Padang Ekspres • Jumat, 12/08/2011 09:49 WIB • Marthias Pandoe • 52 klik

Catatan: Baik wawancara atau pun keterangan ini, saya peroleh sekitar
tahun 1976. Saya membatasi tulisan mengenai Bung Hatta  sejak beliau
lahir hingga remaja.

Sampai bulan Agustus 2011 ini nyaris Mohammd Hatta, seorang
proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, jika masih hidup berusia
99 tahun atau hampir satu abad. Lahir 12 Agustus 1902 bersetujuan
dengan tanggal 7 Jumadil Awal 1329 Hijriah di Bukittinggi, Sumatera
Barat.

Beliau lahir sebagai anak yatim, karena bapaknya Syekh Mohammad Jamil,
seorang ulama Batuhampar Payakumbuh wafat beberapa bulan sebelum ibu
beliau Saleha asal Bukittinggi, melahirkan. Sama dengan Nabi Muhammad
SAW, yang juga mengalami nasib serupa. Ibu beliau melahirkan, sesudah
Abdullah wafat.

Dengan demikian, bapak kandungnya  tidak sempat memberi nama. Yang
memberi nama adalah kakek (orangtua bapak) Syekh Haji Mustafa, dengan
nama ’Athar. Itulah nama semula proklamator kita. Jangankan memberi
nama, melihat anaknya itu pun beliau tidak sempat. Setengah riwayat
menyatakan, Syekh Mohammad Jamil wafat, sebulan sebelum Hatta lahir.

Nama ’Athar diambil dari nama sejenis minyak wangi yang jika dibuka
sumbat botolnya sekeliling akan semerbak. Karena orang-orang tua di
Sumatera Barat agak sukar menyebut nama seseorang yang berakhiran ”r”
, huruf ini hilang dalam ucapan. Pun tidak biasa pula huruf  ”ain”
dalam ejaan lafaz huruf Arab, sehingga ’A dibaca ”A” saja. Contohnya
’Ali menjadi Ali. Huruf ”th” yang mestinya dibaca tebal, digandakan
saja menjadi ”tt”, sehingga jadilah semua itu menjadi Hatta.
***

Berbeda dengan bayi-bayi yang dilahirkan normal, bayi Hatta mempunyai
kelainan waktu terpencar ke bumi dari rahim ibu kandung.
Pada bagian kepala sang bayi banyak di jujung lemah. Melihat keadaan
ini, Syekh Mustafa meramalkan cucunya kelak akan menjunjung beban
berat. Artinya, dalam masa hidup Hatta akan banyak memikul tanggung
jawab.

Hatta dilahirkan di sebuah rumah kayu bertingkat dua, di jalan Aua
Tajungkang Bukittinggi. Rumah bersejarah itu sekarang tidak ada lagi.
Dari ibu Saleha, melahirkan putra tunggal, Hatta. Tiga saudaranya yang
lain semua perempuan. Rafiah, mertua Dr Setarto di Yogyakarta
merupakan kakak tertua Hatta. Hanya dengan Rafiah, Hatta
seibu-sebapak.

Setelah Syekh Mohammad Jamil meninggal, ibu Saleha menikah dengan
seorang saudagar asal Palembang, Haji Mohammad Ning, kakek dari
pengusaha terkenal almarhum Dr Hasyim Ning. Saleha memperolah empat
anak perempuan. Masing-masing Zakiah, Halimatussa’diah (almarhumah
istri Prof Dr Syahrial). Yang ketiga Sitti Bariah, janda Mohammad Zen
Jambek pemilik toko buku Tinta Mas Jakarta. Yang bungsu Sitti Basariah
istri Dr Sanusi Galib di Sumedang, Jawa Barat.

