Bls: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Pak Hendro, Thanks tanggapannya,newbie yg berbobot kok Pak :-). Begini Pak,memang 8 ayat 2c tdk bisa utk non karyawati jika dipahami terkait Pasal 2 UU KUP.Tapi jika dikaitkan dg logika Ps 8 ay 1 di mana keluarga sbg satu kesatuan ekonomis mengecualikan penghasilan istri dr satu pemberi kerja,bisa dibuat penafsiran yg logis dan adil. Prinsip sy sederhana,keadilan.Asas pajak equality,maka atas taatbestand yg sama beban pajaknya jg harus sama.Krn jika tidak jd melangar asas pemajakan.Lagi pula,jika krn alasan administrasi berkonsekuensi beban pajak lbh tinggi,ini tdk selaras dg prinsip substance over form. Bagi sy hierarkinya seharusnya: -Pasal 8 ay 1 ini ontologis,krn mengatur ttg 'apa' -ayat 2 mengatur 'siapa' -ayat 3 mengatur 'bagaimana' Tugas pemerintah menyusun penafsiran bukan penegasan.Mungkin hrs ada PP bukan SE,sbg jalan keluar bagi pemenuhan aspek keadilan. Argumen lain,dg asumsi tax evasion,karyawati tdk mgkn melakukannya krn tlh dipotong,beda dg non karyawati. Tp ini semua berujung pd pemahaman keliru soal Ps 2 UU KUP,seolah NPWP itu sekedar identitas tanpa implikasi. Tinggal mana yg bw manfaat lbh besar,krn kedua posisi memiliki alasannya masing2. Salam, Pras Buat sendiri desain eksklusif Messenger Pingbox Anda sekarang! Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/
Bls: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Pak Hendro, Thanks tanggapannya,newbie yg berbobot kok Pak :-). Begini Pak,memang 8 ayat 2c tdk bisa utk non karyawati jika dipahami terkait Pasal 2 UU KUP.Tapi jika dikaitkan dg logika Ps 8 ay 1 di mana keluarga sbg satu kesatuan ekonomis mengecualikan penghasilan istri dr satu pemberi kerja,bisa dibuat penafsiran yg logis dan adil. Prinsip sy sederhana,keadilan.Asas pajak equality,maka atas taatbestand yg sama beban pajaknya jg harus sama.Krn jika tidak jd melangar asas pemajakan.Lagi pula,jika krn alasan administrasi berkonsekuensi beban pajak lbh tinggi,ini tdk selaras dg prinsip substance over form. Bagi sy hierarkinya seharusnya: -Pasal 8 ay 1 ini ontologis,krn mengatur ttg 'apa' -ayat 2 mengatur 'siapa' -ayat 3 mengatur 'bagaimana' Tugas pemerintah menyusun penafsiran bukan penegasan.Mungkin hrs ada PP bukan SE,sbg jalan keluar bagi pemenuhan aspek keadilan. Argumen lain,dg asumsi tax evasion,karyawati tdk mgkn melakukannya krn tlh dipotong,beda dg non karyawati. Tp ini semua berujung pd pemahaman keliru soal Ps 2 UU KUP,seolah NPWP itu sekedar identitas tanpa implikasi. Tinggal mana yg bw manfaat lbh besar,krn kedua posisi memiliki alasannya masing2. Salam, Pras Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/
Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Pak Pras,... sy sependapat utk beberapa hal, memang waktu penyusunan UU KUP tampak pola pikir yang tdk komprehensif...SE 29 ini menurut pendapat sy merupaka cara untuk memadukan ketentuan formil dng tetap berpegang pada konsep "satu kesatuan ekonomi" (ketentuan materil)...Kalo mengasumsikan Pasal 8-2c tsb utk wanita kawin non-karyawati tidak bisa juga krn pasal tsb tdk menegaskan demikian. Hanya pendapat dr seorang newbie... --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, March 4, 2010, 4:28 PM Pak Hendro, Pendapat saya kira juga memperoleh argumentasi. Karena Pasal 8 ayat (2) huruf c memang diimbuhkan sebagai konsekuensi dari Pasal 2 UU KUP. Jika dibaca pasal per pasal memang menjadi logis bahwa penghasilan wanita kawin karyawati lalu wajib digunggung dengan penghasilan suami dulu. Tapi argumen ini bertentangan dengan : 1. Prinsip keadilan sebagai dasar dari UU dibuat. 2. Tidak menghargai voluntarisme warganegara yg mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak. 3. Diskriminatif terhadap karyawati. 4. Filosofi penggabungan penghasilan. Hemat saya, Pasal 8 ayat (1) tetap bisa dianggap sebagai pengecualian bagi karyawati dan Pasal 8 ayat (2) huruf c bisa memasukkan wanita kawin non-karyawati yaitu usahawati, pekerja bebas, dll. Sebenarnya menjadi mudah dimengerti ketika maksud penggabungan adalah menghindari splitting atau pemecahan beban pajak untuk mendapatkan tarif lebih rendah sebagai konsekuensi tarif progresif. Jika kelak tarif tunggal, tak perlu lagi ada penggabungan. Lalu siapa yang bisa menjadi sasaran Pasal 8 ayat (2) ini, jelas mereka adalah non-karyawati karena karyawati tak mungkin melakukan splitting, pajaknya kan sudah dipotong perusahaan. Kebanyakan karyawati mendapat NPWP juga dari pelaksanaan PER-16/2007, lalu bagaimana ini? demikian alur berpikir saya, terima kasih. pras _ _ __ Dari: Hendro Setiawan Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:58:11 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Saya sependapat bahwa merugikan WP dan wajar jika WP merasa terjebak hal ini karena ketentuan formil lebih dulu disahkan baru materilnya. Bu dev, sekilas sy membaca Pasal 8, penghasilan istri 1 pemberi kerja tidak lagi bersifat final jika memiliki NPWP tersendiri. Pendapat lain dipersilahkan. .. --- On Thu, 3/4/10, devry bonte wrote: From: devry bonte Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:17 PM Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan wrote: From: Hendro Setiawan Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga sebagai satu entitas dg suami sebagai kepala RT. ayat (2): Mengatur pengenaan pajak secara terpisah
Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Haha..jadi tax planning diperlukan bagi masa depan perkawinan ya?? Hemat saya, NPWP sendiri untuk mendorong pemilikan NPWP, jadi ada unsur politis juga di sini. Jika menuju SIN, seharusnya tak harus dibedakan, justru seharusnya diberi insentif sebagaimana fiskal luar negeri. Penggabungan penghasilan akan tidak relevan jika tarif PPh OP nantinya tunggal, tidak progresif lagi, karena tax shifting menjadi tidak relevan lagi, kecuali utk "menyembunyikan" data, meski ke depan akan sulit. salam, pras Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 01:19:45 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Pak Pras, Saya ini dah ber NPWP, nah jika saya tahu saya akan membayar lebih besar pajak ke NEGARA jika menikah nanti (dibandingkan jika saya tidak menikah), bisa bisa saya memilih tetap tidak menikah Apa beda status wanita menikah ber NPWP sendiri dengan NPWP mengikuti suami ? Mengapa perlakuan pajak mereka HARUS berbeda jika sama sama memiliki penghasilan hanya dari 1 pemberi kerja. Ini kah prinsip Singe Identification Number ? Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 4:06 PM Rekan Devry, Sebelumnya maaf ya, email saya sebelumnya tidak ada paragraf baru jadi terkesan yg keliru itu Anda, padahal maksud saya, ide menggunggung penghasilan istri ke suami ini kekeliruan besar. Saya baru saja telpun eselon III yg bertanggung jawab, sempat berdebat dan saya jelaskan filosofi serta tafsir hukumnya...agaknya mereka kemarin blm masuk ke problematik ini. itulah kerancuannya. Seharusnya setia pada Pasal 2 UU KUP, istri/karyawati DAPAT, artinya tidak wajib, maka ikut suami atau sendiri seharusnya sama perlakuannya. Lucunya, tambahan penjelasan Pasal 2 UU KUP ini konon karena Menterinya perempuan dan ingin memiliki NPWP sendiri, hal yg tidak bisa menurut UU lama. Artinya ini dimaksudkan mendorong wanita kawin ber-NPWP sendiri. Untuk kasus Anda, istri tidak bisa digabung ke SPT suami di kolom istri satu pemberi kerja, Anda lapor penghasilan sendiri, istri lapor penghasilan sendiri. demikian. salam, pras _ _ __ Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:53:12 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. Hari ini ngejar para isteri isteri. Apa maksud DJP , semua isteri isteri (yang memiliki hanya penghasilan dari 1 pemberi kerja) disuruh ngikut NPWP suami aja (atau cabang NPWP suami) supaya dapat fasilitas FINAL. Saya tetap memasukkan penghasilan istri dari hanya 1 pemberi kerja (status istri ber NPWP sendiri dan tidak berhubungan dengan usaha suami ) kedalam penghasilan FINAL. Salam, Devry Note : Pak Pras, Dev bukan bapak , salam kenal ya --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:26 PM Benar sekali Pak Devry. Sedikit meluruskan, penghasilan istri dari satu pemberi kerja yg memenuhi persyaratan DIANGGAP final, jadi ia sendiri sebenarnya tidak bersifat final. Ini kekeliruan yang implikasi pd aspek keadilan sangat besar. salam, pras _ _ __ Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:17:07 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan wrote: From: Hendro Setiawan Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday,
Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Koreksi UU KUP, bukan UU PPh ( Tuh kan salah, nyonteknya kurang canggih sih.. ) BR, ari.ams BR, ari.ams Sent from my BatBerry® -Original Message- From: anton ms wardhana Date: Thu, 4 Mar 2010 16:31:44 To: Subject: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh mohon maaf Bu Devry dan Pak Pras, ini IMHO ya? SE 29/PJ/2010 ini judulnya Pengisian SPT bagi Wanita Kawin YANG melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan ATAU memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Artinya, kasusnya hanya terjadi bagi wanita kawin yang ada perjanjian pisah harta atau maunya emang misah itungan pajaknya. Terlepas dari soal punya NPWP sendiri atau tidak ( meskipun NPWP sendirinya sebenernya kan kayak kartu kredit: ujung belakangnya aja yang beda sama suaminya, itu kalo punya NPWP setelah married ) Dalam SE ini, merujuk balik ke UU PPh, tepatnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 *Pasal 8 ayat (1) UU PPh: * seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, *kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.* *Pasal 8 ayat (2) UU PPh: * penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila: - huruf a, suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; - huruf b, dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau - huruf c, dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. *Pasal 8 ayat (3) UU PPh: * penghasilan neto suami-isteri *sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri* dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka. Dengan demikian, IMHO, bagi wanita kawin yang TIDAK melakukan perjanjian pisah harta dan atau TIDAK memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya secara terpisah, berlaku ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PPh Sekali lagi, ini menurut saya. CMIIW pls *BR, ari.ams* Pada 4 Maret 2010 16:19, devry bonte menulis: > > > Pak Pras, > > Saya ini dah ber NPWP, nah jika saya tahu saya akan membayar lebih besar > pajak ke NEGARA jika menikah nanti (dibandingkan jika saya tidak menikah), > bisa bisa saya memilih tetap tidak menikah > > Apa beda status wanita menikah ber NPWP sendiri dengan NPWP mengikuti suami > ? Mengapa perlakuan pajak mereka HARUS berbeda jika sama sama memiliki > penghasilan hanya dari 1 pemberi kerja. > > Ini kah prinsip Singe Identification Number ? > > Salam, > Devry > > --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo > > > wrote: > > From: prastowo prastowo > > Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh > > To: > AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com > Date: Thursday, March 4, 2010, 4:06 PM > > > > > Rekan Devry, > Sebelumnya maaf ya, email saya sebelumnya tidak ada paragraf baru jadi > terkesan yg keliru itu Anda, padahal maksud saya, ide menggunggung > penghasilan istri ke suami ini kekeliruan besar. Saya baru saja telpun > eselon III yg bertanggung jawab, sempat berdebat dan saya jelaskan filosofi > serta tafsir hukumnya...agaknya mereka kemarin blm masuk ke problematik ini. > > itulah kerancuannya. Seharusnya setia pada Pasal 2 UU KUP, istri/karyawati > DAPAT, artinya tidak wajib, maka ikut suami atau sendiri seharusnya sama > perlakuannya. Lucunya, tambahan penjelasan Pasal 2 UU KUP ini konon karena > Menterinya perempuan dan ingin memiliki NPWP sendiri, hal yg tidak bisa > menurut UU lama. Artinya ini dimaksudkan mendorong wanita kawin ber-NPWP > sendiri. > > Untuk kasus Anda, istri tidak bisa digabung ke SPT suami di kolom istri > satu pemberi kerja, Anda lapor penghasilan sendiri, istri lapor penghasilan > sendiri. > > demikian. > salam, > > pras > > _ _ __ > Dari: devry bonte > Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com > Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:53:12 > Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh > > Dear Pak Prastowo, > > Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? > > Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. > Hari ini
Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Koreksi UU KUP, bukan UU PPh ( Tuh kan salah, nyonteknya kurang canggih sih.. ) BR, ari.ams BR, ari.ams Sent from my BatBerry® -Original Message- From: anton ms wardhana Date: Thu, 4 Mar 2010 16:31:44 To: Subject: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh mohon maaf Bu Devry dan Pak Pras, ini IMHO ya? SE 29/PJ/2010 ini judulnya Pengisian SPT bagi Wanita Kawin YANG melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan ATAU memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Artinya, kasusnya hanya terjadi bagi wanita kawin yang ada perjanjian pisah harta atau maunya emang misah itungan pajaknya. Terlepas dari soal punya NPWP sendiri atau tidak ( meskipun NPWP sendirinya sebenernya kan kayak kartu kredit: ujung belakangnya aja yang beda sama suaminya, itu kalo punya NPWP setelah married ) Dalam SE ini, merujuk balik ke UU PPh, tepatnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 *Pasal 8 ayat (1) UU PPh: * seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, *kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.* *Pasal 8 ayat (2) UU PPh: * penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila: - huruf a, suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; - huruf b, dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau - huruf c, dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. *Pasal 8 ayat (3) UU PPh: * penghasilan neto suami-isteri *sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri* dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka. Dengan demikian, IMHO, bagi wanita kawin yang TIDAK melakukan perjanjian pisah harta dan atau TIDAK memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya secara terpisah, berlaku ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PPh Sekali lagi, ini menurut saya. CMIIW pls *BR, ari.ams* Pada 4 Maret 2010 16:19, devry bonte menulis: > > > Pak Pras, > > Saya ini dah ber NPWP, nah jika saya tahu saya akan membayar lebih besar > pajak ke NEGARA jika menikah nanti (dibandingkan jika saya tidak menikah), > bisa bisa saya memilih tetap tidak menikah > > Apa beda status wanita menikah ber NPWP sendiri dengan NPWP mengikuti suami > ? Mengapa perlakuan pajak mereka HARUS berbeda jika sama sama memiliki > penghasilan hanya dari 1 pemberi kerja. > > Ini kah prinsip Singe Identification Number ? > > Salam, > Devry > > --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo > > > wrote: > > From: prastowo prastowo > > Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh > > To: > AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com > Date: Thursday, March 4, 2010, 4:06 PM > > > > > Rekan Devry, > Sebelumnya maaf ya, email saya sebelumnya tidak ada paragraf baru jadi > terkesan yg keliru itu Anda, padahal maksud saya, ide menggunggung > penghasilan istri ke suami ini kekeliruan besar. Saya baru saja telpun > eselon III yg bertanggung jawab, sempat berdebat dan saya jelaskan filosofi > serta tafsir hukumnya...agaknya mereka kemarin blm masuk ke problematik ini. > > itulah kerancuannya. Seharusnya setia pada Pasal 2 UU KUP, istri/karyawati > DAPAT, artinya tidak wajib, maka ikut suami atau sendiri seharusnya sama > perlakuannya. Lucunya, tambahan penjelasan Pasal 2 UU KUP ini konon karena > Menterinya perempuan dan ingin memiliki NPWP sendiri, hal yg tidak bisa > menurut UU lama. Artinya ini dimaksudkan mendorong wanita kawin ber-NPWP > sendiri. > > Untuk kasus Anda, istri tidak bisa digabung ke SPT suami di kolom istri > satu pemberi kerja, Anda lapor penghasilan sendiri, istri lapor penghasilan > sendiri. > > demikian. > salam, > > pras > > _ _ __ > Dari: devry bonte > Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com > Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:53:12 > Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh > > Dear Pak Prastowo, > > Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? > > Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. > Hari ini
Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
mohon maaf Bu Devry dan Pak Pras, ini IMHO ya? SE 29/PJ/2010 ini judulnya Pengisian SPT bagi Wanita Kawin YANG melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan ATAU memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Artinya, kasusnya hanya terjadi bagi wanita kawin yang ada perjanjian pisah harta atau maunya emang misah itungan pajaknya. Terlepas dari soal punya NPWP sendiri atau tidak ( meskipun NPWP sendirinya sebenernya kan kayak kartu kredit: ujung belakangnya aja yang beda sama suaminya, itu kalo punya NPWP setelah married ) Dalam SE ini, merujuk balik ke UU PPh, tepatnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 *Pasal 8 ayat (1) UU PPh: * seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, *kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.* *Pasal 8 ayat (2) UU PPh: * penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila: - huruf a, suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; - huruf b, dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau - huruf c, dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. *Pasal 8 ayat (3) UU PPh: * penghasilan neto suami-isteri *sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri* dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka. Dengan demikian, IMHO, bagi wanita kawin yang TIDAK melakukan perjanjian pisah harta dan atau TIDAK memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban pajaknya secara terpisah, berlaku ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PPh Sekali lagi, ini menurut saya. CMIIW pls *BR, ari.ams* Pada 4 Maret 2010 16:19, devry bonte menulis: > > > Pak Pras, > > Saya ini dah ber NPWP, nah jika saya tahu saya akan membayar lebih besar > pajak ke NEGARA jika menikah nanti (dibandingkan jika saya tidak menikah), > bisa bisa saya memilih tetap tidak menikah > > Apa beda status wanita menikah ber NPWP sendiri dengan NPWP mengikuti suami > ? Mengapa perlakuan pajak mereka HARUS berbeda jika sama sama memiliki > penghasilan hanya dari 1 pemberi kerja. > > Ini kah prinsip Singe Identification Number ? > > Salam, > Devry > > --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo > > > wrote: > > From: prastowo prastowo > > Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh > > To: > AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com > Date: Thursday, March 4, 2010, 4:06 PM > > > > > Rekan Devry, > Sebelumnya maaf ya, email saya sebelumnya tidak ada paragraf baru jadi > terkesan yg keliru itu Anda, padahal maksud saya, ide menggunggung > penghasilan istri ke suami ini kekeliruan besar. Saya baru saja telpun > eselon III yg bertanggung jawab, sempat berdebat dan saya jelaskan filosofi > serta tafsir hukumnya...agaknya mereka kemarin blm masuk ke problematik ini. > > itulah kerancuannya. Seharusnya setia pada Pasal 2 UU KUP, istri/karyawati > DAPAT, artinya tidak wajib, maka ikut suami atau sendiri seharusnya sama > perlakuannya. Lucunya, tambahan penjelasan Pasal 2 UU KUP ini konon karena > Menterinya perempuan dan ingin memiliki NPWP sendiri, hal yg tidak bisa > menurut UU lama. Artinya ini dimaksudkan mendorong wanita kawin ber-NPWP > sendiri. > > Untuk kasus Anda, istri tidak bisa digabung ke SPT suami di kolom istri > satu pemberi kerja, Anda lapor penghasilan sendiri, istri lapor penghasilan > sendiri. > > demikian. > salam, > > pras > > _ _ __ > Dari: devry bonte > Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com > Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:53:12 > Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh > > Dear Pak Prastowo, > > Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? > > Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. > Hari ini ngejar para isteri isteri. > > Apa maksud DJP , semua isteri isteri (yang memiliki hanya penghasilan dari > 1 pemberi kerja) disuruh ngikut NPWP suami aja (atau cabang NPWP suami) > supaya dapat fasilitas FINAL. > > Saya tetap memasukkan penghasilan istri dari hanya 1 pemberi k
Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Pak Hendro, Pendapat saya kira juga memperoleh argumentasi. Karena Pasal 8 ayat (2) huruf c memang diimbuhkan sebagai konsekuensi dari Pasal 2 UU KUP. Jika dibaca pasal per pasal memang menjadi logis bahwa penghasilan wanita kawin karyawati lalu wajib digunggung dengan penghasilan suami dulu. Tapi argumen ini bertentangan dengan : 1. Prinsip keadilan sebagai dasar dari UU dibuat. 2. Tidak menghargai voluntarisme warganegara yg mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak. 3. Diskriminatif terhadap karyawati. 4. Filosofi penggabungan penghasilan. Hemat saya, Pasal 8 ayat (1) tetap bisa dianggap sebagai pengecualian bagi karyawati dan Pasal 8 ayat (2) huruf c bisa memasukkan wanita kawin non-karyawati yaitu usahawati, pekerja bebas, dll. Sebenarnya menjadi mudah dimengerti ketika maksud penggabungan adalah menghindari splitting atau pemecahan beban pajak untuk mendapatkan tarif lebih rendah sebagai konsekuensi tarif progresif. Jika kelak tarif tunggal, tak perlu lagi ada penggabungan. Lalu siapa yang bisa menjadi sasaran Pasal 8 ayat (2) ini, jelas mereka adalah non-karyawati karena karyawati tak mungkin melakukan splitting, pajaknya kan sudah dipotong perusahaan. Kebanyakan karyawati mendapat NPWP juga dari pelaksanaan PER-16/2007, lalu bagaimana ini? demikian alur berpikir saya, terima kasih. pras Dari: Hendro Setiawan Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:58:11 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Saya sependapat bahwa merugikan WP dan wajar jika WP merasa terjebak hal ini karena ketentuan formil lebih dulu disahkan baru materilnya. Bu dev, sekilas sy membaca Pasal 8, penghasilan istri 1 pemberi kerja tidak lagi bersifat final jika memiliki NPWP tersendiri. Pendapat lain dipersilahkan. .. --- On Thu, 3/4/10, devry bonte wrote: From: devry bonte Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:17 PM Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan wrote: From: Hendro Setiawan Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga sebagai satu entitas dg suami sebagai kepala RT. ayat (2): Mengatur pengenaan pajak secara terpisah atas kriteria: a. wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. b. wanita kawin menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pisah harta dan kewajiban. c. wanita kawin yang memilih menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. Khusus huruf a penghitungannya dipisah sejak awal, huruf b dan c digabung dulu baru dihitung proporsional. Nah, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Implikasinya: Ketika penggabun
Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Dear Pak Pras, So jika 3 syarat pertama terpenuhi semua, boleh dong penghasilan istri dari hanya 1 pemberi kerja tetap FINAL walaupun ber NPWP sendiri ataupun ikut suami. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, March 4, 2010, 4:09 PM Sekedar menambahkan, persyaratan untuk dikecualikan (dianggap final): 1. dari satu pemberi kerja. 2. telah dipotong PPh. 3. tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. Maka, jika istri jadi direktur di perusahaan suami atau perusahaan keluarga, istri menjadi pemegang saham di perusahaan keluarga, istri menjadi bidan/perawat di klinik suami, dll, tidak boleh dianggap final dan harus digunggung dg penghasilan suami. demikian. salam, pras _ _ __ Dari: Hendro Setiawan Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 01:04:25 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Ikut komentar ya...betul bu dev, untuk final bukan hanya memenuhi 4 syarat eksplisit dalam pasal 8 aja, tapi ada syarat implisitnya yaitu ph istri hanya dilaporkan dalam SPT Suami, nah kalo punya NPWP sendiri berarti tidak lagi dilaporkan dalam SPT Suami sehingga tidak bersifat final...hanya pendapat dr seorang newbie --- On Thu, 3/4/10, devry bonte wrote: From: devry bonte Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:53 PM Dear Pak Prastowo, Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. Hari ini ngejar para isteri isteri. Apa maksud DJP , semua isteri isteri (yang memiliki hanya penghasilan dari 1 pemberi kerja) disuruh ngikut NPWP suami aja (atau cabang NPWP suami) supaya dapat fasilitas FINAL. Saya tetap memasukkan penghasilan istri dari hanya 1 pemberi kerja (status istri ber NPWP sendiri dan tidak berhubungan dengan usaha suami ) kedalam penghasilan FINAL. Salam, Devry Note : Pak Pras, Dev bukan bapak , salam kenal ya --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:26 PM Benar sekali Pak Devry. Sedikit meluruskan, penghasilan istri dari satu pemberi kerja yg memenuhi persyaratan DIANGGAP final, jadi ia sendiri sebenarnya tidak bersifat final. Ini kekeliruan yang implikasi pd aspek keadilan sangat besar. salam, pras _ _ __ Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:17:07 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan wrote: From: Hendro Setiawan Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga se
Re: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Pak Pras, Saya ini dah ber NPWP, nah jika saya tahu saya akan membayar lebih besar pajak ke NEGARA jika menikah nanti (dibandingkan jika saya tidak menikah), bisa bisa saya memilih tetap tidak menikah Apa beda status wanita menikah ber NPWP sendiri dengan NPWP mengikuti suami ? Mengapa perlakuan pajak mereka HARUS berbeda jika sama sama memiliki penghasilan hanya dari 1 pemberi kerja. Ini kah prinsip Singe Identification Number ? Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, March 4, 2010, 4:06 PM Rekan Devry, Sebelumnya maaf ya, email saya sebelumnya tidak ada paragraf baru jadi terkesan yg keliru itu Anda, padahal maksud saya, ide menggunggung penghasilan istri ke suami ini kekeliruan besar. Saya baru saja telpun eselon III yg bertanggung jawab, sempat berdebat dan saya jelaskan filosofi serta tafsir hukumnya...agaknya mereka kemarin blm masuk ke problematik ini. itulah kerancuannya. Seharusnya setia pada Pasal 2 UU KUP, istri/karyawati DAPAT, artinya tidak wajib, maka ikut suami atau sendiri seharusnya sama perlakuannya. Lucunya, tambahan penjelasan Pasal 2 UU KUP ini konon karena Menterinya perempuan dan ingin memiliki NPWP sendiri, hal yg tidak bisa menurut UU lama. Artinya ini dimaksudkan mendorong wanita kawin ber-NPWP sendiri. Untuk kasus Anda, istri tidak bisa digabung ke SPT suami di kolom istri satu pemberi kerja, Anda lapor penghasilan sendiri, istri lapor penghasilan sendiri. demikian. salam, pras _ _ __ Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:53:12 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. Hari ini ngejar para isteri isteri. Apa maksud DJP , semua isteri isteri (yang memiliki hanya penghasilan dari 1 pemberi kerja) disuruh ngikut NPWP suami aja (atau cabang NPWP suami) supaya dapat fasilitas FINAL. Saya tetap memasukkan penghasilan istri dari hanya 1 pemberi kerja (status istri ber NPWP sendiri dan tidak berhubungan dengan usaha suami ) kedalam penghasilan FINAL. Salam, Devry Note : Pak Pras, Dev bukan bapak , salam kenal ya --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:26 PM Benar sekali Pak Devry. Sedikit meluruskan, penghasilan istri dari satu pemberi kerja yg memenuhi persyaratan DIANGGAP final, jadi ia sendiri sebenarnya tidak bersifat final. Ini kekeliruan yang implikasi pd aspek keadilan sangat besar. salam, pras _ _ __ Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:17:07 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan wrote: From: Hendro Setiawan Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wa
Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Sekedar menambahkan, persyaratan untuk dikecualikan (dianggap final): 1. dari satu pemberi kerja. 2. telah dipotong PPh. 3. tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. Maka, jika istri jadi direktur di perusahaan suami atau perusahaan keluarga, istri menjadi pemegang saham di perusahaan keluarga, istri menjadi bidan/perawat di klinik suami, dll, tidak boleh dianggap final dan harus digunggung dg penghasilan suami. demikian. salam, pras Dari: Hendro Setiawan Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 01:04:25 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Ikut komentar ya...betul bu dev, untuk final bukan hanya memenuhi 4 syarat eksplisit dalam pasal 8 aja, tapi ada syarat implisitnya yaitu ph istri hanya dilaporkan dalam SPT Suami, nah kalo punya NPWP sendiri berarti tidak lagi dilaporkan dalam SPT Suami sehingga tidak bersifat final...hanya pendapat dr seorang newbie --- On Thu, 3/4/10, devry bonte wrote: From: devry bonte Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:53 PM Dear Pak Prastowo, Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. Hari ini ngejar para isteri isteri. Apa maksud DJP , semua isteri isteri (yang memiliki hanya penghasilan dari 1 pemberi kerja) disuruh ngikut NPWP suami aja (atau cabang NPWP suami) supaya dapat fasilitas FINAL. Saya tetap memasukkan penghasilan istri dari hanya 1 pemberi kerja (status istri ber NPWP sendiri dan tidak berhubungan dengan usaha suami ) kedalam penghasilan FINAL. Salam, Devry Note : Pak Pras, Dev bukan bapak , salam kenal ya --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:26 PM Benar sekali Pak Devry. Sedikit meluruskan, penghasilan istri dari satu pemberi kerja yg memenuhi persyaratan DIANGGAP final, jadi ia sendiri sebenarnya tidak bersifat final. Ini kekeliruan yang implikasi pd aspek keadilan sangat besar. salam, pras _ _ __ Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:17:07 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan wrote: From: Hendro Setiawan Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga sebagai satu entitas dg suami sebagai kepala RT. ayat (2): Mengatur pengenaan pajak secara terpisah atas kriteria: a. wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. b. wanita kawin menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pisah harta dan kewajiban. c. wanita kawin yang memilih menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. Khusus huruf a penghitungannya dipisah sejak awal, huruf b dan c
Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Rekan Devry, Sebelumnya maaf ya, email saya sebelumnya tidak ada paragraf baru jadi terkesan yg keliru itu Anda, padahal maksud saya, ide menggunggung penghasilan istri ke suami ini kekeliruan besar. Saya baru saja telpun eselon III yg bertanggung jawab, sempat berdebat dan saya jelaskan filosofi serta tafsir hukumnya...agaknya mereka kemarin blm masuk ke problematik ini. itulah kerancuannya. Seharusnya setia pada Pasal 2 UU KUP, istri/karyawati DAPAT, artinya tidak wajib, maka ikut suami atau sendiri seharusnya sama perlakuannya. Lucunya, tambahan penjelasan Pasal 2 UU KUP ini konon karena Menterinya perempuan dan ingin memiliki NPWP sendiri, hal yg tidak bisa menurut UU lama. Artinya ini dimaksudkan mendorong wanita kawin ber-NPWP sendiri. Untuk kasus Anda, istri tidak bisa digabung ke SPT suami di kolom istri satu pemberi kerja, Anda lapor penghasilan sendiri, istri lapor penghasilan sendiri. demikian. salam, pras Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:53:12 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, Persyaratan supaya masuk ke kelompok final apa ya ? Kemaren ngejar buruh, pegawai, pensiunan. Hari ini ngejar para isteri isteri. Apa maksud DJP , semua isteri isteri (yang memiliki hanya penghasilan dari 1 pemberi kerja) disuruh ngikut NPWP suami aja (atau cabang NPWP suami) supaya dapat fasilitas FINAL. Saya tetap memasukkan penghasilan istri dari hanya 1 pemberi kerja (status istri ber NPWP sendiri dan tidak berhubungan dengan usaha suami ) kedalam penghasilan FINAL. Salam, Devry Note : Pak Pras, Dev bukan bapak , salam kenal ya --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 3:26 PM Benar sekali Pak Devry. Sedikit meluruskan, penghasilan istri dari satu pemberi kerja yg memenuhi persyaratan DIANGGAP final, jadi ia sendiri sebenarnya tidak bersifat final. Ini kekeliruan yang implikasi pd aspek keadilan sangat besar. salam, pras _ _ __ Dari: devry bonte Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Kam, 4 Maret, 2010 00:17:07 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Dear Pak Prastowo, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Menurut saya, selagi dasar hukum atas "Penghasilan istri dari 1 pemberi kerja adalah FINAL" belum dicabut, maka penghasilan tersebut tetap masih FINAL. Salam, Devry --- On Thu, 3/4/10, Hendro Setiawan wrote: From: Hendro Setiawan Subject: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:57 PM Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga sebagai satu entitas dg suami sebagai kepala RT. ayat (2): Mengatur pengenaan pajak secara terpisah atas kriteria: a. wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. b. wanita kawin menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pisah harta dan kewajiban. c. wanita kawin yang memilih menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. Khusus huruf a penghitungannya dipisah sejak awal, huruf b dan c digabung dulu baru dihitung proporsional. Nah, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu l
Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Itu benar dan saya paham, yang saya permasalahkan kekeliruan menafsirkan Pasal 8 UU PPh sehingga menimbulkan ketidakadilan beban pajak, bukan laporan SPT-nya. Dari: Hendro Setiawan Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 3 Maret, 2010 23:57:41 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Salah satu konsekuensi dari kepemilikan NPWP sendiri (berbeda dng suami) dan pisah harta...selain konsekuensi pajak juga ada tambahan administrasi. .. --- On Thu, 3/4/10, prastowo prastowo wrote: From: prastowo prastowo Subject: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, March 4, 2010, 2:27 PM SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga sebagai satu entitas dg suami sebagai kepala RT. ayat (2): Mengatur pengenaan pajak secara terpisah atas kriteria: a. wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. b. wanita kawin menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pisah harta dan kewajiban. c. wanita kawin yang memilih menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. Khusus huruf a penghitungannya dipisah sejak awal, huruf b dan c digabung dulu baru dihitung proporsional. Nah, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Implikasinya: Ketika penggabungan menyentuh lapisan tarif lebih tinggi, akan terjadi KURANG BAYAR. Padahal: - Pasal 8 ayat 1 UU PPh secara normatif mengecualikan penggabungan ini. - Form 1770-III dan Form 1770 S-II angka 15 mengatakan bahwa penghasilan istri dari satu pemberi kerja DIANGGAP final (selaras dg Pasal 8 UU KUP). SE ini merugikan wanita kawin (karyawati) yg beritikad baik mendaftarkan diri ber-NPWP karena ada kemungkinan akan membayar kekurangan pajak, dan dibedakan dengan karyawati yg NPWP-nya menginduk ke suami. Ini penafsiran saya, maka SE ini seharusnya tidak mengatur demikian di angka 3 huruf d kalau membaca UU KUP dan UU PPh secara utuh dan benar. ada pendapat lain? salam, pras _ _ __ Dari: Gianto Setiadi Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com; forum-pajak@ yahoogroups. com Terkirim: Rab, 3 Maret, 2010 20:03:23 Judul: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Kamis, 04/03/2010 10:25:08 WIBOleh: Achmad Aris JAKARTA (Bisnis.com) : Bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, wajib menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh sendiri terpisah dengan SPT tahunanan suami. Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan hal itu dalam surat edaran Dirjen Pajak tertanggal 1 Maret 2010 bernomor SE-29/PJ/2010 tentang Pengisian SPT bagi Wanita Kawin Yang melakukan Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan atau Yang Memilih Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakannya sendiri. "Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT wanita kawin adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin dalam satu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa," kata Tjiptardjo dalam SE itu yang diperoleh Bisnis.com hari ini. Sementara itu, Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT wanita kawin adalah harta dan kewajiban yang dimiliki atau dikuasi wanita kawin itu pada akhir tahun pajak. Adapun cara penghitungan PPh terutang dalam SPT wanita kawin, jelasnya, harus didasarkan pada penggabungan penghasilan bersih suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri yang dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan bersih antara suami dan isteri. "Cara penghitungan ini juga berlaku bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dip
Bls: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh
Saya berikan ilustrasi sederhana. Parno dan Parni suami istri ( status Kawin anak 3, PTKP Rp 21.120.000). Keduanya karyawan. Penghasilan Parno Rp 200 juta/tahun, penghasilan Parni Rp 100 juta/tahun. Kondisi I: Parni ber-NPWP menginduk ke suami. PPh Parno yg dipotong perusahaan Rp 21.831.850,- dan Parni dipotong Rp 7.629.850,-. Artinnya PPh yang dibayar keluarga ini: Rp 29.455.700,- Kondisi II: Parni ber-NPWP sendiri. Penghasilan keduanya digabung, akan menyentuh tarif 25%, total pajak yang dibayar keluarga ini Rp 35.759.750,-. Beban Parno dan Parni masing-masing akan dihitung proporsional. Artinya ada kurang bayar Rp 6.304.000,00. Ini yang terjadi sebagai implikasi SE-29/PJ/2010. dari sisi keadilan saja sudah tidak masuk, lalu bagaimana mau diterapkan. Jika penafsiran saya benar, boleh jadi akan menjadi sumber kekacauan baru mengingat hari2 kemarin begitu banyak karyawati memiliki NPWP sendiri tanpa tahu hal seperti ini... salam, pras Dari: prastowo prastowo Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 3 Maret, 2010 23:27:31 Judul: Bls: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh SE-29/PJ/2010 ini cukup mengagetkan, karena implikasinya adalah wanita kawin berpenghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 dan memiliki NPWP sendiri ( tidak NPWP suami) akan dirugikan. Ini jelas bertolak belakang dengan kampanye atau himbauan untuk ber-NPWP. Argumen saya: - UU KUP Pasal 2 ayat (1) mewajibkan wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim atau perjanjian tertulis pisah harta dan penghasilan. Ini kaidah yang lama. UU KUP 2007 ( 28/2007) menambahkan dengan memberi kesempatan bagi wanita kawin di luar kriteria tadi untuk mendaftarkan diri untuk dapat menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. - Pasal 8 UU PPh. ayat (1): penghasilan wanita kawin dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh tidak digabung/bukan merupakan penghasilan suami. UU Perpajakan mengasumsikan keluarga sebagai satu entitas dg suami sebagai kepala RT. ayat (2): Mengatur pengenaan pajak secara terpisah atas kriteria: a. wanita kawin hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. b. wanita kawin menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pisah harta dan kewajiban. c. wanita kawin yang memilih menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban sendiri. Khusus huruf a penghitungannya dipisah sejak awal, huruf b dan c digabung dulu baru dihitung proporsional. Nah, SE-29/PJ/2010 khususnya angka 3 huruf d menarik alur berpikir cari Pasal2 itu lalu menyimpulkan bahwa wanita kawin sebagai pegawai dan memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 yang memiliki NPWP sendiri ( beda dg suaminya), penghitungan pajaknya harus digabung dulu dengan penghasilan suami lalu baru dihitung PPh terutang secara proporsional. Implikasinya: Ketika penggabungan menyentuh lapisan tarif lebih tinggi, akan terjadi KURANG BAYAR. Padahal: - Pasal 8 ayat 1 UU PPh secara normatif mengecualikan penggabungan ini. - Form 1770-III dan Form 1770 S-II angka 15 mengatakan bahwa penghasilan istri dari satu pemberi kerja DIANGGAP final (selaras dg Pasal 8 UU KUP). SE ini merugikan wanita kawin (karyawati) yg beritikad baik mendaftarkan diri ber-NPWP karena ada kemungkinan akan membayar kekurangan pajak, dan dibedakan dengan karyawati yg NPWP-nya menginduk ke suami. Ini penafsiran saya, maka SE ini seharusnya tidak mengatur demikian di angka 3 huruf d kalau membaca UU KUP dan UU PPh secara utuh dan benar. ada pendapat lain? salam, pras _ _ __ Dari: Gianto Setiadi Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com; forum-pajak@ yahoogroups. com Terkirim: Rab, 3 Maret, 2010 20:03:23 Judul: [Keuangan] Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Wanita kawin mandiri diwajibkan SPT PPh Kamis, 04/03/2010 10:25:08 WIBOleh: Achmad Aris JAKARTA (Bisnis.com) : Bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, wajib menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh sendiri terpisah dengan SPT tahunanan suami. Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan hal itu dalam surat edaran Dirjen Pajak tertanggal 1 Maret 2010 bernomor SE-29/PJ/2010 tentang Pengisian SPT bagi Wanita Kawin Yang melakukan Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan atau Yang Memilih Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakannya sendiri. "Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT wanita kawin adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin dalam satu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa," kata Tjiptardjo dalam SE itu yang diperoleh Bisnis.com hari ini. Sementara itu, Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT wanita kawin adalah harta dan kewajiban yang dimiliki atau dikuasi wanita kawin itu pada akhir tahun pajak. Adapun cara penghitungan PPh te