Pak Yus dan Teman-teman...
  Wahh...saya jadi malu nih...nekat ngomong cas-cis-cus padahal gak tau apa2...
  saya cuma pengen banyak temen2 di medan yang tertarik dgn burung terutama 
burung air migran. biar gak kesepian ngamatin burung sendiri lg...karena di 
medan burung migran masih belum banyak yang tau.
   
  Tanggal 2-4 april 2007 yang lalu, Yayasan Akasia Indonesia (YAI) mengadakan 
Workshop mengenai Mangrove sebagai habitat burung migran, sebagai tindak lanjut 
dari program yang dilaksanakan oleh YAI di Kab. Deli Serdang yang telah 
berlangsung selama kurang lebih 1 tahun.
   
  Maaf karena saya masih pemula (hanya hobi mengamati burung), jadi informasi 
yang saya sampaikan mungkin kurang akurat. 
   
  banyak kesulitannya, selain karena dgn peralatan seadanya...di medan gak 
banyak   yang tau tentang burung...apalagi burung migran...bahkan pemerintah 
dalam terkait merasa aneh dan gak percaya kalo ada burung migran yang melakukan 
perjalanan jauh.
   
  Sekarang lumayan juga..."virus" mengamati burung udah menjangkiti kawan2 di 
Biopalas Dept. Biologi USU, jd gak kesepian lagi...dan ada indikasi telah 
menjangkiti beberapa temen wartawan di Medan...tinggal menunggu waktu yang 
tepat, saya akan bawa mereka jalan2 lokasi pengamatan..
   
  Mohon masukan dari para Ahli dan teman2 pengamat burung, dan tolong koreksi 
saya bila da yang salah...
   
  Gigi
  Yayasan Akasia Indonesia
  

yus <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
            Teman-teman,
  
  Informasi menegani burung air migran di Sumut. Selamat untuk rekan Gigi.
  
  Yus 
  
  Rabu, 04 April 2007. KOMPAS 
  Konservasi
Habitat Burung Migran Terancam 
  Medan, Kompas - Hutan mangrove di pesisir Pantai Timur Sumatera Utara yang 
menjadi habitat burung migran saat ini semakin berkurang akibat alih fungsi 
lahan. Padahal, kawasan hutan mangrove di pesisir Pantai Timur Sumut itu 
merupakan daerah penting bagi persinggahan burung migran. 
  Luas penyebaran hutan mangrove di Sumut mencapai 83.550 hektar, 60 persen di 
antaranya rusak. Kerusakan terparah, menurut data Badan Pengendalian Dampak 
Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Sumut, membentang dari Langkat, Deli 
Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, hingga Labuhan Batu yang selama ini menjadi 
habitat burung migran. 
  Di Langkat, misalnya, terdapat 35.300 hektar hutan mangrove, 25.300 hektar di 
antaranya rusak. Di Deli Serdang dan Serdang Bedagai, kerusakan mencapai 12.400 
hektar dari total luas 20.000 hektar. 
  Menurut peneliti burung migran dari Yayasan Akasia Indonesia, Giyanto, 
kerusakan hutan mangrove akibat alih fungsi merupakan ancaman serius bagi 
burung migran yang biasa singgah di pesisir Pantai Timur Sumut. 
  "Konversi hutan mangrove sangat berpengaruh terhadap ketersediaan makanan 
serta perubahan fungsi ekosistem," kata Giyanto di Medan, Selasa (3/4). Alih 
fungsi itu menghilangkan makanan untuk burung migran. 
  Ketidaktahuan pemerintah daerah akan wilayahnya yang menjadi persinggahan 
burung migran, kata Giyanto, merupakan salah satu penyebab habitat alami burung 
migran dibiarkan berubah menjadi tambak dan perkebunan. Selain di Pantai Cemara 
(Jambi) dan Semenanjung Banyuasin (Sumatera Selatan), wilayah persinggahan 
burung migran di Pulau Sumatera juga ada di pesisir Pantai Timur Sumut. 
  "Birdlife International tahun 2001 menetapkan pesisir Pantai Timur Sumut 
sebagai daerah penting bagi burung," kata Giyanto. 
  Dia menuturkan, pengamatan satu hari pada bulan September lalu memperlihatkan 
minimal 8.000 burung migran ditemukan. Bulan September adalah saat burung 
migran dari Siberia dan China mencari bekal makanan untuk melanjutkan 
perjalanan hingga ke Australia. Pada bulan Maret, wilayah pesisir Pantai Timur 
Sumut menjadi persinggahan burung migran yang akan kembali ke Siberia dan China 
untuk berkembang biak. (bil) 
  

  
         

 
---------------------------------
Finding fabulous fares is fun.
Let Yahoo! FareChase search your favorite travel sites to find flight and hotel 
bargains.

Kirim email ke