Sdr Wahidin Musratul, Desembri Chaniago, Chudri Burhanuddin, Zainil Tanjung, Anna Yulend, dkk, Beda Minang sekarang dengan Minang sebelumnya adalah, dahulu kita praktis hanya berhadapan dengan satu-dua budaya dan agama yang datang dari luar, khususnya Islam. Sekarang, semua pada waktu yang sama kita berhadapan dengan sekian banyak budaya, agama dan nilai2 sivilisasi lain2 yang masuk dan semua serta masing2nya ingin hendak memasukkan pengaruhnya. Dalam menghadapi semua ini kalau kita tidak mempunyai pegangan hidup kita segera akan hablur, ludes dan kehilangan diri dan kepribadian. Betapa banyak sudah kuburan dari macam2 suku bangsa yang ditelan oleh masa karena tidak mampu bertahan hidup. Untung kita punya Islam. Agama yang sangat tangguh dan cekatan dalam menghadapi semua ini. Dan kita tidak perlu kelalapan. Hadapi semua itu dengan sikap arif yang diajarkan oleh agama kita itu. Apa kata Allah: Innaa khalqnaakum min dzakarin wa untsaa, wa ja'alnaakum syu'uuban wa qabaaila li ta'aarafuu. Inna akramakum 'indallahi atqaakum. (Al Hujuraat 13). Yang menarik, Islam tidak mengajarkan kepada kita supaya menjauhi, dan saling berjauhan. Tidak, tapi justeru saling mendekati, untuk berta'aruf. Saling kenal-mengenal dan bekerjasama, dengan siapapun, hatta dengan yang bukan muslim sekalipun. Kecuali kalau mereka ingin merusak dan menghancurkan kamu. Untuk itu: perangi! Yang jadi ukuran itu adalah dan hanyalah Taqwa kamu kepada Allah. Agar kita punya kepribadian yang tangguh dan tanggap tidak lain dengan mengenal ajaran Allah ini dan memakaikannya dalam kehidupan kita hari2 dengan pemahaman yang benar. Agama adalah untuk dipakai dan jadi hiasan diri. Bukan sekadar disebut-sebut. Mengenai bagaimana memelihara hubungan antara adat dan syarak. Pertama dimulai dengan sikap batin kita bahwa kita tidak memiliki sikap a priori. Semua yang baik dari adat dan dari manapun, kita terima dan kita pakai. Tapi kalau bertentangan dengan syarak, kita pula yang pertama kali yang akan menolaknya. Kita tidak perlu menunggu dulu dari ninik-mamak, dari alim-ulama, dari cerdik-pandai, dari bundo-kanduang, dari siapapun, kalau kita melihat bahwa praktek adat itu bersalahan dengan syarak, kita yang pertama-tama yang menjauhi dan sekaligus mengatakan kepada siapapun, bahwa praktek adat yang seperti itu bersalahan dengan syarak dan agama Islam. Di sinilah letak kemandirian dan ketegaran dari ajaran Islam itu. Syukur kalau ada fatwa alim-ulamanya dan kata putus dari TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan) itu. Kalau tidak, putuskan sendiri. Luar biasa Allah memberikan agama kepada kita di mana kita secara pribadi masing2 maupun secara kolektif bersama-sama menentukan yang terbaik untuk diri kita, keluarga kita dan masyarakat kita. Itulah gunanya Al Quran diturunkan dan Al Hadits disampaikan sebagai pegangan dan tolok ukur. Islam adalah agama kemandirian dan kedewasaan tiada tara. Secara bermasyarakat, bagaimanapun, kita memerlukan orang2 para pemimpin yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Tetapi tetap, yang diikuti dari mereka adalah yang sejalan dengan ajaran agama dan adat itu. Apalagi ada ungkapan: Al 'ulamaak waratsatul anbiyaak. Ulama itu adalah para pewaris para Nabi. Dalam konteks berminang-minang, konsep kepemimpinan