Matinya Nurani

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Nurani berasal dari bahasa Arab nur, artinya cahaya, kemudian menjadi
nuraniyyun yang artinya bersifat cahaya. Dalam bahasa Indonesia,
nurani digunakan untuk menyebut lubuk hati yang terdalam, disebut juga
kata hati atau hati nurani. Jika seorang pencuri membunuh petugas
ronda atau hansip yang memergokinya, disebut penjahat, maka pencuri
yang memperkosa wanita didepan anaknya dan suaminya yang tak berdaya
setelah dilukainya seperti yang baru-baru ini terjadi di Manggarai,
pencuri tersebut bukan hanya penjahat, tetapi lebih dari itu disebut
telah tidak lagi memiliki nurani. 

Orang yang berbohong, kemudian tersipu-sipu ketika terbongkar
kebohongannya, maka dia adalah pembohong biasa. Tetapi seorang tokoh
yang berbohong dan kebohongannya sudah terbongkar di depan publik
secara luas, kemudian ia masih bisa tampil dengan percaya diri, maka
ia bukan saja pembohong, tetapi pembohong yang sudah tak bernurani.

Nurani merupakan subsistem kejiwaan manusia. Menurut Al Qur'an,
manusia dianugerahi akal untuk berfikir dan memecahkan masalah,
dianugerahi hati untuk memahami realitas (Q/22:46), dianugerahi
syahwat untuk menggerakkan tingkahlaku (Q/3:14), dan dianugerahi
nurani untuk meluruskan yang bengkok, membersihkan yang kotor dan
untuk intro¬speksi terhadap  apa yang ada dalam jiwanya (Q/75:14-15).
Jika hati manusia masih bisa diajak kompromi, membantah, mengingkari,
mencabut pernyataan dan mencari-cari alasan pembenar, hal itu memang
sesuai dengan tabiat hati tersebut. 

Dalam Al Qur'an, hati disebut dengan nama qalb yang mempunyai arti
bolak-balik. Ungkapan bahasa Arab berbunyi; summiyat al qalbu qalban
litaqallubihi artinya hati dinamakan qalbu adalah karena tabiatnya
yang bolak balik. Jadi hati (qalb) memang memiliki tabiat tidak
konsisten, suka berdalih dan mencari-cari alasan pembenar. Nurani
bagaikan kotak hitam  (black box) di dalam hati, sebagai sub sistem
yang bekerja secara konsisten ter¬hadap kebenaran dan kejujuran. 

Hati boleh mencari-cari dalih pembenar, akal boleh membuat rumusan
yang logis membenarkan dirinya, tetapi nurani tetap konsisten
membisikkan bahwa yang salah tetap salah, dan yang benar tetap benar.
Dalam Al Qur'an, nurani disebut dengan nama bashirah, (Q/75;14-15)
yang mengandung arti pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan
mata kepala. Bagi orang yang nuraninya sehat, pandangan mata hatinya
lebih tajam menembus dimensi ruang dan waktu, berbeda dengan mata
kepala yang sangat terbatas jangkauan pan¬dangannya. Bagi orang yang
mata hatinya buta, maka ketajaman penglihatan mata kepala tidak banyak
membantu menemukan kebenaran (Q/22:46).

Menurut seorang ulama klasik, Ibn al Qayyim al Jauzi, bashirah atau
nurani adalah cahaya yang ditempatkan oleh Allah di dalam hati setiap
manusia; nurun yaqdzifuhullah fi al qalbi. Oleh karena itu nurani bisa
menjadi hotline manusia dengan Tuhannya. Cahaya ini pula yang
menyebabkan manusia rindu kepada Tuhan, yang menyebabkan manusia bisa
menangis ketika berdoa, yang menyebabkan manusia tak terkecoh oleh
godaan rendah  harta duniawi dan  sebaliknya bisa melihat dengan jelas
tingginya nilai keutamaan kebajikan yang bersifat ukhrawi. Jiwa
manusia merupakan kesatuan sistem, oleh karena itu berfungsinya nurani
juga bisa disebut sebagai sehatnya hati (qalbun salim) atau seperti
yang dikatakan oleh Imam Fakhr ar Razi dalam tafsir al Kabir, sebagai
akal yang prima (al `aql as salim). 


sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Salam Cinta,
agussyafii

Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
[EMAIL PROTECTED] atau http://mubarok-institute.blogspot.com





Kirim email ke