Ibu Saleha bersaudara tiga orang, yakni beliau sendiri dan dua lelaki
masing-masing Saleh dan Idris. Ibu Saleha meninggal di Sumedang, Jawa
Barat tahun 1957, Saleh dan Idris masing meninggal tahun 1940 dan 1942
di Bukittinggi.
***

Sewaktu masih kecil Hatta diharapkan kaum keluarga jadi seorang ulama
mewarisi orangtuanya. Untuk itu, beliau diserahkan mengaji dan belajar
ilmu agama dengan Inyiak Syekh Mohammad Jamil Jambek di Kampung Tangah
Sawah Bukittinggi. Pagi sekolah Belanda. Sore sampai malam mengaji di
surau. Akibat pendidikan tersebut, ketaatan Hatta menunaikan kewajiban
agama jadi jalan hidupnya sampai akhir hayat.

Dapatnya Hatta—sebagai seorang pribumi Melayu masuk sekolah Belanda
Europesche Lager School (ELS) di Bukittinggi—karena kakeknya dari
pihak ibu Bagindo Marah, adalah seorang hartawan. Ukuran seseorang
bisa masuk sekolah Belanda waktu itu, kalau orangtuanya pegawai
Belanda atau orang kaya yang besar membayar pajak pada pemerintah
kolonial.

Haji Bagindo Marah memiliki sepuluh pasang bendi yang di-carter
pemerintah mengantar surat-surat pos ke kampung-kampung yang jauh. Di
samping pemilik bendi, Bagindo Marah juga seorang pemborong.
***

Di ELS Hatta termasuk murid terpandai. Ia satu-satunya murid putra
asal Bukittinggi. Selebihnya anak-anak Belanda dan anak Koto Gadang,
yang memang gandrung pendidikan Barat.

Pernah datang ke rumahnya seorang Sinterklas memberi hadiah
main-mainan kapal. Kapal-kapalan itu dilayarkanya di kolam ikan
belakang rumah Rasjid Manggis, seorang yang kemudian kita kenal
sebagai budayawan dan teman akrab Hatta waktu kecil. Hatta juga gemar
main kelereng. Jika menang, kelereng itu dibagi-bagikan ke sesama
kawan.
***

Karena satu-satunya cucu laki-laki, sehari-hari Hatta mendapat
perhatian khusus Bagindo Marah dan istri beliau Aminah. Sang nenek
tidak suka kalau cucu ikut main bola, khawatir dapat cidera. Sedang
sepak bola pemainan yang paling disukainya.

Sejak kecil Hatta keras hati. Pernah neneknya menghukum karena
kedapatan memanjat pohon jambak. Ia dihukum berdiri di bawah pohon
tersebut. Diberi petak kecil yang tidak boleh bergerak keluar dari
garisnya. Akibat kesibukan, nenek Aminah kelupaan pada cucu sampai
sore. Lalu, menyuruh orang lain untuk membebaskan dan keluar dari
petak hukuman. Tapi, Hatta tidak mau pulang, sebelum orang yang
menghukum membebaskan.
***

Dari masa kanak-kanak Hatta sudah punya prinsip ekonomi. Baginya cukup
tiga stel pakaian. Satu stel untuk di rumah, dua stel untuk ke
sekolah. Kalau robek, selagi masih bisa ditambal, belum mau diganti,
walau sang nenek mampu membeli yang baru.

Kalau mandi, Hatta hemat pakai air. Sisa sabun yang sudah tipis,
digabungkan dengan sabun baru. Hingga waktu beliau diasingkan
pemerintah kolonial Belanda ke Menumbing Bangka (dalam perang
kemerdekaan tahun 1949) masih dilakukan seperti itu.

Uang jajan diberikan setiap hari sebenggol (dua setengah sen), namun
tidak dibelanjakan semua. Sisanya dikumpulkan. Bila jumlahnya  sudah
sampai setalen (dua puluhlima sen) dimasukkan ke tabungan Postpaar
Bank (Bank Tabungan Pos).

Yang mutlak bagi Hatta waktu itu cuma tiga macam barang. Pertama,
sepeda agar bisa mengunjungi kawan-kawan untuk menghafal dan diskusi.
Kedua lemari penyimpan buku. Ketiga jam tangan. Ia sangat disiplin
dengan waktu.

