Re: [Keuangan] Pro rakyat ATAU pro pekerja?! (was: Outsourcing)

2008-05-14 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Terimakasih atas masukan datanya, Bang.

Kalau begitu artinya tren serikat buruhnya di negara maju sudah mulai
menurun. Namun kalau dibandingkan dengan disini, masih jauh lebih kuat
disana. Begitu mungkin kesimpulannya.

Ngomong2, bisa dielaborasi lebih jauh Bang, maksudnya asumsi dasar labor
union yg sudah tidak relevan itu seperti apa? Pengen dapat pencerahan nih.

2008/5/14 Poltak Hotradero <[EMAIL PROTECTED]>:

>   At 05:20 PM 5/13/2008, you wrote:
>
> >Semakin maju suatu negara rasanya justru makin solid serikat pekerjanya.
> >Eropa daratan paling kuat, liat aja Perancis sama Jerman. Amerika yang
> lebih
> >liberal juga ternyata serikat buruhnya kuat, walau mungkin ga sekuat yang
> di
> >Eropa.
>
> Solid bagaimana? Makin kencang ngomongnya? Atau makin banyak anggotanya?
>
> Kalau memang definisi solid adalah keanggotaan yang meningkat -- maka
> faktanya tidak begitu.
>
> Keanggotaan serikat pekerja di berbagai negara selama 40 tahun
> terakhir ini turun terus.
> Perancis yang tahun 1968 pemogokan buruhnya berhasil menggulingkan
> Presiden De Gaulle - saat ini anggota Labor Union-nya cuma sekitar
> 12% -- masih lebih rendah daripada Amerika yang sekitar 22%. Dan
> kita tahu bahwa puncaknya gerakan Labor Union di Amerika terjadi
> tahun 1960-an ketika keanggotaanya sekitar 40%.
>
> Padahal jelas antara tahun 1960 sampai sekarang jumlah angkatan kerja
> sudah meningkat sangat tajam. Ini berarti keanggotaan Labor Union
> amblas dari dua sisi - secara persentase terhadap pekerja dan angka
> nominalnya.
>
> Mengapa Labor Union menurun? Karena ekonomi bergerak dari sektor
> industri ke sektor jasa. Sektor jasa lebih terdiversifikasi dan
> fleksibel, sehingga asumsi dasar labor union banyak yang tidak lagi
> relevan.
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Pro rakyat ATAU pro pekerja?! (was: Outsourcing)

2008-05-14 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Uhm.. kalo ngomong korelasi antar parameter terlalu jauh.. apalagi saya
tidak punya datanya... dan model econometricnya akan rumit. Apalagi kalau
dibandingkan dengan Indonesia, yang serikat buruhnya tidak kuat, tapi
unemployment-nya tinggi.

Anyway, percayalah bahwa hubungan kerja model outsourcing itu cuma
manifestasi dari keserakahan pemilik modal utk keuntungan
setinggi-tingginya, yang akan mengorbankan semua pekerja. Perasaan sering
sekali ada artikelnya di The Economist atau bahkan Business Week, bahwa di
negara maju tingkat persentase karyawan kontrak meningkat, dan bidang
lapangan kerja makin sempit (karena banyak jenis pekerjaan yang sudah
diekspor ke India dan Cina) yang cenderung juga menyebabkan tingkat
unemployment lokal juga jadi naik. Dari sisi masyarakat, jelas ada porsi
pendapatan pekerja yang hilang dan kabur ke negara lain, menyebabkan tingkat
konsumsi tidak tumbuh dengan seharusnya. Dari sisi negara, ada porsi pajak
pendapatan yang hilang ke negara lain. Semua2nya akan bermuara dan berimbas
pada pertumbuhan ekonomi dan neraca dagang.

Karyawan kontrak lebih enak? Buat yg mikir jangka pendek dari renumerasi
bulanan, iya, itupun kalau memang gaji bulanannya lebih besar dari yang
karyawan tetap. Tapi mayoritas manusia kan inginnya berkeluarga. Setahu saya
sih, jarang ada yg sudah berkeluarga namun tetap tidak ingin punya masa
depan yang pasti. Ngomongin karir di perusahaan outsource... sebaik apapun
skill anda... anda tidak akan pernah pergi jauh2 dari tempat anda mulai
Jangankan karir, pas kontrak abis saja masih khawatir kontrak akan
diteruskan atau tidak. Posisi karyawan kontrak sangat-sangat lemah, jauh
lebih lemah dari karyawan tetap.

Jadi, konsep outsourcing selalu punya imbas negatif, terutama utk karyawan
outsource. Namun konsep ini juga punya efek negatif terhadap karyawan tetap,
masyarakat, dan negara.

Yg untung hanya pemilik modal, semata. Terutama karena mereka Tuhannya
adalah uang, tidak peduli karyawan, tidak peduli negara, tidak peduli agama,
tidak peduli masyarakat, pedulinya cuma ROI, ROE, ROA, dividen.

Yg terburuk dari semua outsourcing, adalah outsourcing di Indonesia.

BR,

-=ContraDictionary=-


2008/5/14 Glenn Hassan <[EMAIL PROTECTED]>:

>   Bung contra,
>
> kalo liat perancis sama jerman yang anda bilang serikat buruhnya kuat,
> ternyata tingkat unemploymentnya kok tinggi yah? perancis 8% german
> 9%.
>
> kalo liat juga tingkat unemployment yang tinggi di amerika, ternyata
> kebanyakan di daerah2 yang serikat buruhnya kuat, contoh Michigan 7%.
> kenapa yah? saya gak bilang kalo ada causal relationship.. tapi
> kepikiran juga.. kok bisa begitu?
>
> saya gak familiar dengan keadaan outsourcing di indonesia, tapi kalo
> di us sini kebanyakan kerjaan di outsource ke india atau china.. atau
> juga indonesia kalau nanti tenaga kerja kita bisa bersaing.
>
> india dan china sejak ikutan outsourcing jadi makmur.. kok anda malah
> protest? bukannya bagus kalo perusahaan nge outsource?
> apa sekarang di indonesia lagi ada trend perusahaan ngeoutsource ke
> negara lain? kalo ke negara kita sendiri khan kita juga yang untung?
>
> kalo anda duduk enak2, ikutan serikat buruh, dan ada orang lain yang
> lebih giat kerjanya dan mau mengerjakan pekerjaan anda untuk gaji
> lebih dikit (dari perusahaan outsourcing) terus masalahnya dimana?
> khan ga ada yang maksa dia untuk kerja lebih keras dari anda dengan
> gaji yang lebih dikit. mungkin anda harus kerja di perusahaan
> outsourcing kali..
>
> di sini kalo yang dibilang "contract/temp worker" yang dibayar perjam
> malah kalo diitung gajinya lebih gede dari perkerja tetap.. saya kerja
> kalo di itung perjamnya mungkin malah gajinya lebih kecil..
>
> kalo soal kepastian karier khan tergantung anda sendiri.. kalo anda
> punya skill yang berharga yah ga usah takut. mustinya anda yang
> menjual skill anda ke penawar tertinggi.. kalo anda gak punya skill
> yang berharga yah mustinya sih anda usaha cari skill yang berharga.
> jamannya menggantungkan diri ke perusahaan sudah lewat..
>
> 2008/5/13 Contradictionary Antithesis <[EMAIL 
> PROTECTED]
> >:
>
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > Pertama... hidup penuh resiko. Pekerja ada resiko, pengusaha juga ada
> > resiko. Harus ada kompromi dong, ga boleh juga pengusaha maunya resiko
> > serendah mungkin terus. Memangnya jadi pekerja tetap ga ada resiko?
> Pasti
> > ada kan yg jadi pekerja tetap di milis ini, malah mungkin mayoritas,
> doba
> > dipikir2 lagi sebelum berkesimpulan bahwa resiko sebagai pekerja tetap
> > tidak
> > ada.
> >
> > Sebelum mencela pekerja yang protes soal outsourcing, coba dulu rasakan
> > jadi
> > pekerja outsource. Rasakan pahit dan pedihnya hidup tanpa kepastian masa
> > depan dan kepastian karir. Kalau belum nge

Re: [Keuangan] Pro rakyat ATAU pro pekerja?! (was: Outsourcing)

2008-05-13 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Pertama... hidup penuh resiko. Pekerja ada resiko, pengusaha juga ada
resiko. Harus ada kompromi dong, ga boleh juga pengusaha maunya resiko
serendah mungkin terus. Memangnya jadi pekerja tetap ga ada resiko? Pasti
ada kan yg jadi pekerja tetap di milis ini, malah mungkin mayoritas, doba
dipikir2 lagi sebelum berkesimpulan bahwa resiko sebagai pekerja tetap tidak
ada.

Sebelum mencela pekerja yang protes soal outsourcing, coba dulu rasakan jadi
pekerja outsource. Rasakan pahit dan pedihnya hidup tanpa kepastian masa
depan dan kepastian karir. Kalau belum ngerasain bagaimana mau komentar?

Semakin maju suatu negara rasanya justru makin solid serikat pekerjanya.
Eropa daratan paling kuat, liat aja Perancis sama Jerman. Amerika yang lebih
liberal juga ternyata serikat buruhnya kuat, walau mungkin ga sekuat yang di
Eropa. Justru disini ini serikat buruhnya masih punya penyakit
eksistensialisme. Eksistensi organisasi kurang diakui, tapi membernya
berebut eksistensi diri diakui, makanya ga solid. Karena banyak pemainnya.

Tapi ada atau tidak ada pemain, sangat wajar kalau mereka menentang
outsourcing. Karena memang tidak fair dan sangat sepihak. Sudah gitu
kalaupun boleh (seperti tertuang di UU 13) aturannya sebetulnya cukup jelas,
semua diluar core business boleh di-outsource, tapi nyatanya banyak
pelanggaran. Kalaupun core-business mau di-outsource, maka perintah kerja
dikeluarkan ke perusahaan outsource-nya, tidak direct/langsung ke
karyawannya. Dan karyawan perusahaan outsource ini bukan berkantor dan duduk
sebelahan dengan karyawan tetap di perusahaan tersebut. Dan hal ini yang
paling banyak dilanggar, terutama oleh banyak perusahaan PMA.


BR,

-=ContraDictionary=-

2008/5/8 Glenn Hassan <[EMAIL PROTECTED]>:

>   Bung Agung,
>
> Kalo menurut anda menjadi pengusaha itu enak, kenapa anda gak jadi
> pengusaha
> saja? kan enak tuh?
>
>
> On 5/5/08, Agung Darmawan <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
> >
> > itu sih resiko pengusaha, jangan mau enaknya aja donk kalau jadi
> > pengusaha
> > tuh!.
> >
> > 2008/5/6 Amitz Sekali <[EMAIL PROTECTED]  40yahoo.com>>:
>
> >
> > > Kalau saya melihatnya lebih...kelam lagi. Saya melihat kalau gerakan
> > > pekerja (labor movement?) di Indonesia lebih cenderung _pro-pekerja_,
> > > BUKAN _pro-rakyat_, BUKAN juga _pro-pengangguran_.
> > >
> > > Tuntutan pesangon dan kebebasan untuk berdemonstrasi tanpa dipecat
> > > menyebabkan pengusaha lebih takut untuk merekrut pekerja baru saat
> > > sedang terjadi ekspansi usaha. Akhirnya kan yang dirugikan adalah
> > > rakyat yang masih belum dapat pekerjaan, yang diuntungkan adalah yang
> > > sudah bekerja.
> > >
> > > Dengan outsourcing, pengusaha bisa menambah kapasitas usaha tanpa
> > > dibebani oleh resiko pesangon saat permintaan menurun. Membatasi
> > > outsourcing sama dengan membuat penambahan kapasitas menjadi lebih
> > > beresiko. Pengusaha bisa jadi akhirnya memutuskan untuk tidak
> > > mempekerjakan orang baru daripada dibebani tuntutan pesangon.
> > >
> > > Dengan aturan pesangon sekarang, pengusaha mana coba yang tidak dengan
> > > sengaja menekan gaji serendah mungkin? Meskipun mungkin sebenarnya
> > > pengusaha tahu kalau tingkat gaji sekarang tidak layak, tapi kenaikan
> > > gaji itu akan melipatgandakan resiko pesangon.
> > >
> > > Resiko itu akhirnya merugikan pekerja juga. Gaji yang diterima pekerja
> > > pasti lebih tinggi daripada kalau aturan pesangon tidak seganas
> > > sekarang. Gaji yang sekarang ini terpaksa lebih rendah untuk
> > > mengantisipasi tuntutan pesangon.
> > >
> > > Ironisnya, nilai total pendapatan yang diterima pekerja dengan aturan
> > > pesangon yang ganas sekarang ini, baru bisa sama dengan nilai total
> > > pendapatan saat aturan pesangon lebih wajar, jika pesangon itu benar2
> > > didapatkan oleh pekerja. Akhirnya pekerja jadi punya insentif untuk
> > > mendapatkan pesangon agar nilai total pendapatan yang dia terima
> > > menjadi "adil".
> > >
> > > Insentif untuk mendapatkan pesangon itu menyebabkan pekerja lebih suka
> > > dipecat, yang akhirnya mengakibatkan goncangan terhadap kapasitas
> > > produksi, yang akibatnya akan merembet ke mana-mana. Antisipasi akan
> > > pesangon ini menyebabkan keuangan menjadi bermasalah, apalagi kalau
> > > perusahaan sedang mengalami kesulitan.
> > >
> > > Kalau gerakan pekerja itu sungguh-sungguh pro-rakyat, yang
> > > diperjuangkan adalah fleksibilitas bekerja seperti tuntutan untuk
> > > flexi-time, bukan pesangon.
> > >
> > > Anyway, untuk bisa hidup sama layaknya dengan Rp.970.000 1-2 tahun,
> > > tahun ini mungkin perlu 1,3jt-1,5jt. Kenaikan yang 50% ini jauh lebih
> > > tinggi dibandingkan tahun-tahun lalu. Berapa coba kenaikan nilai
> > > pesangon yang harus diantisipasi..
> > >
> > >
> > >
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> >
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Semua orang adalah ekonom (terselubung) (was: Mengapa studi ekonomi itu penting? (was: Fwd: [Forum Pembaca KOMPAS] Hernando De Soto

2007-09-18 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Betul, bang. Semua orang adalah ekonom, dan sekumpulan orang dalam
masyarakat adalah kumpulan ekonom. Dari mikro jadi makro, dari individu jadi
agregat, bergantung apa yg mau dibahas kan?

Nomongin teori perilaku individu yg notabene adalah pelaku ekonomi dengan
teori perilaku massa ketika para pelaku ekonomi itu saling berinteraksi
dalam sebuah jaringan ekonomi yg besar dan luas, sangat berbeda khan?

Individu (normal) hampir selalu mendasarkan keputusan ekonominya atas logika
dan rasio. Sementara di sisi lain, seperti anda juga tahu, massa itu
seringkali irrasional.  Saya yakin Bang Poltak yg pengetahuannya luas ini
pasti pernah baca "Extraordinary Popular Delusions and the Madness of
Crowds" nya Charles Mackay, kan? Walau isinya lebih banyak ceritanya
dibanding analisanya, tapi poinnya jelas bahwa massa itu seringkali
irasional, terutama ketika motif ekonominya adalah keuntungan sebesar2nya
utk diri masing2 (baca: greed).

Bagi saya pribadi, sulit untuk berharap bahwa not-so-existed "invisible
hands" dapat mengendalikan massa  ekonom yang besar dan irrasional (oleh
"greed").  You'll definitely need a "riot police" with baton and shield to
control them.

Karena bedanya orang barbar yg tidak kenal ekonomi dengan pelaku ekonomi yg
serakah, ternyata cukup tipis.

BR,

-=ContraDictionary=-

QOTD:

For greatest interest of ALL, no one should be allowed to pursue SOLELY
his/her OWN greatest interest (ContraDictionary)

On 9/18/07, Poltak Hotradero <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   At 08:19 PM 9/17/2007, you wrote:
>
> >Pendek aja.
> >
> >Sangat penting, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau ada
> ekonom
> >yg hanya memikirkan hajat hidup sedikit orang, lebih baik dia jadi
> >konsultannya saja, atau jadi businessmen sekalian.
>
> Boleh dikata hampir semua orang adalah ekonom (terselubung).
> Bedanya, ada yang ngerti mekanisme - dan ada yang tidak.
> Buktinya? Orang menghabiskan 1/3 dari hari kerjanya (kira-kira 8 jam
> sehari) hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Siapa bisa bilang
> ekonomi tidak penting? Siapa bilang ekonomi itu cuma masalah
> pendekatan top-bottom...?
>
> Beberapa hari yang lalu saya sempat ngobrol dengan teman - dan
> terlontar hal berikut:
>
> - Uang itu tidak punya agama.
> - Pada banyak keadaan - ternyata orang ngomong soal agama semata-mata
> supaya bisa dapat uang.
> - Karena ekonomi cuma memperhatikan tingkah laku - ternyata setiap
> orang itu jujur dalam motif - yaitu ingin memperoleh lebih dari
> segala keterbatasannya.
>
> (kata: agama di atas bisa diganti dengan politik, keadilan,
> kesejahteraan, "kepentingan rakyat", dll.)
>
> Nah apa itu bukan artinya bahwa hampir semua orang adalah ekonom
> (terselubung)...?
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Insurance Rate Capping

2007-09-18 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Insurance Rate Capping issue please? :P

Ulasannya dong?


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Mengapa studi ekonomi itu penting? (was: Fwd: [Forum Pembaca KOMPAS] Hernando De Soto

2007-09-17 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Pendek aja.

Sangat penting, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau ada ekonom
yg hanya memikirkan hajat hidup sedikit orang, lebih baik dia jadi
konsultannya saja, atau jadi businessmen sekalian.

QOTD:
Ask five economists and you'll get five different answers (six if one went
to Harvard).. - Edgar R. Fiedler
(Red - seven if one went to UC Berkeley - ContraDictionary)


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Insurance Rate Capping

2007-09-17 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Oalah, lagi2 red herring :P Ati2 bang, jadi kebiasaan lho.

Lupakan interest rate capping, nanti perdebatannya balik ke 3 tahun lalu yg
waktu mengenai "usury".

Back to "insurance rate" topic. Bukannya Bang Poltak salah satu yg paling
alergi dengan "intervensi" pemerintah terhadap pasar? Lha ini kan bentuk
intervensi yg agak kurang berdasar, bentuk "distorsi" - kalau pake istilah
Bang Poltak - yg sekilas bisa dianggap merugikan kepentingan konsumen.

Perusahaan asuransi itu kan isinya ahli aktuaria. Masa sih pemerintah bisa
sepihak mengatakan bahwa premium rate yg mereka tawarkan ke konsumen terlalu
rendah? Lha buktinya perusahaan2 asuransi itu survive dan berkembang kok
sampai hari ini. Dengan kata lain ga mungkin dong rugi...?


On 9/14/07, Poltak Hotradero <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   At 09:20 PM 9/13/2007, you wrote:
>
> >Dear All,
> >
> >Mana nih, kok ga ada yg mengulas kebijakan baru yg menaikkan dan
> membatasi
> >insurance rate di Indonesia? Ga penting atau ga menarik?
> >
> >Interest rate aja yg seringkali jadi sumber masalah ga pernah di-cap, ini
> >malah insurance rate. Ada apa?
>
> Interest rate memang tidak sepatutnya di-cap karena yang terjadi
> nantinya adalah distorsi ekonomi antara supply dan demand. Saya
> sarankan anda baca tentang aspek moral hazard dari studi Stiglitz dan
> Akerlof. Dua-duanya dapat Hadiah Nobel Ekonomi karena merintis
> landasan untuk menjawab apa yang anda tanyakan.
>
> BTW, itu juga kalau anda masih peduli untuk mencari.
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] tentang Suprime Mortgages (surat utang) di AS

2007-09-14 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Pak Bayu, panggil Mas aja deh.

Thanks, tapi sebenarnya bukan itu pointnya. Point-nya cuma mau menunjukkan
bahwa ada yg tidak konsisten. Kalau lagi seneng, pemerintah disuruh pergi
jauh2. Kalau lagi susah, pemerintah diminta nalangin. Nalangin dengan duit
pembayar pajak!

Riilnya sih, utk kondisi 10 tahun yg lalu bail-out memang tak terhindarkan,
karena resiko dari mem-bail out masih kalah besar dengan membiarkan ekonomi
kita terpuruk tanpa bail-out sama sekali.

Yang disayangkan adalah:
1. Prosedur pelaksanaan bail-out nya asal2an bin ngawur kalau mau dibilang
ga ada prosedur sama sekali. Makanya terjadi penggelapan... trilyunan!
2. Utang dan dosa dari krisis lalu yg lalu tetap tak tertuntaskan bahkan
setelah ulang tahun ke-10! Yg nerima BLBI ga jelas kemana duitnya, bank2
besar yg menerima obligasi rekap kesenengan (baca: kecanduan) disubsidi
bunga setiap tahun. Industri keuangannya juga sama, kecanduan subsidi bunga
SBI, SUN, dan instrumen2 fine tuning moneter dari BI, yang ratenya lebih
tinggi dari DPK (anomali yg terjadi hanya di Indonesia). Dan BI, entah
kenapa, juga ga bosen2 nya memanjakan mereka. Padahal di sisi lain, kredit
tersendat-sendat, sektor real ga bisa ekspansi padahal lg babak belur
diserbu abis2an sama barang impor. Lucunya, ekspansi properti gila2an dan
mengkhawatirkan (liat aja berapa banyak mall, kompleks ruko dan gedung
perkantoran baru yg sepi penyewa dan sepi pengunjung), yg mana ga mungkin
kan pengusaha properti itu membangun full dari koceknya sendiri.

BI memang hebat, di satu sisi keliatannya mampu mengarahkan moneter,
memperbaiki kurs, menggairahkan pasar modal. Tapi di sisi lain tidak mampu
mengarahkan subordinat2nya (bank2) utk menjadi intermediator ekonomi yg
baik. Bahkan program menggabungkan bank (mergerisasi) dalam rangka penguatan
struktur modal perbankan, ga ada yg jalan tuh. Mana? :Ga yang swasta ga yang
plat merah, semuanya ga ada yg nurut sama BI. Dihimbau berkali2 utk
bergabung, cuek aza... pura2 ga denger.

Konyolnya, konon direktur BI itu gajinya lebih tinggi dari direktur The
Feds.

Kesimpulannya, industri keuangan kita musti masuk pusat rehabilitasi
ketergantungan "gula-gula pemerintah dan BI". Sementara pemerintah dan BI
nya harus masuk Ripley's Believe It Or Not atau Guinness World Book of
Records.

*tepuk tangan yang meriah untuk Anomali Tak Ada Habisnya Di Indonesia*

On 9/14/07, Yanindya Bayu Wirawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   hi mas CD (or mbak?),
>
> based on your comments below, i take that you are also against bail-out.
>
> berkah ramadhan nih, bang poltak dan mas CD punya pendapat yang sama:))
>
>
> regards,
> bayu
>


[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] Insurance Rate Capping

2007-09-13 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Dear All,

Mana nih, kok ga ada yg mengulas kebijakan baru yg menaikkan dan membatasi
insurance rate di Indonesia? Ga penting atau ga menarik?

Interest rate aja yg seringkali jadi sumber masalah ga pernah di-cap, ini
malah insurance rate. Ada apa?

BR,

-=ContraDictionary=-

QOTD:
An economist is an expert who will know tomorrow why the things he predicted
yesterday didn't happen today.
- Laurence J. Peter


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] tentang Suprime Mortgages (surat utang) di AS

2007-09-13 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
> Dear Mas Bayu,
>
> Yes.  I think US Government should not bail out those who made
> reckless speculations by facilitating housing loans without
> sufficient credit profile.  They should bear the cost from what they
> have done (some of them has gone bankrupt, anyway).

A view that did not even materialized here, 200 millions people (60% of them
are below poverty line) are bailing out Bankers, Conglomerates, Investors,
in the sums of over 600 trillions Rupiahs of BLBI and Recap Bonds. Of which
most of them are either being theft, taken abroad and laundered, or swapped
with over-valued assets, or even non-existent assets.

And this bail-out are still continued, in annual interest of over 60
trillions on the Recap Bonds. On expense of educational funds, oil
"subsidy", social welfare, etc.

> Yes, there are some people which unfortunately will lose their houses
> - BUT they are also the very same people who can't afford to have it
> in the first hand (remember the definition of sub-prime).  If you
> can't even pay the interest - then technically you can't afford to
> have a home.  If you can't afford it then it's natural for you to lose it.

Darwinian view on universe, survival of the fittest :P Which is actually
acceptable, in ANIMAL WORLD (but try to talk that to PETA though :P). Yet,
we are human, and in HUMAN WORLD we are not supposed to feel content when
our neighbours EXTINCT.

> Yes there are systemic risk - and that's why The Feds for the moment
> only provides helping hands in the form of lower discount rate and
> time-extended facility in order to alleviate liquidity
> crunch.  Lowering Fed Rate won't help much and even posing risk of
> inflation (because the bubble itself was triggered by Fed Rate that
> had been set too low (1%) for too long (18 month) by Alan
> Greenspan).  You can't put off fire by fire.

When the climate is good and greed is everyone's God, government should stay
away. But when climate worsened, staples decreasing and everyone are
threatened with starvation, government is welcomely invited. Help is help,
small or big, effective or ineffective, but still expected right?

Kind of double standard, don't you think?

> The Fed maybe only set Fed Rate lower by 25 bps on the next FOMC
> meeting and that's it.
>
> Yes, there's a possibility of US economy sliding into recession - but
> it's already widely anticipated.  The subprime debacle only make it
> happen sooner.  After 5 years of economic boom - what you should expect
next?
>
> The very concept of "Business Cycle" is alive and well (even when
> people forgot it).

Booming, but with wider and wider humongous deficit every year. Wait till
it's really explode like a "big bang", and you'll forget Black Monday ever
happened.

Not even business cycle will help us then, when all hell freezes over.

BR,

-=Contradictionary=-

QOTD: Capitalism is the astounding belief that the most wickedest of men
will do the most wickedest of things for the greatest good of everyone.
- JM Keynes


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] tentang Suprime Mortgages (surat utang) di AS

2007-09-13 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Sedikit saja dari saya.

Saya setuju bahwa semua ada proses belajar, kalau diibaratkan anak manusia
ya memang hidup ini layaknya arena "trial and error". Harus jatuh bangun
berkali-kali agar dapat berdiri. Tapi sekali lagi, ini bisa diterima dalam
kerangka pandang "Individual Development". Pembelajaran dalam tahap
perkembangan seorang INDIVIDU.

Yang saya tidak bisa terima adalah ketika pembuat keputusan termasuk orang2
yang punya pengaruh atas pembuatan keputusan, yang apapun kebijakannya akan
mempengaruhi tidak saja dirinya, temannya, kroninya atau tetangganya, tapi
juga mempengaruhi kelangsungan ekonomi ratusan juta orang lainnya. Dan
membuat kebijakan atau menganjurkan kebijakan yang "trial and error".Bahkan
ketika contoh yang ada sudah membuktikan bahwa kebijakan tersebut berbahaya
dan belum tentu akan berhasil diimplementasikan dengan sukses.

IT IS TOTALLY UNACCEPTABLE!

Bukan berarti kemudian anti perubahan, atau anti perkembangan jaman. Tapi
tolong lebih terbuka melihat masalah, tidak hanya melihat dari satu kacamata
mazhab ekonomi tertentu saja. Tidak semua keberhasilan bisa ditiru, apalagi
kalau ternyata keberhasilan itu adalah buah perjalanan sejarah ratusan tahun
peradaban. Emangnya Amerika dan negara2 Eropa itu sejarah ekonomi dan
budayanya baru dimulai 60 tahun?

Adalah mustahil, bahwa resep liberalisasi dalam waktu singkat, akan membuat
Indonesia sama majunya dengan negara lain. M U S T A H I L.

NGACA adalah kebiasaan yang sangat dianjurkan, selama tidak sampai narsis :P

On 9/13/07, Poltak Hotradero <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Saudara Bernie,
>
> Coba anda pikir dengan kepala jernih. Berapa posisi index pada
> penutupan tahun 2003? 691 Tahun 2004? 1000 Tahun 2005? 1162 Tahun
> 2006? 1805. Ini berarti dalam waktu 3 tahun saja - IHSG telah naik
> 1114 poin atau dengan kata lain IHSG telah naik (secara compounded)
> 38% per tahun atau secara linear telah naik 87% per tahun!!! Itu
> baru index-nya. Kalau anda melihat komponen masing-masing saham -
> akan terasa kenaikan yang lebih hebat lagi -- saham Perusahaan Gas
> Negara misalnya - naik kira-kira 10x lipat harganya dalam rentang waktu
> itu.
>
> Apakah stock market Indonesia mengalami bubble? Ya. Dan sebagaimana
> semua bubble - maka akan ada waktunya untuk pecah - atau istilah
> matematikanya - regression to the mean. Apa yang bisa naik - ya
> tentu juga bisa turun. Kalau mau tidak ada turun - ya jangan
> berharap ada yang naik. Sesederhana itu kok.
>
> Dan sama seperti bentuk pecahnya bubble lainnya - ada dua
> modus: jatuhnya cepat dan rebound-nya pun cepat atau jatuhnya lambat
> dan reboundnya pun lambat.
>
> Soal jeblok 22% dalam waktu dua minggu - tentu bisa anda periksa lagi
> sekarang (kalau anda masih peduli) - di mana posisi IHSG saat ini --
> satu bulan setelah bubble mulai pecah.
>
> Soal neraka. Ya jelas saya menganggap yang kemarin itu nggak ada
> apa-apanya. Saya sudah pernah mengalami IHSG bergerak dari 740 jatuh
> ke 350 dan 700 jatuh ke 250 - sebelum kembali lagi ke kisaran
> 700. Kalau memang seseorang tidak mampu meng-handle volatilitas
> skala seperti itu - ya jangan ikut.
>
> Dunia ini penuh pilihan kok.
>
> Lho memang market global mengalami bubble kok... mengapa musti heran
> (dan marah? Sorry Bernie, anda tidak sepenting yang anda pikir. Udah
> resiko? resiko anda nggak ada apa-apanya - karena memang cuma sebatas
> ngomong).
>
> Coba anda lihat sendiri - kelas asset apa sih yang tidak mengalami
> kenaikan harga? Bahkan lukisan dan barang antik saja harganya naik
> dan memecahkan rekor dunia. (coba anda cek - itupun kalau anda masih
> peduli). Anda bisa periksa spread obligasi emerging countries
> menyempitnya sampai seperti apa (itupun kalau anda masih
> peduli). Anda bisa periksa bagaimana negara seperti Nigeria
> ekonominya bisa membaik sangat cepat karena harga komoditas meningkat
> (sebagai satu bentuk kelas asset). Anda pikir BoP Indonesia bisa
> membaik kalau harga komoditas tidak meningkat? Anda pikir duit buat
> melunasi utang IMF itu datangnya dari mana?
>
> Anda bilang itu semua tidak ada gunanya? Ah mungkin karena anda
> belum bisa melihat saja apa yang terjadi selanjutnya. Itu juga kalau
> anda masih peduli.
>
> Tugas pemerintah adalah menegakkan hukum dan menjamin penegakan hukum
> atas private property. Itu saja. Kalau pemerintah dikasih tugas
> lebih -- yang terjadi biasanya ya tugas utama tadi jadi berantakan -
> sementara tugas yang nggak perlu (baca: intervensi) malah lebih
> sering merusak ekonomi.
>
> Pendeknya begini: "semakin besar suatu organisasi -- semakin payah
> kemampuannya dalam menangani resiko".
>
> Sisa tulisan anda tidak saya bahas - karena anda memang punya hak
> buat ngedumel - tapi bukan kewajiban saya untuk memuaskan anda.
>
> Seek and ye shall find.
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] tentang Suprime Mortgages (surat utang) di AS

2007-09-13 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Jadi Bung Yanuar,

Bottomlinenya, selain sudah dapat subsidi lebih dari 60 trilyunan setahun,
industri keuangan kita juga banyak disubsidi oleh pemerintah dalam bentuk yg
lain2 khan (SBI dll)?

Kalau indeks atau kurs naik dianggap kesuksesan pasar dan pelakunya merasa
jumawa. Sementara kalau turun tetep ada aja yg gain profit sementara
pemerintah harus ngeluarin duit dari kantong devisanya untuk nambalin
kerugiannya?

Bubble itu buat pelaku pasar adalah hal biasa, karena mereka "memahami"
business cycle, dan punya kemampuan dan kapasitas berlebih utk menyerap
impak nya ketika jeblok. Makanya dengan angkuhnya bisa bilang, ah itu kan ga
seberapa, biasa itu namanya jg "bisnis".

Lha buat sisanya yg banyak dan bukan pelaku pasar (modal), apa kabar?

Ketika ekonomi lagi baik aja hidup tetap pas2an segitu2 aja. Gimana nasibnya
kalau lagi jeblok?

On 9/12/07, -Yanuar Rizky- <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   > Contradictionary Antithesis menulis:
> > 1. IHSG naik 60% dalam berapa tahun, 2-3 tahun?
>
> IHSG racing cepet kok, tahun 2002 di kisaran 350 sekarang di kisaran 2.300
>
> > Jeblok 22% dalam berapa hari, 1-2 hari? Kurs kita menguat setelah berapa
>
> > tahun? Jeblok berapa besar dalam waktu berapa hari?
>
> He3x ada intervensi di balik itu semua, baik itu berupa Intervensi Pasar
> Langsung, Fasilitas Bank Indonesia (FASBI) berupa diskonto suku bunga 1-7
> hari, maupun suku bunga SBI 1 bulan (BI rate)..
>
> Jadi tak bisa hanya dilihat "menguat", tapi bagaimana menguatnya..
>
> > Analisa anda apa? Naiknya gimana, turun sekejap kenapa? Kalau naiknya
> > pelan2, turunnya jatuh terjerembab ga kerasa seperti kiamat, saya ga
> tahu
> > kiamat anda seperti apa.
>
> Maaf kalau saya masuk ke dialog pihak lain, tapi kalau tertarik sejak
> tahun
> 2003 saya sudah menganalisa dan menulisnya melalui media masa terkait soal
> ada apa dengan pasar keuangan Indonesia, akhir-akhir ini malah tiap minggu
> saya juga menuliskannya di media masa.. kalau boleh share dari sisi saya,
> analisa soal ini terdokumentasi di http://www.elrizky.net/artikel.php
>
> > Analisa saya simpel aja, pasar nya penuh dana panas dari luar,
> overvalued
> > oleh spekulan, sementara fundamental ekonomi negara ini sendiri masih
> > lemah dan sektor realnya belum jalan.
>
> Sepakat untuk anomali ekonominya.. TAPI, saya rasa tendensi selama bulan
> ini
> jelas bahwa spekulannya ada di dalam negeri.. radarnya saham perbankan,
> jual
> besar-besaran dengan volume dan turn over tinggi dorong indeks ke bawah
> SEKALIGUS tonjok kurs ke atas (liat saja head to head antara real time BEJ
> dengan pasar spot Kurs)... lalu, datanglah intervensi BI... kemudian
> capital
> gain day trading dari buah intervensi di kurs dibawa lagi beli saham
> perbankan dan naikan indeks..
>
> Hitung juga kombinasi jual beli dari asing - lokal dari data input broker
> di
> BEJ .. anda akan liat permutasi lokal-lokal yang dominan..
>
> Lalu hitung pengangguran bertambah di saat pertumbuhan pasar keuangan,
> daya
> beli riil rontok.. So, buat rakyat kebanyakan "boro-boro beli saham,
> minyak
> goreng naik aja berkerut dahi".. dan ini relevan dengan klaim otoritas
> pasar
> modal sendiri bahwa angka investor lokal tak pernah lebih dari kalim di
> 150.000 orang...
>
> > Simpelnya, ekonomi borokan, pasar karbitan dan ingusan, sehingga ketika
> > digoyang dikit efek gempanya lebih besar dari tenaga penggoyangnya.
>
> Liat juga perbankan.. analisa juga struktur labanya.. analisa juga
> Peraturan
> Bank Indonesia soal treasury dana pihak ketiga (DPK) .. maka benang
> merahnya
> akan terlihat soal "ada madu di balik insentif moneter"
>
> > (pasti banyak disini yg marah sama saya kalau ngomong
> > begini, tapi gapapa lah udah resiko)
>
> Sabar Om... paling saya juga dibilang gitu... tak apa-apa lah hidup ini
> memang hanya soal mengemukakan isi hati dan kepala saja.. lain orang lain
> kepala.. karena antara hati dan kepala ada yang namanya kepentingan dan
> background dunia tempat kita berpijak dan mimpi tempat kita berpikir..
>
> > 2. Anda tetap bersikeras bahwa pasar kita ini harus dibebaskan dan
> > diliberalisasi tanpa banyak campur dari siapapun, terutama regulator.
> > Gitu khan? Bahkan untuk hal apapun, termasuk transaksi derivatif tingkat
>
> > tinggi yg rumit seperti MBS yg kemarin rontok di Amrik itu khan?
>
> He3x.. walau bukan saya yang ditanya..Tapi, kalau mau jujur membuka soal
> sistem ekonomi pasar, maka peran negara akan lebih banyak di Pengaturan,
> Pengawasan dan Penindakan Hukum... Coba deh dilihat, soal pengaturan jelas
> Bank tak boleh alirkan DPK ke Saham... TAPI, apakah ada pengawasan antar
> pasar keuangan (kur

Re: [Keuangan] tentang Suprime Mortgages (surat utang) di AS

2007-09-11 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
Dear Sir, you've done two logical fallacies against me as distraction:
1. Argumentum ad Hominem
2. Association fallacy (red herring)

Eniwei baswei, poinnya adalah:

1. IHSG naik 60% dalam berapa tahun, 2-3 tahun? Jeblok 22% dalam berapa
hari, 1-2 hari? Kurs kita menguat setelah berapa tahun? Jeblok berapa besar
dalam waktu berapa hari?

Analisa anda apa? Naiknya gimana,  turun sekejap kenapa? Kalau naiknya
pelan2, turunnya jatuh terjerembab ga kerasa seperti kiamat, saya ga tahu
kiamat anda seperti apa.

Analisa saya simpel aja, pasar nya penuh dana panas dari luar, overvalued
oleh spekulan, sementara fundamental ekonomi negara ini sendiri masih lemah
dan sektor realnya belum jalan. Simpelnya, ekonomi borokan, pasar karbitan
dan ingusan, sehingga ketika digoyang dikit efek gempanya lebih besar dari
tenaga penggoyangnya. (pasti banyak disini yg marah sama saya kalau ngomong
begini, tapi gapapa lah udah resiko)

2. Anda tetap bersikeras bahwa pasar kita ini harus dibebaskan dan
diliberalisasi tanpa banyak campur dari siapapun, terutama regulator. Gitu
khan? Bahkan untuk hal apapun, termasuk transaksi derivatif tingkat tinggi
yg rumit seperti MBS yg kemarin rontok di Amrik itu khan?

3. Apa kesimpulannya kalau bukan "bunuh diri cepat dan massal" ala berkelian
neolib?

Kenapa saya ga boleh sewot? Wong apapun yg terjadi di pasar modal dan pasar
uang kita yang pemainnya katakan tidak lebih dari 3% populasi imbasnya
mempengaruhi 200 juta penduduk lainnya kok. Saya berhak sewot, saya adalah
bagian dari 200 juta penduduk yg ga ngapa2in, tapi tetap ketiban sialnya :P

Sekedar tambahan, saya adalah orang yg khawatir melihat ekspansi properti
yang keliatan booming tanpa hentinya. Ga cukup apa pelajaran pahit 10 tahun
yg lalu? Untuk catatan saja, bahwa saya aslinya orang yg optimis.

Bikin salah adalah proses belajar, setuju banget. Tapi bikin salah berkali2,
harusnya diapain?

On 9/4/07, Poltak Hotradero <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>
> 2. Betul IHSG sempat jeblok 22% setelah kasus sub-prime meledak --
> tapi bukankah tahun 2006 IHSG sudah naik 60%? Bukankah tahun
> sebelumnya juga naik double digit? Masak dikasih gain 60% lantas
> diambil 22% saja sudah serasa mau kiamat?
>
> Betul rupiah melemah sampai Rp. 9400 -- tapi bukankah Rupiah
> sebelumnya sempat mencapai Rp. 8700...? Dan bukankah sebelum
> mencapai Rp. 8700 - kurs Rupiah pernah menyentuh Rp. 10 ribuan?
>
> Kalau anda complaint sekarang saat IHSG sudah jeblok - lantas kenapa
> anda tidak complaint waktu IHSG naik 60%...? Jadi imbas tidak bisa
> dilihat cuman negatif-nya saja -- imbas positif pun ya harus
> diingat. Itu baru namanya fair... Kecuali memang anda tidak
> berminat pada soal fair atau tidak...
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] tentang Suprime Mortgages (surat utang) di AS

2007-09-03 Terurut Topik Contradictionary Antithesis
iap kerugian - ada pihak lain yang memetik
> keuntungan. Ingat prinsip "survival bias" (atau dalam hal ini
> "non-survival bias"). Secara logis, bila memang derivatif itu tidak
> berguna dan cuma merugikan -- maka volume transaksinya akan menurun
> -- tetapi jelas anda tidak menemukan angka yang menurun. Apa iya
> sesuatu yang "zero sum game" (seperti judi) -- volumenya bisa
> bertambah? Tentu saja tidak. Hanya positive sum game yang bisa
> mengalami pertumbuhan.
>
> 4. Kalau sekarang ini porsi investasi terhadap PDB di Indonesia
> sedemikian rendah (untuk investasi infrastruktur cuma 2,5% PDB pada
> tahun 2006) - apa sih akar masalahnya? Karena pasar modalnya kurang
> efisien. Demand dan supply-nya nggak ketemu. Di satu sisi ada
> ratusan trilyun dana nganggur mencari return yang lebih baik
> (sampai-sampai mereka tertarik pada mlm, ponzi scheme, dll.)
> sementara di sisi lain, ada proyek-proyek penting (semisal
> infrastruktur) yang mengalami kekurangan pendanaan. Apa itu tidak
> ironis? Anda bayangkan sendiri - betapa buruknya masalah
> infrastruktur di Indonesia -- ketika selama 30 tahun - panjang jalan
> tol di Indonesia cuma sekitar 680 km, sementara China membangun jalan
> tol kira-kira 1000 km per tahun!!! Kita memang tidak punya modal dan
> arus modal sekuat China -- tetapi jelas berarti kita harusnya bisa
> mengefisienkan modal yang ada. Anda hitung sendiri berapa besar
> lapangan kerja yang bisa tersedia, kemakmuran yang tercipta, hasil
> pertanian yang sukses masuk pasar, gizi buruk yang teratasi, anak
> yang tidak jadi putus sekolah - bila infrastruktur di Indonesia bisa
> dibangun sesuai "rencana".
>
> Nggak ada duitnya? Bohong. Duitnya ada kok - tapi memang supply-nya
> nggak ketemu dengan demand -- sementara birokratnya cuman jadi calo
> pemburu rente yang nyaris tanpa resiko (pemburu rente di Wallstreet
> setidaknya masih berhadapan dengan resiko). Bukankah itu yang
> harusnya kita perbaiki?
>
> 5. Saya tidak punya masalah dengan sudut pandang anda yang kontras --
> tetapi kalau kontradiksi dan antithesis hanya cuman buat senang
> senangan pribadi semata-mata supaya kelihatan "beda" - tapi anda
> tidak bisa menangkap atau bahkan tidak peduli esensinya -- itu
> berarti anda sekadar narcistik. Waktu dan tenaga di seluruh dunia
> pun tidak akan cukup memuaskan anda - bila memang itu motifnya.
>
> Dan memang bukan tugas orang lain untuk memuaskan anda.
>
>
> >Rente ekonomi ya tetap saja rente ekonomi.
> >
> >Pertama kali dilakukan oleh bank ke pihak ketiga, okelah berguna (at
> >least bagi si bank). Tapi ketika ABS/MBS tersebut dibundle dan dijual
> >lagi ke pihak ke empat, dan pihak ke empat jual lagi ke pihak ke
> >lima...dst.. dst.. Tidak ada lagi added value di transaksi derivatif
> >lanjutan tersebut, selain ... rente ekonomi.
> >
> >Sepertinya yg terjadi bukan semata2 karena kemacetan nasabah yg
> >ber-rating buruk (sub-prime) tersebut. Tapi karena si mortgage sudah
> >terlanjur di bundle menjadi MBS bertingkat-tingkat berjenjang-jenjang
> >sehingga terlalu kompleks dari sudut resiko dan return-nya. Sekali
> >beberapa kredit macet, efeknya berantai jauh melebihi scope asalnya.
> >
> >Dan sesuai nature-nya rente ekonomi, impak psikologisnya sering kali
> >melebihi nilai yg sedang dipertaruhkan. Akibatnya jelas histeria, satu
> >pasar goyang semuanya...
> >
> >Andaikan mortgage-nya itu masih dipegang bank-nya alias belum dijual
> >ke pasar derivatif, pasti efeknya hanya lokal di bank tsb saja. Dan
> >bank punya keleluasaan utk merestrukturisasi utang2 macet. Sementara
> >dengan MBS, kepentingan pihak2 yg me-rente ekonomi secara
> >bertingkat-tingkat jelas akan menyempitkan ruang gerak si bank.
> >Keadaan buruknya jadi berlipat-lipat.
> >
> >Intinya, pasar primer lebih berguna utk kemaslahatan orang banyak.
> >Maksimal, sampai pasar sekunder. Tapi lebih dari itu... mudaratnya
> >lebih banyak dari manfaatnya.
> >
> >ABS, MBS, CDO atau apalah namanya itu = permainan uang belaka yang
> >tidak jelas manfaatnya kecuali memuaskan "risk appetite" orang2 yg
> >kelebihan uang dan gemar berjudi :P
> >
> >Permainan berbahaya karena impaknya tidak hanya terbatas pada
> >pemainnya, tapi ke mana-mana.
> >
> >Bahkan sampai ke Indonesia. Apalagi pasar kita, pasar prematur, pasar
> >karbitan, isinya penuh tidak punya underlying economical base yg kuat.
> >
> >BR,
> >
> >-=ContraDictionary AntiThesis=-
>


[Non-text portions of this message have been removed]