[Millis AKI- stop smoking] Re: The End of an Era in Finance (Prof. Rodrik of Harvard)

2010-03-13 Terurut Topik Budi Sudarsono
Indonesia keluar dari IMF ? Apa betul ? Saya kira yang benar adalah: Indonesia 
melunasi pinjamannya.



Tetapi yang lebih penting terkait dengan perubahan kebijakan IMF :
tidakkah Indonesia akan mulai melakukan pembatasan terhadap lalulintas
devisa seperti yang pernah dilakukan oleh Malaysia dan Chile, yang kini
dianggap dapat membawa manfaat. Jika jalan itu diambil oleh Indonesia,
barangkali bisa terhindar dari kejadian seperti Bank Century: pemilik
bank melarika dana ke luar negeri begitu mudahnya.

Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Res.: +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614

--- On Sat, 3/13/10, Wong Cilik gajahpelan...@gmail.com wrote:

From: Wong Cilik gajahpelan...@gmail.com
Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] The End of an Era in Finance (Prof.  
Rodrik of Harvard)
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Saturday, March 13, 2010, 7:53 AM







 



  



  
  
  Barangkali kalau dilihat urutan kejadiannya:

- Banyak negara berkembang protes, termasuk Indonesia keluar dari IMF.

Artinya dokternya bloon, gak bisa nyembuhin penyakit. Jadi sekarang dia

bilang sudah mau belajar. Bukti-bukti kesalahan pendapat ada dan bisa

diterima IMF. Barangkali maksud sebenarnya sih ingin menarik client lagi.

Jadi negara-negara macam kita bisa mulai bayar angsuran tahunan buat ngegaji

pejabat-pejabat IMF.



- Didorong lagi oleh krisis Yunani yang membuat kalang-kabut negara-negara

eropa. Papandreau (PM atau presiden ya?) lobi amerika, jerman, prancis, dan

negara2 euro berikut Inggris. Semua sudah mulai sadar kalau Yunani dijadikan

ajang spekulasi maka yang repot bukan cuma Yunani aja. Belum lagi Inggris

yang poundsterlingnya pernah dijadikan ajang spekulasinya Soros (dimenangkan

oleh Soros).



- Jadi perubahan pendapat ini terjadi karena masalah yang sama juga dialami

negara maju. Kalau masalah ini tidak terjadi pada Euro, maka mungkin mereka

tidak akan mengubah pendapat? Tapi ya ini juga cuma spekulasi... . bisa jadi

bener bisa juga tidak



On Sat, Mar 13, 2010 at 11:26 AM, Wong Cilik gajahpelanduk@ gmail.comwrote:



[Non-text portions of this message have been removed]






 





 



  






  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Re:[OOT] Transportasi Massal Versus Kemacetan

2010-02-25 Terurut Topik Budi Sudarsono
Para Anggota ML AKI Yth.,

Kami sependapat bahwa infrastruktur transportasi massal perlu digalakkan di 
Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Dalam jangka panjang, bukan saja akan 
membuat perjalanan ke dan dari tempat kerja lebih cepat dan nyaman, tetapi juga 
lebih hemat energi. Inilah pertimbangan di balik kebijakan Orde Baru dahulu 
ketika memutuskan untuk menaikkan rel kereta api Manggarai-Jakarta Kota ke 
atas, mengurangi kemacetan di persimpangan jalan-jalan KA dan menghemat BBM. 
Salut kepada Ir. Suwarto, mantan KaBaLitBang Dep Hub, yang dengan gigih 
memperjuangkan peninggian rel kereta api Manggarai-Jakarta Kota.

Budi Sudarsono
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,
Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 
Res.: +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614


--- On Thu, 2/25/10, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote:

 From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com
 Subject: [Keuangan] [OOT] Transportasi Massal Versus Kemacetan
 To: ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
 Date: Thursday, February 25, 2010, 8:21 PM
 RR sekalian,
 
 topik ini mungkin sedikit OOT untuk milis keuangan, tapi
 saya melihatnya
 dari sisi bisnis-nya
 
 secara awam,  sisi pembebasan lahan, agaknya
 membebaskan lahan untuk  jalur
 kereta yang di atas lebih murah dibanding jalan tol dan
 membangun jalur
 kereta di bawah. jalur kereta di atas juga menghindari
 masalah lintasan
 kereta kalo dia memotong jalan raya, yang artinya jalan
 raya ngga perlu ada
 perhentian tambahan selain lampu merah.
 tapi saya tidak tahu ongkos teknologi dan harga gerbong
 keretanya, soalnya
 kalo mau efektif jumlah gerbongnya mesti benar2 cukup agar
 bisa ontime jalan
 meskipun tidak penuh..  dan semoga juga ngga ada
 ongkos di atas kertas alias
  mark up  :)
 
 dari sisi awam juga, kereta harusnyanya ada peningkatan
 omzet karena yang
 tol pendapatan hanya 5.000 per mobil (contoh saja),
 sekarang 5.000 per
 orang. kalo satu mobil yang lewat tol rata2 isinya 2-3
 orang, pengusaha
 kereta udah dapat 2-3x lipatnya.
 di sisi lain, kereta butuh pemeliharaan ngga cuman dari
 sisi jalan-nya, tapi
 juga kereta nya sendiri dan fasilitas/sarana prasarana.
 maka saya belum
 boleh bersorak gembira ada peningkatan pendapatan 3x, sebab
 saya belum tau
 sisi biaya kereta berapa kalinya jalan tol :(.
 
 tapi, lagi-lagi ini jalan pikiran awam, kalo LRT / MRT bisa
 dibuat nyaman (
 semoga lebih nyaman dari KRL Express :) mestinya sih jumlah
 mobil pribadi
 berkurang. jalanan jadi lebih
 nyaman   --nah, problemnya.. entah apa
 memang
 bisa sebegitu drastis (jumlahnya) dan dramatis (efek)
 perbedaannya--
 
 baidewe eniwe baswe, ini baru khayalan awam, tawwa :)
 sebenarnya kurang tau mi saya, inie.. ini hanyalah tebak2an
 logika.. mungkin
 dengan sedikit bumbu pembenaran :)
 tapi lepas dari itu, menurut saya  tulisan di bawah
 ini layak
 dipertimbangkan di kota besar macam  medan, jakarta,
 bandung, semarang,
 surabaya, dan makassar...  toh ?
 
 tabik, ki
 *ari.ams*
 
 
 artikel asli:
 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/02/16/09082479/Transportasi.Massal.Versus.Kemacetan
 
 Transportasi Massal Versus Kemacetan
 Selasa, 16 Februari 2010 | 09:08 WIB
 *Oleh HARYO DAMARDONO
 *
 *KOMPAS.com* - ”*Light rail transit *(kereta) ini
 merupakan contoh lain
 pembangunan di Malaysia,” kata Sazally Saidi, Chief
 Executive Officer
 Lingkaran Trans Kota Holdings Berhad. Saidi adalah CEO
 perusahaan jalan tol,
 sementara *light rail transit *merupakan ”saingan”
 jalan tol. Bukan masalah.
 
 Pada Desember 2009, Saidi memperlihatkan sistem jaringan
 jalan tol dalam
 Kuala Lumpur, Malaysia, mendatangi pusat pemantauan tol,
 dan mencermati
 sistem elektronik tol. Bagaimana pengoperasian jalan tol di
 sana.
 
 Kuala Lumpur juga macet. Perlu dua polisi lalu lintas
 pembuka jalan. Waktu
 yang masih ada, membuat Saidi perlu memperkenalkan light
 rail transit (LRT)
 kepada Kuala Lumpur Convention Center.
 
 Perjalanan dimulai dari emplasemen Stasiun LRT Kelana Jaya.
 Konstruksinya
 sebangun dengan Stasiun Gambir dan Cikini, sama-sama
 elevated, tetapi lebih
 bersih, lebih terang, dan kedatangan kereta lebih pasti.
 
 Di emplasemen Stasiun Kelana Jaya itu, masyarakat berbaur.
 Ada buruh,
 mahasiswa, pasangan suami istri dengan empat anak, turis
 beransel, serta
 seorang pramugari AirAsia yang menyeret kopernya. Maukah
 seorang pramugari
 naik kereta rel listrik di Jakarta?
 
 LRT canggih. Melaju tanpa masinis, seperti kereta
 antarterminal di Bandara
 Changi, Singapura, atau Bandara Barajas di Madrid, Spanyol.
 LRT Kuala Lumpur
 buatan Bombardier.
 
 LRT ini bukti nyata pembangunan transportasi massal Kuala
 Lumpur. Terlebih,
 pada pagi dan petang hari, kemacetan menghantui jalan tol.
 ”Seperti di
 Jakarta, kami repot oleh keluhan pengguna tol. Mereka
 protes mengapa macet
 meski sudah membayar tol,” kata Manager Traffic Safety
 Lingkaran Trans Kota
 Sdn Bhd

[Keuangan] Re: Listrik mati di lumbung (by Dahlan Iskan)

2009-12-24 Terurut Topik Budi Sudarsono
Membaca masukan mengenai hal tersebut di atas, barangkali rekan2 anggota ML ada 
yang berminat untuk membaca masukan saya di ML lain, sbb:

Saya setuju dengan pendapat bahwa masalah yang dihadapi PLN bukanlah masalah 
kompeten atau tidaknya Direksi PLN. Masalahnya adalah hubungan Direksi PLN 
dengan Pemerintah, dhi Presiden, DEN, Menteri ESDM dan Menteri BUMN. Karena 
masalah pokoknya adalah tarif listrik PLN, untuk keadaan PLN saat ini, adalah 
terlalu rendah. Untuk keadaan PLN 3-6 tahun lagi, dengan telah selesainya 
proyek 1 MW ke-1 dan ke-2, tarif listrik berdasarkan TDL sekarang mungkin 
akan sedemikian meringankan PLN sehingga tidak memerlukan subsidi lagi. Namun 
PLN tetap kekurangan dana untuk investasi baru.

Pemecahan masalah yang dihadapi PLN adalah: bagaimana menaikkan tarif TDL tanpa 
menimbulkan gejolak masyarakat pelanggan PLN. Ini bukan soal teknis lagi, 
melainkan soal politik. Makanya saya pikir, walaupun kurang sreg dengan 
pengangkatan Dirut Jawa Pos menjadi Dirut PLN karena beliau punya kepentingan 
pribadi sebagai pemilik PLTU,  barangkali Dirut baru akan dapat mencarikan 
jalan bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan baru TDL.
Di mana2, setahu saya, tarif listrik RT lebih tinggi ketimbang tarif listrik 
industri karena daya tersambungnya kecil dan pemakaian listriknya juga kecil. 
Hanya di Indonesia sudah berpuluh tahun terbalik, tarif listrik rumah kecil 
amat rendah: Rp. 2/bulan untuk  60 kWh (CMIIW). Jumlah pelanggannya hampir 
30 juta !
Hemat saya, tarif listrik rumah kecil ini justru selayaknya dijadikan sasaran 
penyesuaian. Caranya tentu harus secara bertahap, dengan prosentasi kecil 
setiap 3 bulan, misalnya.


Budi Sudarsono
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,
Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 
Res.: +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614



  


[Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Budi Sudarsono
Benar, kan, diskusi tidak bakal ada habisnya ?



Kereta api tentu susah di-swastakan, tidak menguntungkan karena banyak
tarif sosial. Padahal dari segi menghemat energi, sangat menguntungkan
untuk mengembangkan perkereta-apian ketimbang layanan perhubungan darat
dengan bus. Tetapi lobby automotif (dan jalan tol!) sedemikian kuatnya
hingga kita tidak bisa berkutik. Hanya pemerintahan model RRC bisa
mengatasi.

Listrik juga demikian. Di Amerika Serikat saja sebagian besar jaringan
listrik masih regulated. Yang pernah di-deregulated mengalami masalah
dan pemerintah negara bagian harus turun tangan (California). Di Texas
tarif malah naik setelah deregulasi.

Di Indonesia: negara kita negara kepulauan, dan kita sudah mengalami
tarif merata selama berpuluh tahun. Operasi PLN hanya menguntungkan di
Jawa-Madura-Bali, di luar itu rugi; jadi dengan tarif merata ada
cross-subsidy dalam PLN. Ini mendukung NKRI. Walaupun begitu, masih
saja ada upaya untuk menuju deregulasi, terakhir dengan terbitnya UU
Ketenagalistrikan yang baru yang memungkinkan bupati2 menetapkan tarif
listrik di wilayah masing2. Saya pikir hal ini malah bakal bikin kacau.

Bung Poltak benar bahwa teknologi bisa mengubah natural monopoly
menjadi sirna. Di bidang listrik prospek ini ada, kalau nanti ada
pembangkit kecil (1-20 MW) yang bisa menghasilkan listrik di bawah 10
sen/kWh. Kita tunggu saja.

Bung Poltak juga benar bahwa usaha penerbangan sipil sangat besar
risikonya. Tetapi sebagai negara kepulauan, kiat memerlukan Garuda dan
Merpati. Di Eropa gejala ke arah itu juga sudah jelas: lama-lama bisa
muncul gabungan perusahaan nasional menjadi European Airlines. Bukankah
luas Indonesia seluas Eropa ?



Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Thu, 10/15/09, oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com wrote:

From: oka.widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com
Subject: RE: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Thursday, October 15, 2009, 6:55 PM






 





  Saya kira kajian comprehensive mengenai BUMN sedang atau 
bahkan sudah

dilakukan kementrian BUMN. Pada dasarnya memang, kebijakannya satu, sedapat

mungkin memprivatisasi BUMN via IPO, kalo bisa. Atau cara2 lain, misalnya

private placement, untuk beberapa BUMN yang tidak sensitive secara politis

dan kondisi kEuangannya ngak bagus2 amat.



Dalam hal ini, ketika Pemerintah mau melego BUMN, ingin dapat cuan juga yang

lumayan sebagai bahan untuk menutup defisit.



Jadi memang peran kementrian BUMN, memastikan bahwa kinerja BUMN baik,

sehingga dapat memberikan deviden, bayar pajak dan ketika IPO mendatangkan

cash flow lumayan... kira2 sesimple itu.



Nah mungkin yang disini menjadi pertanyaan bagaimana dnegan BUMN yang

sifatnya strategis, misalnya persenjataan, energy atau apapun yang bisa

didefinisikan strategis... soale definsi strategis adalah beyond financer

atau ekonom, melainkan domain politikus... 



Contoh apakah Pindad atau Pertamina boleh diprivatisasi. ..atau di IPO kan?

Kalo tanya financer dan ekonom, saya yakin jawabannya nyaris sama, bole2

saja. Selama, masih ada di Indonesia, bayar pajak, bayar deviden dst dst...

Tapi ketika ditanyakan ke politikus, ya jawabannya bisa macem2.



Oka



From: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

[mailto:AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com] On Behalf Of Dody Dharma

Hutabarat

Sent: 15 Oktober 2009 16:51

To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN



Apakah semua BUMN harus diserahkan ke swasta?

Apakah tidak ada pengecualian?



Kenapa pengelolaan unit-unit usaha di tangan pemerintah dinilai tidak

efisien?

Apakah tidak ada pengecualian?



Bagaimana kasus negara lain?



 _ _ __

From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail. com mailto:hotradero% 40gmail.com 

To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

mailto:AhliKeuanga n-Indonesia% 40yahoogroups. com 

Sent: Wed, October 14, 2009 11:17:50 PM

Subject: Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN



At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:

Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN

punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.



Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit

diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan

konsumen/pelanggan . Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.



Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi 

ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga 

kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun

[Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-14 Terurut Topik Budi Sudarsono
Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN
punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.


Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit
diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan
konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.

Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda
tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen
saham bisa tentunya).

Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada
akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi
departemen teknis.

Masalah yang sebenarnya adalah : pengawasan publik, yang masih perlu terus 
disempurnakan.

Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Wed, 10/14/09, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com wrote:

From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
Subject: Re: Bls: [Keuangan] Menyorot Peran BUMN
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Wednesday, October 14, 2009, 5:37 PM






 





  At 01:46 PM 10/14/2009, you wrote:

Menurut saya setiap BUMN awalnya diciptakan karena ada frontier 

bisnis yang pada waktu yang bersangkutan tidak dilirik oleh swasta 

hingga  suatu bisnis yang dianggap sangat strategis untuk 

kepentingan nasional. Layaknya suatu bisnis maka BUMN harus di lihat 

kinerja dan profitabilitas termasuk hingga penilaian tim manajemennya.



Masak sih?



Bukankah kebanyakan BUMN di Indonesia adalah hasil nasionalisasi dan 

merger dari berbagai perusahaan Belanda?  Dan bukankah kebanyakan 

dari perusahaan tersebut sedari awal berada di sektor-sektor paling 

strategis?  Coba lihat saja Pertamina, PLN, Telkom (dan Indosat pada 

sebelumnya), Pos, Perbankan, Pegadaian, Garuda, Pelni, Kereta Api, 

Gas Negara, Angkasa Pura, Jiwasraya, Tambang Timah, sampai ke Kimia Farma, dll.



Dan hampir semua perusahaan itu mulai dengan monopoli.  Beberapa 

malah tetap menjadi monopoli sampai sekarang.  Jadi, saya tidak 

sependapat kalau disebut perusahaan dan sektor tersebut tidak dilirik swasta.



Banyak BUMN yang sudah proffesional mampu bersaing dengan institusi 

swasta dan asing bahkan global. Masalahnya adalah bagaimana secara 

cepat duplikasi proffesionalisme tersebut kepada BUMN yang lain dan 

membuat setiap karyawan memiliki kompetensi terhadap bidang kerjanya.



Bagi saya, harapannya, setiap BUMN yang berbisnis, mampu bersinergis dengan

lingkungan sekitarnya para pengusaha baru, kecil, dan menengah sehingga

terjalin suatu network yang saling menguatkan dan menguntungkan. 

Tidak perlu setiap BUMN mampu mempekerjakan seluruh rakyat 

indonesia, tapi bagaimana agar BUMN mampu berkesinambungan 

meningkatkan order, dan menggandeng mitra-mitra baru.



Tapi... katanya juga sih.. terkadang kerjasama antar BUMN aja banyak 

yang memble dan sikut2an.. apa memang sudah waktunya semua 

disinergikan jadi satu holding ya.



Kalau dibikin jadi satu - maka justru konsumen lah yang dikorbankan.




 

  




 

















  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan..

2009-10-13 Terurut Topik Budi Sudarsono
Rekan Anggota ML AKI Yth.,



Sebagai seorang lansia (umur 73 th) saya merasakan adanya diskriminasi
terhadap saya dalam hal mau pinjam uang dari bank. Saya maklum, karena
tak lama lagi akan masuk liang kubur.

Kalau minta kredit, usia harus di bawah 55 tahun dan harus punya
pendapatan tetap dari gaji sebagai pegawai. Di atas 55 tahun, harus
punya anak yang punya penghasilan tetap, dan anak yang disuruh maju
minta kredit. Kalau kredit yang diminta cukup besar harus pakai agunan,
dan agunan harus atas nama anak. Kalau anak disuruh maju minta KTA maka
dibatasi angsuran harus 30 persen dari penghasilan bersih, dan dikenai
bunga tinggi.

Ada bank yang mau memberi kredit kepada pensiunan, yaitu BTPN (atau
BPTN?). Ttapi saya sudah terlambat: usia harus di bawah 60 tahun.

Wah repot ya bagi lansia.

Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Sat, 10/10/09, Jemitra Tjahjono jemi...@yahoo.com wrote:

From: Jemitra Tjahjono jemi...@yahoo.com
Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan.. (dari Bank Asing)
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Saturday, October 10, 2009, 10:44 PM






 





  Dari
omong-omong dengan orang yang pinjam KTA, ini yang memang debitur
serius, bukan yang modus nipu. Reason mereka KTA prosesnya cepat. Toh
kalau bunga tinggi, tapi jangka waktunya panjang, sehingga cicilan
perbulan tidak terasa. Sepertinya yang main KTA ini bukan cuma bank
asing saja. Diindonesia ada rentenir, Koperasi Simpan Pinjam (Kospin).
Jangan-jangan Bank Asing itulah yang melihat ada ceruk pasar, karena
orang kita bisa berdamai dengan rentenir 



 Jemitra 



 _ _ __

From: Yohan Naftali yohan.naftali. i...@gmail. com

To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

Sent: Sat, October 10, 2009 11:25:52 AM

Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan.. (dari Bank Asing)



  

Sayangnya, tenaga kerja indonesia yang terbaik kerja di bank asing

karena tawaran gaji yang lebih baik...



On 10/10/09, judya...@yahoo. com judya...@yahoo. com wrote:

 Bank asing jualan kredit di negara asal sudah terlalu sulit karena

 1 kuatnya perlindungan konsumen

 2 bunganya kecil

 3 di Indonesia dengan bunga yg ditawarkan masih laris manis, sehingga bank

 asing dapat gain gede

 4 risk tertutup oleh interest rate yg tinggi

 5 orang kita melihat interest rate kta masih bersahabat

 6 orang kita tidak dapat akses kredit murah

 7 siapa menabur dia menuai, bank asing invest di negara kita, dengan dollar

 tentunya mau dong menuai hasil dalam dollar.

 8 bank asing tentu harus setor dong ke head office.

 Artinya ujung2nya kita kerja keras bayar kta untuk dikirim ke luar negeri.

 Bocor dongg?



 Pakailah produk (bank) dalam negeri.

 Ho produsen (bank) dalam negeri, gimana kualitas produkmu biar bisa

 laris di dalam dan luar negeri?

 Jangan sampai ayam mati dilumbung dong?



 Powered by SuccessBerry®



 -Original Message-

 From: NaRuTo fiesta...@yahoo. com

 Date: Fri, 9 Oct 2009 18:46:12

 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

 Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan.. (dari Bank Asing)



 Bank asing emang senang nya bermain di kredit konsumtif daripada kredit

 Konstruktif, mereka dapat yield yg sangat besar di kredit konsumtif. makanya

 mereka berlomba-lomba menawarkan kredit konsumtif! mendorong masyarakat kita

 terlalu konsumtif.. yg nanti nya ada efek samping nya juga klo terlalu

 konsumtif!



 hal ini harus jd perhatian pemerintah, seharus nya Bank Asing lebih

 meningkatkan peran dalam dalam pembiayaan proyek / kredit konstruktif

 lainnya.. ato sektor UKM yg emang bener2 butuh permodalan..



 Bank2 Asing tersebut mengeruk keuntungan terlalu besar di Indonesia... ,

 terlalu bebas!







 --- On Fri, 10/9/09, Ari Condro masar...@gmail. com wrote:



 From: Ari Condro masar...@gmail. com

 Subject: Re: [Keuangan] Re: Kredit Tanpa Agunan

 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

 Date: Friday, October 9, 2009, 5:46 AM

























 jaman saya jadi buruh pabrik doeloe, ada teman yg hobinya

 nawarin kartu



 kredit ke teman teman satu pabrik. dia juga yang nyaru jadi orang HRD dan



 ngeprintkan slip gaji aspal buat kita.







 sudah ratusan orang yang sukses bikin kartu kredit liwat dia. dia sendiri



 nyaris selalu sukses karena kerja sama dengan sales kartu kredit, cs bagian



 telesales dan bagian konfirmasinya :))







 beberapa karyawan (10-20 orang) yang ambil kartu kredit liwat dia dengan



 sengaja memang ambil cc tersebut buat ngemplang. begitu diaktifkan, dalam

 3



 hari - seminggu langsung dibelanjakan sampai 5-10 juta, dan tidak pernah



 dibayar. yang nekad seperti ini biasanya

Re: [Keuangan] General Motors

2009-05-15 Terurut Topik Budi Sudarsono
Tambahan info (CMIIW):



Tingkat upah buruh GM sangat tinggi, perusahaan mobil Jepang di Amerika
Serikat bagian selatan tingkat upahnya sekitar 50 persen di bawah
Detroit.



Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Fri, 5/15/09, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com wrote:

From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
Subject: Re: [Keuangan] General Motors
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Friday, May 15, 2009, 4:46 PM
















  
  At 03:39 PM 5/15/2009, you wrote:



Halo,

apakah ada yang mengikuti perkembangan dari General Motors?



Sebenarnya apa sih masalah mereka sehingga harus (akan) bangkrut?

apakah dari hutang? cash flow? income? manajemen? produk? pasar? saham?



1. GM dibebani hutang besar yang digunakan tidak terkait dengan 

bisnis otomotif.  Beban utang GM yang terbesar adalah untuk menambal 

fasilitas jaminan sosial pekerja GM.



2. Akibat beban jaminan sosial ini (sampai beberapa orang menyebutnya 

GM adalah dana pensiun yang punya bisnis sampingan bikin mobil) maka 

ongkos produksi GM meningkat sehingga produknya tidak kompetitif.



3. Selama beberapa tahun terakhir GM berinvestasi besar-besaran pada 

segmen kendaraan SUV (contoh: Humvee adalah buatan GM) yang boros 

BBM.  Ketika harga BBM meningkat maka segmen ini terpukul.  Padahal 

segmen ini yang memberikan profit margin terbesar buat GM.



4. Karena kendaraan termasuk big ticket items - maka krisis 

perbankan dan kredit yang mendorong resesi telah membuat demand 

terhadap kendaraan menyusut.  Ditambah dengan pengangguran dan 

pecahnya bubble property - maka minat pembelian kendaraan baru 

menjadi semakin jeblok.  Ini yang membuat keadaan GM jadi lebih parah.



bagaimana komentar teman2 tentang GM? apakah kira2 fritz bisa 

menyelamatkan GM?



Amerika memang sudah seharusnya berhenti ngotot untuk bikin mobil.

Toh pabrik mobil Jepang di Amerika (Toyota, Honda, dan Nissan) bisa 

membuat mobil dengan harga lebih kompetitif, dan tetap juga menyerap 

tenaga kerja Amerika.  Bodoh sekali mempertahankan Big Three hanya 

atas alasan romantika masa lalu.



Tetapi kita juga perlu tahu bahwa pendukung terbesar Barrack Obama 

pada kampanye presiden lalu adalah Serikat Pekerja Otomotif (UAW = 

United Autoworker Union) yang tentunya ingin agar Big Three tetap 

hidup dengan biaya berapapun.



Sementara kita tahu bahwa pabrik mobil Jepang di Amerika (Toyota, 

Honda dan Nissan) banyak berada di daerah Selatan Amerika, yang 

serikat pekerjanya lemah dan umumnya condong mendukung Partai Republik.




 

  




 

















  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Re: Informasi NAB Reksadana

2008-11-09 Terurut Topik Budi Sudarsono
Sdr. Dimas Yoga,



Ada di Bisnis Indonesia dengan url sebagai berikut:



http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=261_dad=portal30_schema=PORTAL30id=23cdate=07-NOV-2008



Di kolom sebelah kiri, click Reksadana. Semoga berhasil.

Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Fri, 11/7/08, Dimas Yoga [EMAIL PROTECTED] wrote:
From: Dimas Yoga [EMAIL PROTECTED]
Subject: [Keuangan] Informasi NAB Reksadana
To: [EMAIL PROTECTED], AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED]
Date: Friday, November 7, 2008, 10:53 AM











Dear rekan milis,


Saya mau tanya, apakah ada yang tahu alamat situs yang mengupdate
informasi NAB harian reksadana selain situs BAPEPAM-LK dan Infovesta? 



Thanks  Regards,

Dimas



[Non-text portions of this message have been removed]




  




 

















  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] (BN) Pound May Drop 18% Versus Yen on Carry Unwind, Citigroup Says

2008-11-03 Terurut Topik Budi Sudarsono
Rekans Anggota ML Ahli Keuangan Yth.,



Selamat kepada Bp. Poltak Hotradero yang tadi tampil dalam acara CNBC di 
wawancara oleh Amanda Drury. 

Saya kok ragu mengenai penyataan Bp. Poltak bahwa saham komoditi di
bursa Indonesia baru akan ramai lagi setelah satu atau dua tahun. Kok
begitu lama, ya, Pak ? Menunggu resesi dunia lewat ?

Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Mon, 11/3/08, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote:
From: Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED]
Subject: [Keuangan] (BN) Pound May Drop 18% Versus Yen on Carry Unwind, 
Citigroup  Says
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Monday, November 3, 2008, 8:31 AM













Sedikit penjelasan mengenai carry-trade unwind.



Pound May Drop 18% Versus Yen on Carry Unwind, Citigroup Says

2008-11-03 00:11:21.630 GMT





By Candice Zachariahs

  Nov. 3 (Bloomberg) -- Investors should sell the pound

against the yen as it may drop 18 percent against the Japanese

currency because Britain's banks will have to ``drastically' ' cut

lending after short-term funding dried up, Citigroup Inc. said.

  The U.K.'s gross external liabilities are nearly five times

as large as the nation's gross domestic product, wrote a team of

Citigroup analysts led by New York-based currency strategist Todd

Elmer. Banks built up 50 to 60 percent of the obligations, using

loans from countries with low interest rates to invest in the U.K.

  ``The massive foreign borrowing has driven an economy-wide

carry trade which employed cheap foreign funds to finance

domestic investment and consumption, '' wrote Elmer. Reduced

capital inflow ``is set to exert a severe downward draft on the

pound.''

  The pound traded at 158.62 yen as of 8:19 a.m. in Tokyo from

158.28 yen on Oct. 31. The currency has lost 15 percent against

the yen over the past month. It traded at $1.6107 per pound from

1.6076 late last week.

  Investors should sell the pound and buy Japan's yen, wrote

Citigroup, as Britain's currency could test its 1995 lows. The

pound bought 129.37 yen in April 1995.

  In carry trades, investors seek higher returns on funds from

countries with low-borrowing costs such as the U.S. or Japan,

where interest rates are 1 percent and 0.3 percent, respectively.

The Bank of England cut its benchmark interest rate to 4.5

percent on Oct. 9. The risk in carry trades is that currency

market moves will erase profits.



For Related News:

For stories on Australian economy: TNI AUD ECO BN GO

Stories on New Zealand's Dollar: NSE NEW ZEALAND DOLLAR GO

For research on currencies: NI ANAFX BN GO




  




 

















  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] (ask) mengapa Bi naikan rate?

2008-10-09 Terurut Topik Budi Sudarsono
ML members,



Inflation is higher than BI rate is correct only if inflation is defined for 
the period of the past twelve months.

It will not be necessarily correct if one defines it for the expected
coming (twelve) months, which is more pertinent. It could well be below
the current BI rate, bearing in mind the recession, lower commodity
prices, etc.

Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614

--- On Thu, 10/9/08, Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED] wrote:
From: Poltak Hotradero [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Keuangan] (ask) mengapa Bi naikan rate?
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Thursday, October 9, 2008, 11:33 AM











At 10:16 09/10/2008, you wrote:



Terima kasih Bung Poltak atas penjelasannya, so the most reasons are

to prevent capital outflow, which also people said the reason our

index plunged 10 % yesterday and the second reason to fight against

inflation rate which is higher than BI rate.



That's correct.




  




 

















  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Krisis Keuangan Dunia

2008-09-23 Terurut Topik Budi Sudarsono
Para Anggota ML Ahli Keuangan Yth.,



Ternyata sudah ada yang meramalkan krisis yang kini tengah berkecamuk,
yaitu Roubini dari New York University, dan diramalkannya sejak
September 2006 !

Silahkan menyimak websitenya yang menarik, bagi yang berminat, yaitu :



http://www.rgemonitor.com/



Di bawah ini saya kutipkan salah satu tulisannya baru2 ini.



Wasalam

Budi Sudarsono

Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,

Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 

Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html

Res./Fax sementara: +6221-7690288 Mob. +62812-9601614





The Shadow Banking System is Unravelling: Roubini Column in the
Financial Times. Such demise confirmed by Morgan and Goldman now being
converted into banks


Nouriel Roubini | Sep 21, 2008 


The Financial Times published in its Monday edition my Op-Ed
column “The Shadow Banking System is Unravelling”. The column was
written and posted on their web site a few hours before the sudden announcement 
of the end of
major independent broker dealers with the Fed announcement that Morgan Stanley
and Goldman Sachs will become bank holding companies and will be thus regulated
as banks. This is the additional step in the demise of Wall Street as we know 
it and the unraveling and demise
of the “shadow banking system” that I described in my Financial
Times Op-Ed column. 

Here is the text of my Op-Ed column:

The shadow banking system is unravelling

Nouriel Roubini

Financial Times Published: September 21 2008 17:57 | Last updated:
September 21 2008 17:57

Last week saw the demise of the shadow banking system that has been created
over the past 20 years. Because of a greater regulation of banks, most 
financial intermediation in the past two
decades has grown within this shadow system
whose members are broker-dealers, hedge funds, private
equity groups, structured investment vehicles and conduits,
money market funds and non-bank mortgage lenders.

Like banks, most members of this system borrow very short-term and in
liquid ways, are more highly leveraged than banks (the exception being money
market funds) and lend and invest into more illiquid and long-term instruments.
Like banks, they carry the risk that an otherwise solvent but liquid
institution may be subject to a self-­fulfilling and destructive run on its 
­liquid
liabilities.

But unlike banks, which are sheltered from the risk of a run – via deposit 
insurance and central banks’ lender-of-last-resort
liquidity – most members of the shadow system did not have access to these
firewalls that ­prevent runs.

A generalised run on these shadow banks started when the deleveraging after
the asset bubble bust led to uncertainty about which institutions were solvent.
The first stage was the collapse of the entire SIVs/conduits system once
investors realised the toxicity of its investments and its very short-term
funding seized up.

The next step was the run on the big US broker-dealers: first Bear Stearns lost 
its liquidity in days. The
Federal Reserve then extended its
lender-of-last-resort support to systemically important broker-dealers. But
even this did not prevent a run on the other broker-dealers given concerns
about solvency: it was the turn of Lehman
Brothers to collapse. Merrill
Lynch would have faced the same fate had it not been sold. The
pressure moved to Morgan Stanley
and Goldman Sachs: both would be
well advised to merge – like Merrill – with a large bank that has a stable base
of insured deposits.

The third stage was the collapse of other leveraged institutions that were
both illiquid and most likely insolvent given their reckless lending: Fannie
Mae and Freddie Mac, AIG and more than 300 mortgage lenders.

The fourth stage was panic in the money
markets. Funds were competing aggressively for assets and, in
order to provide higher returns to attract investors, some of them invested in
illiquid instruments. Once these investments went bust, panic ensued among
investors, leading to a massive run on such funds. This would have been
disastrous; so, in another radical departure, the US extended deposit insurance 
to
the funds.

The next stage will be a run on thousands of highly leveraged hedge funds.
After a brief lock-up period, investors in such funds can redeem their
investments on a quarterly basis; thus a bank-like run on hedge funds is highly
possible. Hundreds of smaller, younger funds that have taken excessive risks
with high leverage and are poorly managed may collapse. A massive shake-out of
the bloated hedge fund industry
is likely in the next two years.

Even private equity firms and their reckless, highly leveraged buy-outs
will not be spared. The private equity bubble led to more than $1,000bn of LBOs
that should never have occurred. The run on these LBOs is slowed by the
existence of “convenant-lite” clauses, which do not include traditional

[Keuangan] Usul pemecahan maalah subsidi BBM

2008-05-14 Terurut Topik Budi Sudarsono
 secara bertahap akan dapat
dihentikan lebih cepat. 
Sebagai contoh yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Meksiko,
walaupun Meksiko penghasil minyak yang besar harga bensin di Meksiko
ditetapkan naik sekitar 1 persen setiap bulan, sehingga dalam jangka
waktu empat tahun terakhir ini harga tersebut meningkat hampir 30
persen. Ternyata hal tersebut tidak berdampak secara berarti terhadap
inflasi di Meksiko.
Kebijakan ini juga sangat berguna bagi pelaku bisnis / industri
karena dengan demikian ada kepastian usaha pada waktu mendatang.

3. Penetapan harga energi domestik
Harga energi domestik yang merata di seluruh wilayah R.I. telah
diterima sebagai kebijakan harga yang adil. Biaya penyediaan energi
di wilayah di mana permintaan sangat tinggi seperti Jawa-Madura-Bali
dapat ditekan karena “economies of scale”, sedangkan biaya penyediaan
energi di wilayah dengan permintaan rendah seperti di luar
Jawa-Madura-Bali sudah pasti jatuh lebih tinggi. Karena itu kebijakan
harga energi yang merata adalah wajar, mengingat perusahaan energi
secara internal dapat melaksanakan subsidi-silang dari operasi di
Jawa-Madura-Bali untuk operasi di luar wilayah tersebut. Sudah tentu
daerah di luar Jawa-Madura-Bali, yang berhasrat meningkatkan
pelayanan penyediaan energi dengan memberlakukan harga energi yang
lebih tinggi ketimbang harga yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai
insentif bagi perusahaan energi, dapat saja mengambil keputusan yang
berbeda.
Namun kebijakan harga energi yang berlaku hingga kini, di mana
terdapat disparitas yang cukup besar antara berbagai jenis BBM
seperti minyak tanah, minyak solar, bensin premium dan BBM
non-subsidi dan antara berbagai sektor peruntukan semisal industri,
transpor dan rumah-tangga, adalah kebijakan yang perlu dibenahi.
Ternyata bahwa kegiatan oknum yang tak bertanggung-jawab, seperti
penyelundupan, pengoplosan, dan perdagangan liar masih amat sulit
diberantas.
Oleh karena itulah maka MPEL berpendapat bahwa, selain harga energi
perlu terus ditetapkan berlaku merata di seluruh wilayah R.I.,
penetapan setiap jenis energi juga perlu ditetapkan sejauh mungkin
menurut nilai kalor setiap jenis energi  dan berdasarkan suatu
strategi jangka menengah untuk menghapus disparitas harga energi. Hal
ini berarti bahwa penaikan harga minyak tanah, karena saat ini
subsidi per liternya paling besar, pada awalnya harus dengan
prosentase tertinggi; tentu dengan penetapan yang mempertimbangkan
aspek sosial-ekonomi supaya tidak terlampau memberatkan anggota
masyarakat yang kurang mampu.

4. Penetapan harga energi primer untuk keperluan dalam negeri.
Sejalan dengan pemikiran di atas, maka harga energi primer untuk
keperluan domestik juga sulit untuk dipertahankan dengan nilai
diskonto yang besar. Sudah tentu perusahaan penghasil energi primer
seperti gas bumi dan batubara mengharapkan dihapuskannya diskonto
bagi keperluan dalam negeri. Bila tetap besar maka perusahaan
penghasil energi primer akan lebih condong untuk mengekspor
produksinya ke luar negeri.
Berhubung dengan itu MPEL berpendapat bahwa nilai diskonto hendaknya
cukup sekitar 5 persen, setidaknya tidak lebih dari 10 persen. Hal
ini akan mendorong perusahaan penghasil energi untuk secara sukarela
menyediakan produksinya guna keperluan di dalam negeri. Juga dapat
lebih mudah mencegah “under-pricing” harga ekspor.


Jakarta, 15 Mei 2008

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan



Budi Sudarsono
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,
Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 
Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html
Res. +6221-7243291  Fax: +6221-7396189  Mob. +62812-9601614


  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Re: Fix cost and variable cost

2008-04-04 Terurut Topik Budi Sudarsono
Rekan2 Anggota ML AKI Yth.,

Barangkali contoh yang gamblang mengenai fixed cost dan variable cost
adalah di bidang listrik, khususnya biaya atau ongkos pembangkitan
listrik. Lazimnya dibagi menjadi tiga komponen: biaya modal, biaya
bahan bakar, dan biaya operasi dan perawatan.

Biaya modal adalah bagian yang sering dianggap fixed cost. Ini adalah
biaya angsuran pinjaman dan bunga atas modal yang digunakan untuk
membangun pusat listrik. Pembangunannya bisa 2-3 tahun, atau 4-6
tahun, atau 5-8 sampai 10 tahun, tergantung jenis pembangkitnya dan
sumber energi yang digunakan. Dianggap fixed cost karena pinjamannya
untuk biaya modal bisa berjangka 5-10 tahun atau 8-15 tahun ataupun
bahkan lebih, tergantung sumber (atau sumber-sumber) dananya.

Biaya operasi dan perawatan tergolong biaya variable, tetapi juga
dapat dianggap fixed cost: ini adalah gaji upah pegawai dan buruh dan
biaya reparasi rutin, termasuk spare parts. Kalau pembangkitnya cukup
andal, jarang ada kerusakan, maka dapat dianggap fixed cost.

Biaya bahan bakar adalah termasuk variabel cost, karena dua alasan
utama: (1) pemakaian bahan bakar tergantung lamanya jam operasi
pembangkit, apakah digunakan untuk melayani beban tetap, atau beban
yang berubah-ubah setiap jam, atau hanya untuk melayani kebutuhan
pada jam beban puncak; (2) Harga bahan bakar dapat berubah-ubah,
apalagi sejak awal tahun 2004 harga minyak internasional naik terus
dari $30 sampai $100/bbl; harga bahan bakar lain juga ikut naik.

Demikianlah mengenai fixed cost dan variable cost untuk bidang
pembangkitan listrik.

Wasalam,


Budi Sudarsono
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,
Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. 
Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html
Res. +6221-7243291  Fax: +6221-7396189  Mob. +62812-9601614


  

You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total 
Access, No Cost.  
http://tc.deals.yahoo.com/tc/blockbuster/text5.com


[Keuangan] Re: (BN ) Subprime, CDO Bank Losses May Exceed $265 Billion, SP Says

2008-01-31 Terurut Topik Budi Sudarsono
Para Anggota ML AKI Yth.,

Analisis krisis subprime di AS amat menarik. Tetapi membandingkan
dengan krisis yang kita alami ada dua hal yang belum disinggung.

Besarnya Krismon dan Kristal yang menimpa kita memang sebanding
dengan PDB Indonesia, lain dengan krisis subprime yang relatif kecil
ketimbang PDB AS.
Kenapa ekonomi Indonesia tidak begitu terpuruk ? Karena kita memiliki
sumberdaya energi sendiri dan bisa menyelamatkan diri dengan subsidi
energi. Bahkan sampai sekarang masih melakukannya.
Ada satu hal lain yang berbeda dengan ekonomi AS. Banyak kesempatan
kerja hilang di Indonesia sampai-sampai tingkat kemiskinan meningkat,
sedang yang dinamakan krisis subprime tidak terlalu besar pengaruhnya
terhadap kesempatan kerja di AS.

Akan sangat mencerahkan apabila analisis akhir-akhir ini ditambah
dengan ulasan mengenai kedua hal tersebut di atas.

Wasalam,


Budi Sudarsono
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blogs: http://feea.blogspot.com/, http://feea2.blogspot.com/ 
(English), dan http://feea3.blogspot.com/
Website: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html
Res. +6221-7243291  Fax: +6221-7396189  Mob. +62812-9601614


  

Be a better friend, newshound, and 
know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.  
http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ 



[Keuangan] Cuplikan Laporan Eksekutif Diskusi Panel PLTN

2007-12-13 Terurut Topik Budi Sudarsono
 penyediaan energi. Disebutkan juga bahwa perusahaannya
telah melakukan kajian ekonomi PLTN dengan skenario keuntungan
rendah, sedang dan tinggi. Bedasarkan kajian tersebut, disebutkan
bahwa PLTN merupakan pembangkit listrik yang kompetitif. PT Medco
Energi telah mempersiapkan segala sesuatunya ke arah pembangunan
suatu PLTN temasuk program sosialisi terhadap masyarakat di sekitar
lokasi dan penyediaan SDM. Selanjutnya panelis menyebutkan bahwa
penggunaan energi nuklir sudah saatnya diterapkan di Indonesia. Isu
persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah terdengar sejak tahun
70-an, tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya. 
Tanggapan peserta diskusi Panel cukup beragam. Salah seorang
politisi, mantan angota DPR-RI menyatakan bahwa untuk saat ini sudah
tercapai kondisi yang baik untuk mengembangkan PLTN, akan tetapi
Pemerintah tampaknya masih maju-mundur dan tidak kompak dalam
menyikapi rencana pembangunan PLTN ini, meskipun sudah merupakan satu
kebijakan yang diundangkan dan tercantum dalam Peraturan Presiden.
Pembicara lain dari kalangan muda menyatakan bahwa hendaknya
Pemerintah menyatakan kemauan politiknya (political will) terhadap
pembangunan PLTN ini, dan diharapkan agar DPR memberikan dorongan
kepada Pemerintah agar Pemerintah menunjukkan kemauan politik ini,
dan disertai kemudian dengan tindak lanjut dengan arah yang jelas..
Selanjutnya disebutkan bahwa sudah saatnya mempertimbangkan
penggunaan nuklir di pulau Jawa mengingat pertambahan penduduk yang
sudah sebesar 3,5 % per tahunnya.

Dalam kata penutupannya moderator Parni Hadi menyebutkan antara lain
hal-hal sebagai berikut: 
“Para pakar peserta diskusi panel dan pembicara menyatakan setuju
agar hasil diskusi panel ini segera ditindaklanjuti sehingga terwujud
kebijakan go nuclear. Namun pelaksanaannya harus hati-hati dan
didukung dengan mengintensifkan kegiatan sosialisasi kepada
masyarakat luas. Penguasaan teknologi keselamatan dan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang
sunguh-sungguh agar pembangunan dan pengoperasian PLTN berlangsung
secara aman. Hal yang lebih penting dari semua ini adalah komitmen
Pemerintah terhadap pembangunan PLTN.
Laporan lengkap dapat disimak pada url sbb: 
http://feea3.blogspot.com/

Wasalam,


Budi Sudarsono
Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2003, 2005, 
2006, 2007.
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 
75906564 ; Blogs: http://feea.blogspot.com/, http://feea2.blogspot.com/ 
(English), dan http://feea3.blogspot.com/
Website: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html
Senior Member, Komite Nasional Indonesia (Indonesian National Committee), World 
Energy Council (WEC); 
Res. +6221-7243291  Fax: +6221-7396189  Mob. +62812-9601614


  

Never miss a thing.  Make Yahoo your home page. 
http://www.yahoo.com/r/hs


[Keuangan] Laporan dwi-tahunan IEA World Energy Outlook 2006

2006-11-07 Terurut Topik Budi Sudarsono
 Mr. Mandil. To quench the world’s thirst for energy, the
Reference Scenario projections call a cumulative investment in
energy-supply infrastructure of over $20 trillion in real terms over
2005-2030 – substantially more than was previously estimated. Roughly
half of all the energy investment needed worldwide is in developing
countries. It is far from certain that all this investment will
actually occur. There has been an apparent surge in oil and gas
investment in recent years, but it is, to a large extent, illusory.
Drilling, material and personnel costs in the industry have soared,
so that in real terms investment in 2005 was barely higher than that
in 2000.

The Outlook demonstrates that nuclear power could make a major
contribution to reducing dependence on imported gas and curbing CO2
emissions in a cost-effective way. But this will happen only if the
governments of countries where nuclear power is accepted play a
stronger role in facilitating private investment, especially in
liberalised markets. “Nuclear power remains a potentially attractive
option for enhancing the security of electricity supply and
mitigating carbon-dioxide emissions – but financing the upfront
investment cost may remain a challenge”, Mr. Mandil underlined.

Biofuels can make a significant contribution to meeting future
road-transport energy needs, helping to promote energy diversity and
reducing emissions. Biofuels reach 4% of road-fuel use in the
Reference Scenario in 2030 and 7% in the Alternative Policy Scenario,
up from 1% today. The United States, the European Union and Brazil
account for the bulk of the global increase and remain the leading
producers and consumers of biofuels in both Scenarios. But rising
food demand, which competes with biofuels for existing arable and
pasture land, and the need for subsidy in many parts of the world,
will constrain the long-term potential for biofuels production using
current technology. New biofuels technologies being developed today,
notably ligno-cellulosic ethanol, could allow biofuels to play a much
bigger role – if major technological and commercial challenges can be
overcome.

The World Energy Outlook 2006 was produced by the IEA with input from
many distinguished international experts from government, industry
and academia. The annual Outlook publication has long been recognised
as the leading source of forward-looking global energy market
analysis and has received a number of awards from prestigious
organisations around the world.

Budi Sudarsono
Senior Member, Komite Nasional Indonesia, World Energy Council (KNI-WEC) or 
Indonesian National Committee, World Energy Council;
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) atau Energy and 
Environment Awareness Society; Sekretariat Tel. 62-021 75906564
Blog: http://feea.blogspot.com/
Website: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/html
Res. 724 3291  Fax: 739 6189



 

Do you Yahoo!?
Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail.
http://new.mail.yahoo.com


=
Moto: Email Kritik atau dikritiki?!? Hari gini, siapa Takut! 
-
FYI: Join Milis AKI di www.Friendster.com, caranya tinggal add email address 
[EMAIL PROTECTED] di bagian User Search. Anda bisa melihat profile Members, 
biodata dan komentar2 dari teman2 mereka.
-
Setting Milis AKI :

Digest: [EMAIL PROTECTED]
Normal: [EMAIL PROTECTED]

Untuk meminta bantuan, pertanyaan, perkenalan email kirim ke:
[EMAIL PROTECTED]

 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/