[ac-i] Apresiasi Seni Potret Diri
Kepada Bapak/Ibu Guru dan Staf Pengajar di Perguruan Tinggi UNDANGAN PROGRAM APRESIASI SENI Pameran Seni Visual ‘SELF PORTRAIT: Potret Diri Seniman Ternama Indonesia’ 7 – 30 November 2008 JOGJA GALLERY menggelar pameran seni visual ‘Self Portrait: Potret Diri Seniman Ternama Indonesia’ pada tanggal 7 – 30 November 2008. Dalam pameran ini perupa melukiskan dirinya sendiri khususnya melalui ekplorasi wajah. Sesuai dan secara jujur diakui sebagai bagian dari karakter yang dimilikinya saat ini melalui media lukis, patung, grafis, sesuai dengan kebiasaan perupa tersebut dalam berkarya seni. Perupa melakukan eksplorasi wacana disesuaikan dengan gaya karyanya. Pameran ini mencoba memetakan ‘peristiwa’ melalui wajah para perupa . Tentang Kegiatan Apresiasi Seni Berkaitan dengan pameran tersebut di atas, kami bermaksud menawarkan kegiatan “Apresiasi Seni” khusus untuk pelajar dan mahasiswa selama pameran ini berlangsung. Apresiasi Seni berupa kegiatan mengapresiasi karya-karya yang sedang dipamerkan di Jogja Gallery saat ini dengan didampingi dan dijelaskan konsep karya langsung oleh kurator dan atau senimannya. Silakan mendaftarkan kunjungan Bapak/Ibu untuk kegiatan ini, dengan ketentuan sebagai berikut: - Bisa memilih waktu yang tepat untuk anak didik Bapak/Ibu mengikuti kegiatan ini yaitu antara tanggal 7 – 30 November 2008. Jadual buka Jogja Gallery adalah setiap hari Selasa s/d Minggu mulai pukul 09.00 – 21.00 WIB. - Diskon tiket masuk, semula Rp. 3000,- menjadi Rp. 1500,- / orang. - Silakan konfirmasikan jadwal kunjungan Bapak/Ibu kepada koordinator kegiatan ini, contact person: Saudari Melinda Tutas Indini [+62 274 41]. Demikian penawaran ini kami sampaikan, besar harapan kami Bapak/Ibu/Staf Pengajar bisa berpartisipasi untuk mendukung pameran di Jogja Gallery ini. Atas segala perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Jogja Gallery [JG]Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara Yogyakarta 55000Phone +62 274 41, 412021Phone/Fax +62 274 412023Phone/SMS +62 274 7161188, +62 888 696 7227email [EMAIL PROTECTED] / [EMAIL PROTECTED]://jogja-gallery.com NUNUK AMBARWATI [ m ] +62 81 827 7073 [ e+ym ] [EMAIL PROTECTED] [ fs ] www.friendster.com/qnansha [ blog ] http://q-nansha.blogspot.com
[ac-i] BUILDING A DREAM HOUSE IN BALI
Let's go archipelago! Join the Visit Indonesia Year 2008 Group now by sending a blank email to the following address... [EMAIL PROTECTED] or by visiting the following link... http://groups.yahoo.com/group/VisitIndonesiaYear2008/ Spread the word about our online community by forwarding this email to your friends and family. (Martin Westlake for The New York Times) Building a dream house in Bali by Sonia Kolesnikov-Jessop Published: November 13, 2008 http://www.iht.com/articles/2008/11/13/properties/rebali.php?page=1 UBUD, Bali: The long, narrow lane would not look out of place in an old spy movie. It ends abruptly at what looks like a wall of thatched grass but, after the driver toots the taxi's horn, what turns out to be a grass-covered gate swings open to reveal a private entrance to one hectare, or 2.5 acres, of luxurious property nestled among the rice paddies of the Ayung River valley, near Ubud, at the center of the Indonesian island of Bali. There, on the Sayan Ridge overlooking the river, stands a 33.5-meter-long, or 110-foot-long, single-story traditional longhouse among a vast expanse of coconut and frangipani trees, manmade and natural ponds, and even vegetable gardens. Built entirely of tropical wood, including old ironwood electricity poles bought in a government auction, this is the dream house of John Hardy, 58, a Canadian, and his American wife, Cynthia. Each arrived in Bali more than 20 years ago and they separately set up small jewelry businesses. Then, after meeting here, they joined forces to develop John Hardy, the renowned silver company. Its initial designs were based on four traditional Balinese jewelry-making techniques. The couple sold their share in the business last year and now are concentrating on a new ecologically friendly school that they have built entirely of bamboo. The international school, which opened its doors in September, serves about 100 students from preschool through eighth grade. When it came to their house, We talked to the architect, Cheong Yew Kuan, about a fantasy, Cynthia Hardy explained. John's brief was as few walls as possible, floor-to-ceiling windows upstairs and no door downstairs to maximize the outdoor living experience and the fabulous view. We wanted the house to be as open and as transparent as possible, so you could see the rice fields from wherever you stood inside. The couple fell in love with the site when they first spotted it in 1992 on a cycling trip around Ubud. At the time, they were living in a small house with no electricity or hot water on the very edge of the Ayung River gorge, below the luxury Amandari Resort. That day there was corn in the field and the view was incredible. We had had the same view below the Amandari but not that open, she recalled. Here, there was a real expanse of rice fields and the river below. There was a feeling of peace, serenity, seclusion. The first small parcel of land was bought for $20,000 with a loan from Cynthia Hardy's father. (Property prices in Bali are quoted in U.S. dollars.) Since then, the couple has bought 10 more pieces of land to make up the site they now have. Actually, the land is mainly contracted because foreigners cannot buy land outright in Indonesia, Hardy said. So you get a contract for 20 years, with a possibility to extend for another 20 years or buy through a Balinese proxy. The construction of the main house, which cost around $1 million, was a slow and organic process that took about two years, ending in 1997. We first built a scale model in bamboo, just to get an idea of what it would be like to live in that house. We put up a little tent and moved it around to see where we wanted the bedroom. That's when we decided we wanted to sleep in the north, Hardy recalled. The result is striking. The 20-meter-high structure stands on stilts and is one-room deep. The open ground floor space underneath the house is punctuated by water features that create a series of living spaces, some linked by small bridges, and include plenty of nooks for privacy. The décor is dominated by Javanese items that the couple has collected over the years, linked by a saffron and burgundy color scheme. At far end of the house, a dining room, mainly used for breakfast, overlooks a deep pool and an old stone tub from Java that has been transformed into a Jacuzzi. I can't say we're using it very often, maybe once every six months. We've never been in the hang-around, lounge mood, ever. One day, when we're old and not doing anything, Hardy mused. Upstairs is another enfilade of rooms, beginning with an 8-meter by 7.6-meter living room, then a his-and-hers office, a master bedroom with a small walk-in closet, and finally a well-appointed bathroom with a custom-made rainforest shower with copper walls designed by John Hardy. The rooms are open to the elements, so every night the Hardys' staff hoist sails,
[ac-i] UNDANGAN: NGAYOGJAZZ 2008
Is it common movie star/actor join the election?
[ac-i] Acara 'Gong Campursari Campurtokoh', TVRI, Minggu 16 Nopember 2008
Dalam rangka melestarikan seni budaya tradisional, TVRI bekerjasama dengan Paguyuban Puspo Budoyo dan Mustika Ratu akan menampilkan Acara *Gong Campursari Campurtokoh*(GCC), kalau tidak ada perubahan, mulai *Minggu 16 Nopember 2008 pukul 21.50* (setelah selesai acara Siaran Bersama Indonesia-Malaysia). Rencanannya akan disiarkan dua minggu sekali. Acara ini akan terdiri dari Lantunan Lagu-lagu Campursari, Ringkasan Fragmen Ketoprak Tokoh, Wawancara dengan Tokoh-Tokoh Pecinta-Penggiat Budaya/Budayawan, dan 'audisi' yang disebut Fit Proper Test Calon Penyanyi Campursari', dengan pembawa acara Eko DJ. Bagi yang mencintai seni-budaya tradisonal, selamat menyaksikan.
[ac-i] KATHARSIS 1
Jika kita mengenal Tuhan yang sesungguhnya, maka menuangkan susu ke dalam secangkir kopi seharusnya memiliki makna yang setara dengan apa yang paling berarti dalam hidup kita... katharsis-holydiary[16072008(3)21:19] http://katharsis-holydiary.blogspot.com ___ Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru. Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. Cepat sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/
[ac-i] Alamat - Re: [tourismindonesia] Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang
- Original Message - From: Maki To: mediacare Sent: Sunday, November 16, 2008 4:52 AM Subject: Re: [tourismindonesia] Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang Alamatnya di jl.E.Sumawijaya desa pasir eurih kecamatan Tamansari Kabupaten bogor. Kalau dari kota bogor / Tugu kujang cari arah Bogor Trade Mall - lalu ke arah Empang - lalu ke arah pancasan - lalu ke arah kota batu - lalu tanya jalan Nurkim. kalau sudah masuk jalan Nurkim tinggal lurus saja kalau sudah jalan 1 km tanya kampung budaya sebelah mana. hatur nuhun - Original Message - From: mediacare To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, November 15, 2008 10:08 PM Subject: Re: [tourismindonesia] Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang Kang Mika yb Banyak yang nanya nih lokasi tepatnya juga alamatnya. Adakah cp (contact person) dari panitia yang bisa dihubungi, karena banyak media yang tertarik meliput. Sedangkan di undangan infonya kurang lengkap. Nuhun radityo 08179802250 - Original Message - From: willy nursasili To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, November 15, 2008 11:01 AM Subject: Re: [tourismindonesia] Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang Punten uningana dimana.. sindangbarang cianjur selatan.? haturnuhun. --- On Fri, 14/11/08, bobby siswara [EMAIL PROTECTED] wrote: From: bobby siswara [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [tourismindonesia] Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang To: [EMAIL PROTECTED] Date: Friday, 14 November, 2008, 6:50 PM Dimana tepatnya dan kapan? --- On Fri, 14/11/08, djaka legawa [EMAIL PROTECTED] co.id wrote: From: djaka legawa [EMAIL PROTECTED] co.id Subject: Re: [tourismindonesia] Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang To: tourismindonesia@ yahoogroups. com Date: Friday, 14 November, 2008, 3:34 PM Maaf ini dimana ya tepatnya? salam, JAKATV -- From: mediacare [EMAIL PROTECTED] net.id To: aci artculture-indonesi [EMAIL PROTECTED] com; media-jabar media-jabar@ yahoogroups. com; tourismindonesia tourismindonesia@ yahoogroups. com Sent: Friday, November 14, 2008 3:40:13 PM Subject: [tourismindonesia] Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang Undangan dari Kampung Budaya Sindangbarang: Upacara Ungkal Biang Pupuhu Kampung Budaya Sindangbarang mengundang Bapak/Ibu/Saudara dan rekan-rekan media untuk menghadiri: Acara: Upacara Ungkal Biang (tugu peringatan berdirinya suatu kampung) Hari/tanggal : Minggu / 16 November 2008 Pukul : 08.00 – selesai WIB Acara utama : Upacara Ungkal Biang, acara makukeun, rujakeun, murag tumpeng dan doa Acara kesenian: parebut seeng, tari, kendang pencak, reog, dan ngagundreh Kehadiran Anda adalah kehormatan bagi Kampung Budaya Sindangbarang. Salam, Ahmad Mikami Sumawijaya www.kp-sindangbaran g.com -- Get your preferred Email name! Now you can @ymail.com and @rocketmail. com. -- New Email addresses available on Yahoo! Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does!
[ac-i] Linda Christanty: Sungai
4. S u n g a i Linda Christanty BELUM lama ini ia mendengar sungai itu akan ditimbun. Sebuah permukiman baru akan dibangun di atasnya. Pendayung rakit akan kehilangan pekerjaan. Air akan kehilangan salah satu alirannya. Banjir akan menggenangi lebih banyak daratan. Masa silamnya juga akan terkubur di bawah sana. Sungai itu mengalir di muka rumah masa kanak-kanaknya. Airnya tampak tenang kehijauan. Riak hanya muncul ketika rakit melaju. Tapi di musim hujan, air sungai keruh kecoklatan. Arus menderas. Gemuruhnya menembus dinding-dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu. Ia sering duduk di ambang pintu yang terbuka, menghadap ke arah sungai itu. Kaki-kakinya yang mungil menjejak tangga kayu yang hitam berlumut. Ia memandangi apa yang setiap hari hadir di saat ia terjaga maupun lelap, yang sama sekali tak menyuguhkan hal-hal ajaib dan luar biasa. Namun, ia senang dan takjub memandang wujud sungai di saat tenang maupun gelisah. Di musim kemarau, amis lumpur yang bangkit dan dibawa angin dari tubuh sungai itu terasa hangat di penciumannya. Ia jadi merindukan apa yang ia sama sekali tak tahu, ketika sesuatu yang sunyi di dalam dirinya tiba-tiba menjelma rasa sedih. Suatu hari, selagi ia menikmati pemandangan ini, Fatima mondar-mandir di belakangnya sambil menggendong Mina. Semula ia masih mendengar bujukan-bujukan manis Fatima agar putrinya segera tidur. Setelah itu senandung-senandung. Ketika rengek Mina tak lagi terdengar, Fatima mulai menghiburnya dengan dongeng dan cerita. Dan ia tak pernah bosan mendengar kisah yang sama. Ia memang tak punya hiburan lain. Tiap pagi Fatima menyeberangi sungai ini dengan rakit sewaan. Ia mencuci pakaian para penghuni rumah-rumah besar di seberang sungai dan memperoleh upah setiap minggu. Kadangkala ia membantu memasak untuk pesta-pesta mereka dan membawa pulang sedikit makanan ke rumah. Sebelum bekerja, Fatima menitipkan ia dan Mina pada tetangga mereka, seorang perempuan paruh baya. Sebelah mata perempuan itu buta. Bola mata kirinya yang putih pernah mengejar-ngejarnya dalam mimpi. Namun, ia tak pernah menceritakan mimpi-mimpinya kepada Fatima. Ia merasa bersalah dan takut. Perempuan itu baik sekali, selalu memberi kue-kue yang dibelinya dari penjual keliling. Onde-onde, nagasari, atau kue lapis. Semua yang ia suka. Suatu kali perempuan itu memperlihatkan kepadanya sebilah keris yang sudah berkarat. Ini bekas-bekas darah. Peninggalan embah saya, untuk keselamatan. Dulu ia tentara Kerajaan Mataram, katanya, bangga, tertawa dan memamerkan gusinya yang merah karena gambir sirih. Sesudah itu, keris pun disimpan kembali di bawah kasur tipis, yang di atasnya Mina biasa tidur nyenyak setelah lelah mengobrak-abrik seisi kamar perempuan tersebut dengan riang. Ketika ia dewasa, ia menjadi iba kepada perempuan itu. Mataram yang dbayangkannya bukan masa silam yang menyenangkan. Salah seorang sultan bahkan membunuh musuhnya dengan cara mencekik si musuh sampai mati dengan tangannya sendiri. Dan kematian bisa datang dari perasaan curiga, bukan bukti-bukti. ** Saat ia belajar di sekolah dasar, tiap pagi ia dan Fatima berangkat bersama ke seberang sungai. Kadang-kadang, ia takut rakit terbalik dan seluruh penumpang di atasnya tenggelam. Di pagi hari rakit begitu sesak dari sisi ke sisi. Keteledoran kecil bisa menyebabkan malapetaka. Ia tak bisa berenang dan karena itu, ia sangat cemas. Dulu pernah ada rakit terbalik. Ia mengetahui kemalangan tadi dari cerita Fatima. Seorang nenek meninggal, karena tak bisa berenang. Orang-orang gagal menyelamatkan nenek itu, karena sungai begitu keruh dan arus begitu deras sehabis banjir. Berjam-jam kemudian seorang perenang hebat dari kampungnya berhasil menemukan tubuh nenek yang telah menggembung dan bersalut lumpur. Orang-orang membicarakan kecelakaan ini berhari-hari, lalu keadaan kembali seperti semula. Orang-orang mulai kurang berhati-hati. Rakit tetap penuh di pagi atau sore hari, di saat arus tenang maupun deras. Namun, selain rasa cemas yang kadang-kadang muncul, ia merasa senang meluncur di atas rakit. Seperti berada di atas sesuatu dan akan menaklukkan sesuatu. Di sekolah ia tak pernah diperlakukan ramah oleh teman-teman sekelasnya yang tinggal di rumah-rumah besar itu, tetapi di atas rakit ini ia mempunyai dunianya sendiri. Ia merasa seperti seorang laksmana yang memimpin sebuah armada dan pendayung rakit adalah salah satu prajuritnya. Sesekali Fatima pulang bersamanya bila pekerjaan tak banyak. Tapi di atas rakit mereka jarang bicara. Mereka jadi dua orang yang tak saling kenal. Fatima asyik melamun, sedangkan ia tertegun-tegun memandangi air. Rakit menyibak air, sementara ikan sapu-sapu yang menguasai sungai tampak berenang-renang mengikuti rakit. Ia membayangkan dirinya sebagai seekor ikan. Berenang,