Tahun 1915 setelah tamat MULO (Midelbaar Uitbreid Lager Onderwijs)
setingkat sekolah menengah pertama (SMP) di Padang, ia pergi ke
Jakarta (doeloe namanya Batavia), masuk sekolah Prins Hendrik School,
semacam sekolah dagang menengah.
***

Begitu sayangnya sang nenek, ketika Hatta di Jakarta dibelikan sebuah
rumah di Oranje Boulevaart No.57, sekarang bernama Jalan Diponegoro.
Waktu Hatta dibuang ke Boven Digoel November 1934, rumah tersebut
dipertaruhkan kepada Prof Dr Aulia. Rumah itu beliau tempati kembali
setelah mengundurkan diri jadi wakil presiden, Desember 1956. Begitu
berhenti, ia segera pindah. Ia tidak mau lama-lama di rumah dinas
negara, apalagi berusaha memiliki.

Beliau berhenti jadi wakil presiden karena tidak menyetujui kebijakan
Presiden Soekarno yang mau membentuk kabinet ”berkaki empat”,
mengikut-sertakan PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam pemerintahan.
Secara pribadi Hatta tetap berteman baik dengan Bung Karno. Malah
putra-putri Bung Kano ketika nikah, beliau bertindak selaku saksi.
***

Beberapa waktu lalu, saya pernah berkunjung ke rumah beliau. Walau
beliau tak merokok sama sekali, namun tempat abu rokok disediakan
untuk tamu. Sikap toleransi!

Sambil bicara-bicara, terlompat pertanyaan beliau: Plein van Rome, apa
namanya sekarang dan tempat apa? Karena saya tidak paham, lalu saya
tanya: Di mana tempatnya?

Di muka Kantor Geemente (Balai Kota) Padang, jawab beliau. Rupanya
yang beliau maksud Lapangan Imam Bonjol, sekarang jadi ruang terbuka
hijau (RTH).

Bung Hatta mengenang lapangan tersebut, teringat tempat main bola
waktu  jadi siswa MULO Simpang Kandang. Beliau dipasang sebagai
gelandang tengah. Clubnya bernama Young Fellow salah satu kesebelasan
terkuat masa itu di Sumatera Barat. Pernah jadi kampiun selama tiga
tahun berturut-turut. Di mana beliau anggota clubnya.
***

Walau Hatta ekonomis cara hidupnya, namun dia adalah seseorang yang
suka memberi sesuatu kepada orang yang memerlukan. Ketika dipenjarakan
di Glodok Jakarta, sekitar tahun 1934, Hatta banyak diberi orang
pakaian, lebih-lebih dari saudagar urang awak. Waktu dipindah ke Boven
Digoel, sebagian besar pakaian itu diberikan kepada tahanan lainnya.
Padahal, tempat pembuangan itu sangat jauh dari keramaian. Sebelum ke
Digoel, Hatta disekap dulu dalam sel kantor polisi Jakarta. Selnya
sempit tanpa diberi tikar tidur. Tidur di atas lantai semen.

Dalam penjara beliau selalu menulis karangan tentang ekonomi dan
kapitalisme. Di Digoel pun Hatta selalu menulis untuk surat-surat
kabar dan memperoleh honor. Ia pernah dibujuk untuk bekerja di tanah
pembuangan itu, tapi ditolaknya mentah-mentah. Biar bercocok tanam
dari pada jadi budak pemerintah kolonial.

Di Negeri Belanda sewaktu akan pulang ke tanah air, setelah 11 tahun
di sana, pakaian musim dingin juga diberikan kepada pendatang baru,
antara lain Rasjid Manggis. Yang tidak terpisah malah sampai waktu
dibuang ke Digoel 16 peti buku-buku. Buku tetap bersamanya. Semua 20
meter kubik didaftar satu per satu. Tiga orang yang membantu kemasan
peti, antara lain Sutan Sjahrir, mantan Perdana Menteri pertama RI.

Dari Digoel dipindah ke Banda Neira, Maluku, dipisahkan dengan
di-Goelis lain karena dianggap berbahaya. Dicurigai masih bisa
melakukan kegiatan politik. Di Banda Neira, Hatta belajar memasak,
masakan khas Maluku. Hasilnya dikirim untuk dirasakan famili di
Bukittinggi. Masakan urang awak beliau sudah terampil. Walau Hatta in
de kost, tapi tidak canggung masak sendiri. Hanya kamar yang disewa.
***

Kecerdasan dan gerak-gerik Hatta menimbulkan keseganan pemerintah
kolonial, namun tetap dicurigai. Belajar ke Negeri Belanda dibebaskan
dari biaya perjalanan. Pemerintah Belanda yang mengatur semua. Hatta
dilepas dengan corps musik ketika hendak meninggal tanah kelahirannya
Bukittinggi. Motif goodwill ini untuk memisahkan Hatta dengan
kawan-kawan dan tanah airnya. Bila Hatta pulang sekali-sekali ke
Bukittinggi, banyak berdatangan kawan-kawan kaum saudagar meminta
nasihatnya. Rumah orangtuanya selalu diintip reserse Belanda

”Kenapa cucu saya yang pulang sekali-sekali tidak diberi kebebasan,
kok selalu diintip?” tanya neneknya gusar. Komisaris Belanda Reiners,
Kepala Polisi Bukittiggi menyabarkan sang nenek, dan berharap tidak
marah-marah kepada anak buahnya.
***

Apa pula cerita Hatta kepada famili waktu pulang kampung? Orang
kampung selalu ingin banyak tahu bagaimana Negeri Belanda yang kecil
itu dan sangat jauh dari Indonesia, mampu menjajah ratusan tahun.
”Kenapa kau tidak cari kerja di sana?” tanya Maimunah, istri pamannya Idris.

”Memang ada kesempatan bagi saya untuk kerja di sana di antaranya di
sekretariat Twee de Kamar (Parlemen) dan dapat gaji besar. “Tapi, buat
apa jadi budak Belanda,” ujar Hatta tegas. ”Adakah kau bertemu dengan
Juliana, putri Ratu Wilhelmina? Pandaikah dia di sekolah?”. ”Ya,
sepandai-pandai perempuan, pandai juga lelaki,” jawabnya bergurau.
”Pernahkah kau kunjungi istana Ratu, apa saja terdapat di dalamnya?”
pertanyaan bertubi-tubi.

Di jawab Hatta: ”Di istana yang megah itu banyak terdapat
barang-barang mewah berasal dari Indonesia, lebih-lebih barang antik.
Diceritakan sebelumnya Negeri Belanda kecil-sempit, tapi telah
diperluas dengan menimbun beberapa hektare pantai/ laut. Laut didam
dan ditimbun. Orang awak-lah yang menanggung biayanya. Biaya dimaksud
hasil kurasan kekayaan Indonesia.

Begitu Hatta sampai di Negeri Belanda, dia mendapat pandangan luas,
setelah melihat negeri-negeri Eropa lainnya yang bebas merdeka. Hikmah
perjalanan itu dirisaukannya betapa keterkungkungan tanah airnya.

Ketika di Negeri Belanda, pribadi Hatta telah menunjukkan gengsi dan
wibawa. Di tempat tinggalnya di Rotterdam Heemraade Single 283 A,
sering dikunjungi kawan-kawan sesama mahasiswa, diskusi
memperbincangkan nasib tanah air yang dijajah. Kawan-kawannya datang
sekaligus  mencicip masakan Hatta yang agak kepedasan. (*)

[ Red/Redaksi_ILS ]
http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=10437


Wassalam
Nofend | 34+ | Cikasel

Sent from Pinggiran JABODETABEK®

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke