KESESATAN ATAS NAMA AGAMA
By HABIB RIZIEQ FPI

Kalangan Liberal di Indonesia belum punya nyali untuk menyatakan diri sebagai 
Liberal Sejati, tanpa membawa "embel-embel" agama. Kata "Islam" dan "Muslim" 
acap kali mereka gandengkan dengan kata "Liberal", baik untuk nama forum atau 
pun kajian, bahkan buat identitas kelompok. Kaum Liberal tahu betul bahwa tanpa 
label "Islam", dagangan pemikiran sesat mereka tidak akan laku di tengah negeri 
yang berpenduduk mayoritas muslim beraqidahkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah ini. 
Jangankan orang beli, tengok pun tidak sudi.
 
Aneka barang "loak" pemikiran yang mereka jual selalu dibungkus dengan nama 
agama, dikemas dengan dalil agama, dan dihiasi dengan berbagai pendapat 
kalangan ulama yang sudah mereka pelintir. Pelbagai simbol dan jargon agama pun 
selalu mereka gunakan tanpa punya rasa malu, untuk mengelabui umat yang masih 
polos dan lugu.
Di zaman Sayyidina Ali RA, kaum Khawarij menggunakan ayat Al-Qur'an dan Hadits 
untuk pembenaran pembangkangan mereka terhadap Khalifah, bahkan untuk 
pengkafiran kaum muslimin yang tidak sepaham dengan mereka dan penghalalan 
darah mereka. Menyikapi hal tersebut, Sayyidina Ali KRW melontarkan ucapannya 
yang masyhur, yaitu : "Kalimatu Haqqin Yuroodu Bihaa Baathil" artinya "Kalimat 
Haq yang dimaksudkan (disalah-gunakan) untuk kebathilan." Manhaj Khawarij 
menjadi inspirasi bagi Liberal, bahkan Liberal lebih parah dari pada Khawarij, 
karena Liberal terlalu nekat mengkritik, memprotes, menentang dan membangkang 
terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW, sesuatu yang tidak berani dilakukan 
Khawarij.
 
LIBERAL DAN ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN
 
 
Kaum Liberal punya tafsir sendiri tentang "Islam Rahmatan Lil Alamin". Menurut 
Liberal bahwa Islam sebagai agama yang "Rahmatan Lil Alamin" harus menebar 
kasih sayang kepada semua umat beragama dengan segala keyakinannya tanpa ada 
batasan mau pun sekat.
Atas nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal menekankan bahwasanya umat Islam 
perlu ikut merayakan Hari-Hari Besar semua agama, sehingga melahirkan kasih 
sayang dalam keharmonisan hubungan antar umat beragama. Keikut-sertaan umat 
Islam dalam perayaan Hari-Hari Besar umat agama lain tidak hanya sebatas 
menjaga kondusivitas agar umat agama lain aman dan tenang dalam merayakan Hari 
Besar mereka, tapi juga harus ikut secara aktif dalam perayaan tersebut. Tidak 
cukup juga hanya dengan mengucapkan selamat, tapi juga harus berperan serta 
dalam menghidupkan perayaan tersebut, seperti saling tukar hadiah, menyanyikan 
lagu-lagu rohani, hingga doa bersama di rumah ibadah umat agama lain.
 
Atas nama "Rahmatan Lil Alamin", bagi Liberal sangat baik dan bagus, jika saat 
"Natal" para pegawai muslim di berbagai perusahaan  di Tanah Air secara suka 
rela memakai topi "Sinterklas" dalam tugasnya atau memasang "Pohon Natal" di 
ruang kerjanya. Dan saat "Imlek", masyarakat muslim juga harus rela untuk 
memasang lentera / lampion di perkampungan mereka, serta harus rela juga di 
"Barongsai" kan. Lalu saat "Nyepi" umat Islam mesti rela untuk tidak 
mengumandangkan azan, bahkan wajib rela untuk ikut memadamkan lampu / pelita di 
dalam rumahnya sendiri sekali pun.
 
Atas nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal mengkampanyekan kepada umat Islam 
agar mengakui bahwasanya semua agama benar, dan semuanya pasti masuk surga. Dan 
umat Islam harus menerima "kenyataan" bahwasanya Islam hanya merupakan "salah 
satu" jalan dari sekian banyak jalan menuju surga. Karenanya, umat Islam harus 
meyakini bahwa Muhammad, Yesus, Budha, Brahma, Khonghuchu, dan manusia yang 
disucikan oleh semua agama sedang menunggu umatnya masing-masing di pintu 
surga. Dengan demikian, tidak perlu lagi umat Islam mengklaim agamanya yang 
paling benar atau mengkritisi agama lain, apalagi berda'wah mengajak umat agama 
lain untuk masuk ke dalam Islam. Dan semua ayat Al-Qur'an mau pun Hadits 
tentang orang-orang "kafir" dianggap oleh kaum Liberal sebagai sesuatu yang 
"diskriminatif" dan juga sudah "out of date", sehingga tafsirnya juga harus 
dimodernkan.
 
Atas nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal menegaskan bahwasanya umat Islam 
mesti menerima Sistem Demokrasi Barat agar "diridhoi" masyarakat Internasional, 
sehingga harus secara suka rela meninggalkan penerapan syariatnya. Mereka 
menekankan bahwasanya umat Islam harus tunduk kepada "Suara Rakyat", karena 
suara rakyat adalah "Suara Tuhan", sehingga semua produk hukum demokrasi yang 
bersumber dari suara rakyat pasti benar, walau pun bertentangan dengan syariat. 
Bagi kaum Liberal, bukan zamannya lagi umat Islam "ngotot" menerapkan syariat 
Islam, apalagi dalam masyarakat heterogen. Dan bukan zamannya lagi, umat Islam 
menolak kepemimpinan non muslim. Demi perdamaian dunia, umat Islam harus 
mengedepankan "Kepentingan Internasional" dari pada kepentingan agamanya. 
Bahkan umat Islam harus selalu "Husnu Zhonn" kepada pihak Barat sebagai bukti 
Islam merupakan agama yang "Rahmatan Lil Alamin".
 
TAFSIR JALALAIN DAN TAFSIR JALANLAIN
 
Demikianlah, kaum Liberal dalam penafsirannya tentang "Rahmatan Lil Alamin" 
tidak lagi menggunakan tafsir Ulama Salaf mau pun Khalaf, bahkan tafsir 
sepopuler "Tafsir Jalalain" pun yang singkat padat dan ringkas jelas serta 
mu'tabar, tidak mereka tengok, karena mereka asyik dengan "Tafsir Jalanlain" 
yang serbah aneh dan menyesatkan.
Kaum Liberal tidak peduli dengan firman Allah SWT yang dengan tegas menyatakan 
bahwasanya agama yang ada di sisi Allah SWT adalah Islam dan bahwasanya agama 
yang diterima Allah SWT hanya Islam, sehingga barang siapa yang mencari dan 
memilih agama selain Islam maka tidak akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana 
firman-Nya SWT dalam QS.3.Aali 'Imraan : 19 dan 85. Kaum Liberal telah "Tuli" 
terhadap firman Allah SWT dalam QS.5.Al-Maa-idah : 3 yang menegaskan bahwa 
agama Islam telah sempurna dan merupakan agama yang diridhoi Allah SWT, 
sehingga tidak boleh dikurangi atau ditambah-tambah, atau pun dirubah.
 
Kaum Liberal juga telah "Bisu" terhadap firman Allah SWT yang melarang 
pencampur-adukan antara yang Haq dan Bathil sebagaimana termaktub dalam 
QS.2.Al-Baqarah : 42. Serta kaum Liberal pun telah "Buta" dari petunjuk Allah  
SWT tentang agama Islam yang tidak boleh dicampur-adukan dengan agama lain 
sebagaimana tertuang dalam QS.109.Al-Kafirun 1-6.
 
Kaum Liberal sungguh telah "Bisu Tuli Buta" terhadap firman Allah SWT dalam 
berbagai surat Al-Qur'an tentang agama Islam sebagai agama para Nabi dan Rasul 
sejak Adam AS hingga Muhammad SAW. QS.10.Yunus : 71-72 menceritakan bahwa Nabi 
Nuh AS dan pengikutnya  beragama Islam. QS.22.Al-Hajj : 78 menyatakan bahwa 
Allah SWT menamakan umat Nabi Ibrahim AS sebagai muslimin. QS.3.Aali 'Imraan : 
67 menegaskan bahwa Nabi Ibrahim AS bukan Yahudi atau pun Nashrani apalagi 
Musyrik, melainkan seorang muslim yang lurus. QS.2.Al-Baqarah : 128 memaparkan 
tentang doa Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS untuk dirinya dan keturunannya 
agar dijadikan sebagai kaum muslimin. QS.2.Al-Baqarah 132-133 menceritakan 
tentang agama para Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan Yusuf, 'alaihimis 
salaam, adalah Islam. QS.10.Yunus : 84 dan QS.7.Al-A'raaf : 125-126 mengabarkan 
bahwa Nabi Musa AS dan pengikutnya beragama Islam. QS.27.An-Naml : 15-44 
menginformasikan bahwa Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS beserta umatnya 
memeluk agama Islam. QS.5.Al-Maa-idah : 111 menyebutkan pernyataan Nabi 'Isa AS 
tentang agama yang dianutnya adalah Islam.
 

 
Apalagi terhadap kewajiban penerapan Hukum Allah SWT, kaum Liberal tidak peduli 
sama sekali dengan dalih "substansialistis" yaitu cukup ambil maknanya saja. 
Padahal, QS.5.Al-Maa-idah 44 - 51 sangat jelas memaparkan petunjuk ilahi 
tentang kewajiban tersebut. Dalam ayat 44 dan 45, Allah SWT menginformasikan 
tentang umat Nabi Musa AS yang berkewajiban menerapkan Hukum Allah SWT yang 
tertuang dalam Kitab Suci Taurat. Dan dalam ayat 46 dan 47, Allah SWT 
menginformasikan tentang umat Nabi 'Isa AS yang berkewajiban menerapkan Hukum 
Allah SWT yang tertuang dalam Kitab Suci Injil. Sedang dalam ayat 48 dan 49, 
Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW dan umatnya untuk menerapkan Hukum 
Allah SWT yang tertuang dalam Kitab Suci Al-Qur'an. Ada pun ayat 50, merupakan 
teguran keras Allah SWT terhadap mereka yang berpaling dari pada Hukum Allah 
SWT, sekaligus pernyataan ilahi bahwasanya tidak ada hukum siapa pun yang lebih 
baik dari pada Hukum Allah SWT. Lalu ayat 51, berisi larangan mengangkat orang 
kafir sebagai pemimpin orang beriman.
 
Berkaitan dengan ayat-ayat tersebut, Asy-Syahid Sayyid Quthb dalam tafsir "Fii 
Zhilal Al-Qur'an" juz 6 hal.901 menyatakan : "Kafir karena menolak ketuhanan 
Allah yang tercermin dalam penolakan Syariah-Nya. Dan Zalim karena membawa 
manusia kepada selain Syariah Allah, dan menyebar kerusakan dalam kehidupan 
mereka. Serta Fasiq karena sudah keluar dari aturan Allah dan mengikut selain 
jalan-Nya." DR. mushthofa Al-Khin dan Syeikh Muhyiddin Daib Mastu dalam kitab 
"Al-'Aqidah Al-Islamiyyah" hal.581 menuliskan :
 
"Sesungguhnya hukum atas orang yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan 
Allah dengan Kekafiran, Kezaliman dan Kefasiqan, hanyalah berlaku atas para 
pengingkar terhadap kekuasaan ilahi dalam pembuatan hukum, atau para penghina 
terhadap kekuasaan hukum ilahi itu." Di Indonesia, Prof. Hamka dalam tafsir 
"Al-Azhar" juz 2 hal.263 menyatakan : "Dan Kufur, Zhulm dan Fasiqlah kita kalau 
kita percaya bahwa ada hukum lain yang lebih baik dari pada Hukum Allah." Dan 
Prof. DR. Quraisy Syihab dalam tafsir "Al-Misbah" juz 3 hal. 106 menyatakan : 
"Betapa pun, pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa ayat ini menegaskan 
bahwa siapa pun - tanpa kecuali - jika melecehkan hukum-hukum Allah atau enggan 
menerapkannya karena tidak mengakuinya, maka dia adalah kafir, yakni keluar 
dari agama Islam."
 
Sungguh kaum Liberal telah "Shummun Bukmun 'Umyun" dari ajaran agama Islam yang 
benar. Na'udzu billaahi min dzaalik.
 
LIBERAL DAN ISLAM ANTI KEKERASAN
 
Masih atas nama "Rahmatan Lil Alamin", kaum Liberal mengkampanyekan "Islam Anti 
Kekerasan". Semua bentuk kekerasan digeneralisir, sehingga terjadi pembusukan 
makna. Kisah perang Nabi SAW dan para Shahabat melawan kaum Kafirin dan 
Munafiqin, serta aneka episode kepahlawanan mereka hampir tidak pernah 
disinggung kaum Liberal, bahkan disembunyikan, karena bertentangan dengan 
kampanye mereka dan tidak sesuai selera mereka. Bahkan dalam buku "Lubang Hitam 
Agama" karangan Sumanto yang diberi pengantar oleh Ulil Abshar, di halaman 58 
dikatakan bahwa kisah heroik para Nabi dan Mu'jizatnya hanya "dongeng".
 
Atas nama "Islam Anti Kekerasan", perlawanan para Mujahidin Islam di Philipina, 
Thailand, Afghanistan, Iraq dan Palestina serta belahan dunia lainnya, terhadap 
nafsu imperialisme Barat tidak lagi disebut sebagai "Jihad" oleh kaum Liberal, 
melainkan divonis sebagai "Aksi Kekerasan" yang bertentangan dengan Islam yang 
"Rahmatan Lil Alamin". Lucunya, kaum Liberal "bungkam" seribu bahasa terhadap 
kebrutalan Amerika Serikat di Iraq, Afghanistan dan Somalia, kekejaman Israel 
di Palestina, kejahatan India di Kashmir, kebiadaban Philipina di Mindanau, 
kekejian Thailand di Patani, kebengisan China di Xinjiang, dan sebagainya.
 
Kaum Liberal di Indonesia yang mengaku sebagai "muslim" sangat asyik mengecam 
dan mencaci maki kaum muslimin yang melakukan perlawanan terhadap serangan 
kafirin dan munafiqin terhadap aqidah, syariat dan akhlaq serta harta benda dan 
jiwa raga mereka. Kaum Liberal asyik menuduh gerakan Hisbah (Amar Ma'ruf Nahi 
Munkar) sebagai pelanggaran HAM, main hakim sendiri, memaksakan kehendak, 
mengambil wewenang negara, melanggar hukum, melawan konstitusi, dan sebagainya. 
Suara Liberal sangat lantang jika ditujukan kepada Gerakan Islam. Namun, 
terhadap kaum Kafirin dan Munafiqin yang menyebar luaskan kemunkaran, melakukan 
perusakan, pembunuhan dan pembantaian terhadap umat Islam, suara Liberal "tidak 
bunyi".
 
Tampaknya, bagi kaum Liberal bahwa perlawanan Mujahidin Islam terhadap 
kezaliman adalah "Aksi Kekerasan", sedang kekerasan Kafirin dan Munafiqin 
terhadap umat Islam adalah "Kebijakan". Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi 
tentang Jihad dianggap oleh kaum Liberal sebagai sesuatu yang "provokatif" dan 
sudah "kadaluwarsa", sehingga kini harus ditafsirkan secara "modern".
 
Kaum Liberal marah besar jika terjadi konflik antara umat Islam dan umat 
Kristen di Indonesia, apalagi jika ada "Gereja Liar" yang ditutup masyarakat 
muslim. Sumpah serapah kaum Liberal akan terdengar nyaring, berbagai tuduhan 
mereka lontarkan terhadap umat Islam. Namun saat ada sejumlah masjid umat Islam 
dibakar atau dihancurkan umat Kristen di sejumlah daerah minoritas muslim, 
lagi-lagi suara Liberal "tak terdengar".
 
Saat FPI Jawa Timur menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Jombang 
pada tanggal 24 April 2004 yang menampilkan KH. Misbahul Anam dari Jakarta 
(Sekretaris Majelis Syura DPP FPI) dan KH. Sa'dullah dari Sukoharjo (Ketua 
Majelis Syura DPD FPI Jatim), kaum Liberal meniupkan issue "seram" sambil 
menebar "ancaman kekerasan", sehingga beberapa gereja tutup tidak berani 
merayakan Paskah pada hari itu. Lalu, kaum Liberal menuduh FPI yang 
menggagalkan perayaan Paskah umat Kristiani di Jombang, padahal mereka yang 
menciptakan ketegangan suasana. Ironisnya, saat terjadi "kekerasan pelecehan" 
terhadap Islam di dalam mau pun di luar negeri, seperti Mush-haf Al-Qur'an 
dimasukkan ke lubang WC di Bekasi dan pembakaran Mush-haf Al-Qur'an di Amerika 
Serikat, kaum Liberal diam berjuta bahasa seolah mereka "senang" dengan 
peristiwa tersebut.
 
Begitukah makna "Anti Kekerasan" bagi kaum Liberal ?! Demikiankah cara Liberal 
memaknai "Anti Kekerasan" ?!
 
KRIMINALISASI MAKNA KEKERASAN
 
Liberal telah melakukan pembusukan makna "kekerasan" secara masif dan sistemik. 
Semua kekerasan digeneralisir sebagai perbuatan buruk dan busuk. Segala bentuk 
kekerasan dikatagorikan sebagai sikap hina dan tercela. Seluruh jenis kekerasan 
dikatagorikan sebagai kejahatan dan kekejaman. Akibatnya, terjadilah 
"kriminalisasi" makna kekerasan.
 
Padahal, kekerasan merupakan cerminan dari dua hal yang saling 
bertolak-belakang : Pertama,  cerminan dari ketegaran hati dan ketegasan sikap. 
Kedua, cerminan dari kebengisan hati dan kekasaran sikap.
Kekerasan sebagai cerminan dari ketegaran hati dan ketegasan sikap merupakan 
"kekerasan terpuji" yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam, bahkan sangat 
dianjurkan, dan pada kondisi tertentu diwajibkan.  Dalam QS.9. At-Taubah : 73 
dan QS.66. At-Tahrim : 9, Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk bersikap 
keras terhadap orang-orang kafir dan munafiq yang mengganggu Islam. Kekerasan 
terpuji yang disnjurkan Islam ini identik dengan "ketegasan".
 
Ada pun kekerasan sebagai cerminan dari kebengisan hati dan kekasaran sikap 
merupakan "kekerasan tercela" yang dilarang dan diharamkan Islam. Dalam 
QS.16.An-Nahl : 125 dan QS.3.Aali 'Imraan : 159, Allah SWT memerintahkan Nabi 
SAW untuk berda'wah dengan hikmah, arif, bijak lemah lembut dan tidak boleh 
kasar atau pun bengis. Kekerasan tercela yang dilarang Islam tersebut identik 
dengan "anarkisme"
 
Menarik, dalam QS.3. Aali 'Imraan : 159, Allah SWT melarang Rasulullah SAW 
bersikap "keras" dalam berda'wah, tapi dalam QS.9. At-Taubah : 73 dan QS.66. 
At-Tahrim : 9, Allah SWT justru memerintahkan Rasulullah SAW untuk bersikap 
"keras" dalam memerangi kaum Kafir dan Munafiq. Artinya, antara kedua sikap 
"keras" tersebut pasti ada perbedaan, sehingga keras yang satu dilarang, sedang 
keras yang lain justru diperintahkan.
 
Dalam rangka memudahkan pembedaan antara "kekerasan terpuji" dan "kekerasan 
tercela", maka perlu diilustrasikan sebagai berikut : Jika seseorang rumah dan 
keluarganya didatangi sekawanan perampok bersenjata yang mau merampas hartanya, 
melukai anaknya, memperkosa isterinya dan membunuh dirinya, lalu ia melakukan 
perlawanan sekuat tenaga dengan senjata apa adanya. Maka kawanan perampok 
menyerangnya dengan brutal untuk membunuhnya, ia pun menyerang kawanan perampok 
habis-habisan, sehingga terjadilah saling serang dan saling melukai, serta baku 
hantam dan baku bunuh.
 
Dalam cerita di atas, kedua belah pihak, baik kawanan perampok mau pun si 
pemilik rumah, sama keras, dan sama melakukan "kekerasan". Namun kekerasan 
perampok dan kekerasan si korban perampokan tidak bisa dan tidak boleh 
"disamakan". Kedua macam kekerasan tersebut berbeda dan berbanding terbalik. 
---------------------------
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke