[ac-i] Betapa sulit saya memahami puisi Nirwan Dewanto

2008-10-03 Terurut Topik Anwar Holid
Betapa sulit saya memahami puisi Nirwan Dewanto
---
Oleh: Anwar Holid


Jantung Lebah Ratu (Himpunan Puisi)
Penulis: Nirwan Dewanto
Penerbit: GPU, 2008
Tebal: 94 hal.
ISBN: 978-979-22-3666-8



Seorang kawan menghadiahi Jantung Lebah Ratu, buku puisi karya Nirwan Dewanto 
(ND). Tentu saya senang. Dulu, persis saat buku itu terbit kira-kira pada bulan 
Mei, saya sangat antusias kapan kira-kira bisa baca, bahkan kalau bisa 
memilikinya. Rumah Buku, perpustakaan favorit saya, sebenarnya segera 
mengoleksi himpunan puisi tersebut, tapi entah kenapa saya tak sempat juga 
meminjamnya. Ternyata buku itu sedang dipinjam anggota lain ketika saya ingin 
membacanya. Seorang teman sealma mater ND yang saya tahu langsung beli buku itu 
saya tanya, seperti apa sih puisi-puisi dia? Dia menjawab samar, Yah, 
begitulah. Khas Nirwan, agak-agak susah dipahami dan berbau filsafat. 
Sementara waktu kawan yang menghadiahi buku itu saya tanya kenapa memberikan 
buku itu, dia menjawab tanpa pretensi, Hm... susah ya. Mungkin puisinya bukan 
selera saya. Kurang nikmat bacanya.

Nirwan Dewanto merupakan penulis dengan reputasi terkemuka di Indonesia. Dia 
menulis esai budaya dengan beragam subjek, termasuk kritik buku, menjadi salah 
satu eksponen posmodern paling awal di Indonesia, ikut mendirikan jurnal Kalam 
(yang merayakan posmodern secara besar-besaran), bergabung dengan Teater Utan 
Kayu (TUK), dan sudah menulis puisi sejak lama. Boleh dibantah, peristiwa yang 
membuat namanya melambung ialah ketika dia jadi salah satu pembicara kunci di 
Kongres Kebudayaan 1991; dia membawakan makalah berjudul Kebudayaan Indonesia: 
Pandangan 1991. Esai ini pula yang jadi andalan pada buku pertamanya, Senjakala 
Kebudayaan (Bentang, 1996)---sebuah buku yang kini sudah turun dari rak toko 
umum dan hanya bisa ditemui kembali di perpustakaan seperti Rumah Buku. 

Namun harus disebut pula reputasi dia kadang-kadang membuat orang lain jengkel 
atau penasaran. Sebagai kritikus sastra, pilihannya kadang-kadang digugat, yang 
paling terkenal boleh jadi Siapa Takut, Nirwan Dewanto? oleh Richard Oh dan 
Yth Tuan Nirwan oleh Damhuri Muhammad---isinya kira-kira debat seputar kritik 
dan standardisasi penilaian karya sastra. Saya sendiri menganggap reputasi ND 
di Indonesia mirip dengan Michiko Kakutani di AS---kritikus buku The New York 
Times. Michiko dijuluki kritikus yang paling ditakuti sedunia. Keberanian 
Michiko memuji atau mengecam buku membuat posisinya sering ekstrem. Sebagian 
penulis jengkel sekali pada Kakutani. Saya juga tahu satu-dua penyair jengkel 
sekali pada ND dan bahkan ada yang menggunakannya sebagai bahan olok-olok dalam 
puisi ciptaan mereka. 

Saya lebih bisa mencerap beberapa esai ND daripada puisinya. Meski begitu, saya 
selalu kelelahan bila baca tulisan dia di Kalam, misalnya, meski kecenderungan 
itu hilang bila saya baca kolom atau resensinya. Saya merasa standar dia 
terhadap sastra atau buku tinggi sekali, dan itu mungkin membuat posisinya jadi 
terasa adi luhung. Lagi pula, tampaknya, puisinya pun lebih jarang dipublikasi 
media massa daripada esainya; dan bila kebetulan bertemu puisinya, saya lebih 
banyak bingung daripada bisa asyik menikmatinya. Bagi saya, dalam selintas 
baca, puisinya sulit dipahami dan kurang nikmat dibaca. Ini lain sekali bila 
saya bertemu dengan puisi Joko Pinurbo, misalnya. Kadang-kadang, sebagian puisi 
Joko Pinurbo mengambang dan sulit dipahami karena makna dan kosakatanya ambigu; 
tapi saya masih bisa merasakan samar-samar nuansa keindahan di sana. Dalam 
puisi ND yang sukar, saya bahkan langsung merasa gagal meraba sebenarnya apa 
yang dia ungkapkan.

Di dalam Puisi dan Beberapa Masalahnya (1993), Saini K.M. sudah memuji bakat 
dan kemampuan Nirwan Dewanto. Waktu kuliah di ITB, Nirwan Dewanto merupakan 
salah satu penyair muda yang puisinya mendapat perhatian Saini K.M. di 
Pertemuan Kecil Pikiran Rakyat. Kata Saini: Nirwan Dewanto, dalam bentuk 
kesamar-samaran, memperlihatkan kemungkinan yang dapat diharapkan di masa 
depan. Dia tidak saja peka terhadap kehidupan batinnya, melainkan juga terhadap 
dunia (lahiriah) di luar dirinya. Sajaknya menyajikan renungan yang cenderung 
falsafi. Puisi Nirwan Dewanto yang dimaksud Saini berjudul Agustus.

-*-

Jadi, kegirangan saya menerima buku puisi yang didesain dengan elok dan 
mencolok ini segera berubah jadi semacam bencana dan kejengkelan karena setelah 
membolak-balik ke sana-kemari, saya tak jua menemukan puisi yang enak atau bisa 
dipahami. Saya nyaris putus asa dan merutuk, karena tak kunjung ngerti, maksud 
dia menulis puisi itu apa? Hampir tak ada nikmat-nikmatnya. Jauh lebih nikmat 
bila saya baca puisi amatir kawan-kawan lama. Memang satu-dua puisinya ada yang 
cukup saya pahami atau cukup bisa saya rasakan keindahannya; tapi secara 
keseluruhan, bukunya merupakan himpunan puisi yang sukar.

Begitu baca puisi pembuka, Perenang Buta, saya seperti ditubruk oleh moncong 
pesawat terbang. Blas, 

[ac-i] DIPERLUKAN LSM KEBUDAYAAN TINGKAT NASIONAL

2008-10-03 Terurut Topik anuv chaviddy


JAWA POS Jum'at, 03 Oktober 2008 
 

  



  




  Opini 




[ Jum'at, 03 Oktober 2008 ] 
Bangkitlah Bangsa Berbudaya 
Tinggi 

Oleh Viddy A.D. Daery * 


SAYA akan ke Malaysia lagi, memenuhi undangan Dewan Bahasa 
dan Pustaka (DBP) Malaysia untuk mengikuti Seminar Internasional Pantun dan 
Syair Tradisional. Kalau kita perhatikan, Malaysia terlalu sering mengadakan 
seminar internasional, apalagi nasional, yang membahas (dalam rangka 
menguri-uri) kebudayaan tradisional mereka.

Bandingkan dengan 
Indonesia yang justru 99 persen sering menyelenggarakan seminar politik dan 
hukum serta hanya 1 persen menghelat seminar kebudayaan. Itu pun kebanyakan 
kebudayaan modern yang cenderung dipengaruhi oleh paham neoliberalisme 
Barat.

Tragedi Arca Kuya 

Karena itu, sampai saat ini, 
apalagi zaman reformasi yang dekaden, Indonesia menjadi kisruh oleh perdebatan 
hukum dan perkelahian politik. Sebab, bagi masyarakat Indonesia, faktor 
kebudayaan dianggap barang usang yang tak berharga atau cuma dihargai sebagai 
benda rombeng murahan. 

Karena itu, tragedi terbesar justru baru saja 
terjadi. Yakni, dicurinya batu purbakala peninggalan Kerajaan Tarumanegara abad 
IV atau V Masehi seberat 6 ton secara terang-terangan dari lokasi situsnya di 
hutan lindung Haur Bentes, Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, 
KabupatenBogor, Jawa Barat. Batu yang dikenal dengan nama Batu Kuya tersebut 
diangkut 
menggunakan kontainer dan ditonton oleh masyarakat. 

Itu tragedi bangsa 
paling menohok akal sehat di samping ribuan tragedi lainnya yang berlangsung 
tiap hari di Indonesia.

Padahal, dunia menghargai dan menghormati 
Indonesia bukan karena prestasi ekonomi, olahraga, apalagi politik, melainkan 
kekayaan budaya yang adiluhung alias masterpiece.