TTS -- the three triumvirates: ninik-mamak, alim-ulama, cerdik pandai -- adalah superb. Cuma mana dia. Mana mereka? Keberadaan mereka masih saja sampai saat ini bernafsi-nafsi. Masing2 jalan sendiri2. Tanpa pernah ada usaha dan upaya untuk membangun sebuah lembaga kepemimpinan TTS itu, yang secara kolegial dan kolektif memusyawarahkan masalah2 yang timbul sehingga jadi pegangan bagi para anak-kemenakan dan orang kampung sado alahe. Mengenai "adat salingka nagari," dll, co lah muloi oleh kawan2 nan lain2. Ambo maningkahi biko. Ambo danga pulo baa pandapek kawan2 nan lain. MN261111
________________________________ From: Wahidin Musratul <fbmessage+kr4mwy2qe...@facebookmail.com> To: PERJALANAN ISLAM DALAM PENYEMPURNAAN ADAT MINANGKABAU <islam.minangka...@groups.facebook.com> Sent: Saturday, November 26, 2011 2:31 PM Subject: Bls: [PERJALANAN ISLAM DALAM PENYEMPURNAAN ADAT MINANGKABAU] HIJRAH : Facebook Wahidin Musratul mengomentari kiriman Desembri Chaniago di PERJALANAN ISLAM DALAM PENYEMPURNAAN ADAT MINANGKABAU. Wahidin Musratul 26 November 14:31 Trimakasih pk Mochtar... Screening & updating nilai2 mesti menjadi fokus shgga hanya nilai2 luhur adat yg masih sejalan syarak saja yg kita pertahankan dlm seluruh aspek kehidupan... Persis dengan konsep no.1 yg dikemukakan ust.Des tadi pak... Yg jadi persoalan sekarang adalah siapa atau institusi apa yg memiliki legitimasi untuk melakukn proses screening updating tadi pak?.. Apkah institusi semacam itu yg ada saat ini bisa memenuhi syarat sesuai visi pk Mochtar tadi?.. Kalau tdk, apa gagasan Bpk untuk eksisnya sebuah badan yg legitimate tsb.?... Kedua, apa acuan yg dipakai kalau buku besar soal adat yg disepakati brsama ternyata kita tidak punya pak?.. Adat hanya salingka nagari... Siapa pula yg berhak dan legitimate utk mengadopsi nan memberikasi berbagai nilai yg sangat variatif ini pak?... Pernah tdk upaya2 semacam itu dilakukan pada masa lalu pak?.... Skali lagi mohon pencerahan pak... Supayo nak batambah bahan diskusi kami di forum ko pak.... Riwayat Komentar Anna Yulend 26 November 13:20 Pak Muchtar,..jangan segan2 membuang nilai2 adat yg tdk serasi dgn sarak.bagai mana menseleksi yg serasi dan yg tdk adat yg mau diseleksi itu saja banyak yg tdk mengerti.. Contoh nya say sekedar mengerti ªª itu bundo kanduang,tapi apakah saya tau pungsi dari Bundo kanduang itu, saya jawab tidak. Banyak yg seperti saya sekarang ini pak Muchtar.. Zainil Tanjung 26 November 12:43 manyimak.... Chudri Burhanudin 26 November 12:42 Terima kasih Pak Desembri Chaniago, walaupun sharing pendapat itu saya tujukan ke Pak Mochtar Naim, ee tunggu tuh ada dibawah penjelsannya . Terimakasih Pak Mochtar Naim,Dengan demikian barangkali group itu berkerja kearah bagaimana " menerapkan filosofi hidup ABS-KBS", "jangan segan2 membuang nilai2 adat yang tidak sesuai dengan syariat". Beliau juga setuju kelihatannya untuk membersih aqidah dari syirik, bid'ah dan kurafat dll." Tinggal tunggu tindak lanjut operasional? Pertanyaammya Pak Mochtar Naim, bagaimana kita brsikap atau berdosakah kita bila ajaran murni tekstualnya dengan praktek konstektual emperikalnya beda jauh jaraknya atau tak nyambung dan kita sudah terbawa arus dengan itu. Wahidin Musratul 26 November 12:27 Asslm.. Pk Mochtar... Tigo point yg disampaikan ust.Des tadi ; inventarisasi masalah, buku panduan ABS SBK dan transfer nilai, tampak dek ambo sbg satu action plan yang harus segera direalisasikan... Suai bana ambo pak... Bitu pulo persepsi ambo mengenai kondisi kekinian adat minang ko, memang sarupo jo kondisi Titanic malakik ka karam, bak kecek pak Yat tu pak... Satu gambaran yg pas... Berkaitan jo persepsi dan action plan nan dikamukokan sanak2 ambo tadi, mohon ijin batanyo ambo ka pk Mochtar. Baa penilaian pk Mochtar thdp persepsi kami nan sarupo itu, terlalu berlebihan atau realistis kah?... Baa seharusnyo kito mancaliak perubahan dan pergeseran nilai nilai dalam satu kebudayaan terkait dengan kenyataan tidak terbendungnyo interaksi budaya Minang dgn budaya luar?... Aspek apo nan mesti statis dan aspek apo pulo nan dibiarkan dinamis berkembang sasuai hasil interaksi tadi?... Sbg seorang ilmuwan dan budayawan nan mengikuti setiap jengkal dinamika adat Minang sajak dulu sampai hari iko, baa prediksi pak Mochtar terhadap eksistensi adat dan budaya kito ko dlm kurun waktu 10 atau 20 tahun kamuko, akan smakin pudarkah atau masih bisa bertahan sarupo kini ko?... Atau mgkin pk Mochtar justru sangat optimis bahwa eksistensi nyo akan lebih kuek dengan makin maraknyo urang Minang nan peduli saat kini ko?... Mohon tanggapan dan pencerahan pak... Manyimak kami.... Tarimokasih.... Mochtar Naim 26 November 12:00 Balasan dari MN utk Sdr2 Desembri Chaniago, Anna Yulend, Syam Hidayat dan Chudri Burhanuddin dkk lainnya, Masalah kita antara adat dan syarak ini bukan lagi masalah prinsipiel-mendasar, karena kita telah memiliki konsep ABS-SBK yang menempatkan adat di bawah syarak. Bukan sebaliknya dan bukan pula setara ataupun di atasnya. ABS-SBK sifatnya sintetik --adat tunduk di bawah naungan syarak-- bukan sinkretik --adat setara dengan syarak. Adat yang serasi dengan syarak bagaimanapun sifatnya adalah "muhakkamah" -- memutus -- yang ranahnya tidak terjangkau oleh syarak. Dan syarak pun mengiakan karena banyak sekali dari sisi kehidupan ini yang tidak terperenahi oleh syarak sehingga syarak memberi peluang kepada adat untuk juga ikut mengatur kehidupan ini. Adat itu seperti diketahui ada di mana2 dan ada di setiap masyarakat dan suku bangsa, dulu dan sekarang, termasuk suku2 Arab sendiri. Makanya dibedakan antara adat jahiliyah dan adat islamiyah. Islam dalam memasuki sesuatu masyarakat dan suku-bangsa tidak pernah bersikap dan bersifat a priori. Islam hanya memisah antara adat yang serasi dan yang tidak serasi dengan syarak. Yang serasi dipakai, dilanjutkan, dan yang tidak serasi dibuang. Itulah kekuatan dan kebesaran ajaran Islam yang tidak pernah bersikap a priori. Makanya ada ungkapan: Berjalanlah kamu di muka bumi ini dan belajarlah kamu walau ke negeri Cina sekalipun. Islam pulalah yang menyelamatkan khazanah kebudayaan dari negara2 dan masyarakat yang dimasuki. Coba lihat, siapa yang mengangkatkan filosofi dan kebudayaan Yunani, Romawi, Mesir kuno, dsb kalau bukan Islam dengan ajaran sivilisasinya yang beralam lapang itu. Tugas kita dalam rangka menerapkan filosofi hidup ABS-SBK ini adalah melakukan screening, mana dari praktek2 adat itu yang tidak serasi dengan syarak, karena ketika Islam masuk ke bumi Minangkabau dan Melayu umumnya, adat itu telah duluan ada dan sedikit-banyak juga mendapatkan pengaruh dari unsur2 nilai dari budaya2 yang juga masuk ke dunia M sebelum Islam masuk. Sebutlah, Budhisme, Hinduisme dan sebelumnya animisme, dsb. Tugas kita, sekali lagi, adalah melakukan screening dan updating dari nilai2 luhur adat yang tidak bertentangan dengan syarak. Sebaliknya, jangan segan2 membuang nilai2 adat yang tidak serasi dengan syarak. Makanya tugas kita sekarang adalah melakukan penseleksian mana2 dari nilai2 adat itu yang serasi dan mana2 yang tidak serasi dengan syarak di setiap sisi dan aspek kehidupan: spiritual, moral, sosial, ekonomi, kultural, individual, apapun. Rasanya sayang dan sia2, di samping juga tidak diinginkan oleh Islam sendiri, kita secara a priori membuang jauh semua yang berbau adat itu, adat apapun. Kalau ada yang kelihatannya tidak sejalan atau serasi, seperti dalam hukum waris itu, dekati, sorot, dan seleksi, mana yang serasi mana yang tidak serasi dengan hukum waris islamiyah. Sekali lagi, jangan bersikap a priori. Misalnya, adat Minang yang telah diislamkan membedakan antara harta warisan dan harta pencaharian. Harta warisan, lanjut, tidak dibagi, harta pencaharian dibagi menurut hukum faraidh. Coba kalau ada yang berpendapat: harta warisan juga harus dibagi. Maka yang pertama-tama yang akan menentangnya adalah hukum faraidh itu sendiri. Hukum faraidh tegas2 mengatakan, harta yang dibagi itu adalah milik si mayit. Kalau bukan milik si mayit, loh, bagaimana membaginya? Tentu salah total jadinya. Jadi mana yang lebih logis: hukum faraidh atau si A si B yang mengatakan bahwa harta warisan juga harus dibagi. Kebanyakan mereka hanya mengandalkan kepada kata2 ulama2 Minang yang dulu2 yang mungkin saja tidak menguasai hukum waris itu atau terbawa oleh dorongan untuk membersihkan aqidah dari syirk, bid'ah, khurafat, dsb, tanpa mengaji secara bening apa betul itu permasalahan harta warisan yang dipusakai secara turun-temurun yang dalam Islam sendiri juga dikenal ada yang namanya harta waqaf, dsb. Kita, bagaimanapun, juga harus membedakan antara konsep tekstual murni dengan praktek kontekstual empirikalnya dari apapun permasalahan yang kita hadapi. Pertama-tama yang kita kaji adalah ajaran murni tekstualnya. Baru sesudah itu kita melihat bagaimana prakteknya yang berlaku atau diperlakukan. Menilai ajaran Islam dengan praktek yang dilakukan oleh ummat Islam tentu bisa sangat jauh panggang dari api. Kenapa dulu orang2 di Barat sana menjauhi Islam, karena mereka menilai Islam dari apa yang dipraktekkan oleh ummat Islam sendiri yang bisa bagai siang dengan malam. Tapi coba lihat sekarang, ketika mereka mulai melihat Islam langsung dari sumber ajarannya, maka berbondong-bondong mereka masuk Islam. Kita juga sewajarnya harus bisa membedakan antara ajaran yang tekstual dengan praktek pengamalan yang kontekstual-empirikal yang bisa jauh panggang dari api itu. Mari yang lain melanjutkan. MN261111 Lihat Semua Komentar Kiriman Asli Desembri Chaniago 26 November 7:44 HIJRAH : "AL MUHAAJIRU MAN HAJARA MAA NAHALLAHU 'ANHU" (Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang tidak disukai oleh Allah SwT) Lihat Kiriman Ini di Facebook · Sunting Pengaturan Email · Balas email ini untuk menambahkan komentar. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/