Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Wah mas Prass .. sangt kami tunggu msalah tsb dikupas secara rigid dan ilmiah, trus terang saya sngat mngamati hal ini secara serius Salam Harry Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 12:45:06 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Oke, nanti akan saya paparkan data penelitian thd evolusi aturan soal patent di US, yg puncaknya pada Diamond vs Chakrabarty di tahun 1980, dan bagaimana ini terjadi, terkait peleburan sains dan teknologi yg bukan suatu hal alamiah, tetapi politis. Saya perlu menjawab ini secara serius dan didukung data dan fakta, maka butuh waktu untuk ini, krn sudah ada salah kaprah yg akut soal HAKI ini. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 18:41:31 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Kalo kata para engineer : Don't reinvent the wheel. Kalau HAKI ngga bagus mungkinkah IPhone,blackberry,microsoft,Intel dilahirkan ? Perlindungan HAKI itu essensial untuk industry masa depan yg bertumpu pada riset dan kreatifitas. Anda pernah dengar industry kreatif ? Tanpa HAKI saya ngga bisa bayangkan bagaimana industry ini bisa maju. Apakah HAKI sudah perfect ? Tentu belum, karena itu HAKI jg terus beevolusi. Tapi mempertanyakan HAKI bagi saya seperti mempertanyakan penemuan RODA. Its wasting time. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 10:11:56 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Yang maju negara2 yg punya HAKI kan? artinya negara yg kuasai patennya, dan yg memanfaatkan paten itu tetap tidak maju? Kita negara berkembang akan kalah start dibanding negara maju soal paten, karena mereka memiliki teknologi itu dulu, menemukan dan mematenkan, sekarang ini kita hanya bisa memakai, karena basicnya sudah dikuasai. India sendiri, bukankah lebih sebagai perakit bukan pencipta, mereka menjadi pusat IT yg kebanyakan MNC. Ekonomi maju mundur ukurannya apa? Cina sebelum kejayaan Eropa adalah bangsa termakmur (ini diakui Adam Smith sendiri). Kita tak punya cukup data, karenanya tak bisa gegabah mengatakan kini lebih sejahtera. Ini karena kita memakai kacamata zaman ini untuk melihat zaman lalu. Ketika kemakmuran dan kekayaan bukan simbol keutamaan dan status sosial, kita tak berhak menilai kualitas hidup mereka dg ukuran materi. Saya tak mengajak kita kembali ke masa lalu, poin saya, another civilization is possible, dan kemajuan tak bisa semata-mata diukur dg materi. Ledakan kemajuan itu bukankah juga melahirkan tragedi dua perang dunia di abad lalu? HIV/AIDS yang hingga kini merajalela dan tak terkendali? Kerusakan ekosistem yang semakin tak terhindarkan? Yang hilang, dan ini poinnya, adalah value, kita alergi soal ini. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 17:39:58 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Sejak ada paten kita makin maju atau mundur ? Bandingkan negara yg HAKI nya bagus dengan yang tidak. Mengapa industry software disini macet? Meski programmer2 kita ngga kalah dg India? Mengapa inovasi2 IT datang dari negara2 dengan HAKI bagus? Sejak ada bunga ekonomi makin maju atau mundur ? Bandingkan dengan abad 17/18 atau bandingkan negara yg ngga punya sistem bank dengan yg punya. Kemajuan kita "meledak" kalau pake hukum newton gitu percepatan (variabel a) semakin tinggi. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 09:11:14 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Biar ekstrem begini saja. Sejak kapan pertama kali hak paten ada? Apakah sejak penemuan2 brilian dari Archimedes, Ptolomeus, Galilei, Copernicus, sudah ada? Mengapa dulu bunga itu dianggap riba, kini begitu diagungkan? Mengapa dulu perdagangan itu diharamkan, kini menjadi bagian penting hidup manusia? Mengapa dulu uang sungguh sekunder dan sekedar alat tukar, kini jadi barang dagangan dan berhala yang dikejar? Ada pergeseran cara pandang, adan evolusi, bahkan kalau menurut Thomas Kuhn, ini sebuah revolusi. Kita hidup dlm woorldview dominan, jika dulu orang begitu mengagungkan surga, kini tidak lagi, karena dominant worldview-nya berubah. Jika Ada baca penelitian antropolog (saya kira sdh sangat banyak), soal bagaimana pasar menjadi dominan pun bisa diteliti di banyak komunitas, dari Mesir kuno, babilon, Yunani, hingga kelahiran kapitalisme di se
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Kalo kata para engineer : Don't reinvent the wheel. Kalau HAKI ngga bagus mungkinkah IPhone,blackberry,microsoft,Intel dilahirkan ? Perlindungan HAKI itu essensial untuk industry masa depan yg bertumpu pada riset dan kreatifitas. Anda pernah dengar industry kreatif ? Tanpa HAKI saya ngga bisa bayangkan bagaimana industry ini bisa maju. Apakah HAKI sudah perfect ? Tentu belum, karena itu HAKI jg terus beevolusi. Tapi mempertanyakan HAKI bagi saya seperti mempertanyakan penemuan RODA. Its wasting time. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 10:11:56 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Yang maju negara2 yg punya HAKI kan? artinya negara yg kuasai patennya, dan yg memanfaatkan paten itu tetap tidak maju? Kita negara berkembang akan kalah start dibanding negara maju soal paten, karena mereka memiliki teknologi itu dulu, menemukan dan mematenkan, sekarang ini kita hanya bisa memakai, karena basicnya sudah dikuasai. India sendiri, bukankah lebih sebagai perakit bukan pencipta, mereka menjadi pusat IT yg kebanyakan MNC. Ekonomi maju mundur ukurannya apa? Cina sebelum kejayaan Eropa adalah bangsa termakmur (ini diakui Adam Smith sendiri). Kita tak punya cukup data, karenanya tak bisa gegabah mengatakan kini lebih sejahtera. Ini karena kita memakai kacamata zaman ini untuk melihat zaman lalu. Ketika kemakmuran dan kekayaan bukan simbol keutamaan dan status sosial, kita tak berhak menilai kualitas hidup mereka dg ukuran materi. Saya tak mengajak kita kembali ke masa lalu, poin saya, another civilization is possible, dan kemajuan tak bisa semata-mata diukur dg materi. Ledakan kemajuan itu bukankah juga melahirkan tragedi dua perang dunia di abad lalu? HIV/AIDS yang hingga kini merajalela dan tak terkendali? Kerusakan ekosistem yang semakin tak terhindarkan? Yang hilang, dan ini poinnya, adalah value, kita alergi soal ini. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 17:39:58 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Sejak ada paten kita makin maju atau mundur ? Bandingkan negara yg HAKI nya bagus dengan yang tidak. Mengapa industry software disini macet? Meski programmer2 kita ngga kalah dg India? Mengapa inovasi2 IT datang dari negara2 dengan HAKI bagus? Sejak ada bunga ekonomi makin maju atau mundur ? Bandingkan dengan abad 17/18 atau bandingkan negara yg ngga punya sistem bank dengan yg punya. Kemajuan kita "meledak" kalau pake hukum newton gitu percepatan (variabel a) semakin tinggi. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 09:11:14 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Biar ekstrem begini saja. Sejak kapan pertama kali hak paten ada? Apakah sejak penemuan2 brilian dari Archimedes, Ptolomeus, Galilei, Copernicus, sudah ada? Mengapa dulu bunga itu dianggap riba, kini begitu diagungkan? Mengapa dulu perdagangan itu diharamkan, kini menjadi bagian penting hidup manusia? Mengapa dulu uang sungguh sekunder dan sekedar alat tukar, kini jadi barang dagangan dan berhala yang dikejar? Ada pergeseran cara pandang, adan evolusi, bahkan kalau menurut Thomas Kuhn, ini sebuah revolusi. Kita hidup dlm woorldview dominan, jika dulu orang begitu mengagungkan surga, kini tidak lagi, karena dominant worldview-nya berubah. Jika Ada baca penelitian antropolog (saya kira sdh sangat banyak), soal bagaimana pasar menjadi dominan pun bisa diteliti di banyak komunitas, dari Mesir kuno, babilon, Yunani, hingga kelahiran kapitalisme di sekitar Italia. dari serangkaian hal itu, tentu logis jika kita berpikir, itu semua historis, pernah ada dan kini tiada, lalu apa yg sekarang ada ini mungkin saja di masa depan tiada. Itu artinya tidak natural, tapi konstruktif. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 16:55:15 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 "Sekarang" itu hanya untuk membedakan dengan "dulu" di buku. Menurut saya dari aslinya ya memang seperti "sekarang". Cuman buku yg dibuat "dulu" terlalu meromantisasi keadaan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 08:44:38 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Anda sendiri menyampaikan dua hal bertentangan: 1. Masyarakat desa SEKARANG tidak seperti yg dig
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Sejak ada paten kita makin maju atau mundur ? Bandingkan negara yg HAKI nya bagus dengan yang tidak. Mengapa industry software disini macet? Meski programmer2 kita ngga kalah dg India? Mengapa inovasi2 IT datang dari negara2 dengan HAKI bagus? Sejak ada bunga ekonomi makin maju atau mundur ? Bandingkan dengan abad 17/18 atau bandingkan negara yg ngga punya sistem bank dengan yg punya. Kemajuan kita "meledak" kalau pake hukum newton gitu percepatan (variabel a) semakin tinggi. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 09:11:14 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Biar ekstrem begini saja. Sejak kapan pertama kali hak paten ada? Apakah sejak penemuan2 brilian dari Archimedes, Ptolomeus, Galilei, Copernicus, sudah ada? Mengapa dulu bunga itu dianggap riba, kini begitu diagungkan? Mengapa dulu perdagangan itu diharamkan, kini menjadi bagian penting hidup manusia? Mengapa dulu uang sungguh sekunder dan sekedar alat tukar, kini jadi barang dagangan dan berhala yang dikejar? Ada pergeseran cara pandang, adan evolusi, bahkan kalau menurut Thomas Kuhn, ini sebuah revolusi. Kita hidup dlm woorldview dominan, jika dulu orang begitu mengagungkan surga, kini tidak lagi, karena dominant worldview-nya berubah. Jika Ada baca penelitian antropolog (saya kira sdh sangat banyak), soal bagaimana pasar menjadi dominan pun bisa diteliti di banyak komunitas, dari Mesir kuno, babilon, Yunani, hingga kelahiran kapitalisme di sekitar Italia. dari serangkaian hal itu, tentu logis jika kita berpikir, itu semua historis, pernah ada dan kini tiada, lalu apa yg sekarang ada ini mungkin saja di masa depan tiada. Itu artinya tidak natural, tapi konstruktif. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 16:55:15 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 "Sekarang" itu hanya untuk membedakan dengan "dulu" di buku. Menurut saya dari aslinya ya memang seperti "sekarang". Cuman buku yg dibuat "dulu" terlalu meromantisasi keadaan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 08:44:38 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Anda sendiri menyampaikan dua hal bertentangan: 1. Masyarakat desa SEKARANG tidak seperti yg digambarkan dalam buku PMP. 2. Kalo nggak ada insentif nggak kerja juga, sudah NATURE manusia kali. Pemakaian kata SEKARANG, berarti DULU PERNAH, bertentangan dengan kata NATURE, yang alamiah, tak berubah. Yang pertama itu konsep waktu, yang kedua seharusnya ahistoris. pertanyaannya: 1. Kenapa berubah, mengapa dulu bisa sekarang tidak. 2. Apa itu kodrat manusia? lalu apakah manusia itu? salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 02:08:12 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Mas tiap lebaran saya pulang ke kampung eyang di pelosok desa yg mobil saja kadang ngga bisa masuk dan mesti di parkir di pasar. Menurut pengamatan saya lho ini, masyarakat desa sekarang tidak seperti yg di gambarkan dalam buku text book PMP jaman saya sekolah :) Meskipun sangat sosial dan membantu tanpa pamrih di saat musibah. Tapi dalam kondisi normal sama komersil nya dengan orang kota. Kalo ngga ada insentif ngga kerja juga. Sudah nature manusia kali. Tapi sample saya cuman 3 desa di kediri-jombang-lamongan Jatim. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 17:35:04 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Skeptis juga tidak apa-apa kok ;-) Lihat saja di pedesaan mas, apakah mereka bekerja demi insentif? saya kira tidak tuh. Berapa banyak buruh tani dan tani, yang sebenarnya merugi, tapi mereka bekerja demi bekerja itu sendiri, bukan demi profit. Nyatanya manusia seperti itu ada, dan mereka hidup dlm keyakinan kuat, memahami waktu siklikal, dan menghayati hidupnya bagian dari alam. Kalau boleh tahu, sejak kapan resmi ada paten? bukankah penemuan2 yg revolusioner itu tak pernah dipatenkan? Jangan2 justru kita yang takut dalam bayang2 asumsi 'scarcity' dlm ilmu ekonomi. Utopia itu berarti ganda, ou(topia)=tidak/non-place, atau eu(topia)=tempat yg baik. Melihat fakta hidup ini, wajar manusia membayangkan non-place, sekaligus good-place, krn ia manusia, yg pikirannya bisa menjangkau tanpa batas. salam Dari: "mr_...@yahoo.com
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
"Sekarang" itu hanya untuk membedakan dengan "dulu" di buku. Menurut saya dari aslinya ya memang seperti "sekarang". Cuman buku yg dibuat "dulu" terlalu meromantisasi keadaan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Thu, 26 Nov 2009 08:44:38 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Anda sendiri menyampaikan dua hal bertentangan: 1. Masyarakat desa SEKARANG tidak seperti yg digambarkan dalam buku PMP. 2. Kalo nggak ada insentif nggak kerja juga, sudah NATURE manusia kali. Pemakaian kata SEKARANG, berarti DULU PERNAH, bertentangan dengan kata NATURE, yang alamiah, tak berubah. Yang pertama itu konsep waktu, yang kedua seharusnya ahistoris. pertanyaannya: 1. Kenapa berubah, mengapa dulu bisa sekarang tidak. 2. Apa itu kodrat manusia? lalu apakah manusia itu? salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 02:08:12 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Mas tiap lebaran saya pulang ke kampung eyang di pelosok desa yg mobil saja kadang ngga bisa masuk dan mesti di parkir di pasar. Menurut pengamatan saya lho ini, masyarakat desa sekarang tidak seperti yg di gambarkan dalam buku text book PMP jaman saya sekolah :) Meskipun sangat sosial dan membantu tanpa pamrih di saat musibah. Tapi dalam kondisi normal sama komersil nya dengan orang kota. Kalo ngga ada insentif ngga kerja juga. Sudah nature manusia kali. Tapi sample saya cuman 3 desa di kediri-jombang-lamongan Jatim. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 17:35:04 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Skeptis juga tidak apa-apa kok ;-) Lihat saja di pedesaan mas, apakah mereka bekerja demi insentif? saya kira tidak tuh. Berapa banyak buruh tani dan tani, yang sebenarnya merugi, tapi mereka bekerja demi bekerja itu sendiri, bukan demi profit. Nyatanya manusia seperti itu ada, dan mereka hidup dlm keyakinan kuat, memahami waktu siklikal, dan menghayati hidupnya bagian dari alam. Kalau boleh tahu, sejak kapan resmi ada paten? bukankah penemuan2 yg revolusioner itu tak pernah dipatenkan? Jangan2 justru kita yang takut dalam bayang2 asumsi 'scarcity' dlm ilmu ekonomi. Utopia itu berarti ganda, ou(topia)=tidak/non-place, atau eu(topia)=tempat yg baik. Melihat fakta hidup ini, wajar manusia membayangkan non-place, sekaligus good-place, krn ia manusia, yg pikirannya bisa menjangkau tanpa batas. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:14:36 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Anda bikin contoh dipilih pilih sendiri untuk mengeneralisasi ... Anda bilang banyak itu berapa persen ? Sistem komunisme uni soviet juga mengasumsikan hal yg sama dan tidak jalan. Maaf bukannya skeptis tapi memang utopia ... Menurut saya cuma akan jalan di angan angan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 17:07:01 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Siapa bilang tidak ada profit? Dalam contoh saya sebelumnya, nyatanya Flint Labs tetap ada pendapatan USD 135 juta/thn, dan USD 365 juta/tahun diproduksi empat pabrik farmasi lain, konsumen juga diuntungkan. Justru paten di sini menghambat bukan? saya kan hanya beri contoh, ini bukan voluntary. Saya kira Jonas Salk hidup di dunia nyata, dan orang2 seperti ini banyak. Justru PR kita bagaimana merancang sistem pendidikan yg membangun watak anak bangsa demikian, bukannya menyerah pada realitas yg nyata2 tidak adil. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:00:57 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa
Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Dari: Poltak Hotradero Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 02:13:20 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 At 04:41 PM 11/25/2009, you wrote: >"Bekerja demi insentif" tentu berbeda dengan "bekerja dan mendapat >insentif". Tentu saja tetap ada penghargaan, termasuk untuk Prof. >Betty Dong itu, atau seniman itu, tetap layak mendapatkan upahnya, >tapi itu bukan pengandaian satu-satunya yang mendasari tindakannya. >Poin saya di situ. >Kalau saya anti-insentif, kenapa saya mencontohkan ada empat >perusahaan yg menciptakan dan juga untung, konsumen untung. Saya >memproblematisir hak paten. Insentif tetap bisa diberikan dan lebih >adil, bahkan tanpa paten. Lebih banyak yg bisa diuntungkan. Betul, tetapi kalau tidak ada insentif dan orang tidak mau bikin apa-apa -- maka akan JAUH LEBIH BANYAK lagi yang dirugikan. Orang punya HAK untuk tidak berbuat apa-apa. Dan bila itu terjadi, maka kita semua tidak dapat apa-apa... Pras: Saya setuju Bang, sebenarnya poin bukan pada ada atau tidak adanya insentif, saya sepakat kita perlu insentif, itu alamiah, tapi yg awalnya kita problematisir adalah hak paten, apakah ia menjadi prioritas thd yg lain dan pra syarat (insentif utama) supaya bisa bekerja? saya berpendapat tidak, artinya ada model insentif lain yg tidak justru membawa kerugian lebih besar. = >Saya kira kawan Anda, Yanuar Nugroho, kemarin banyak memberikan >pencerahan, termasuk pada para pejabat negara ini, untuk sedikit >lebih terbuka pikirannya untuk tidak begitu saja mengikuti logika >negara maju soal teknologi, kita harus berhitung, menyiasati. Sayang saya tidak bisa datang, karena ada tugas mewakili kantor. Saya yakin anda sampaikan salam saya buat Mas Yanuar. Banyak bagian dari pendapat saya sekarang ini adalah lewat pencerahan dengan ngobrol-ngobrol dengan Mas Yanuar. Pras: Pasti saya sampaikan, nanti saya kirimi foto2 beliau dlm seminar kemarin. Betul, kami semua dicerahkan, dan beliau dapat mendorong diskursus lebih dalam, persoalannya bukan ini-atau itu, tapi kenyataannya ada sekelompok orang/komunitas/negara yg sedemikian sadar, maju, dan jalan terus dg inovasi dan teknologi, dan ada sekelompok yg lain bahkan konsep saja tidak punya, termasuk kita. Dan hebatnya, kita sangat menikmati itu, dg membebek membeo saja. === >Soalnya bukan pada saya atau Anda yg mencoba, tapi ini adalah >persoalan politik, ekonomi pasar adalah proyek politik, maka perlu >kesadaran dan aksi politik, bukan kalkulasi matematis belaka. Di sini kita berbeda. Ekonomi pasar menurut saya adalah kajian tentang alokasi sumber daya (yang terbatas) dengan segala sistem insentif-nya untuk menciptakan kebaikan bersama dari segala yang mungkin terjadi. Karena lewat mekanisme pasar lah maka manusia tidak perlu saling merampas. Pras: Oke, sisi yg Anda lihat ini saya kira bukan masalah. Saya tidak anti-pasar, yg saya tolak adalah primasi pasar thd model2 alokasi lain tanpa mempertimbangkan kondisi2 objektif. Maka kadang berimplikasi pd penciptaan pasar secara politik utk mendukung proyek tertentu. Asumsi keterbatasan/kelangkaaan bisa diterima dalam satu hal, tapi tidak dlm hal lain, krn nyatanya tak semua hal bisa dikomodifikasi. Memahami kehadiran pasar dan perdagangan dlm konteks historis tertentu sangat penting, dan saya setuju, termasuk kalimat terakhir Anda, itu juga dulu yg dipikirkan Montesquieu ttg odux commerce, ada benarnya, tapi tak bisa begitu saja diuniversalisasi. salam Menambah banyak teman sangatlah mudah dan cepat. Undang teman dari Hotmail, Gmail ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/ [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
At 04:41 PM 11/25/2009, you wrote: >"Bekerja demi insentif" tentu berbeda dengan "bekerja dan mendapat >insentif". Tentu saja tetap ada penghargaan, termasuk untuk Prof. >Betty Dong itu, atau seniman itu, tetap layak mendapatkan upahnya, >tapi itu bukan pengandaian satu-satunya yang mendasari tindakannya. >Poin saya di situ. >Kalau saya anti-insentif, kenapa saya mencontohkan ada empat >perusahaan yg menciptakan dan juga untung, konsumen untung. Saya >memproblematisir hak paten. Insentif tetap bisa diberikan dan lebih >adil, bahkan tanpa paten. Lebih banyak yg bisa diuntungkan. Betul, tetapi kalau tidak ada insentif dan orang tidak mau bikin apa-apa -- maka akan JAUH LEBIH BANYAK lagi yang dirugikan. Orang punya HAK untuk tidak berbuat apa-apa. Dan bila itu terjadi, maka kita semua tidak dapat apa-apa... >Saya kira kawan Anda, Yanuar Nugroho, kemarin banyak memberikan >pencerahan, termasuk pada para pejabat negara ini, untuk sedikit >lebih terbuka pikirannya untuk tidak begitu saja mengikuti logika >negara maju soal teknologi, kita harus berhitung, menyiasati. Sayang saya tidak bisa datang, karena ada tugas mewakili kantor. Saya yakin anda sampaikan salam saya buat Mas Yanuar. Banyak bagian dari pendapat saya sekarang ini adalah lewat pencerahan dengan ngobrol-ngobrol dengan Mas Yanuar. >Soalnya bukan pada saya atau Anda yg mencoba, tapi ini adalah >persoalan politik, ekonomi pasar adalah proyek politik, maka perlu >kesadaran dan aksi politik, bukan kalkulasi matematis belaka. Di sini kita berbeda. Ekonomi pasar menurut saya adalah kajian tentang alokasi sumber daya (yang terbatas) dengan segala sistem insentif-nya untuk menciptakan kebaikan bersama dari segala yang mungkin terjadi. Karena lewat mekanisme pasar lah maka manusia tidak perlu saling merampas.
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Mas tiap lebaran saya pulang ke kampung eyang di pelosok desa yg mobil saja kadang ngga bisa masuk dan mesti di parkir di pasar. Menurut pengamatan saya lho ini, masyarakat desa sekarang tidak seperti yg di gambarkan dalam buku text book PMP jaman saya sekolah :) Meskipun sangat sosial dan membantu tanpa pamrih di saat musibah. Tapi dalam kondisi normal sama komersil nya dengan orang kota. Kalo ngga ada insentif ngga kerja juga. Sudah nature manusia kali. Tapi sample saya cuman 3 desa di kediri-jombang-lamongan Jatim. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 17:35:04 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Skeptis juga tidak apa-apa kok ;-) Lihat saja di pedesaan mas, apakah mereka bekerja demi insentif? saya kira tidak tuh. Berapa banyak buruh tani dan tani, yang sebenarnya merugi, tapi mereka bekerja demi bekerja itu sendiri, bukan demi profit. Nyatanya manusia seperti itu ada, dan mereka hidup dlm keyakinan kuat, memahami waktu siklikal, dan menghayati hidupnya bagian dari alam. Kalau boleh tahu, sejak kapan resmi ada paten? bukankah penemuan2 yg revolusioner itu tak pernah dipatenkan? Jangan2 justru kita yang takut dalam bayang2 asumsi 'scarcity' dlm ilmu ekonomi. Utopia itu berarti ganda, ou(topia)=tidak/non-place, atau eu(topia)=tempat yg baik. Melihat fakta hidup ini, wajar manusia membayangkan non-place, sekaligus good-place, krn ia manusia, yg pikirannya bisa menjangkau tanpa batas. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:14:36 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Anda bikin contoh dipilih pilih sendiri untuk mengeneralisasi ... Anda bilang banyak itu berapa persen ? Sistem komunisme uni soviet juga mengasumsikan hal yg sama dan tidak jalan. Maaf bukannya skeptis tapi memang utopia ... Menurut saya cuma akan jalan di angan angan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 17:07:01 To: Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Siapa bilang tidak ada profit? Dalam contoh saya sebelumnya, nyatanya Flint Labs tetap ada pendapatan USD 135 juta/thn, dan USD 365 juta/tahun diproduksi empat pabrik farmasi lain, konsumen juga diuntungkan. Justru paten di sini menghambat bukan? saya kan hanya beri contoh, ini bukan voluntary. Saya kira Jonas Salk hidup di dunia nyata, dan orang2 seperti ini banyak. Justru PR kita bagaimana merancang sistem pendidikan yg membangun watak anak bangsa demikian, bukannya menyerah pada realitas yg nyata2 tidak adil. salam Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:00:57 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa kenaikan gaji/profit sebagai motivasi. Selamat datang di dunia nyata. Tanpa industry yg mencari profit terobosan2 dalam riset . Itu voluntary. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 16:37:54 To: Subject: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:"siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya?" Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. Dari: "mr_...@yahoo.com" Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual,inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu
Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
"Bekerja demi insentif" tentu berbeda dengan "bekerja dan mendapat insentif". Tentu saja tetap ada penghargaan, termasuk untuk Prof. Betty Dong itu, atau seniman itu, tetap layak mendapatkan upahnya, tapi itu bukan pengandaian satu-satunya yang mendasari tindakannya. Poin saya di situ. Kalau saya anti-insentif, kenapa saya mencontohkan ada empat perusahaan yg menciptakan dan juga untung, konsumen untung. Saya memproblematisir hak paten. Insentif tetap bisa diberikan dan lebih adil, bahkan tanpa paten. Lebih banyak yg bisa diuntungkan. Saya kira kawan Anda, Yanuar Nugroho, kemarin banyak memberikan pencerahan, termasuk pada para pejabat negara ini, untuk sedikit lebih terbuka pikirannya untuk tidak begitu saja mengikuti logika negara maju soal teknologi, kita harus berhitung, menyiasati. Soalnya bukan pada saya atau Anda yg mencoba, tapi ini adalah persoalan politik, ekonomi pasar adalah proyek politik, maka perlu kesadaran dan aksi politik, bukan kalkulasi matematis belaka. salam Dari: Poltak Hotradero Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:33:27 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 At 04:04 PM 11/25/2009, you wrote: > > >Persis, saya baru mau tulis ini, terima kasih Bang Poltak. >Tentu saja kita tidak bisa memaksa orang seperti >Salk, sama juga kita tak bisa menyimpulkan bahwa >tanpa insentif pasti orang tak bisa berinovasi. Betul bahwa bisa saja tanpa insentif finansial orang tetap bisa berinovasi. Tapi berapa banyak? Lebih banyak manfaat atau mudaratnya? Coba anda lihat para seniman. Mereka adalah mahluk penuh inovasi (dalam seni) - tetapi kalau kita tidak mau membayar mereka - padahal kita menikmati karya mereka -- seberapa jauh mereka bisa berkarya? Anak-istri mereka dikasih makan apa? Disekolahkan seperti apa? Hidup seperti apa? Dan kalau seorang seniman harus narik becak supaya anak istrinya bisa makan -- berapa lukisan yang bisa dia bikin? Hal serupa juga berlaku untuk ilmuwan dan juga perusahaan yang mempekerjakan mereka. Seorang ahli farmasi biasanya harus sekolah sangat lama. Kalau sampai gelar doktor - berarti 12 tahun. Dan itu belum ikut menghitung puluhan ribu jam waktu di laboratorium. ... Istri saya dulu kuliah di farmasi ITB dan saya tahu persis bagaimana tidak enaknya di laboratorium farmasi. Banyak zat kimia dan sangat tinggi resiko terkena kanker. Banyak bahan biologis (virus, jamur, bakteri, dkk.) yang tinggi resiko kontaminasi. Saya sangat beruntung karena dia nggak mau jadi ahli farmasi. Tapi kalau semua orang tidak ingin istri / suaminya jadi ahli farmasi -- lantas apa yang bisa membujuk orang supaya mau bekerja di laboratorium farmasi untuk menciptakan obat >Satu contoh lagi, kasus Prof. Betty Dong. Ia >tahun 1990 melakukan riset bahwa ada empat >pabrik farmasi yang menemukan obat semanjur >syntroid ( patent ada di Flint Lab), ia justru >digugat bahwa temuannya salah. Akhirnya ia >diperiksa tim independen, dan justru temuannya >dibenarkan, bahkan dimuat di jurnal >terkenal Journal of the American Medical Association. >Kasus Dong ini menjadikan konsumen menghemat USD >365 juta/tahun, karena tidak perlu mengonsumsi >syndroid yg mahal dan memperkaya Flint Lab USD 500 jt/tahun. >Kenapa kita tidak bisa meniru ini? atau >pertanyaannya, bisakah ini jadi gejala global? Bisa saja kita meniru. Anda mau coba duluan?? Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer [Non-text portions of this message have been removed]
Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Ralat, matematika saya payah. Angka USD 365 juta/tahun itu mohon dihilangkan, itu boleh jadi penghematan saja, tidak berarti omset tetap USD 500 juta/thn dg lima perusahaan. terima kasih Dari: prastowo prastowo Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:07:01 Judul: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Siapa bilang tidak ada profit? Dalam contoh saya sebelumnya, nyatanya Flint Labs tetap ada pendapatan USD 135 juta/thn, dan USD 365 juta/tahun diproduksi empat pabrik farmasi lain, konsumen juga diuntungkan. Justru paten di sini menghambat bukan? saya kan hanya beri contoh, ini bukan voluntary. Saya kira Jonas Salk hidup di dunia nyata, dan orang2 seperti ini banyak. Justru PR kita bagaimana merancang sistem pendidikan yg membangun watak anak bangsa demikian, bukannya menyerah pada realitas yg nyata2 tidak adil. salam _ _ __ Dari: "mr_...@yahoo. com" Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:00:57 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa kenaikan gaji/profit sebagai motivasi. Selamat datang di dunia nyata. Tanpa industry yg mencari profit terobosan2 dalam riset . Itu voluntary. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 16:37:54 To: Subject: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:"siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya?" Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. _ _ __ Dari: "mr_...@yahoo. com" Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual, inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu bagian property right protection. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 16:17:19 To: Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? _ _ __ Dari: "mr_...@yahoo. com" Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates. org/quiz. html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam _ _ __ Dari: "mr_...@yahoo. com" Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonom