[Millis AKI- stop smoking] Re: The End of an Era in Finance (Prof. Rodrik of Harvard)
Indonesia keluar dari IMF ? Apa betul ? Saya kira yang benar adalah: Indonesia melunasi pinjamannya. Tetapi yang lebih penting terkait dengan perubahan kebijakan IMF : tidakkah Indonesia akan mulai melakukan pembatasan terhadap lalulintas devisa seperti yang pernah dilakukan oleh Malaysia dan Chile, yang kini dianggap dapat membawa manfaat. Jika jalan itu diambil oleh Indonesia, barangkali bisa terhindar dari kejadian seperti Bank Century: pemilik bank melarika dana ke luar negeri begitu mudahnya. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Res.: +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614 --- On Sat, 3/13/10, Wong Cilik gajahpelan...@gmail.com wrote: From: Wong Cilik gajahpelan...@gmail.com Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] The End of an Era in Finance (Prof. Rodrik of Harvard) To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Saturday, March 13, 2010, 7:53 AM Barangkali kalau dilihat urutan kejadiannya: - Banyak negara berkembang protes, termasuk Indonesia keluar dari IMF. Artinya dokternya bloon, gak bisa nyembuhin penyakit. Jadi sekarang dia bilang sudah mau belajar. Bukti-bukti kesalahan pendapat ada dan bisa diterima IMF. Barangkali maksud sebenarnya sih ingin menarik client lagi. Jadi negara-negara macam kita bisa mulai bayar angsuran tahunan buat ngegaji pejabat-pejabat IMF. - Didorong lagi oleh krisis Yunani yang membuat kalang-kabut negara-negara eropa. Papandreau (PM atau presiden ya?) lobi amerika, jerman, prancis, dan negara2 euro berikut Inggris. Semua sudah mulai sadar kalau Yunani dijadikan ajang spekulasi maka yang repot bukan cuma Yunani aja. Belum lagi Inggris yang poundsterlingnya pernah dijadikan ajang spekulasinya Soros (dimenangkan oleh Soros). - Jadi perubahan pendapat ini terjadi karena masalah yang sama juga dialami negara maju. Kalau masalah ini tidak terjadi pada Euro, maka mungkin mereka tidak akan mengubah pendapat? Tapi ya ini juga cuma spekulasi... . bisa jadi bener bisa juga tidak On Sat, Mar 13, 2010 at 11:26 AM, Wong Cilik gajahpelanduk@ gmail.comwrote: [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Re:[OOT] Transportasi Massal Versus Kemacetan
Para Anggota ML AKI Yth., Kami sependapat bahwa infrastruktur transportasi massal perlu digalakkan di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Dalam jangka panjang, bukan saja akan membuat perjalanan ke dan dari tempat kerja lebih cepat dan nyaman, tetapi juga lebih hemat energi. Inilah pertimbangan di balik kebijakan Orde Baru dahulu ketika memutuskan untuk menaikkan rel kereta api Manggarai-Jakarta Kota ke atas, mengurangi kemacetan di persimpangan jalan-jalan KA dan menghemat BBM. Salut kepada Ir. Suwarto, mantan KaBaLitBang Dep Hub, yang dengan gigih memperjuangkan peninggian rel kereta api Manggarai-Jakarta Kota. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Res.: +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614 --- On Thu, 2/25/10, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote: From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com Subject: [Keuangan] [OOT] Transportasi Massal Versus Kemacetan To: ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, February 25, 2010, 8:21 PM RR sekalian, topik ini mungkin sedikit OOT untuk milis keuangan, tapi saya melihatnya dari sisi bisnis-nya secara awam, sisi pembebasan lahan, agaknya membebaskan lahan untuk jalur kereta yang di atas lebih murah dibanding jalan tol dan membangun jalur kereta di bawah. jalur kereta di atas juga menghindari masalah lintasan kereta kalo dia memotong jalan raya, yang artinya jalan raya ngga perlu ada perhentian tambahan selain lampu merah. tapi saya tidak tahu ongkos teknologi dan harga gerbong keretanya, soalnya kalo mau efektif jumlah gerbongnya mesti benar2 cukup agar bisa ontime jalan meskipun tidak penuh.. dan semoga juga ngga ada ongkos di atas kertas alias mark up :) dari sisi awam juga, kereta harusnyanya ada peningkatan omzet karena yang tol pendapatan hanya 5.000 per mobil (contoh saja), sekarang 5.000 per orang. kalo satu mobil yang lewat tol rata2 isinya 2-3 orang, pengusaha kereta udah dapat 2-3x lipatnya. di sisi lain, kereta butuh pemeliharaan ngga cuman dari sisi jalan-nya, tapi juga kereta nya sendiri dan fasilitas/sarana prasarana. maka saya belum boleh bersorak gembira ada peningkatan pendapatan 3x, sebab saya belum tau sisi biaya kereta berapa kalinya jalan tol :(. tapi, lagi-lagi ini jalan pikiran awam, kalo LRT / MRT bisa dibuat nyaman ( semoga lebih nyaman dari KRL Express :) mestinya sih jumlah mobil pribadi berkurang. jalanan jadi lebih nyaman --nah, problemnya.. entah apa memang bisa sebegitu drastis (jumlahnya) dan dramatis (efek) perbedaannya-- baidewe eniwe baswe, ini baru khayalan awam, tawwa :) sebenarnya kurang tau mi saya, inie.. ini hanyalah tebak2an logika.. mungkin dengan sedikit bumbu pembenaran :) tapi lepas dari itu, menurut saya tulisan di bawah ini layak dipertimbangkan di kota besar macam medan, jakarta, bandung, semarang, surabaya, dan makassar... toh ? tabik, ki *ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/02/16/09082479/Transportasi.Massal.Versus.Kemacetan Transportasi Massal Versus Kemacetan Selasa, 16 Februari 2010 | 09:08 WIB *Oleh HARYO DAMARDONO * *KOMPAS.com* - ”*Light rail transit *(kereta) ini merupakan contoh lain pembangunan di Malaysia,” kata Sazally Saidi, Chief Executive Officer Lingkaran Trans Kota Holdings Berhad. Saidi adalah CEO perusahaan jalan tol, sementara *light rail transit *merupakan ”saingan” jalan tol. Bukan masalah. Pada Desember 2009, Saidi memperlihatkan sistem jaringan jalan tol dalam Kuala Lumpur, Malaysia, mendatangi pusat pemantauan tol, dan mencermati sistem elektronik tol. Bagaimana pengoperasian jalan tol di sana. Kuala Lumpur juga macet. Perlu dua polisi lalu lintas pembuka jalan. Waktu yang masih ada, membuat Saidi perlu memperkenalkan light rail transit (LRT) kepada Kuala Lumpur Convention Center. Perjalanan dimulai dari emplasemen Stasiun LRT Kelana Jaya. Konstruksinya sebangun dengan Stasiun Gambir dan Cikini, sama-sama elevated, tetapi lebih bersih, lebih terang, dan kedatangan kereta lebih pasti. Di emplasemen Stasiun Kelana Jaya itu, masyarakat berbaur. Ada buruh, mahasiswa, pasangan suami istri dengan empat anak, turis beransel, serta seorang pramugari AirAsia yang menyeret kopernya. Maukah seorang pramugari naik kereta rel listrik di Jakarta? LRT canggih. Melaju tanpa masinis, seperti kereta antarterminal di Bandara Changi, Singapura, atau Bandara Barajas di Madrid, Spanyol. LRT Kuala Lumpur buatan Bombardier. LRT ini bukti nyata pembangunan transportasi massal Kuala Lumpur. Terlebih, pada pagi dan petang hari, kemacetan menghantui jalan tol. ”Seperti di Jakarta, kami repot oleh keluhan pengguna tol. Mereka protes mengapa macet meski sudah membayar tol,” kata Manager Traffic Safety Lingkaran Trans Kota Sdn Bhd
[Keuangan] Re: Listrik mati di lumbung (by Dahlan Iskan)
Membaca masukan mengenai hal tersebut di atas, barangkali rekan2 anggota ML ada yang berminat untuk membaca masukan saya di ML lain, sbb: Saya setuju dengan pendapat bahwa masalah yang dihadapi PLN bukanlah masalah kompeten atau tidaknya Direksi PLN. Masalahnya adalah hubungan Direksi PLN dengan Pemerintah, dhi Presiden, DEN, Menteri ESDM dan Menteri BUMN. Karena masalah pokoknya adalah tarif listrik PLN, untuk keadaan PLN saat ini, adalah terlalu rendah. Untuk keadaan PLN 3-6 tahun lagi, dengan telah selesainya proyek 1 MW ke-1 dan ke-2, tarif listrik berdasarkan TDL sekarang mungkin akan sedemikian meringankan PLN sehingga tidak memerlukan subsidi lagi. Namun PLN tetap kekurangan dana untuk investasi baru. Pemecahan masalah yang dihadapi PLN adalah: bagaimana menaikkan tarif TDL tanpa menimbulkan gejolak masyarakat pelanggan PLN. Ini bukan soal teknis lagi, melainkan soal politik. Makanya saya pikir, walaupun kurang sreg dengan pengangkatan Dirut Jawa Pos menjadi Dirut PLN karena beliau punya kepentingan pribadi sebagai pemilik PLTU, barangkali Dirut baru akan dapat mencarikan jalan bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan baru TDL. Di mana2, setahu saya, tarif listrik RT lebih tinggi ketimbang tarif listrik industri karena daya tersambungnya kecil dan pemakaian listriknya juga kecil. Hanya di Indonesia sudah berpuluh tahun terbalik, tarif listrik rumah kecil amat rendah: Rp. 2/bulan untuk 60 kWh (CMIIW). Jumlah pelanggannya hampir 30 juta ! Hemat saya, tarif listrik rumah kecil ini justru selayaknya dijadikan sasaran penyesuaian. Caranya tentu harus secara bertahap, dengan prosentasi kecil setiap 3 bulan, misalnya. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Res.: +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614
[Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Benar, kan, diskusi tidak bakal ada habisnya ? Kereta api tentu susah di-swastakan, tidak menguntungkan karena banyak tarif sosial. Padahal dari segi menghemat energi, sangat menguntungkan untuk mengembangkan perkereta-apian ketimbang layanan perhubungan darat dengan bus. Tetapi lobby automotif (dan jalan tol!) sedemikian kuatnya hingga kita tidak bisa berkutik. Hanya pemerintahan model RRC bisa mengatasi. Listrik juga demikian. Di Amerika Serikat saja sebagian besar jaringan listrik masih regulated. Yang pernah di-deregulated mengalami masalah dan pemerintah negara bagian harus turun tangan (California). Di Texas tarif malah naik setelah deregulasi. Di Indonesia: negara kita negara kepulauan, dan kita sudah mengalami tarif merata selama berpuluh tahun. Operasi PLN hanya menguntungkan di Jawa-Madura-Bali, di luar itu rugi; jadi dengan tarif merata ada cross-subsidy dalam PLN. Ini mendukung NKRI. Walaupun begitu, masih saja ada upaya untuk menuju deregulasi, terakhir dengan terbitnya UU Ketenagalistrikan yang baru yang memungkinkan bupati2 menetapkan tarif listrik di wilayah masing2. Saya pikir hal ini malah bakal bikin kacau. Bung Poltak benar bahwa teknologi bisa mengubah natural monopoly menjadi sirna. Di bidang listrik prospek ini ada, kalau nanti ada pembangkit kecil (1-20 MW) yang bisa menghasilkan listrik di bawah 10 sen/kWh. Kita tunggu saja. Bung Poltak juga benar bahwa usaha penerbangan sipil sangat besar risikonya. Tetapi sebagai negara kepulauan, kiat memerlukan Garuda dan Merpati. Di Eropa gejala ke arah itu juga sudah jelas: lama-lama bisa muncul gabungan perusahaan nasional menjadi European Airlines. Bukankah luas Indonesia seluas Eropa ? Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Thu, 10/15/09, oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com wrote: From: oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com Subject: RE: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, October 15, 2009, 6:55 PM Saya kira kajian comprehensive mengenai BUMN sedang atau bahkan sudah dilakukan kementrian BUMN. Pada dasarnya memang, kebijakannya satu, sedapat mungkin memprivatisasi BUMN via IPO, kalo bisa. Atau cara2 lain, misalnya private placement, untuk beberapa BUMN yang tidak sensitive secara politis dan kondisi kEuangannya ngak bagus2 amat. Dalam hal ini, ketika Pemerintah mau melego BUMN, ingin dapat cuan juga yang lumayan sebagai bahan untuk menutup defisit. Jadi memang peran kementrian BUMN, memastikan bahwa kinerja BUMN baik, sehingga dapat memberikan deviden, bayar pajak dan ketika IPO mendatangkan cash flow lumayan... kira2 sesimple itu. Nah mungkin yang disini menjadi pertanyaan bagaimana dnegan BUMN yang sifatnya strategis, misalnya persenjataan, energy atau apapun yang bisa didefinisikan strategis... soale definsi strategis adalah beyond financer atau ekonom, melainkan domain politikus... Contoh apakah Pindad atau Pertamina boleh diprivatisasi. ..atau di IPO kan? Kalo tanya financer dan ekonom, saya yakin jawabannya nyaris sama, bole2 saja. Selama, masih ada di Indonesia, bayar pajak, bayar deviden dst dst... Tapi ketika ditanyakan ke politikus, ya jawabannya bisa macem2. Oka From: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com [mailto:AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com] On Behalf Of Dody Dharma Hutabarat Sent: 15 Oktober 2009 16:51 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta? Apakah tidak ada pengecualian? Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak efisien? Apakah tidak ada pengecualian? Bagaimana kasus negara lain? _ _ __ From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail. com mailto:hotradero% 40gmail.com To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com mailto:AhliKeuanga n-Indonesia% 40yahoogroups. com Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote: Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata. Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan konsumen/pelanggan . Boleh dikatakan keduanya natural monopoly. Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun
[Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata. Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly. Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen saham bisa tentunya). Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi departemen teknis. Masalah yang sebenarnya adalah : pengawasan publik, yang masih perlu terus disempurnakan. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Wed, 10/14/09, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com wrote: From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com Subject: Re: Bls: [Keuangan] Menyorot Peran BUMN To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 14, 2009, 5:37 PM At 01:46 PM 10/14/2009, you wrote: Menurut saya setiap BUMN awalnya diciptakan karena ada frontier bisnis yang pada waktu yang bersangkutan tidak dilirik oleh swasta hingga suatu bisnis yang dianggap sangat strategis untuk kepentingan nasional. Layaknya suatu bisnis maka BUMN harus di lihat kinerja dan profitabilitas termasuk hingga penilaian tim manajemennya. Masak sih? Bukankah kebanyakan BUMN di Indonesia adalah hasil nasionalisasi dan merger dari berbagai perusahaan Belanda? Dan bukankah kebanyakan dari perusahaan tersebut sedari awal berada di sektor-sektor paling strategis? Coba lihat saja Pertamina, PLN, Telkom (dan Indosat pada sebelumnya), Pos, Perbankan, Pegadaian, Garuda, Pelni, Kereta Api, Gas Negara, Angkasa Pura, Jiwasraya, Tambang Timah, sampai ke Kimia Farma, dll. Dan hampir semua perusahaan itu mulai dengan monopoli. Beberapa malah tetap menjadi monopoli sampai sekarang. Jadi, saya tidak sependapat kalau disebut perusahaan dan sektor tersebut tidak dilirik swasta. Banyak BUMN yang sudah proffesional mampu bersaing dengan institusi swasta dan asing bahkan global. Masalahnya adalah bagaimana secara cepat duplikasi proffesionalisme tersebut kepada BUMN yang lain dan membuat setiap karyawan memiliki kompetensi terhadap bidang kerjanya. Bagi saya, harapannya, setiap BUMN yang berbisnis, mampu bersinergis dengan lingkungan sekitarnya para pengusaha baru, kecil, dan menengah sehingga terjalin suatu network yang saling menguatkan dan menguntungkan. Tidak perlu setiap BUMN mampu mempekerjakan seluruh rakyat indonesia, tapi bagaimana agar BUMN mampu berkesinambungan meningkatkan order, dan menggandeng mitra-mitra baru. Tapi... katanya juga sih.. terkadang kerjasama antar BUMN aja banyak yang memble dan sikut2an.. apa memang sudah waktunya semua disinergikan jadi satu holding ya. Kalau dibikin jadi satu - maka justru konsumen lah yang dikorbankan. [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan..
Rekan Anggota ML AKI Yth., Sebagai seorang lansia (umur 73 th) saya merasakan adanya diskriminasi terhadap saya dalam hal mau pinjam uang dari bank. Saya maklum, karena tak lama lagi akan masuk liang kubur. Kalau minta kredit, usia harus di bawah 55 tahun dan harus punya pendapatan tetap dari gaji sebagai pegawai. Di atas 55 tahun, harus punya anak yang punya penghasilan tetap, dan anak yang disuruh maju minta kredit. Kalau kredit yang diminta cukup besar harus pakai agunan, dan agunan harus atas nama anak. Kalau anak disuruh maju minta KTA maka dibatasi angsuran harus 30 persen dari penghasilan bersih, dan dikenai bunga tinggi. Ada bank yang mau memberi kredit kepada pensiunan, yaitu BTPN (atau BPTN?). Ttapi saya sudah terlambat: usia harus di bawah 60 tahun. Wah repot ya bagi lansia. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Sat, 10/10/09, Jemitra Tjahjono jemi...@yahoo.com wrote: From: Jemitra Tjahjono jemi...@yahoo.com Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan.. (dari Bank Asing) To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Saturday, October 10, 2009, 10:44 PM Dari omong-omong dengan orang yang pinjam KTA, ini yang memang debitur serius, bukan yang modus nipu. Reason mereka KTA prosesnya cepat. Toh kalau bunga tinggi, tapi jangka waktunya panjang, sehingga cicilan perbulan tidak terasa. Sepertinya yang main KTA ini bukan cuma bank asing saja. Diindonesia ada rentenir, Koperasi Simpan Pinjam (Kospin). Jangan-jangan Bank Asing itulah yang melihat ada ceruk pasar, karena orang kita bisa berdamai dengan rentenir Jemitra _ _ __ From: Yohan Naftali yohan.naftali. i...@gmail. com To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Sent: Sat, October 10, 2009 11:25:52 AM Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan.. (dari Bank Asing) Sayangnya, tenaga kerja indonesia yang terbaik kerja di bank asing karena tawaran gaji yang lebih baik... On 10/10/09, judya...@yahoo. com judya...@yahoo. com wrote: Bank asing jualan kredit di negara asal sudah terlalu sulit karena 1 kuatnya perlindungan konsumen 2 bunganya kecil 3 di Indonesia dengan bunga yg ditawarkan masih laris manis, sehingga bank asing dapat gain gede 4 risk tertutup oleh interest rate yg tinggi 5 orang kita melihat interest rate kta masih bersahabat 6 orang kita tidak dapat akses kredit murah 7 siapa menabur dia menuai, bank asing invest di negara kita, dengan dollar tentunya mau dong menuai hasil dalam dollar. 8 bank asing tentu harus setor dong ke head office. Artinya ujung2nya kita kerja keras bayar kta untuk dikirim ke luar negeri. Bocor dongg? Pakailah produk (bank) dalam negeri. Ho produsen (bank) dalam negeri, gimana kualitas produkmu biar bisa laris di dalam dan luar negeri? Jangan sampai ayam mati dilumbung dong? Powered by SuccessBerry® -Original Message- From: NaRuTo fiesta...@yahoo. com Date: Fri, 9 Oct 2009 18:46:12 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan.. (dari Bank Asing) Bank asing emang senang nya bermain di kredit konsumtif daripada kredit Konstruktif, mereka dapat yield yg sangat besar di kredit konsumtif. makanya mereka berlomba-lomba menawarkan kredit konsumtif! mendorong masyarakat kita terlalu konsumtif.. yg nanti nya ada efek samping nya juga klo terlalu konsumtif! hal ini harus jd perhatian pemerintah, seharus nya Bank Asing lebih meningkatkan peran dalam dalam pembiayaan proyek / kredit konstruktif lainnya.. ato sektor UKM yg emang bener2 butuh permodalan.. Bank2 Asing tersebut mengeruk keuntungan terlalu besar di Indonesia... , terlalu bebas! --- On Fri, 10/9/09, Ari Condro masar...@gmail. com wrote: From: Ari Condro masar...@gmail. com Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Friday, October 9, 2009, 5:46 AM jaman saya jadi buruh pabrik doeloe, ada teman yg hobinya nawarin kartu kredit ke teman teman satu pabrik. dia juga yang nyaru jadi orang HRD dan ngeprintkan slip gaji aspal buat kita. sudah ratusan orang yang sukses bikin kartu kredit liwat dia. dia sendiri nyaris selalu sukses karena kerja sama dengan sales kartu kredit, cs bagian telesales dan bagian konfirmasinya :)) beberapa karyawan (10-20 orang) yang ambil kartu kredit liwat dia dengan sengaja memang ambil cc tersebut buat ngemplang. begitu diaktifkan, dalam 3 hari - seminggu langsung dibelanjakan sampai 5-10 juta, dan tidak pernah dibayar. yang nekad seperti ini biasanya
Re: [Keuangan] General Motors
Tambahan info (CMIIW): Tingkat upah buruh GM sangat tinggi, perusahaan mobil Jepang di Amerika Serikat bagian selatan tingkat upahnya sekitar 50 persen di bawah Detroit. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Fri, 5/15/09, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com wrote: From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com Subject: Re: [Keuangan] General Motors To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Friday, May 15, 2009, 4:46 PM At 03:39 PM 5/15/2009, you wrote: Halo, apakah ada yang mengikuti perkembangan dari General Motors? Sebenarnya apa sih masalah mereka sehingga harus (akan) bangkrut? apakah dari hutang? cash flow? income? manajemen? produk? pasar? saham? 1. GM dibebani hutang besar yang digunakan tidak terkait dengan bisnis otomotif. Beban utang GM yang terbesar adalah untuk menambal fasilitas jaminan sosial pekerja GM. 2. Akibat beban jaminan sosial ini (sampai beberapa orang menyebutnya GM adalah dana pensiun yang punya bisnis sampingan bikin mobil) maka ongkos produksi GM meningkat sehingga produknya tidak kompetitif. 3. Selama beberapa tahun terakhir GM berinvestasi besar-besaran pada segmen kendaraan SUV (contoh: Humvee adalah buatan GM) yang boros BBM. Ketika harga BBM meningkat maka segmen ini terpukul. Padahal segmen ini yang memberikan profit margin terbesar buat GM. 4. Karena kendaraan termasuk big ticket items - maka krisis perbankan dan kredit yang mendorong resesi telah membuat demand terhadap kendaraan menyusut. Ditambah dengan pengangguran dan pecahnya bubble property - maka minat pembelian kendaraan baru menjadi semakin jeblok. Ini yang membuat keadaan GM jadi lebih parah. bagaimana komentar teman2 tentang GM? apakah kira2 fritz bisa menyelamatkan GM? Amerika memang sudah seharusnya berhenti ngotot untuk bikin mobil. Toh pabrik mobil Jepang di Amerika (Toyota, Honda, dan Nissan) bisa membuat mobil dengan harga lebih kompetitif, dan tetap juga menyerap tenaga kerja Amerika. Bodoh sekali mempertahankan Big Three hanya atas alasan romantika masa lalu. Tetapi kita juga perlu tahu bahwa pendukung terbesar Barrack Obama pada kampanye presiden lalu adalah Serikat Pekerja Otomotif (UAW = United Autoworker Union) yang tentunya ingin agar Big Three tetap hidup dengan biaya berapapun. Sementara kita tahu bahwa pabrik mobil Jepang di Amerika (Toyota, Honda dan Nissan) banyak berada di daerah Selatan Amerika, yang serikat pekerjanya lemah dan umumnya condong mendukung Partai Republik. [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Re: Informasi NAB Reksadana
Sdr. Dimas Yoga, Ada di Bisnis Indonesia dengan url sebagai berikut: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=261_dad=portal30_schema=PORTAL30id=23cdate=07-NOV-2008 Di kolom sebelah kiri, click Reksadana. Semoga berhasil. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Fri, 11/7/08, Dimas Yoga [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Dimas Yoga [EMAIL PROTECTED] Subject: [Keuangan] Informasi NAB Reksadana To: [EMAIL PROTECTED], AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] Date: Friday, November 7, 2008, 10:53 AM Dear rekan milis, Saya mau tanya, apakah ada yang tahu alamat situs yang mengupdate informasi NAB harian reksadana selain situs BAPEPAM-LK dan Infovesta? Thanks Regards, Dimas [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] (BN) Pound May Drop 18% Versus Yen on Carry Unwind, Citigroup Says
Rekans Anggota ML Ahli Keuangan Yth., Selamat kepada Bp. Poltak Hotradero yang tadi tampil dalam acara CNBC di wawancara oleh Amanda Drury. Saya kok ragu mengenai penyataan Bp. Poltak bahwa saham komoditi di bursa Indonesia baru akan ramai lagi setelah satu atau dua tahun. Kok begitu lama, ya, Pak ? Menunggu resesi dunia lewat ? Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Mon, 11/3/08, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] Subject: [Keuangan] (BN) Pound May Drop 18% Versus Yen on Carry Unwind, Citigroup Says To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Monday, November 3, 2008, 8:31 AM Sedikit penjelasan mengenai carry-trade unwind. Pound May Drop 18% Versus Yen on Carry Unwind, Citigroup Says 2008-11-03 00:11:21.630 GMT By Candice Zachariahs Nov. 3 (Bloomberg) -- Investors should sell the pound against the yen as it may drop 18 percent against the Japanese currency because Britain's banks will have to ``drastically' ' cut lending after short-term funding dried up, Citigroup Inc. said. The U.K.'s gross external liabilities are nearly five times as large as the nation's gross domestic product, wrote a team of Citigroup analysts led by New York-based currency strategist Todd Elmer. Banks built up 50 to 60 percent of the obligations, using loans from countries with low interest rates to invest in the U.K. ``The massive foreign borrowing has driven an economy-wide carry trade which employed cheap foreign funds to finance domestic investment and consumption, '' wrote Elmer. Reduced capital inflow ``is set to exert a severe downward draft on the pound.'' The pound traded at 158.62 yen as of 8:19 a.m. in Tokyo from 158.28 yen on Oct. 31. The currency has lost 15 percent against the yen over the past month. It traded at $1.6107 per pound from 1.6076 late last week. Investors should sell the pound and buy Japan's yen, wrote Citigroup, as Britain's currency could test its 1995 lows. The pound bought 129.37 yen in April 1995. In carry trades, investors seek higher returns on funds from countries with low-borrowing costs such as the U.S. or Japan, where interest rates are 1 percent and 0.3 percent, respectively. The Bank of England cut its benchmark interest rate to 4.5 percent on Oct. 9. The risk in carry trades is that currency market moves will erase profits. For Related News: For stories on Australian economy: TNI AUD ECO BN GO Stories on New Zealand's Dollar: NSE NEW ZEALAND DOLLAR GO For research on currencies: NI ANAFX BN GO [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] (ask) mengapa Bi naikan rate?
ML members, Inflation is higher than BI rate is correct only if inflation is defined for the period of the past twelve months. It will not be necessarily correct if one defines it for the expected coming (twelve) months, which is more pertinent. It could well be below the current BI rate, bearing in mind the recession, lower commodity prices, etc. Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 --- On Thu, 10/9/08, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [Keuangan] (ask) mengapa Bi naikan rate? To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, October 9, 2008, 11:33 AM At 10:16 09/10/2008, you wrote: Terima kasih Bung Poltak atas penjelasannya, so the most reasons are to prevent capital outflow, which also people said the reason our index plunged 10 % yesterday and the second reason to fight against inflation rate which is higher than BI rate. That's correct. [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Krisis Keuangan Dunia
Para Anggota ML Ahli Keuangan Yth., Ternyata sudah ada yang meramalkan krisis yang kini tengah berkecamuk, yaitu Roubini dari New York University, dan diramalkannya sejak September 2006 ! Silahkan menyimak websitenya yang menarik, bagi yang berminat, yaitu : http://www.rgemonitor.com/ Di bawah ini saya kutipkan salah satu tulisannya baru2 ini. Wasalam Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614 The Shadow Banking System is Unravelling: Roubini Column in the Financial Times. Such demise confirmed by Morgan and Goldman now being converted into banks Nouriel Roubini | Sep 21, 2008 The Financial Times published in its Monday edition my Op-Ed column The Shadow Banking System is Unravelling. The column was written and posted on their web site a few hours before the sudden announcement of the end of major independent broker dealers with the Fed announcement that Morgan Stanley and Goldman Sachs will become bank holding companies and will be thus regulated as banks. This is the additional step in the demise of Wall Street as we know it and the unraveling and demise of the shadow banking system that I described in my Financial Times Op-Ed column. Here is the text of my Op-Ed column: The shadow banking system is unravelling Nouriel Roubini Financial Times Published: September 21 2008 17:57 | Last updated: September 21 2008 17:57 Last week saw the demise of the shadow banking system that has been created over the past 20 years. Because of a greater regulation of banks, most financial intermediation in the past two decades has grown within this shadow system whose members are broker-dealers, hedge funds, private equity groups, structured investment vehicles and conduits, money market funds and non-bank mortgage lenders. Like banks, most members of this system borrow very short-term and in liquid ways, are more highly leveraged than banks (the exception being money market funds) and lend and invest into more illiquid and long-term instruments. Like banks, they carry the risk that an otherwise solvent but liquid institution may be subject to a self-fulfilling and destructive run on its liquid liabilities. But unlike banks, which are sheltered from the risk of a run via deposit insurance and central banks lender-of-last-resort liquidity most members of the shadow system did not have access to these firewalls that prevent runs. A generalised run on these shadow banks started when the deleveraging after the asset bubble bust led to uncertainty about which institutions were solvent. The first stage was the collapse of the entire SIVs/conduits system once investors realised the toxicity of its investments and its very short-term funding seized up. The next step was the run on the big US broker-dealers: first Bear Stearns lost its liquidity in days. The Federal Reserve then extended its lender-of-last-resort support to systemically important broker-dealers. But even this did not prevent a run on the other broker-dealers given concerns about solvency: it was the turn of Lehman Brothers to collapse. Merrill Lynch would have faced the same fate had it not been sold. The pressure moved to Morgan Stanley and Goldman Sachs: both would be well advised to merge like Merrill with a large bank that has a stable base of insured deposits. The third stage was the collapse of other leveraged institutions that were both illiquid and most likely insolvent given their reckless lending: Fannie Mae and Freddie Mac, AIG and more than 300 mortgage lenders. The fourth stage was panic in the money markets. Funds were competing aggressively for assets and, in order to provide higher returns to attract investors, some of them invested in illiquid instruments. Once these investments went bust, panic ensued among investors, leading to a massive run on such funds. This would have been disastrous; so, in another radical departure, the US extended deposit insurance to the funds. The next stage will be a run on thousands of highly leveraged hedge funds. After a brief lock-up period, investors in such funds can redeem their investments on a quarterly basis; thus a bank-like run on hedge funds is highly possible. Hundreds of smaller, younger funds that have taken excessive risks with high leverage and are poorly managed may collapse. A massive shake-out of the bloated hedge fund industry is likely in the next two years. Even private equity firms and their reckless, highly leveraged buy-outs will not be spared. The private equity bubble led to more than $1,000bn of LBOs that should never have occurred. The run on these LBOs is slowed by the existence of convenant-lite clauses, which do not include traditional
[Keuangan] Usul pemecahan maalah subsidi BBM
secara bertahap akan dapat dihentikan lebih cepat. Sebagai contoh yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Meksiko, walaupun Meksiko penghasil minyak yang besar harga bensin di Meksiko ditetapkan naik sekitar 1 persen setiap bulan, sehingga dalam jangka waktu empat tahun terakhir ini harga tersebut meningkat hampir 30 persen. Ternyata hal tersebut tidak berdampak secara berarti terhadap inflasi di Meksiko. Kebijakan ini juga sangat berguna bagi pelaku bisnis / industri karena dengan demikian ada kepastian usaha pada waktu mendatang. 3. Penetapan harga energi domestik Harga energi domestik yang merata di seluruh wilayah R.I. telah diterima sebagai kebijakan harga yang adil. Biaya penyediaan energi di wilayah di mana permintaan sangat tinggi seperti Jawa-Madura-Bali dapat ditekan karena economies of scale, sedangkan biaya penyediaan energi di wilayah dengan permintaan rendah seperti di luar Jawa-Madura-Bali sudah pasti jatuh lebih tinggi. Karena itu kebijakan harga energi yang merata adalah wajar, mengingat perusahaan energi secara internal dapat melaksanakan subsidi-silang dari operasi di Jawa-Madura-Bali untuk operasi di luar wilayah tersebut. Sudah tentu daerah di luar Jawa-Madura-Bali, yang berhasrat meningkatkan pelayanan penyediaan energi dengan memberlakukan harga energi yang lebih tinggi ketimbang harga yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai insentif bagi perusahaan energi, dapat saja mengambil keputusan yang berbeda. Namun kebijakan harga energi yang berlaku hingga kini, di mana terdapat disparitas yang cukup besar antara berbagai jenis BBM seperti minyak tanah, minyak solar, bensin premium dan BBM non-subsidi dan antara berbagai sektor peruntukan semisal industri, transpor dan rumah-tangga, adalah kebijakan yang perlu dibenahi. Ternyata bahwa kegiatan oknum yang tak bertanggung-jawab, seperti penyelundupan, pengoplosan, dan perdagangan liar masih amat sulit diberantas. Oleh karena itulah maka MPEL berpendapat bahwa, selain harga energi perlu terus ditetapkan berlaku merata di seluruh wilayah R.I., penetapan setiap jenis energi juga perlu ditetapkan sejauh mungkin menurut nilai kalor setiap jenis energi dan berdasarkan suatu strategi jangka menengah untuk menghapus disparitas harga energi. Hal ini berarti bahwa penaikan harga minyak tanah, karena saat ini subsidi per liternya paling besar, pada awalnya harus dengan prosentase tertinggi; tentu dengan penetapan yang mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi supaya tidak terlampau memberatkan anggota masyarakat yang kurang mampu. 4. Penetapan harga energi primer untuk keperluan dalam negeri. Sejalan dengan pemikiran di atas, maka harga energi primer untuk keperluan domestik juga sulit untuk dipertahankan dengan nilai diskonto yang besar. Sudah tentu perusahaan penghasil energi primer seperti gas bumi dan batubara mengharapkan dihapuskannya diskonto bagi keperluan dalam negeri. Bila tetap besar maka perusahaan penghasil energi primer akan lebih condong untuk mengekspor produksinya ke luar negeri. Berhubung dengan itu MPEL berpendapat bahwa nilai diskonto hendaknya cukup sekitar 5 persen, setidaknya tidak lebih dari 10 persen. Hal ini akan mendorong perusahaan penghasil energi untuk secara sukarela menyediakan produksinya guna keperluan di dalam negeri. Juga dapat lebih mudah mencegah under-pricing harga ekspor. Jakarta, 15 Mei 2008 Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res. +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614 [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Re: Fix cost and variable cost
Rekan2 Anggota ML AKI Yth., Barangkali contoh yang gamblang mengenai fixed cost dan variable cost adalah di bidang listrik, khususnya biaya atau ongkos pembangkitan listrik. Lazimnya dibagi menjadi tiga komponen: biaya modal, biaya bahan bakar, dan biaya operasi dan perawatan. Biaya modal adalah bagian yang sering dianggap fixed cost. Ini adalah biaya angsuran pinjaman dan bunga atas modal yang digunakan untuk membangun pusat listrik. Pembangunannya bisa 2-3 tahun, atau 4-6 tahun, atau 5-8 sampai 10 tahun, tergantung jenis pembangkitnya dan sumber energi yang digunakan. Dianggap fixed cost karena pinjamannya untuk biaya modal bisa berjangka 5-10 tahun atau 8-15 tahun ataupun bahkan lebih, tergantung sumber (atau sumber-sumber) dananya. Biaya operasi dan perawatan tergolong biaya variable, tetapi juga dapat dianggap fixed cost: ini adalah gaji upah pegawai dan buruh dan biaya reparasi rutin, termasuk spare parts. Kalau pembangkitnya cukup andal, jarang ada kerusakan, maka dapat dianggap fixed cost. Biaya bahan bakar adalah termasuk variabel cost, karena dua alasan utama: (1) pemakaian bahan bakar tergantung lamanya jam operasi pembangkit, apakah digunakan untuk melayani beban tetap, atau beban yang berubah-ubah setiap jam, atau hanya untuk melayani kebutuhan pada jam beban puncak; (2) Harga bahan bakar dapat berubah-ubah, apalagi sejak awal tahun 2004 harga minyak internasional naik terus dari $30 sampai $100/bbl; harga bahan bakar lain juga ikut naik. Demikianlah mengenai fixed cost dan variable cost untuk bidang pembangkitan listrik. Wasalam, Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/, Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res. +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614 You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost. http://tc.deals.yahoo.com/tc/blockbuster/text5.com
[Keuangan] Re: (BN ) Subprime, CDO Bank Losses May Exceed $265 Billion, SP Says
Para Anggota ML AKI Yth., Analisis krisis subprime di AS amat menarik. Tetapi membandingkan dengan krisis yang kita alami ada dua hal yang belum disinggung. Besarnya Krismon dan Kristal yang menimpa kita memang sebanding dengan PDB Indonesia, lain dengan krisis subprime yang relatif kecil ketimbang PDB AS. Kenapa ekonomi Indonesia tidak begitu terpuruk ? Karena kita memiliki sumberdaya energi sendiri dan bisa menyelamatkan diri dengan subsidi energi. Bahkan sampai sekarang masih melakukannya. Ada satu hal lain yang berbeda dengan ekonomi AS. Banyak kesempatan kerja hilang di Indonesia sampai-sampai tingkat kemiskinan meningkat, sedang yang dinamakan krisis subprime tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap kesempatan kerja di AS. Akan sangat mencerahkan apabila analisis akhir-akhir ini ditambah dengan ulasan mengenai kedua hal tersebut di atas. Wasalam, Budi Sudarsono Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blogs: http://feea.blogspot.com/, http://feea2.blogspot.com/ (English), dan http://feea3.blogspot.com/ Website: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Res. +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614 Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ
[Keuangan] Cuplikan Laporan Eksekutif Diskusi Panel PLTN
penyediaan energi. Disebutkan juga bahwa perusahaannya telah melakukan kajian ekonomi PLTN dengan skenario keuntungan rendah, sedang dan tinggi. Bedasarkan kajian tersebut, disebutkan bahwa PLTN merupakan pembangkit listrik yang kompetitif. PT Medco Energi telah mempersiapkan segala sesuatunya ke arah pembangunan suatu PLTN temasuk program sosialisi terhadap masyarakat di sekitar lokasi dan penyediaan SDM. Selanjutnya panelis menyebutkan bahwa penggunaan energi nuklir sudah saatnya diterapkan di Indonesia. Isu persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah terdengar sejak tahun 70-an, tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya. Tanggapan peserta diskusi Panel cukup beragam. Salah seorang politisi, mantan angota DPR-RI menyatakan bahwa untuk saat ini sudah tercapai kondisi yang baik untuk mengembangkan PLTN, akan tetapi Pemerintah tampaknya masih maju-mundur dan tidak kompak dalam menyikapi rencana pembangunan PLTN ini, meskipun sudah merupakan satu kebijakan yang diundangkan dan tercantum dalam Peraturan Presiden. Pembicara lain dari kalangan muda menyatakan bahwa hendaknya Pemerintah menyatakan kemauan politiknya (political will) terhadap pembangunan PLTN ini, dan diharapkan agar DPR memberikan dorongan kepada Pemerintah agar Pemerintah menunjukkan kemauan politik ini, dan disertai kemudian dengan tindak lanjut dengan arah yang jelas.. Selanjutnya disebutkan bahwa sudah saatnya mempertimbangkan penggunaan nuklir di pulau Jawa mengingat pertambahan penduduk yang sudah sebesar 3,5 % per tahunnya. Dalam kata penutupannya moderator Parni Hadi menyebutkan antara lain hal-hal sebagai berikut: Para pakar peserta diskusi panel dan pembicara menyatakan setuju agar hasil diskusi panel ini segera ditindaklanjuti sehingga terwujud kebijakan go nuclear. Namun pelaksanaannya harus hati-hati dan didukung dengan mengintensifkan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat luas. Penguasaan teknologi keselamatan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang sunguh-sungguh agar pembangunan dan pengoperasian PLTN berlangsung secara aman. Hal yang lebih penting dari semua ini adalah komitmen Pemerintah terhadap pembangunan PLTN. Laporan lengkap dapat disimak pada url sbb: http://feea3.blogspot.com/ Wasalam, Budi Sudarsono Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2003, 2005, 2006, 2007. Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blogs: http://feea.blogspot.com/, http://feea2.blogspot.com/ (English), dan http://feea3.blogspot.com/ Website: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html Senior Member, Komite Nasional Indonesia (Indonesian National Committee), World Energy Council (WEC); Res. +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614 Never miss a thing. Make Yahoo your home page. http://www.yahoo.com/r/hs
[Keuangan] Laporan dwi-tahunan IEA World Energy Outlook 2006
Mr. Mandil. To quench the worlds thirst for energy, the Reference Scenario projections call a cumulative investment in energy-supply infrastructure of over $20 trillion in real terms over 2005-2030 substantially more than was previously estimated. Roughly half of all the energy investment needed worldwide is in developing countries. It is far from certain that all this investment will actually occur. There has been an apparent surge in oil and gas investment in recent years, but it is, to a large extent, illusory. Drilling, material and personnel costs in the industry have soared, so that in real terms investment in 2005 was barely higher than that in 2000. The Outlook demonstrates that nuclear power could make a major contribution to reducing dependence on imported gas and curbing CO2 emissions in a cost-effective way. But this will happen only if the governments of countries where nuclear power is accepted play a stronger role in facilitating private investment, especially in liberalised markets. Nuclear power remains a potentially attractive option for enhancing the security of electricity supply and mitigating carbon-dioxide emissions but financing the upfront investment cost may remain a challenge, Mr. Mandil underlined. Biofuels can make a significant contribution to meeting future road-transport energy needs, helping to promote energy diversity and reducing emissions. Biofuels reach 4% of road-fuel use in the Reference Scenario in 2030 and 7% in the Alternative Policy Scenario, up from 1% today. The United States, the European Union and Brazil account for the bulk of the global increase and remain the leading producers and consumers of biofuels in both Scenarios. But rising food demand, which competes with biofuels for existing arable and pasture land, and the need for subsidy in many parts of the world, will constrain the long-term potential for biofuels production using current technology. New biofuels technologies being developed today, notably ligno-cellulosic ethanol, could allow biofuels to play a much bigger role if major technological and commercial challenges can be overcome. The World Energy Outlook 2006 was produced by the IEA with input from many distinguished international experts from government, industry and academia. The annual Outlook publication has long been recognised as the leading source of forward-looking global energy market analysis and has received a number of awards from prestigious organisations around the world. Budi Sudarsono Senior Member, Komite Nasional Indonesia, World Energy Council (KNI-WEC) or Indonesian National Committee, World Energy Council; Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) atau Energy and Environment Awareness Society; Sekretariat Tel. 62-021 75906564 Blog: http://feea.blogspot.com/ Website: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/html Res. 724 3291 Fax: 739 6189 Do you Yahoo!? Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail. http://new.mail.yahoo.com = Moto: Email Kritik atau dikritiki?!? Hari gini, siapa Takut! - FYI: Join Milis AKI di www.Friendster.com, caranya tinggal add email address [EMAIL PROTECTED] di bagian User Search. Anda bisa melihat profile Members, biodata dan komentar2 dari teman2 mereka. - Setting Milis AKI : Digest: [EMAIL PROTECTED] Normal: [EMAIL PROTECTED] Untuk meminta bantuan, pertanyaan, perkenalan email kirim ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/