Re: [zamanku] Dari Jolie menjadi Noor
Saya tidak sedang bicara Indonesia yang sampai saat ini masih menggunakan Pancasila, Mbah. Sampai saat ini Indonesia bukan negara Islam. Yang saya tanyakan, mungkinkah hal2 indah itu terjadi di negeri model malaysia, arab, iran ? Bisakah seorang muslin di negara2 itu, dengan terus terang mengakui kemurtadannya, berpindah ke agama lain dan menyebarkan agama barunya ? Ini hanya untuk mengambil pelajaran Mbah. Membuat perbandingan aplle-to-aple. Jadi kita tahu sistem mana yang lebih baik. Itu saja. - Original Message - From: tawangalun To: zamanku@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, August 11, 2008 7:58 PM Subject: Re: [zamanku] Dari Jolie menjadi Noor Mungkin Pak ketut belum pernah desa transmigrasi dari Bali yang di Mesuji,disana lengkap ada pura2 dikampung tsb.Jadi gak usah kawatir pak ketut Islam itu rahmatan lil ngalamin.Saya belum pernah kok ngebom orang. Shalom, tawangalun. - In zamanku@yahoogroups.com, "Ketut" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Om Tawang, sepertinya kita semua harus berterima kasih, dan berusaha mencontoh, kebebasan yang diberikan negeri kafir paman sam sehingga hal2 indah seperti ini bisa terjadi di negeri itu. Bayangkan kalau di malaysia, arab, iran, mungkinkah hal2 indah seperti ini terjadi, bagi semua anak manusia ? - Original Message - From: tawangalun To: zamanku@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, August 09, 2008 1:32 PM Subject: [zamanku] Dari Jolie menjadi Noor Setelah mendapat hidayah, dari Jolie menjadi Noor Kisah Mualaf - Kisah Foreigner Monday, 10 March 2008 07:41 Awal Pebruari lalu masih terasa dingin. Salju di kota Manhattan, New York, cukup tebal. Sementara kota "never sleep", tetap ramai di akhir pekan, Sabtu 2 Pebruari, ketika itu. Islamic Cultural Center of New York, sebagaimana biasanya juga tetap menjalankan aktifitas hariannya sebagaimana biasa. Sabtu, kali itu tetap menjadi hari weekend school, short lecture, dan tidak kalah pentingnya kelas khusus untuk non-Muslims maupun mereka yang baru saja menerima Islam sebagai jalan hidup mereka. Seperti biasa, saya datang agak terlambat. Kebetulan setiap Sabtu pagi ada kegiatan lain yang perlu diselesaikan. Rata-rata, saya tiba di Islamic Center setelah jam 11 pagi. Ketika saya melewati resepsionis, saya ditegur oleh penjaga bahwa sudah ada yang menunggu di ruang konferensi (conference room). "A lady is waiting for you, sheikh, at the conference room", demikian biasanya sang receptionist memanggil saya. "Who is the lady and what is the purpose", saya tanyakan demikian karena biasanya sebelum ada yang menemui, pasti mengambil appointment atau minimal menelpon sebelum saya datang. "I think she wants to ask you some thing, may be about Islam", jawab petugas resepsionis. "Let her wait", jawabku. Biasanya sebelum melakukan apa-apa, saya ke kamar dulu meletakkan jaket dan tas, lalu keliling melihat proses belajar di weekend school. Setelah keliling ke kelas-kelas weekend school, saya kemudian masuk ke ruang konferensi. Di sana telah menunggu seorang gadis bule, yang tiba-tiba saja tersenyum persis seperti mengenal saya dengan baik. "Hi, morning! How are?" Sapaku. "Morning!, fine and you?", jawabnya ramah. "Do you know me?" candaku. "No, not really but have heard your name. Why?", tanyanya. Saya kemudian mengatakan secara bercanda bahwa memang orang- orang Amerika itu ramah, apalagi gadis-gadisnya. "I saw you smiling to me, like some one knows me very well", jelasku kemudian. Saya kemudian berbasa basi menanyakan nama dan asalnya. "Oh, I am Jolie. Actually I am from here, New York, but my parents are in Arizona," katanya. Saya kemudian menanyakan latar belakang kedatangannya pagi itu. Dengan senyum yang ramah, Jolie menjelaskan bahwa dia sekarang ini kerja sebagai Public Relations officer (Humas) di sebuah perusahaan besar di New York. Dulu ketika mahasiswi di salah satu universitas Arizona, Jolie pernah mengambil Liberal Studies, yang menurutnya, salah satunya tentang agama Islam. "Beside the course, I really had good Muslim friends who always reminded me to always continue my inquiries about the religion," jelasnya cukup panjang. "So what and how did you find Islam?" pancingku. "Very interesting!" jawabnya singkat. "And why?' Tanyaku lagi. Dia kemudian sedikit serius menjelaskan bahwa dia telah membaca banyak buku-buku mengenai agama-agama, termasuk agamnya sendiri, kristiani, Yahudi, dan bahkan buku-buku mengenai Budha. Tapi menurutnya, Islam itu jauh lebih rasional dan nampaknya bisa beriringan dengan kemajuan kehidupan manusia. "Islam is
Re: [zamanku] Dari Jolie menjadi Noor
Mungkin Pak ketut belum pernah desa transmigrasi dari Bali yang di Mesuji,disana lengkap ada pura2 dikampung tsb.Jadi gak usah kawatir pak ketut Islam itu rahmatan lil ngalamin.Saya belum pernah kok ngebom orang. Shalom, tawangalun. - In zamanku@yahoogroups.com, "Ketut" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Om Tawang, sepertinya kita semua harus berterima kasih, dan berusaha mencontoh, kebebasan yang diberikan negeri kafir paman sam sehingga hal2 indah seperti ini bisa terjadi di negeri itu. Bayangkan kalau di malaysia, arab, iran, mungkinkah hal2 indah seperti ini terjadi, bagi semua anak manusia ? - Original Message - From: tawangalun To: zamanku@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, August 09, 2008 1:32 PM Subject: [zamanku] Dari Jolie menjadi Noor Setelah mendapat hidayah, dari Jolie menjadi Noor Kisah Mualaf - Kisah Foreigner Monday, 10 March 2008 07:41 Awal Pebruari lalu masih terasa dingin. Salju di kota Manhattan, New York, cukup tebal. Sementara kota "never sleep", tetap ramai di akhir pekan, Sabtu 2 Pebruari, ketika itu. Islamic Cultural Center of New York, sebagaimana biasanya juga tetap menjalankan aktifitas hariannya sebagaimana biasa. Sabtu, kali itu tetap menjadi hari weekend school, short lecture, dan tidak kalah pentingnya kelas khusus untuk non-Muslims maupun mereka yang baru saja menerima Islam sebagai jalan hidup mereka. Seperti biasa, saya datang agak terlambat. Kebetulan setiap Sabtu pagi ada kegiatan lain yang perlu diselesaikan. Rata-rata, saya tiba di Islamic Center setelah jam 11 pagi. Ketika saya melewati resepsionis, saya ditegur oleh penjaga bahwa sudah ada yang menunggu di ruang konferensi (conference room). "A lady is waiting for you, sheikh, at the conference room", demikian biasanya sang receptionist memanggil saya. "Who is the lady and what is the purpose", saya tanyakan demikian karena biasanya sebelum ada yang menemui, pasti mengambil appointment atau minimal menelpon sebelum saya datang. "I think she wants to ask you some thing, may be about Islam", jawab petugas resepsionis. "Let her wait", jawabku. Biasanya sebelum melakukan apa-apa, saya ke kamar dulu meletakkan jaket dan tas, lalu keliling melihat proses belajar di weekend school. Setelah keliling ke kelas-kelas weekend school, saya kemudian masuk ke ruang konferensi. Di sana telah menunggu seorang gadis bule, yang tiba-tiba saja tersenyum persis seperti mengenal saya dengan baik. "Hi, morning! How are?" Sapaku. "Morning!, fine and you?", jawabnya ramah. "Do you know me?" candaku. "No, not really but have heard your name. Why?", tanyanya. Saya kemudian mengatakan secara bercanda bahwa memang orang- orang Amerika itu ramah, apalagi gadis-gadisnya. "I saw you smiling to me, like some one knows me very well", jelasku kemudian. Saya kemudian berbasa basi menanyakan nama dan asalnya. "Oh, I am Jolie. Actually I am from here, New York, but my parents are in Arizona," katanya. Saya kemudian menanyakan latar belakang kedatangannya pagi itu. Dengan senyum yang ramah, Jolie menjelaskan bahwa dia sekarang ini kerja sebagai Public Relations officer (Humas) di sebuah perusahaan besar di New York. Dulu ketika mahasiswi di salah satu universitas Arizona, Jolie pernah mengambil Liberal Studies, yang menurutnya, salah satunya tentang agama Islam. "Beside the course, I really had good Muslim friends who always reminded me to always continue my inquiries about the religion," jelasnya cukup panjang. "So what and how did you find Islam?" pancingku. "Very interesting!" jawabnya singkat. "And why?' Tanyaku lagi. Dia kemudian sedikit serius menjelaskan bahwa dia telah membaca banyak buku-buku mengenai agama-agama, termasuk agamnya sendiri, kristiani, Yahudi, dan bahkan buku-buku mengenai Budha. Tapi menurutnya, Islam itu jauh lebih rasional dan nampaknya bisa beriringan dengan kemajuan kehidupan manusia. "Islam is so rational and goes along with human's advancement," katanya. Sejenak Jolie diam. Saya kemudian mengambil alih kendali berbicara cukup panjang mengenai ilmu dan rasionalitas dalam Islam. Sejarah turunnya wahyu pertama dan perkembangan pemikiran dalam sejarah Islam. Bahkan dinamika pemikiran dan filsafat yang dikenal dengan ilmu kalam dalam Islam. Tak lupa menjelaskan tentang kontribusi Islam dalam peradaban manusia, termasuk peradaban modern yang saat ini lebih banyak dinikmati oleh dunia Barat. Sayang, saya katakan, pepohonan indah yang dibenihnya telah ditanamkan oleh umat Islam itu tidak terjaga secara baik. Sehingga umat Islam kehilangan kepemilikan atau kendali, sementara umat lain telah menyalah gunakan. Seharusnya pepohonan itu memberikan buah-buah segar dan men
Re: [zamanku] Dari Jolie menjadi Noor
Om Tawang, sepertinya kita semua harus berterima kasih, dan berusaha mencontoh, kebebasan yang diberikan negeri kafir paman sam sehingga hal2 indah seperti ini bisa terjadi di negeri itu. Bayangkan kalau di malaysia, arab, iran, mungkinkah hal2 indah seperti ini terjadi, bagi semua anak manusia ? - Original Message - From: tawangalun To: zamanku@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, August 09, 2008 1:32 PM Subject: [zamanku] Dari Jolie menjadi Noor Setelah mendapat hidayah, dari Jolie menjadi Noor Kisah Mualaf - Kisah Foreigner Monday, 10 March 2008 07:41 Awal Pebruari lalu masih terasa dingin. Salju di kota Manhattan, New York, cukup tebal. Sementara kota "never sleep", tetap ramai di akhir pekan, Sabtu 2 Pebruari, ketika itu. Islamic Cultural Center of New York, sebagaimana biasanya juga tetap menjalankan aktifitas hariannya sebagaimana biasa. Sabtu, kali itu tetap menjadi hari weekend school, short lecture, dan tidak kalah pentingnya kelas khusus untuk non-Muslims maupun mereka yang baru saja menerima Islam sebagai jalan hidup mereka. Seperti biasa, saya datang agak terlambat. Kebetulan setiap Sabtu pagi ada kegiatan lain yang perlu diselesaikan. Rata-rata, saya tiba di Islamic Center setelah jam 11 pagi. Ketika saya melewati resepsionis, saya ditegur oleh penjaga bahwa sudah ada yang menunggu di ruang konferensi (conference room). "A lady is waiting for you, sheikh, at the conference room", demikian biasanya sang receptionist memanggil saya. "Who is the lady and what is the purpose", saya tanyakan demikian karena biasanya sebelum ada yang menemui, pasti mengambil appointment atau minimal menelpon sebelum saya datang. "I think she wants to ask you some thing, may be about Islam", jawab petugas resepsionis. "Let her wait", jawabku. Biasanya sebelum melakukan apa-apa, saya ke kamar dulu meletakkan jaket dan tas, lalu keliling melihat proses belajar di weekend school. Setelah keliling ke kelas-kelas weekend school, saya kemudian masuk ke ruang konferensi. Di sana telah menunggu seorang gadis bule, yang tiba-tiba saja tersenyum persis seperti mengenal saya dengan baik. "Hi, morning! How are?" Sapaku. "Morning!, fine and you?", jawabnya ramah. "Do you know me?" candaku. "No, not really but have heard your name. Why?", tanyanya. Saya kemudian mengatakan secara bercanda bahwa memang orang-orang Amerika itu ramah, apalagi gadis-gadisnya. "I saw you smiling to me, like some one knows me very well", jelasku kemudian. Saya kemudian berbasa basi menanyakan nama dan asalnya. "Oh, I am Jolie. Actually I am from here, New York, but my parents are in Arizona," katanya. Saya kemudian menanyakan latar belakang kedatangannya pagi itu. Dengan senyum yang ramah, Jolie menjelaskan bahwa dia sekarang ini kerja sebagai Public Relations officer (Humas) di sebuah perusahaan besar di New York. Dulu ketika mahasiswi di salah satu universitas Arizona, Jolie pernah mengambil Liberal Studies, yang menurutnya, salah satunya tentang agama Islam. "Beside the course, I really had good Muslim friends who always reminded me to always continue my inquiries about the religion," jelasnya cukup panjang. "So what and how did you find Islam?" pancingku. "Very interesting!" jawabnya singkat. "And why?' Tanyaku lagi. Dia kemudian sedikit serius menjelaskan bahwa dia telah membaca banyak buku-buku mengenai agama-agama, termasuk agamnya sendiri, kristiani, Yahudi, dan bahkan buku-buku mengenai Budha. Tapi menurutnya, Islam itu jauh lebih rasional dan nampaknya bisa beriringan dengan kemajuan kehidupan manusia. "Islam is so rational and goes along with human's advancement," katanya. Sejenak Jolie diam. Saya kemudian mengambil alih kendali berbicara cukup panjang mengenai ilmu dan rasionalitas dalam Islam. Sejarah turunnya wahyu pertama dan perkembangan pemikiran dalam sejarah Islam. Bahkan dinamika pemikiran dan filsafat yang dikenal dengan ilmu kalam dalam Islam. Tak lupa menjelaskan tentang kontribusi Islam dalam peradaban manusia, termasuk peradaban modern yang saat ini lebih banyak dinikmati oleh dunia Barat. Sayang, saya katakan, pepohonan indah yang dibenihnya telah ditanamkan oleh umat Islam itu tidak terjaga secara baik. Sehingga umat Islam kehilangan kepemilikan atau kendali, sementara umat lain telah menyalah gunakan. Seharusnya pepohonan itu memberikan buah-buah segar dan menjadi pelindung dari teriknya matahari, dan menjadi penjaga alam, kini dijadikan alat kayu bakar semata. Ilustrasi yang saya maksudkan itu adalah peradaban modern yang indah saat ini telah berubah menjadi alat kesengsaraan. Semakin maju peradaban manusia semakin banyak penderitaan yang dirasakan umat m