UNESCO 
memasukkan wayang dan keris Indonesia sebagai masterpiece dunia atau 
intangible cultural heritage atau warisan budaya 
nonbenda. Konvensi untuk melindungi warisan budaya tak benda oleh UNESCO 
kemudian diratifikasi Indonesia menjadi PP No 78/2007. Terhitung sejak 15 
Januari 2008, Indonesia berhak menjadi negara anggota badan PBB tersebut. 
Termasuk, berhak menominasikan mata budaya untuk dicantumkan dalam daftar 
warisan budaya yang membutuhkan bantuan UNESCO. 

Kini, batik 
Indonesia juga sedang diajukan untuk diakui oleh UNESCO sebagai warisan 
masterpiece dunia. Namun, di pasar grosir terbesar Indonesia, Tanah 
Abang, Jakarta, telah beredar batik kodian bikinan Tiongkok!

Namun, 
sampai detik ini, selain langkah meratifikasi penghargaan UNESCO, pemerintah 
maupun masyarakat Indonesia malah terkesan kurang menghargai kekayaan budaya 
sendiri dalam arti seluas-luasnya, selain hanya memanfaatkan kebudayaan sebagai 
barang dagangan dan objek pemerasan devisa.

Departemen Kebudayaan dan 
Pariwisata (Depbudpar) tak mengurangi keluhan masyarakat yang peduli budaya 
terhadap kenyataan telantarnya banyak sekali warisan budaya di seluruh tanah 
air. Pada gilirannya, ketika negara lain justru memanfaatkan berbagai seni 
budaya yang ditelantarkan tersebut, barulah masyarakat Indonesia 
meradang.

Bahkan, RUU Pajak Penghasilan (PPh) yang sedang digodok oleh 
DPR bersama pemerintah tidak sudi memasukkan unsur budaya sebagai bidang yang 
layak mendapatkan insentif pajak.

Di tengah suasana suwung (kosong, 
hampa) yang dirasakan oleh bangsa Indonesia karena telantarnya kebudayaan 
Indonesia, yang diperlukan adalah penyegaran pola pikir dan sikap hidup. Sebab, 
peran unsur budaya sangat besar. Sayang, hal-hal tentang budaya sejauh ini 
tidak 
tertangani dengan baik. Karena itu, dibutuhkan upaya lebih serius untuk 
mengelolanya.

LSM Kebudayaan

Maka, dalam Sarasehan 
Budaya untuk memperingati Kongres Kebudayaan Pertama di Sala pada 5 Juli 1918, 
yang diselenggarakan oleh Paguyuban Puspo Budoyo dan Sekar Budaya Nusantara 
bekerja sama dengan RRI di Studio B RRI Jakarta Sabtu 5 Juli 2008, 
muncul ide bahwa LSM nasional yang memperjuangkan harkat dan derajat kebudayaan 
Indonesia yang adiluhung sudah amat mendesak untuk dibentuk. Akhirnya, 
disetujui 
pembentukan Forum Kebudayaan Indonesia atau FKI atau Forbud.

Sejumlah 
pembicara dari berbagai latar belakang mengangkat seriusnya kemunduran atau 
kekurangan bangsa Indonesia. Ketua Lembaga Studi Kapasitas Nasional Hartojo 
Wignjowijoto mencetuskan istilah suasana suwung yang menyiratkan tiadanya 
nyawa atau perasaan di tengah bangsa ini.

Dalam sarasehan yang dipandu 
Parni Hadi tersebut, ikut pula menyampaikan pandangan Men PAN Taufiq Effendi 
yang menyebutkan pentingnya pembangunan karakter bangsa. Menurut Men PAN, kalau 
karakter yang menjadi modal dasar itu buruk, ibaratnya membuat hidangan, sulit 
membikin kue yang enak karena tepungnya apek dan santannya basi. Dia 
menyebutkan 
contoh budaya (kebiasaan) buruk, seperti suka menyalahkan pihak lain dan susah 
melihat orang lain senang.

FKI itu semacam KONI di olahraga, bukan 
partisan, nirlaba, swadaya masyarakat, namun menjadi mitra pemerintah untuk 
menyinergikan potensi dan 

[ac-i] obrolan tentang sosiokultural Bali

2008-10-03 Terurut Topik ibed surgana yuga
obrolan 
tentang sosiokultural Bali 
di BILA BALI



  

[ac-i] Agenda FESTIVAL SENI ANAK 2008

2008-10-03 Terurut Topik jemekmime
FESTIVAL SENI ANAK 2008
Acara dini diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta

Pentas Anak (Panggung Terbuka/Halaman TBY, mulai 16.00 WIB-Seleseai)
·Minggu, 2 November 2008 : Ansambel Musik Tradisi, Langen carito,
tari Pedang-pedangan
·Senin, 3 November 2008 : Langen Carito, Dalang Anak
·Selasa, 4 November 2008 : Langen Caroto, Pentas Anak BBM
·Rabu, 5 November 2008 : Tari Nusantara, Wayang Kancil
·Kamis, 6 November 2008 : Jathilan Anak (Minggir, Sleman), Teater
Anak (Pojok Dolanan)

Penta Anak Gedung Tertutup (Sosieted TBY, Mulai 19.30 WIB)
· Minggu, 2 November 2008 : Pagelaran Operet AFC `Pangeran Yang
Berbahagia'
·Senin, 3 November 2008 : Pentas Operet Anak-anak Taman Siswa
·Selasa, 4 November 2008 : Kethoprak Anak-anak
·Rabu, 5 November 2008 : Pagelaran wayang Bocah (Yayasan Among
Bekso Sasminto M)
·Kamis, 6 November 2008 : Konser Musik AMARI

Acara Pendukung
·Seminar Nasional
·Workshop Teater-Seni Rupa
·Worksop Tari-teater
·Dongeng Anak

Acara Reguler
·Pameran Gasing Internasional
·Pameran Senirupa, Bursa Buku, Mainan Anak
·Pemutaran Film Anak



[ac-i] Pameran Gangsingan Internasional di Yogya

2008-10-03 Terurut Topik biarlahakumenjadiembundipagihari
Gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan
berkesetimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang
ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain
merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan
untuk berjudi dan ramalan nasib.

Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari
plastik, atau bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga
menjadi bagian badan gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon,
sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang
tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang
memainkan.

Gerakan gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar
terhuyung-huyung untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki
(paksi) dengan permukaan tanah membuatnya tegak. Setelah gasing
berputar tegak untuk sementara waktu, momentum sudut dan efek
giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya bagian badan
terjatuh secara kasar ke permukaan tanah.

Gasing memiliki beragam bentuk, tergantung daerahnya. Ada yang bulat
lonjong, ada yang berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga
ada yang berbentuk seperti piring terbang. Gasing terdiri dari bagian
kepala, bagian badan dan bagian kaki (paksi). Namun, bentuk, ukuran
danbgain gasing, berbeda-beda menurut daerah masing-masing.

Gasing di Ambon (apiong) memiliki kepala dan leher. Namun umumnya,
gasing di Jakarta dan Jawa Barat hanya memiliki bagian kepala dan
paksi yang tampak jelas, terbuat dari paku atau logam. Sementara paksi
gasing natuna, tidak nampak.

Seperti apa bentuk Gasingan dari berbagai negara, maka saksikanlah
Pameran Gasingan Internasional di Taman Budaya Yogyakarta. Pemran
gasingan ini merupakan salah satu rangkaian acara dari FESTIVAL SENI
ANAK 2008 yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta


Pembukaan (Minggu, 2/11/2008, pukul 10.00 WIB)
·Tari Golek
·Tari Rewe-rewe

Acara Reguler
·Pameran Gasing Internasional
·Pameran Senirupa, Bursa Buku, Mainan Anak
·Pemutaran Film Anak

Acara Pendukung Utama
·Seminar Nasional –
·Workshop Teater-Seni Rupa --
·Worksop Tari-teater ---
·Dongeng Anak ---

Pentas Anak (Panggung Terbuka/Halaman TBY, mulai 16.00 WIB-Seleseai)
·Minggu, 2 November 2008 : Ansambel Musik Tradisi, Langen carito,
tari Pedang-pedangan
·Senin, 3 November 2008 : Langen Carito, Dalang Anak
·Selasa, 4 November 2008 : Langen Carito, Pentas Anak BBM
·Rabu, 5 November 2008 : Tari Nusantara, Wayang Kancil
·Kamis, 6 November 2008 : Jathilan Anak (Minggir, Sleman), Teater
Anak (Pojok Dolanan)

Penta Anak Gedung Tertutup (Sosieted TBY)
· Minggu, 2 November 2008 : Pagelaran Operet AFC `Pangeran Yang
Berbahagia'
·Senin, 3 November 2008 : Pentas Operet Anak-anak Taman Siswa
·Selasa, 4 November 2008 : Kethoprak Anak-anak
·Rabu, 5 November 2008 : Pagelaran wayang Bocah (Yayasan Among
Bekso Sasminto M)
·Kamis, 6 November 2008 : Konser Musik AMARI

*) Penyelenggara Taman Budaya Yogyakarta
**) Konfirmasi Acara 08170419881(Bu Eka)



[ac-i] Pornografi dan Kejahatan Seksual

2008-10-03 Terurut Topik imam
Pornografi penyebab kejahatan seksual, RUU Pornografi dibutuhkan untuk
mengeliminir kejahatan seksual. Bisa benar, bisa juga tidak. Tapi yang
jelas, kejahatan seksual (pemerkosaan) ternyata juga terjadi di
negara-negara yang pornografinya mendekati nol. Kisah sejumlah TKI yang
mengalami nasib buruk di Timteng bisa menjadi rujukan. Sebaliknya, angka
kejahatan seksual di beberapa negara menurun drastis setelah pornografi
dibolehkan (Milton Diamond, World Pornography Conference, 1998). Seorang
feminis, Nadine Strossen (New York Law School), juga berpendapat bahwa
secara prinsip dia tidak menemukan cukup bukti atas klaim bahwa pornografi
menjadi sebab kekerasan pada perempuan.

 

Tidak ada maksud membela atau menghujat pornografi dalam tulisan ini. Tapi
yang jelas, klaim bahwa pornografi menjadi sebab kejahatan seksual, hanya
menjauhkan kita dari masalah yang sebenarnya. Klaim ini tidak bisa
menjelaskan mengapa banyak saudari sebangsa kita yang menjadi TKI di Timteng
harus mengalami nasib buruk, sementara secara kasat mata pornografi nyaris
nihil di sana.

 

Sekarang di bumi nusantara ini, tengah mencuat isu seksi tentang RUU
Pornografi. Kelompok pro RUU Pornografi rajin menyuarakan betapa pornografi
adalah perbuatan tidak bermoral yang menyebabkan kejahatan seksual, dan
apakah para penentang RUU Pornografi akan tega melihat anak gadis mereka
menjadi korban kejahatan seksual bila RUU Pornografi ini tidak disahkan,
serta keprihatinan tidak berdasar bahwa Monas akan penuh perempuan berbaju
renang bila RUU APP tidak gol..?! Meskipun dalam kenyataannya masih perlu
penelitian komprehensif apakah benar ada korelasi langsung antara kejahatan
seksual dan cara berpakaian perempuan. 

 

Di lain pihak, kelompok penentang RUU Pornografi ini pun bukanlah kelompok
amoral. Mereka pun prihatin akan kejahatan seksual. Namun yang menjadi isu
utama keprihatinan mereka pada RUU Pornografi adalah apakah RUU Pornografi
ini tidak menohok dan merampas hak pribadi warga negara? Apakah RUU
Pornografi ini tidak menampilkan kebencian dan mengkriminalkan perempuan
dengan melekatkan dosa di tubuh perempuan yang notabene adalah ibu kita,
saudari kita, istri atau kekasih kita? Apakah RUU Pornografi ini tidak
mengingkari kaidah dasar perempuan yang cantik, indah, sensual sehingga
perlu disimpan dan ditutup rapat agar tidak menjadi korban kejahatan
seksual? Apakah RUU Pornografi ini tidak terlalu menyempitkan masalah seolah
kejahatan seksual terjadi karena penampilan perempuan semata tanpa adanya
faktor utama lain yakni moralitas si pelaku kejahatan seksual?

 

Sekali lagi, tulisan ini tidak untuk membela atau menghujat pornografi.
Pornografi adalah hak pribadi, menerima atau menolak ada resikonya
masing-masing kelak. Tulisan ini hanya berusaha merenungkan bahwa meregulasi
pornografi berdasar persepsi sekelompok orang terhadap tubuh dan pakaian
perempuan, apalagi dengan bentuk dan isi RUU Pornografi sekarang yang sangat
multitafsir dan melegalisasi 'peran serta masyarakat', besar kemungkinan
hanya akan memperburuk keadaan. Meregulasi pornografi tidak bisa dilakukan
demi kepentingan jangka pendek.

 

Kontraversi RUU Pornografi membuat teringat pada lagu Iwan Fals Urus saja
moralmu, urus saja akhlakmu. Pornografi jelas bukan porsi anak-anak, tapi
pornografi adalah keniscayaan, suka atau tidak suka. Pornografi adalah
pilihan, tidak ada paksaan untuk menerima atau menolaknya. Dan setiap
manusia merdeka yang telah dewasa berhak untuk secara mandiri menentukan
pilihannya masing-masing.

 

Wassalam,

 

Imam