Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Pak Syaiful, itu memang gaya model sekarang yang disalahkan mesti kegiatan pertambangan, tidak usah tambang gede wong gali pasir dan batu saja sudah diributkan kalau real estate, mall, reboisasi dengan tanaman yang menyedot air banyak dlsb boleh-boleh saja, lihat saja hutan lindung di Jawa. Salam: Untung Sudarsono [EMAIL PROTECTED] wrote: Tampaknya perlu 'pelurusan' juga. Karena MI dapat info dari sumber pak Agus Guntoro yg orang geologi juga, mungkin perlu ngomong/klarifikasi ke pak Agus dulu. Kalau berita tsb memang sesuai dg apa yg dipikirkan pak Agus, mesti diskusi dulu dong dg doi. Ketika IAGI (dg ketua bidang pertambangan pak Sukmandaru) berusaha tertatih-tatih utk menghidupkan sektor pertambangan kembali, paling tidak info pak Agus via MI utk umum ini tentunya telah sedikit-banyak menghambat usaha. Lebih afdol lagi, kalau pak Agus bisa ngasih konfirmasi atas berita MI tsb. Berani, pak Agus? Salam, Syaiful Sukmandaru Prihatmoko To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] cc: t.idSubject: Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir 08/28/03 09:51 PM Please respond to iagi-net Berita di media tsb memang sangat tendensius, banyak pernyataan yang dikutip, sepertinya nyambung satu sama lain, padahal tidak (bisa dipertanyakan). Saya harap ini karena ke-piawai-an wartawan saja dalam menyajikan berita. Contohnya: ...Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. .(saya kutip seperti aslinya). Pertambangan terbuka di hutan lindung mengakibatkan perusakan hutan lindung = masih nyambung; perusakan hutan lindung mengakibatkan kekeringan = masih nyambung juga. Tapi menyambungkan pertambangan di hutan lindung dengan kekeringan = nanti dulu, karena ini bukan matematika dimana kalau A = B dan B = C, maka A = C. Karena kita musti lihat berapa banyak seh pertambangan di hutan lindung, kemudian seberapa banyak hutan lindung yang rusak (secara keseluruhan), serta seberapa luas hutan lindung yang rusak karena pertambangan. Itu tadi satu conto saja.. masih ada beberapa lagi pernyataan yang tidak saling nyambung tapi enak dibaca. Ini saya kutipkan data ttg hutan dan tambang Indonesia, sumbernya Made Astawa Rai, 2002 (Seminar - Isu dan Kendala Pengelolaan Sumberdaya Pertambangan dan Kehutanan). (1) Area Kontrak Karya = 21 juta ha (termasuk wilayah eksplorasi) (2) Area tambang = 0,135 juta ha (3) Luas hutan total Indonesia = 120 juta ha (4) HPH = 66 juta ha (5) Hutan lindung = 33,5 juta ha (6) Hutan konservasi = 20,5 juta ha (7) Laju kerusakan hutan dalam 7 tahun terakhir (hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi) = 1,36 juta ha/ tahun (Kongres Kehutanan Indonesia, Jakarta, 2001). Jika diasumsikan seluruh area tambang rusak, berarti hanya 10% dari laju kerusakan hutan per tahun. Padahal kenyataanya tidak demikian karena banyak lahan bekas tambang yang telah direklamasi. (Meskipun, tidak perlu dipungkiri pasti ada juga perusahaan nakal yang tidak beres reklamasinya). Jadi silakan tebak sendiri yang 90% itu dilakukan oleh siapa. Salam - Daru - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, August 28, 2003 10:46 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Saya setuju dengan Mas Bondan Brillianto. Jangan gebyah uyah bahwa kerusakan hutan semata-mata disebabkan hanya oleh perusahaan Tambang. Mari kita buka mata dan telinga, berapa hutan yang rusak (area) dan apakah ada kontribusi perusahaan tambang disana (jangan-jangan di daerah rusak hutan tersebut tidak ada perusahaan tambangnya). Sebab pencurian kayu liar dan penebangan liar oleh penduduk tidak bisa dilihat sebelah mata. Disekitar konsesi INCO, ada wilayah yang namanya Danau Towuti... Di desa pinggir danau tersebut ada beberapa orang yang bisa dikategorikan sangat kaya dengan jenis usaha membeli kayu dari para penebang liar (dari dulu dan berlanjut hingga sekarang ..). Hasilnya mereka jual ke Jawa dan disepanjang jalan dari daerah itu ke Makassar ada retribusi khusus yang sudah rutin mereka lakukan. Selain itu, sejauh yang saya tahu hampir semua perusahaan tambang punya seksi revegetasi / reklamasi lahan dan ada hukum yang bisa dikenakan jika melanggar peraturan pemerintah tersebut ... So saya setuju jika peninjauan kembali izin tambang dengan melakukan pengecekan seberapa jauh si perusahaan mengikuti hukum sudah dilakukan. Jika memang melanggar, musti dikenakan sanksi, namun jika bersih.. perusahaan tetap
Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Tampaknya perlu 'pelurusan' juga. Karena MI dapat info dari sumber pak Agus Guntoro yg orang geologi juga, mungkin perlu ngomong/klarifikasi ke pak Agus dulu. Kalau berita tsb memang sesuai dg apa yg dipikirkan pak Agus, mesti diskusi dulu dong dg doi. Ketika IAGI (dg ketua bidang pertambangan pak Sukmandaru) berusaha tertatih-tatih utk menghidupkan sektor pertambangan kembali, paling tidak info pak Agus via MI utk umum ini tentunya telah sedikit-banyak menghambat usaha. Lebih afdol lagi, kalau pak Agus bisa ngasih konfirmasi atas berita MI tsb. Berani, pak Agus? Salam, Syaiful Sukmandaru Prihatmoko To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] cc: t.idSubject: Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir 08/28/03 09:51 PM Please respond to iagi-net Berita di media tsb memang sangat tendensius, banyak pernyataan yang dikutip, sepertinya nyambung satu sama lain, padahal tidak (bisa dipertanyakan). Saya harap ini karena ke-piawai-an wartawan saja dalam menyajikan berita. Contohnya: ...Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. .(saya kutip seperti aslinya). Pertambangan terbuka di hutan lindung mengakibatkan perusakan hutan lindung = masih nyambung; perusakan hutan lindung mengakibatkan kekeringan = masih nyambung juga. Tapi menyambungkan pertambangan di hutan lindung dengan kekeringan = nanti dulu, karena ini bukan matematika dimana kalau A = B dan B = C, maka A = C. Karena kita musti lihat berapa banyak seh pertambangan di hutan lindung, kemudian seberapa banyak hutan lindung yang rusak (secara keseluruhan), serta seberapa luas hutan lindung yang rusak karena pertambangan. Itu tadi satu conto saja.. masih ada beberapa lagi pernyataan yang tidak saling nyambung tapi enak dibaca. Ini saya kutipkan data ttg hutan dan tambang Indonesia, sumbernya Made Astawa Rai, 2002 (Seminar - Isu dan Kendala Pengelolaan Sumberdaya Pertambangan dan Kehutanan). (1) Area Kontrak Karya = 21 juta ha (termasuk wilayah eksplorasi) (2) Area tambang = 0,135 juta ha (3) Luas hutan total Indonesia = 120 juta ha (4) HPH = 66 juta ha (5) Hutan lindung = 33,5 juta ha (6) Hutan konservasi = 20,5 juta ha (7) Laju kerusakan hutan dalam 7 tahun terakhir (hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi) = 1,36 juta ha/ tahun (Kongres Kehutanan Indonesia, Jakarta, 2001). Jika diasumsikan seluruh area tambang rusak, berarti hanya 10% dari laju kerusakan hutan per tahun. Padahal kenyataanya tidak demikian karena banyak lahan bekas tambang yang telah direklamasi. (Meskipun, tidak perlu dipungkiri pasti ada juga perusahaan nakal yang tidak beres reklamasinya). Jadi silakan tebak sendiri yang 90% itu dilakukan oleh siapa. Salam - Daru - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, August 28, 2003 10:46 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Saya setuju dengan Mas Bondan Brillianto. Jangan gebyah uyah bahwa kerusakan hutan semata-mata disebabkan hanya oleh perusahaan Tambang. Mari kita buka mata dan telinga, berapa hutan yang rusak (area) dan apakah ada kontribusi perusahaan tambang disana (jangan-jangan di daerah rusak hutan tersebut tidak ada perusahaan tambangnya). Sebab pencurian kayu liar dan penebangan liar oleh penduduk tidak bisa dilihat sebelah mata. Disekitar konsesi INCO, ada wilayah yang namanya Danau Towuti... Di desa pinggir danau tersebut ada beberapa orang yang bisa dikategorikan sangat kaya dengan jenis usaha membeli kayu dari para penebang liar (dari dulu dan berlanjut hingga sekarang ..). Hasilnya mereka jual ke
Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Saya pikir nggak perlu pake rumus-rumusan: Tambak terbuka merusak hutan, HPH memang tujuannya menebangi hutan Hutan lindung, apakah di rusak tambang terbuka atau HPH atau penjarahan oleh rakyat, atau untuk tambak udang, semuanya salah Kita masih sangat memerlukan hutan lindung. Kalau hutan non-lindung sudah porak poranda, kemudian hutan lindung diincar juga...apalagi yang kita punya? Apakah tidak dicoba mencari dari areal HPH yang ada komoditas tambangnya? Kan jadinya dua-duanya bisa didapat. Salam, BB Berita di media tsb memang sangat tendensius, banyak pernyataan yang dikutip, sepertinya nyambung satu sama lain, padahal tidak (bisa dipertanyakan). Saya harap ini karena ke-piawai-an wartawan saja dalam menyajikan berita. Contohnya: ...Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. .(saya kutip seperti aslinya). Pertambangan terbuka di hutan lindung mengakibatkan perusakan hutan lindung = masih nyambung; perusakan hutan lindung mengakibatkan kekeringan = masih nyambung juga. Tapi menyambungkan pertambangan di hutan lindung dengan kekeringan = nanti dulu, karena ini bukan matematika dimana kalau A = B dan B = C, maka A = C. Karena kita musti lihat berapa banyak seh pertambangan di hutan lindung, kemudian seberapa banyak hutan lindung yang rusak (secara keseluruhan), serta seberapa luas hutan lindung yang rusak karena pertambangan. Itu tadi satu conto saja.. masih ada beberapa lagi pernyataan yang tidak saling nyambung tapi enak dibaca. Ini saya kutipkan data ttg hutan dan tambang Indonesia, sumbernya Made Astawa Rai, 2002 (Seminar - Isu dan Kendala Pengelolaan Sumberdaya Pertambangan dan Kehutanan). (1) Area Kontrak Karya = 21 juta ha (termasuk wilayah eksplorasi) (2) Area tambang = 0,135 juta ha (3) Luas hutan total Indonesia = 120 juta ha (4) HPH = 66 juta ha (5) Hutan lindung = 33,5 juta ha (6) Hutan konservasi = 20,5 juta ha (7) Laju kerusakan hutan dalam 7 tahun terakhir (hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi) = 1,36 juta ha/ tahun (Kongres Kehutanan Indonesia, Jakarta, 2001). Jika diasumsikan seluruh area tambang rusak, berarti hanya 10% dari laju kerusakan hutan per tahun. Padahal kenyataanya tidak demikian karena banyak lahan bekas tambang yang telah direklamasi. (Meskipun, tidak perlu dipungkiri pasti ada juga perusahaan nakal yang tidak beres reklamasinya). Jadi silakan tebak sendiri yang 90% itu dilakukan oleh siapa. Salam - Daru - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, August 28, 2003 10:46 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Saya setuju dengan Mas Bondan Brillianto. Jangan gebyah uyah bahwa kerusakan hutan semata-mata disebabkan hanya oleh perusahaan Tambang. Mari kita buka mata dan telinga, berapa hutan yang rusak (area) dan apakah ada kontribusi perusahaan tambang disana (jangan-jangan di daerah rusak hutan tersebut tidak ada perusahaan tambangnya). Sebab pencurian kayu liar dan penebangan liar oleh penduduk tidak bisa dilihat sebelah mata. Disekitar konsesi INCO, ada wilayah yang namanya Danau Towuti... Di desa pinggir danau tersebut ada beberapa orang yang bisa dikategorikan sangat kaya dengan jenis usaha membeli kayu dari para penebang liar (dari dulu dan berlanjut hingga sekarang ..). Hasilnya mereka jual ke Jawa dan disepanjang jalan dari daerah itu ke Makassar ada retribusi khusus yang sudah rutin mereka lakukan. Selain itu, sejauh yang saya tahu hampir semua perusahaan tambang punya seksi revegetasi / reklamasi lahan dan ada hukum yang bisa dikenakan jika melanggar peraturan pemerintah tersebut ... So saya setuju jika peninjauan kembali izin tambang dengan melakukan pengecekan seberapa jauh si perusahaan mengikuti hukum sudah dilakukan. Jika memang melanggar, musti dikenakan sanksi, namun jika bersih.. perusahaan tetap bisa dijalankan ... Masalahnya, pernah penebang liar di daerah towuti tersebut ditertibkan .. ujungnya ratusan orang demo minta PEMDA menyediakan lapangan kerja .. pemda tidak sanggup .. yaaa tebang lagi lah hutannya .. Salam, didik - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL
RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Mineral occurrence (keterdapatan mineral) di Indonesia umumnya erat kaitannya dengan keberadaan jalur gunung api purba maupun aktif dan pola tektonik Indonesia. Kita dapat mengharapkan untuk menemukan prospek emas atau tembaga epitermal maupun porfiri di jalur Busur Sunda yaitu pada pegunungan Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku ataupun jalur emas (Gold Belt) yang membelah Kalimantan Barat - Kalimantan Tengah sampai Kalimantan Timur. Prospek emas dan tembaga juga kita bisa dapatkan di pegunungan Median Irian Jaya. Endapan nickel laterit kita bisa dapatkan di pulau-pulau kecil Maluku ataupun Sulawesi. Daerah-daerah potensial tersebut saat ini mayoritas telah di deklarasikan sebagai HUTAN LINDUNG, kenapa?. Karena criteria untuk hutan lindung antara lain adalah: - daerah dengan ketinggian 2000 m diatas muka laut, - daerah dengan kemiringan lapangan 40% (atau sekitar 21 derajad)(catatan: bahkan daerah Cinere di selatan Jakarta akan masuk klasifikasi Hutan Lindung). Jalur pegunungan Busur Sunda dari Sumatera hingga Nusa Tenggara, Sulawesi dan Halmahera, serta Median Irian Jaya mayoritas telah masuk ke kategori HUTAN LINDUNG. Setelah total kawasan hutan dikurangi hutan lindung dan konservasi maka daerah yang tinggal untuk dieksplorasi tambangnya adalah PANTAI TIMUR SUMATERA, Sebagian JAWA, SEDIKIT DI NUSA TENGGARA, sedikit di SULAWESI, sebagian besar KALIMANTAN, sedikit di Maluku dan bagian utara Irian Jaya. Daerah sisa ini memang overlap dengan HPH dan umumnya sudah rusak hutannya. TETAPI daerah yang secara geologi prospek untuk eksplorasi mineral dimana?. Yang tersisa hanya KALIMANTAN. Salam, Laung -Original Message- From: Budi Brahmantyo [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, August 29, 2003 8:14 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Saya pikir nggak perlu pake rumus-rumusan: Tambak terbuka merusak hutan, HPH memang tujuannya menebangi hutan Hutan lindung, apakah di rusak tambang terbuka atau HPH atau penjarahan oleh rakyat, atau untuk tambak udang, semuanya salah Kita masih sangat memerlukan hutan lindung. Kalau hutan non-lindung sudah porak poranda, kemudian hutan lindung diincar juga...apalagi yang kita punya? Apakah tidak dicoba mencari dari areal HPH yang ada komoditas tambangnya? Kan jadinya dua-duanya bisa didapat. Salam, BB Berita di media tsb memang sangat tendensius, banyak pernyataan yang dikutip, sepertinya nyambung satu sama lain, padahal tidak (bisa dipertanyakan). Saya harap ini karena ke-piawai-an wartawan saja dalam menyajikan berita. Contohnya: ...Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. .(saya kutip seperti aslinya). Pertambangan terbuka di hutan lindung mengakibatkan perusakan hutan lindung = masih nyambung; perusakan hutan lindung mengakibatkan kekeringan = masih nyambung juga. Tapi menyambungkan pertambangan di hutan lindung dengan kekeringan = nanti dulu, karena ini bukan matematika dimana kalau A = B dan B = C, maka A = C. Karena kita musti lihat berapa banyak seh pertambangan di hutan lindung, kemudian seberapa banyak hutan lindung yang rusak (secara keseluruhan), serta seberapa luas hutan lindung yang rusak karena pertambangan. Itu tadi satu conto saja.. masih ada beberapa lagi pernyataan yang tidak saling nyambung tapi enak dibaca. Ini saya kutipkan data ttg hutan dan tambang Indonesia, sumbernya Made Astawa Rai, 2002 (Seminar - Isu dan Kendala Pengelolaan Sumberdaya Pertambangan dan Kehutanan). (1) Area Kontrak Karya = 21 juta ha (termasuk wilayah eksplorasi) (2) Area tambang = 0,135 juta ha (3) Luas hutan total Indonesia = 120 juta ha (4) HPH = 66 juta ha (5) Hutan lindung = 33,5 juta ha (6) Hutan konservasi = 20,5 juta ha (7) Laju kerusakan hutan dalam 7 tahun terakhir (hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi) = 1,36 juta ha/ tahun (Kongres Kehutanan Indonesia, Jakarta, 2001). Jika diasumsikan seluruh area tambang rusak, berarti hanya 10% dari laju kerusakan hutan per tahun. Padahal kenyataanya tidak demikian karena banyak lahan bekas tambang yang telah direklamasi. (Meskipun, tidak perlu dipungkiri pasti ada juga perusahaan nakal yang tidak beres reklamasinya). Jadi silakan tebak sendiri yang 90% itu dilakukan oleh siapa. Salam - Daru - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, August 28, 2003 10:46 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Saya setuju dengan Mas Bondan Brillianto. Jangan gebyah uyah bahwa kerusakan hutan semata-mata disebabkan hanya oleh perusahaan Tambang. Mari kita buka mata dan telinga, berapa hutan yang rusak (area) dan apakah ada kontribusi perusahaan tambang disana (jangan-jangan di
Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Kalau mikirin benar salah atau merusak tidak merusak, bisa sangat banyak kacamatanya. Saya yakin semua orang ingin hidup dalam lingkungan yang lestari..tetapi dialam ini tidak ada yang lestari begitu kenyataannya yang terekam dalam batuan atau paling tidak dalam skala waktu geologi. Yang kita lakukan hanya suatu usaha untuk memperlambat proses perubahan tersebut, paling tidak pada masa hidup kita. Sebisa mungkin dengan alasan apapun Hutan harus dijaga dan dilesarikan, keculai kalau menyangkut perubahan nasib orang banyak. Itu juga diperlukan suatu perencanaan yang matang dengan program terpadu yang harus dibuat sebelum kita mengganggu hutan lindung. Yang paling penting justru menghutankan yang sudah tidak jadi hutan, paling sedikit persiapan anak cucu mendatang Salam, Ben Sapiie - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Pembangunan real estate dan rumah-rumah mewah di kawasan hutan lindung Juga harus diperhatikan, tidak hanya pertambangan. dan bukan dipersepsikan sebagai hutan yang dilindungi untuk pembangunan villa-villa ? Tapi saat ini justru semakin menjadi, pusat sudah tdk dpt mencegah Karena daerah yang lebih membabi buta membabat hutan, biar gak kecolongan org pusat dan dananya masuk ke daerah. Emang enak kalau yang ambil keuntungan pusat tapi beban erosi dan banjir/kekeringan tanggung jawab daerah dan anak cucu kita ? Salam Bondan - di hutan Kaltim dsk. -Original Message- From: argo [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: 27 Agustus 2003 17:18 To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. Demikian dikatakan Ketua Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti Agus Guntoro menyatakan hal tersebut di suatu acara di Bogor 25 Agustus lalu. ''Pertambangan di hutan lindung sebaiknya dibatalkan saja karena kerugiannya jauh lebih besar daripada keuntungannya. Musim kering tahun ini yang begitu parah bisa menjadi pelajaran sangat berharga bahwa menyelamatkan hutan jauh lebih menguntungkan,'' tegasnya seperti dikutip dari harian Media Indonesia. Agus menyatakan keprihatinannya terhadap langkah-langkah pemerintah yang hanya berpikir secara sektoral dari sisi pertambangan sehingga terus mendesak DPR untuk meloloskan pertambangan secara terbuka di hutan lindung. ''Melihat dampaknya yang sangat serius, seperti banjir dan kekeringan, harusnya pemerintah mengkaji secara mendalam.'' Namun, kajian mendalam terhadap rencana pertambangan terbuka di hutan lindung tidak dilakukan. Buktinya, lanjut Agus, pemerintah hanya mengaji keuntungan dari sektor pertambangan, sedangkan kerugian akibat kerusakan hutan lindung tidak pernah dikaji secara mendalam. Menurutnya, banyaknya kebijakan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan telah mengakibatkan bencana lingkungan sangat parah. Indonesia, tuturnya lagi, harus belajar dari China yang maju pesat belakangan ini karena memanfaatkan sumber daya alam secara lebih bijaksana dan berkelanjutan. Dia mencontohkan rencana pertambangan di hutan di China juga banyak diajukan swasta. Namun, setelah dikaji untung ruginya, China memilih tidak meloloskan pertambangan di hutan. Negara lain, terutama negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, tutur Agus, juga lebih hati-hati dalam memanfaatkan sumber daya alam. Pengambilan kayu di hutan, misalnya banyak dilakukan dengan menggunakan helikopter supaya keragaman hayati di sekitar pohon yang ditebang tidak ikut rusak. Kehati-hatian dalam mengeksploitasi sumber daya alam harus dilakukan. Pasalnya, pembentukan bahan tambang memerlukan waktu jutaan tahun. Pembentukan batu gamping di Jonggol, Bogor, yang tebalnya 100 meter memerlukan waktu 100 juta tahun. Tetapi batu gamping di Jonggol tersebut habis dieksploitasi hanya dalam waktu 30 tahun.* Sumber : Media Indonesia - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) - - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Saya setuju dengan Mas Bondan Brillianto. Jangan gebyah uyah bahwa kerusakan hutan semata-mata disebabkan hanya oleh perusahaan Tambang. Mari kita buka mata dan telinga, berapa hutan yang rusak (area) dan apakah ada kontribusi perusahaan tambang disana (jangan-jangan di daerah rusak hutan tersebut tidak ada perusahaan tambangnya). Sebab pencurian kayu liar dan penebangan liar oleh penduduk tidak bisa dilihat sebelah mata. Disekitar konsesi INCO, ada wilayah yang namanya Danau Towuti... Di desa pinggir danau tersebut ada beberapa orang yang bisa dikategorikan sangat kaya dengan jenis usaha membeli kayu dari para penebang liar (dari dulu dan berlanjut hingga sekarang ..). Hasilnya mereka jual ke Jawa dan disepanjang jalan dari daerah itu ke Makassar ada retribusi khusus yang sudah rutin mereka lakukan. Selain itu, sejauh yang saya tahu hampir semua perusahaan tambang punya seksi revegetasi / reklamasi lahan dan ada hukum yang bisa dikenakan jika melanggar peraturan pemerintah tersebut ... So saya setuju jika peninjauan kembali izin tambang dengan melakukan pengecekan seberapa jauh si perusahaan mengikuti hukum sudah dilakukan. Jika memang melanggar, musti dikenakan sanksi, namun jika bersih.. perusahaan tetap bisa dijalankan ... Masalahnya, pernah penebang liar di daerah towuti tersebut ditertibkan .. ujungnya ratusan orang demo minta PEMDA menyediakan lapangan kerja .. pemda tidak sanggup .. yaaa tebang lagi lah hutannya .. Salam, didik -Original Message- From: argo [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, August 27, 2003 6:18 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. Demikian dikatakan Ketua Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti Agus Guntoro menyatakan hal tersebut di suatu acara di Bogor 25 Agustus lalu. ''Pertambangan di hutan lindung sebaiknya dibatalkan saja karena kerugiannya jauh lebih besar daripada keuntungannya. Musim kering tahun ini yang begitu parah bisa menjadi pelajaran sangat berharga bahwa menyelamatkan hutan jauh lebih menguntungkan,'' tegasnya seperti dikutip dari harian Media Indonesia. Agus menyatakan keprihatinannya terhadap langkah-langkah pemerintah yang hanya berpikir secara sektoral dari sisi pertambangan sehingga terus mendesak DPR untuk meloloskan pertambangan secara terbuka di hutan lindung. ''Melihat dampaknya yang sangat serius, seperti banjir dan kekeringan, harusnya pemerintah mengkaji secara mendalam.'' Namun, kajian mendalam terhadap rencana pertambangan terbuka di hutan lindung tidak dilakukan. Buktinya, lanjut Agus, pemerintah hanya mengaji keuntungan dari sektor pertambangan, sedangkan kerugian akibat kerusakan hutan lindung tidak pernah dikaji secara mendalam. Menurutnya, banyaknya kebijakan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan telah mengakibatkan bencana lingkungan sangat parah. Indonesia, tuturnya lagi, harus belajar dari China yang maju pesat belakangan ini karena memanfaatkan sumber daya alam secara lebih bijaksana dan berkelanjutan. Dia mencontohkan rencana pertambangan di hutan di China juga banyak diajukan swasta. Namun, setelah dikaji untung ruginya, China memilih tidak meloloskan pertambangan di hutan. Negara lain, terutama negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, tutur Agus, juga lebih hati-hati dalam memanfaatkan sumber daya alam. Pengambilan kayu di hutan, misalnya banyak dilakukan dengan menggunakan helikopter supaya keragaman hayati di sekitar pohon yang ditebang tidak ikut rusak. Kehati-hatian dalam mengeksploitasi sumber daya alam harus dilakukan. Pasalnya, pembentukan bahan tambang memerlukan waktu jutaan tahun. Pembentukan batu gamping di Jonggol, Bogor, yang tebalnya 100 meter memerlukan waktu 100 juta tahun. Tetapi batu gamping di Jonggol tersebut habis dieksploitasi hanya dalam waktu 30 tahun.* Sumber : Media Indonesia - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
Re: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Berita di media tsb memang sangat tendensius, banyak pernyataan yang dikutip, sepertinya nyambung satu sama lain, padahal tidak (bisa dipertanyakan). Saya harap ini karena ke-piawai-an wartawan saja dalam menyajikan berita. Contohnya: ...Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. .(saya kutip seperti aslinya). Pertambangan terbuka di hutan lindung mengakibatkan perusakan hutan lindung = masih nyambung; perusakan hutan lindung mengakibatkan kekeringan = masih nyambung juga. Tapi menyambungkan pertambangan di hutan lindung dengan kekeringan = nanti dulu, karena ini bukan matematika dimana kalau A = B dan B = C, maka A = C. Karena kita musti lihat berapa banyak seh pertambangan di hutan lindung, kemudian seberapa banyak hutan lindung yang rusak (secara keseluruhan), serta seberapa luas hutan lindung yang rusak karena pertambangan. Itu tadi satu conto saja.. masih ada beberapa lagi pernyataan yang tidak saling nyambung tapi enak dibaca. Ini saya kutipkan data ttg hutan dan tambang Indonesia, sumbernya Made Astawa Rai, 2002 (Seminar - Isu dan Kendala Pengelolaan Sumberdaya Pertambangan dan Kehutanan). (1) Area Kontrak Karya = 21 juta ha (termasuk wilayah eksplorasi) (2) Area tambang = 0,135 juta ha (3) Luas hutan total Indonesia = 120 juta ha (4) HPH = 66 juta ha (5) Hutan lindung = 33,5 juta ha (6) Hutan konservasi = 20,5 juta ha (7) Laju kerusakan hutan dalam 7 tahun terakhir (hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi) = 1,36 juta ha/ tahun (Kongres Kehutanan Indonesia, Jakarta, 2001). Jika diasumsikan seluruh area tambang rusak, berarti hanya 10% dari laju kerusakan hutan per tahun. Padahal kenyataanya tidak demikian karena banyak lahan bekas tambang yang telah direklamasi. (Meskipun, tidak perlu dipungkiri pasti ada juga perusahaan nakal yang tidak beres reklamasinya). Jadi silakan tebak sendiri yang 90% itu dilakukan oleh siapa. Salam - Daru - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, August 28, 2003 10:46 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Saya setuju dengan Mas Bondan Brillianto. Jangan gebyah uyah bahwa kerusakan hutan semata-mata disebabkan hanya oleh perusahaan Tambang. Mari kita buka mata dan telinga, berapa hutan yang rusak (area) dan apakah ada kontribusi perusahaan tambang disana (jangan-jangan di daerah rusak hutan tersebut tidak ada perusahaan tambangnya). Sebab pencurian kayu liar dan penebangan liar oleh penduduk tidak bisa dilihat sebelah mata. Disekitar konsesi INCO, ada wilayah yang namanya Danau Towuti... Di desa pinggir danau tersebut ada beberapa orang yang bisa dikategorikan sangat kaya dengan jenis usaha membeli kayu dari para penebang liar (dari dulu dan berlanjut hingga sekarang ..). Hasilnya mereka jual ke Jawa dan disepanjang jalan dari daerah itu ke Makassar ada retribusi khusus yang sudah rutin mereka lakukan. Selain itu, sejauh yang saya tahu hampir semua perusahaan tambang punya seksi revegetasi / reklamasi lahan dan ada hukum yang bisa dikenakan jika melanggar peraturan pemerintah tersebut ... So saya setuju jika peninjauan kembali izin tambang dengan melakukan pengecekan seberapa jauh si perusahaan mengikuti hukum sudah dilakukan. Jika memang melanggar, musti dikenakan sanksi, namun jika bersih.. perusahaan tetap bisa dijalankan ... Masalahnya, pernah penebang liar di daerah towuti tersebut ditertibkan .. ujungnya ratusan orang demo minta PEMDA menyediakan lapangan kerja .. pemda tidak sanggup .. yaaa tebang lagi lah hutannya .. Salam, didik - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -
[iagi-net-l] Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir
Pertambangan di hutan lindung harus diminimalisir Pemerintah dan DPR diminta tidak meloloskan lagi pertambangan terbuka di hutan lindung. Perusakan hutan lindung secara terus-menerus akan berdampak pada kekeringan yang semakin parah di masa-masa mendatang. Demikian dikatakan Ketua Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti Agus Guntoro menyatakan hal tersebut di suatu acara di Bogor 25 Agustus lalu. ''Pertambangan di hutan lindung sebaiknya dibatalkan saja karena kerugiannya jauh lebih besar daripada keuntungannya. Musim kering tahun ini yang begitu parah bisa menjadi pelajaran sangat berharga bahwa menyelamatkan hutan jauh lebih menguntungkan,'' tegasnya seperti dikutip dari harian Media Indonesia. Agus menyatakan keprihatinannya terhadap langkah-langkah pemerintah yang hanya berpikir secara sektoral dari sisi pertambangan sehingga terus mendesak DPR untuk meloloskan pertambangan secara terbuka di hutan lindung. ''Melihat dampaknya yang sangat serius, seperti banjir dan kekeringan, harusnya pemerintah mengkaji secara mendalam.'' Namun, kajian mendalam terhadap rencana pertambangan terbuka di hutan lindung tidak dilakukan. Buktinya, lanjut Agus, pemerintah hanya mengaji keuntungan dari sektor pertambangan, sedangkan kerugian akibat kerusakan hutan lindung tidak pernah dikaji secara mendalam. Menurutnya, banyaknya kebijakan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan telah mengakibatkan bencana lingkungan sangat parah. Indonesia, tuturnya lagi, harus belajar dari China yang maju pesat belakangan ini karena memanfaatkan sumber daya alam secara lebih bijaksana dan berkelanjutan. Dia mencontohkan rencana pertambangan di hutan di China juga banyak diajukan swasta. Namun, setelah dikaji untung ruginya, China memilih tidak meloloskan pertambangan di hutan. Negara lain, terutama negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, tutur Agus, juga lebih hati-hati dalam memanfaatkan sumber daya alam. Pengambilan kayu di hutan, misalnya banyak dilakukan dengan menggunakan helikopter supaya keragaman hayati di sekitar pohon yang ditebang tidak ikut rusak. Kehati-hatian dalam mengeksploitasi sumber daya alam harus dilakukan. Pasalnya, pembentukan bahan tambang memerlukan waktu jutaan tahun. Pembentukan batu gamping di Jonggol, Bogor, yang tebalnya 100 meter memerlukan waktu 100 juta tahun. Tetapi batu gamping di Jonggol tersebut habis dieksploitasi hanya dalam waktu 30 tahun.* Sumber : Media Indonesia - To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) -