pada peresmian 27 Oktober 2010 nanti, akan dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Bupati Agam terpilih Indra Catri guna mengapresiasi masyarakat yang mampu bekerja keras demi kemajuan daerah mereka," tambahnya. Ranah minang kaya dengan sumber energi terbarukan. Ironisnya, negeri kaya energi ini ternyata miskin energi. Rendahnya kemauan pemangku politik kepentingan di daerah ini mengembangkan energi non fosil, sehingga 65 tahun Republik ini merdeka, sekitar 30 persen lebih penduduknya belum menikmati aliran listrik. Kemitraan lembanga perguruan tinggi, PLN dan masyarakat, diyakini menjawab krisis listrik di Sumbar. Memiliki aliran listrik sendiri, adalah menjadi impian Jorong Simarosok dan Kototuo selama ini. Habis gelap terbitlah terang. (***) laporan Arfidel Ilham - Baso -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/