Assalamu'alaikum wr wb;Pak M N jo dunsanak Epi Bucari n a h.
Sanang hati Ambo maikuti diskusiko,apolai Ambo iindak banyak maikuik i
masalah2 sosial budaya,agak tabukak pancaliek an Ambo jo masalah
ko.Tarimo kasih banyak ateh uraian2 dunsanak kaduonyo,apolai pak M N
nan manjalehkan jo  caro nan jaleh bana.Usul Ambo ciek,kalau
mamungkinkan dipabanyak mamakai bahaso Minang,supayo nan mudo2 labiah
rajin baraja bahaso Minang (malah Ajo Duta banyak baraja bahaso minang
di milis RN ko.)
Wassalam;Hilman Mahyuddin   68 +
kampuang koto,nagari Rao rao Tana data.
tingga di Jakarta Timur.

Pada 27 September 2011 15:59, bandarost <epybuch...@gmail.com> menulis:
> Pak MN dan sanak sapalanta nan ambo hormati,
>
> Terimakasih atas pencerahan dari pak MN mengenai perbedaan pendekatan
> objektif-ilmiah dengan subjektif-normatif menyangkut fenomena merantau
> ini.
> Sebagai seorang awam (dalam disiplin ilmu sosiologi-antropologi), saya
> memang menempatkan diri sebagai 'pasien' yang agak nyinyia bertanya
> kepada dokter spesialis tentang gejala/symtom yang dirasa dan
> dilihatnya, dan mengharapkan diagnosis dari sang dokter dalam bahasa
> yang sederhana tapi straight to the point. Ini untuk sementara telah
> saya peroleh.
>
> Sebagaimana tersirat dalam postingan saya sebelumnya, saya merasa
> lebih tertarik dengan produk dari proses merantau (yaitu
> 'perantaunya') daripada proses itu sendiri. Karenanya, diskusi ini
> saya coba tempatkan sebagai postingan tersendiri dengan topik
> 'Merantau,  Siapakah  Yang Disebut Orang Minang ?', karena (menurut
> saya) pemahaman tentang hal ini akan dapat menjelaskan karakteristik
> 'orang rantau' dengan spektrumnya yang sangat luas itu dalam kaitannya
> dengan performance mereka dalam masyarakat luas dan kelompok
> masyarakat Minang sendiri.
> Ada kritik tentang Gebu Minang, ada keluhan tentang kurangnya
> perhatian urang rantau pada ranah Minang atau Nagarinya masing2, ada
> pertentangan sengit dalam upaya mengenal ABS-SBK, dlsbnya.
>
> Spektrum orang Minang perantau yang luas ini, pada titik ekstrimnya
> bapak tegaskan dalam kalimat : '.....Orang M akan hilang dari
> peredaran karena merantau. Bisa dan kenapa tidak? Namun, bagaimanapun,
> kita akan melihat sisa2 dan ciri2 khas dari watak M nya itu sampai
> satu waktu dia habis sama sekali ditelan oleh budaya yang
> lebih dominan atau justru membentuk pola campuran baru seperti yang
> kita lihat di koloni2 M di sepanjang pantai Barat Sumatera dari Aceh
> sampai ke Bengkulu, dan di pantai Timur dari Aceh sampai ke Sumsel.
> Tidak kurangnya di Semenanjung Malaysia sendiri dengan Negeri
> Sembilan, Melaka, Pahang, dsb......'
>
> Saya sepakat dengan hipotesa ini, bertolak dari kondisi faktual di
> lapangan : banyak orang Minang yang telah 'terlalu lama membebek di
> kandang kambing atau menguak di kandang kerbau', tapi seperti bapak
> katakan itu 'sisa2 dan ciri2 khas dari watak M nya masih tampak
> tersisa....
>
> Okelah pak MN, sebagai pengamat amatiran, pemikiran dan pengamatan
> saya yang masih bersifat acak dan liar akan coba saya kompilasi, cari
> korelasi antara yang satu dengan lainnya, untuk menghasilkan hasil
> pengamatan yang lebih memadai.
>
> Sebagai member yang lebih banyak menggunakan RN sebagai sumber
> informasi keminangan untuk menambah-nambah ilmu dan pemahaman di usia
> senja ini, saya mengharapkan pak MN dan para pakar di bidang lainnya
> bersedia untuk berdiskusi dan berdialog secara hangat dan terbuka
> dalam Palanta RN ini.
>
> Maaf & wasalam,
>
> Epy Buchari
>
>
>
>
>
> On Sep 27, 3:05 am, Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com> wrote:
>> Sdr Bandarost, dkk
>>
>>      Merantau adalah migrasi. Tetapi tidak semua migrasi adalah merantau. 
>> Oleh karena itu kita perlu mendefinisikan apa itu migrasi dengan segala 
>> macam tipenya dan apa pula migrasi yang sifatnya merantau. Migrasi baru 
>> dikatakan merantau kalau dia pergi dengan kemauan sendiri dan terkait dengan 
>> dan adalah bahagian dari sistem sosialnya, baik dalam waktu yang lama 
>> ataupun singkat, dan tidak pernah dengan tujuan untuk berpindah habis 
>> membuang diri, seperti "rantau Cino" itu. Makanya, kendati orang Jawa 
>> ditemukan yang terbanyak secara kuantittif di luar daerah budayanya, 
>> dibanding dengan masyarakat2 etnis lainnya di Indonesia, tetapi yang 
>> memenuhi kriteria merantau, sedikit. Apalagi orang Jawa yang ditemukan di 
>> luar Jawa sampai saat ini kebanyakan adalah transmigran, dan keturunannya, 
>> bukan perantau dengan kemauan sendiri dan terkait dengan sistem sosialnya 
>> itu seperti orang Minang. Mungkin belakangan sudah terjadi dengan kemauan 
>> sendiri tetapi tidak
>>  karena dorongan sistem sosial-budayanya itu. Bagi orang Jawa masih ada dan 
>> masih terpakai sampai saat ini ungkapan: "Mangan ora mangan asal ngumpul." 
>> Dan kalau toh mereka bermigrasi atau bertransmigrasi, kesukaan asal ngumpul 
>> itu masih lekat terpakai dalam tradisi migrasi mereka. Makanya di mana-mana 
>> kita temukan ada Kampung Jawa sebagaimana tidak ada satupun dan di manapun 
>> ada "Kampung Minang" ataupun "Kampung Padang."  Orang Jawa yang dikirim 
>> sebagai transmigran di luar Jawa hampir tanpa kecuali semuanya membentuk 
>> koloni2 transmigran terpisah dari walau bersebelahan dengan penduduk asli.
>>
>> Sdr Bandarost,
>>
>>      Tugas kita sebagai pengamat, baik kita profesional sosiolog dan 
>> antropolog ataupun amatiran, adalah mencari dan menemukan pola2 umum yang 
>> terkait dengan fenomena migrasi yang namanya merantau itu. Kalau kita 
>> preteli satu per satu penyebab maupun akibatnya seperti yang Anda lakukan 
>> itu tentu akan banyak sekali dan bervariasi dari waktu ke waktu, dari 
>> generasi ke generasi, dari daerah ke daerah dan dari tingkat sosial-ekonomi 
>> dan pendidikan yang berbeda-beda. Silahkan saja mempretelinya satu per satu 
>> tetapi tentu tidak dengan membiarkannya bagai pasir di pantai tanpa 
>> mengelompokkannya dalam tipe dan pola2 tertentu yang mempunyai arti yang 
>> "meaningful" dan signifikan.
>>
>>      Sebagaimana halnya dengan fenomena sosial lainnya, budaya merantau juga 
>> turut berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan faktor2 yang membentuk dan 
>> mempengaruhinya. Apa yang Anda konstatasi dengan berbagai perubahan dan 
>> faktor2 yang merubah itu, secara keseluruhan sudah benar. Tinggal Anda 
>> melanjutkannya dengan menemukan pola2 (patterns) nya itu sehingga dia 
>> mempunyai arti yang meaningful dan signifikan itu. Anda bisa bayangkan 
>> bagaimana perubahan2 itu telah terjadi dari generasi yang satu ke generasi 
>> berikutnya. Cobalah perhatikan bagaimana sisa2 orang Minang dan Melayu di 
>> pantai Timur Afrika, di Madagaskar misalnya, ketika orang M ini masih 
>> melakukan hubungan perdagangan langsung sampai ke Afrika itu, di samping 
>> juga ke Yaman, Srilangka, Pattani, Malaysia, pantai utara Kalimantan sampai 
>> ke Filipina. Belum pula yang di Nusantara sendiri, terutama di daerah 
>> pesisir Barat maupun Timur Sumatera, Kalimantau, Sulawesi, Maluku dan bahkan
>>  sekarang Papua.
>>      Ketika saya sempat 8 tahun merantau ke Amerika saya menemukan cukup 
>> banyak orang Minang yang sudah menjadi orang Amerika, walau ciri2 
>> keminangannya masih kuat melekat dengan isteri dari berbagai sukubangsa. 
>> Begitu juga di banyak tempat di manapun, di Australia, Eropah dan Asia 
>> lainnya.
>>     Nah, apa yang Anda risaukan dengan budaya merantau ini kalau Anda 
>> melihat dengan memakaikan kacamata sosiologi/antropologi seperti yang 
>> dilakukan banyak pengamat itu? Orang M akan hilang dari peredaran karena 
>> merantau. Bisa dan kenapa tidak? Namun, bagaimanapun, kita akan melihat 
>> sisa2 dan ciri2 khas dari watak M nya itu sampai satu waktu dia habis sama 
>> sekali ditelan oleh budaya yang lebih dominan atau justru membentuk pola 
>> campuran baru seperti yang kita lihat di koloni2 M di sepanjang pantai Barat 
>> Sumatera dari Aceh sampai ke Bengkulu, dan di pantai Timur dari Aceh sampai 
>> ke Sumsel. Tidak kurangnya di Semenanjung Malaysia sendiri dengan Negeri 
>> Sembilan, Melaka, Pahang, dsb.
>>      Sdr Bandarost dkk, inilah beda kalau kita melihat fenomena apapun 
>> dengan kacamata bening obyektif-ilmiah dengan kalau kita melihat dengan 
>> kacamata warna2 secara subyektif-normatif. Anda tentu bisa memilih salah 
>> satu atau memakai keduanya silih berganti, tergantung pada maksud dan tujuan 
>> Anda.
>>      Demikian reaksi dari saya tanpa harus menyinggung perasaan siapapun 
>> yang saya kuatirkan terjadi di arena palanta rantaunet ini karena kesukaan 
>> melihat apa2 secara subyektif-normatif dengan kurang mengindahkan nilai 
>> etika dan etiket berdialog dan berkomunikasi seperti yang memang biasa 
>> terjadi di palanta lapau hingga sayapun dan sejumlah lainnya terkena 
>> getahnya.
>>
>> Salam, MN
>>
>>
>>
>> From: bandarost <epybuch...@gmail.com>
>> To: RantauNet <rantaunet@googlegroups.com>
>> Sent: Monday, September 26, 2011 10:11 AM
>> Subject: [R@ntau-Net] Re: MERANTAU DITINJAU KEMBALI
>>
>> Assalamu'alaikumWW,
>> Pak MN dan sanak sapalanta nan ambo hormati,
>>
>> Terimakasih atas tanggapan pak MN melalui japri dan melalui RN ini.
>> Melalui tanggapan ini, sekurangnya terjawab prasangka dan keraguan
>> bahwa pak MN  tidak punya perhatian atau tidak pernah menanggapi
>> komentar terhadap tulisan beliau.
>>
>> Pak MN, menurut logika saya, merantau (yang pada hakekatnya juga
>> berarti migrasi dengan karakteristik tertentu) merupakan suatu proses
>> dengan outputnya : perantau.
>> Proses ini dari dulu sampai sekarang prinsipnya masih sama, sesuai
>> dengan prinsip ilmu fisika (alam takambang) bahwa akan selalu terjadi
>> aliran antara 2 tempat yang secara potensial berbeda.
>>
>> Bagi saya yang menarik adalah proses perubahan dan perkembangan
>> selanjutnya dari perantau itu sendiri yang dikelompokkan sebagai
>> 'orang rantau', yang berkembang sesuai dengan potensi, sikon, dan
>> perjalanan nasib/takdir mereka  di daerah rantaunya masing2. Ada laki1
>> atau perempuan Minang yang kawin dengan etnis lain, ada yang sudah
>> sekian generasi di rantau, ada yang well educated, ada yang
>> berpendidikan seadanya, ada yang gigih dan haus tantangan, ada yang
>> melempem dan suka mengeluh, dlsbnya, dlsbnya. Dalam hal yang
>> menyangkut perkawinan ini, ada yang masih 'asli' Minang karena yang
>> perempuan masih asli Minang, ada yang sekadar masih punya bako di
>> ranah Minang, ada yang sudah tidak punya kaitan sama sekali dengan
>> ranah ini.
>>
>> Seluruh perantau dengan beragam status ini secara umum digeneralisir
>> sebagai 'orang Minang' atau 'urang awak'. Penampilan/performance/
>> kinerja mereka terkait dengan urusan di ranah (pariwisata, atensi,
>> selera, bantuan, ikut organisasi, milis,  dan lain sejenisnya)
>> kemudian juga dinilai dengan menggunakan kriteria yang sempit dan
>> terbatas,
>> Sebagai contoh yang paling mudah diamati adalah RN sendiri. Dikesankan
>> bahwa kalau jadi 'urang awak' atau 'orang Minang' itu harus begini dan
>> begitu dengan toleransi yang terkadang sangat tipis. Ada yang agresif,
>> ada yang berkuping tipis, (banyak) yang sok tau dalam segala hal, ada
>> yang gemar menyalahkan dan mematahkan pendapat yang lain, ada yang
>> kadar keminangannya minim2 saja, ada yang sangat kental, dlsbnya. Ada
>> yang tidak tahan dan kemudian pamit (untuk sementara atau selamanya).
>> Dua minggu terakhir ini, kalau saya tidak salah sudah 2 orang yang
>> mengesankan pamit ini.
>>
>> Jadi pak MN, menurut saya permasalahan 'siapa' sebenarnya orang Minang
>> ini dengan berbagai pengelompokan dan karakteristiknya akan merupakan
>> salah satu hal maha penting untuk diteliti oleh Sociologist dan
>> Anthropologist. Pemahaman ini menurut saya akan membantu berbagai
>> upaya yang terkait dengan persatuan dan kesatuan orang2 yang punya
>> kaitan darah dengan warga asli Minangkabau ini. Salah satu produk dari
>> pemahaman ini adalah toleransi, pengertian, simpati, dan empati yang
>> lebih baik antar kita yang secara umum disebut sebagai 'urang awak'
>> yang berstatus perantau ini.
>>
>> Dengan berbagai status perkawinan dengan berbagai suku dan etnis ini,
>> dengan (sangat) banyaknya urang sumando yang non Minang ini,
>> seyogianyalah pula kita mampu menahan diri untuk merendahkan, tidak/
>> kurang menghargai suku2 dan etnis2 lain dalam pergaulan sehari-hari,
>> termasuk dalam berbagai pembicaraan dan pembahasan dalam Palanta RN
>> ini. Marilah kita juga menghormati perasaan urang2 sumando kita
>> (terbanyak rasanya dari suku 'J', meminjam kriteria yang umum
>> digunakan pak MN) yang juga mengikuti Palanta ini.
>>
>> Pak MN, saya tidak mampu untuk meneliti, atau menulis secara runut dan
>> mengikuti disiplin tertentu dalam upaya mendalami permasalahan
>> sosiologi ini.
>> Saya hanyalah 'si bisu yang barasian', yang mengharapkan profesional
>> seperti pak Mochtar dan para ahli lainnya untuk membahas dan menguliti
>> permasalahan ini secara komprehensif.
>>
>> Maaf dan wasalam,
>>
>> Epy Buchari, L-68
>> Ciputat Timur
>>
>> On Sep 25, 6:45 am, Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com> wrote:
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>> > Sdr Bandarost dkk,
>> >
>> >      "Merantau" adalah ekspresi sosial dari masyarakat tertentu yang 
>> > menjadikan kebiasaan migrasi keluar dari daerah budaya mereka sebagai 
>> > bahagian dari tradisi sosial mereka yang terlembaga. Karenanya tidak semua 
>> > bentuk migrasi keluar dari daerah budaya itu adalah merantau, tapi migrasi 
>> > biasa.  Masyarakat manapun di dunia ini dari dahulu sampai sekarang biasa 
>> > bermigrasi, baik secara individual maupun berkelompok, baik karena 
>> > keinginan sendiri maupun karena terpaksa. Baik untuk masa singkat maupun 
>> > untuk masa panjang ataupun migrasi permanen seperti rantau Cino itu.
>> >      Salah satu dari corak masyarakat yang menjadikan merantau sebagai 
>> > bagian dari tradisi sosial mereka adalah sukubangsa Minangkabau. Tradisi 
>> > merantau orang Minang ini sudah barang tentu akan dipengaruhi oleh banyak 
>> > faktor yang bisa berubah dari masa ke masa. Seperti yang Anda katakan itu, 
>> > faktor-faktor penyebab itu juga bisa berkembang dan berubah sesuai dengan 
>> > perkembangan waktu
>>
>> ...
>>
>> read more ยป
>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
>  1. E-mail besar dari 200KB;
>  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi;
>  3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
> http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
> subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Reply via email to