Re: [Idnic] VOTING & PENOLAKAN
Yah begitulah mas Heri. Di Barat yang sangat permisif pun website porno biasanya diberi rate (misalnya xxx), kemudian disediakan juga program macam net Nanny yang bisa memfilter website porno dari pengguna internet anak-anak dari SD-SMP. Sekarang Indonesia dalam hal yang jorok ternyata mau lebih canggih lagi...:) Sekarang bolanya tinggal di IDNIC, mau menghancurkan moralitas bangsa atau tidak. Wassalam - Original Message - From: "Heri Suhandoko" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Tuesday, March 04, 2003 5:41 PM Subject: [Idnic] VOTING & PENOLAKAN > Dear All, > > Perlukah kita voting, main kuat-kuatan suara, main banyak-banyakan pendukung, sementara cukup pakai akal yang jernih, nurani yang belum dikotori hawa nafsu, tuntunan agama yang jelas saja. > > Bukan lagi memakai perasaan, bukan memakai hawa nafsu ingin dapat pelanggan banyak, bukan pula pakai rasa keberpihakan, bukan karena kalah debat dan argumentasi. > > Patokan kita jelas, agama dan budaya Indonesia, budaya ketimuran yang luhur. > > Nama = Sesuatu yang mewakili seseorang, penyebutan dan gelarnya. > Nama = Cermin dari pribadi seseorang/kelompok/golongan > > Apakah anda rela anak-anak kita dipanggil/digelari dengan nama "kirik" "su" (maaf, dalam jawa = anjing). Secara agama, budaya, nurani dan akal yang sehat pasti menolak. > > Apakah anda rela dipanggil cukup namanya saja, sementara gelar akademik yang anda cari susah payah tidak disebut, dalam forum resmi di dunia pendidikan sangat mengagungkannya. > > Sementara apakah anda rela disebut seseorang yang berpikiran kotor, ngeres, karena ulah anda sendiri menyebut dengan nama "lonte" (pelacur dlm jawa, red). > > Kok masih ada orang yang berusaha menamai diri/domainnya dengan nama yang sangat kotor asosiasinya. Mulai xxx.web.id, sexshop.or.id, entar ada goyanginul.co.id. Dll. > > Saya sebagai administrator yang berpengalaman ngeblokir orang di perusahaan-perusahaan di Jakarta, di Surabaya dan di Jogjakarta selalu menyertakan dala firewall dan proxy server untuk diblokir, lepas dari asosiasi yang keliru, karena jelas patokannya, yakni melarang situs 'saru' diakses, sehingga mengendorkan semangat kerja dan mengacaukan lingkungan. > > Dulu waktu masih di Fakultas Teknologi di Universitas Islam Indonesia Jogjakarta, saya memakai acuan memfilter kata-kata "xxx", "sex", "porn" dan semisalnya, salah sendiri mendaftarkan nama "triple-x" (film), dan di kampus, dunia pendidikan, yang mengandalkan pikiran dan mengedepankan akal sehat diupayakan oleh Bapak Dekan kita seperti itu. > > Dan demikian pula ketika saya diberi wewenang mengatur aliran data di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, dan seterusnya. Saya mengedepankan nilai-nilai agama, budaya ketimuran, tidak perasaaan dan pikiran pendek, dapat uang, dapat langganan, dengan berbagai cara. > > Sebagai saran buat Bapak Budi Rahardjo, yang saya tahu teman Ibu Ira Promasanti MSc (Dosen UII) dan saya dulu pernah diserahi fti.uii.ac.id saat masih memakai server global.aliance. Mungkin di masa depan anda lebih baik mengedepankan nurani dan akal yang jernih dan dibimbing agama dalam memutuskan diapply/tidaknya sebuah domain. Cukup lengkap data yang diberikan via idnic.net.id dan cukup jelas untuk menentukan mana yang boleh dan tidak. > > Anda akan diminta pertanggung-jawaban di mata masyarakat IT Indonesia atas terselenggaranya domain njijiki, USA saja baru bisa memutuskan domain yang aman buat anak-anak adalah kids.us. Buktikan anda bisa mengamankan domain Indonesia dari ulah cybersex, cyberporn, dll. Demikian harapan saya dan himbauan buat teman-teman. > > Kalau sekedar ingin mendaftarkan yang saru-seru ada baiknya gunakan .com/info/net. Atau bikin DNS server sendiri dan buat top level domain .sex, lalu himbau orang yang semisal, serendah kualitas akalnya dengan anda, dan silakan berhepi-hepi sendiri. > > Demikian yang dapat saya tulis. > > > Jogjakarta, > > > Hidup IDNIC - No xxx, no harmful, no sex forever. > > > > -- > __ > Sign-up for your own FREE Personalized E-mail at Mail.com > http://www.mail.com/?sr=signup > > ___ > Idnic mailing list > [EMAIL PROTECTED] > http://www.idnic.net.id/cgi-bin/mailman/listinfo/idnic > ___ Idnic mailing list [EMAIL PROTECTED] http://www.idnic.net.id/cgi-bin/mailman/listinfo/idnic
Re: [Idnic] VOTING & PENOLAKAN
On Wed, 5 Mar 2003, Agus N wrote: > Yah begitulah mas Heri. > Di Barat yang sangat permisif pun website porno biasanya diberi rate > (misalnya xxx), kemudian disediakan juga program macam net Nanny yang bisa > memfilter website porno dari pengguna internet anak-anak dari SD-SMP. Marno : Mas program filtersasi hanya dg memfilter ternyata tidak sederhana, sehingga ada situs ilmiah yang mengandung kata analisis atau analisa, disangka program filter berarti anal sex :-). Kalau situs yg memiliki kata x juga kita filter, maka situs soal xml bisa tidak akan mudah diakses, sebab mengandung huruf x. Sehingga soal filter tampaknya lebih baik diserahkan kepada komunitasnya yg lebih tahu ukuran kemampuan daya serap informasi, misalnya komunitas SD diserahkan kepada guru dan orang tua agar membimbing anak-anak akses ke situs anak-anak yg dikelola oleh guru-guru dan orang tua murid (maaf saya menulis sambil bertanya-tanya apa sudah ada di Indonesia dg kondisi nginternet seperti sekarang, kalau di AS jelas ada situs for kid). Agus N : > Sekarang Indonesia dalam hal yang jorok ternyata mau lebih canggih lagi...:) > Sekarang bolanya tinggal di IDNIC, mau menghancurkan moralitas bangsa atau > tidak. Marno : Soal kehancuran moral bangsa saya duga tidak mungkin hanya disebabkan dg meloloskan domain yang bernada seks, sebab soal ini sudah ada sejak jaman nabi Nuh. Karena suda sangat tua maka soal itu perlu dikembalikan kepada masing-masing komunitasnya sesuai dg agama masing-masing dan metoda masing-masing. Karena kalau misalnya di Indonesia ada komunitas freeseks, jelas norma yg dipaksakan malahan akan semakin meningkatkan pembrontakannya. Hanya kearifan dan kebijakanlah (baik yg berasal dari IDNIC maupun dari masyarakat luas), saya kira, yang akan lebih berhasil dalam memperjuangkan soal moral ini, karena dg cara itu maka kehawatiran yg berlebihan atas soal teknologi internet, bisa terkurangi sehingga perhatian atas teknologi ini bisa lebih baik dan berdaya guna bagi orang Indonesia, yg akhirnya jelaslah orang Indonesia bisa sejajar dalam soal teknologi ini dg bangsa lain. Soal kehawatiran ini bisa berangkat dari macam-macam sebab, singkat kata bisa dari soal moral seks, kemudian bisa juga kehawatiran tadi bersifat kearah rasa terancam status quonya, misalnya mbah dukun takut kalah pengetahuannya oleh anak SMP yg sering membaca situs kesaktian di Internet. Bisa juga karena sebab konglomerat takut kalah kaya oleh seorang pedagang eceran yg buka situs warung di Internet dan lain-lain sebab yg lebih bersifat agak sempit. Saya jadi inget jaman jepang, dulu tidak boleh orang Indonesia punya radio. Karena bila punya radio, orang Indonesia bisa tahu bahwa orang Jepang itu menjajah Indonesia dan kalah perang terhadap sekutu. Kalau Indonesia tahu, jelas perlawanan orang Indonesia semakin meningkat. Sekarang kalau orang Indonesia tahu, bahwa orang Indonesia jelek kata bangsa lain (dari Internet), justru itu harus dijadikan suatu instrospeksi diri kita. Atau kita bisa lebih tegas terhadap bangsa lain yg menekan orang Indonesia dg rupa-rupa barangnya, karena orang Indonesia sebelumnya tahu bahwa bangsa lain itu ternyata bangsa yang kurang maju atau terbelakang :-). Saya lihat bangsa yang menolak kemajuan (Iptek) akan selalu tertinggal dari bangsa lain (dari cerita sejarah SMU). Di Eropa kabarnya dulu kemajuan iptek dhambat karena para pemuka agama takut status quonya terkalahkan oleh ilmuwan (karena di dalam kuilnya dipakai teknik hidrolik untuk buka tutup batu altar yang mengagumkan umat asuhannya). Kalau umat tsb tahu bahwa itu hanyalah teknik hidrolik biasa, maka sadar bahwa sang dukun hanyalah membual belaka :-). Salam, Marno ___ Idnic mailing list [EMAIL PROTECTED] http://www.idnic.net.id/cgi-bin/mailman/listinfo/idnic
Re: [Idnic] VOTING & PENOLAKAN
Ada produk untuk filter seperti itu pak , websense salah satunya ( www.websense.com) regards, Taufik Kurniawan At 10:30 05/03/2003 +0700, JPN. Sumarno wrote: On Wed, 5 Mar 2003, Agus N wrote: > Yah begitulah mas Heri. > Di Barat yang sangat permisif pun website porno biasanya diberi rate > (misalnya xxx), kemudian disediakan juga program macam net Nanny yang bisa > memfilter website porno dari pengguna internet anak-anak dari SD-SMP. Marno : Mas program filtersasi hanya dg memfilter ternyata tidak sederhana, sehingga ada situs ilmiah yang mengandung kata analisis atau analisa, disangka program filter berarti anal sex :-). Kalau situs yg memiliki kata x juga kita filter, maka situs soal xml bisa tidak akan mudah diakses, sebab mengandung huruf x. Sehingga soal filter tampaknya lebih baik diserahkan kepada komunitasnya yg lebih tahu ukuran kemampuan daya serap informasi, misalnya komunitas SD diserahkan kepada guru dan orang tua agar membimbing anak-anak akses ke situs anak-anak yg dikelola oleh guru-guru dan orang tua murid (maaf saya menulis sambil bertanya-tanya apa sudah ada di Indonesia dg kondisi nginternet seperti sekarang, kalau di AS jelas ada situs for kid). Agus N : > Sekarang Indonesia dalam hal yang jorok ternyata mau lebih canggih lagi...:) > Sekarang bolanya tinggal di IDNIC, mau menghancurkan moralitas bangsa atau > tidak. Marno : Soal kehancuran moral bangsa saya duga tidak mungkin hanya disebabkan dg meloloskan domain yang bernada seks, sebab soal ini sudah ada sejak jaman nabi Nuh. Karena suda sangat tua maka soal itu perlu dikembalikan kepada masing-masing komunitasnya sesuai dg agama masing-masing dan metoda masing-masing. Karena kalau misalnya di Indonesia ada komunitas freeseks, jelas norma yg dipaksakan malahan akan semakin meningkatkan pembrontakannya. Hanya kearifan dan kebijakanlah (baik yg berasal dari IDNIC maupun dari masyarakat luas), saya kira, yang akan lebih berhasil dalam memperjuangkan soal moral ini, karena dg cara itu maka kehawatiran yg berlebihan atas soal teknologi internet, bisa terkurangi sehingga perhatian atas teknologi ini bisa lebih baik dan berdaya guna bagi orang Indonesia, yg akhirnya jelaslah orang Indonesia bisa sejajar dalam soal teknologi ini dg bangsa lain. Soal kehawatiran ini bisa berangkat dari macam-macam sebab, singkat kata bisa dari soal moral seks, kemudian bisa juga kehawatiran tadi bersifat kearah rasa terancam status quonya, misalnya mbah dukun takut kalah pengetahuannya oleh anak SMP yg sering membaca situs kesaktian di Internet. Bisa juga karena sebab konglomerat takut kalah kaya oleh seorang pedagang eceran yg buka situs warung di Internet dan lain-lain sebab yg lebih bersifat agak sempit. Saya jadi inget jaman jepang, dulu tidak boleh orang Indonesia punya radio. Karena bila punya radio, orang Indonesia bisa tahu bahwa orang Jepang itu menjajah Indonesia dan kalah perang terhadap sekutu. Kalau Indonesia tahu, jelas perlawanan orang Indonesia semakin meningkat. Sekarang kalau orang Indonesia tahu, bahwa orang Indonesia jelek kata bangsa lain (dari Internet), justru itu harus dijadikan suatu instrospeksi diri kita. Atau kita bisa lebih tegas terhadap bangsa lain yg menekan orang Indonesia dg rupa-rupa barangnya, karena orang Indonesia sebelumnya tahu bahwa bangsa lain itu ternyata bangsa yang kurang maju atau terbelakang :-). Saya lihat bangsa yang menolak kemajuan (Iptek) akan selalu tertinggal dari bangsa lain (dari cerita sejarah SMU). Di Eropa kabarnya dulu kemajuan iptek dhambat karena para pemuka agama takut status quonya terkalahkan oleh ilmuwan (karena di dalam kuilnya dipakai teknik hidrolik untuk buka tutup batu altar yang mengagumkan umat asuhannya). Kalau umat tsb tahu bahwa itu hanyalah teknik hidrolik biasa, maka sadar bahwa sang dukun hanyalah membual belaka :-). Salam, Marno ___ Idnic mailing list [EMAIL PROTECTED] http://www.idnic.net.id/cgi-bin/mailman/listinfo/idnic ___ Idnic mailing list [EMAIL PROTECTED] http://www.idnic.net.id/cgi-bin/mailman/listinfo/idnic