[ac-i] Data anggota ACI

2009-06-10 Terurut Topik Annisa Andriani
Nama lengkap: 
Annisa Andriani Rachmawan

Nama panggilan: 
Annis

Profesi: 
Jurnalis/ wartawan

Tanggal lahir: 
05-10-1984

No telp/HP: 
085643493373

E-mail: 
dunia_ti...@yahoo.com


[ac-i] Data anggota ACI

2009-06-10 Terurut Topik melanieharahap
Hai..saya juga lupa sudah isi apa belum, saya isi aja ya hehe :

Nama lengkap:
Melanie Aminaharsi Harahap

Nama panggilan:
Melanie

Profesi:
Freelance Graphic Designer

Tanggal lahir:
Jakarta/29 maret 1981

E-mail: melaniehara...@yahoo.com




Bls: [ac-i] berpikir bersama bahasa

2009-06-10 Terurut Topik Ali Syamsudin Arsy
boleh dong Asa balas dengan
Gumam Asa 
judulnya ya sederhana saja:
TUBUH DI HUTAN HUTAN
salam hangat selalu ya





Dari: hudanhidayat 
Kepada: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Rabu, 10 Juni, 2009 18:05:06
Topik: [ac-i] berpikir bersama bahasa





berpikir bersama bahasa
Share
Mon at 1:56pm | Edit Note | Delete

berpikir adalah berpikir dengan bahasa.
berpikir bersama bahasa.

tiap kali kita memakai pikiran dalam ruang sadar, selalu benda abstrak atau 
benda konkret yang muncul. kata memiliki jenis dan bentuk - kata dalam bahasa - 
tapi jenis dan bentuk kata, selalu mengacu kepada benda dalam ruang sadar kita. 
benda yang mengacu kepada makna.

sebuah peristiwa sejarah melintas dan kita mungkin terkenang kepada sukarno 
atau hamka. sukarno menghukum hamka dan itu adalah peristiwa. tapi sukarno dan 
hamka sendiri adalah benda, adalah materi.

maka tak ada peristiwa tanpa benda. maka peristiwa adalah benda dengan sifat 
sifatnya.

dalam penjaranya hamka menulis tafsir qur'an berjilid jilid dan itu adalah 
benda, materi. yakni buku yang memuat tafsir atas kitab suci. maka kitab suci 
yang terkandung dalam kata, terkandung dalam bahasa, semisal dosa dan pahala, 
bahagia atau menderita, itu adalah benda. benda abstrak yang memiliki sifat 
sifatnya sendiri.

jeruji besi tempat hamka di baliknya berdiam adalah benda. badan terkurung dan 
kebebasan tubuh berhenti. kebebasan itu adalah benda - makna abstrak dari 
ketiadaan daya dari benda, tubuh itu, untuk bergerak leluasa di luar penjara.

maka dalam dunia hanya ada benda, materi.

datang dari roh, apa yang kita sebut dengan kebebasan. sebagaimana dengan 
kebahagiaan atau penderitaan, adalah suatu rasa jiwa, suatu rasa dari roh yang 
menderita. suatu zat. sebagaimana tuhan sendiri adalah zat - zat yang maha suci.

tuhan adalah zat yang maha suci.
manusia adalah zat yang telah tercemari.

yang ada hanya benda. benda konkret dan benda abstrak.

materi adalah benda konkret. roh adalah zat yakni benda abstrak. yang turun dan 
mengeram dalam tubuh, materi tubuh; perasaan dan pikiran - ruang kesadaran kita 
itu - adalah benda abstrak bernama zat - sebagaimana tuhan sendiri itu adalah 
zat.

maka bahasa adalah sekaligus benda konkret berbentuk lambang beserta medium 
lambang, serta benda abstrak zat berserta madium zat yang berdiam di dalam 
lambang.

eter itu kini telah terperangkam ke dalam lambang dari suatu bahasa.

bahasa adalah lambang konkret dan lambang abstrak dari situasi kemanusian. dari 
situasi tuhan. tuhan membentuk universe dalam enam masa. lalu membentuk adam 
dari tanah liat hitam. tanah yang membentuk tiap jenis dan bentuk benda, atau 
bumi itu, bekerja sama dengan matahari untuk menumbuhkan dan menghidupkan.

begitulah segala jenis dan bentuk benda tumbuh dan bersemi, tumbuh dan mati, di 
bawah langit dan di bawah bumi. langit dan bumi yang memanggil manggil kita 
kembali. mendatangkan keharuan dan kerinduan. semacam kerinduan kita kepada 
kampung halaman. kita yang dari tanah dan dipanaskan matahari, yang ditumbuhkan 
oleh bumi melalui makanan bumi, kini membayarnya dengan rasa rindu-dendam di 
hati.

bumi adalah ibu semua manusia.. tapi bumi berasal dari roh tuhan kita. dan roh 
tuhan kita berasal darimana?

dan di sinilah labirin maha misteri itu berhenti: darimana gerangan zat tuhan 
itu berasal? tak darimana mana. maka suatu ateisme sangat mungin menjadi godaan 
pada manusia. sebagaimana suatu teisme adalah hal yang niscaya.

semuanya adalah soal panggilan hati. dan panggilan hati adalah misteri.

bukan tugas kamu menjadikan manusia beriman.
tugas kamu hanyalah memberi peringatan.
dan peringatan janganlah datang dengan
mengayunkan pedang.
bukan tugas kamu mengayunkan pedang.

tugas siapakah yang mengayunkan pedang?
tak siapa siapa.
karena kita hanyalah mahluknya yang
telah tercemar dalam dunia.
terbelah dalam sebuah paradoks
baik dan buruk.
tinggi dan rendah
sebagaimana bahasa itu
sendiri: baik dan buruk
tinggi dan rendah.
tapi bukan benar atau salah.

aku yang mengalami bahasa adalah aku yang mengalami benda. aku yang hidup di 
alam benda. maka pada awal mulanya bukanlah kata tapi benda. maka menulis puisi 
bukanlah membebaskan kata kata tapi mendekatkan kata kata kepada benda. kepada 
jenis dan bentuk benda. maka kata pertama bukanlah mantra tapi benda.

bagaimana kita hendak mengoperasikan perspektif bahasa dalam pengertian baru 
seperti ini? perspektif yang tak dijangkau oleh orang orang seperti saussure 
atau chomsky? mengoperasikannya ke dalam bahasa puisi, atau seni atas kata kata 
pada umumnya.

adalah tugas seniman kata kata untuk menjawabnya. melalui aktifitas saling 
menulis dan saling membaca.

ai asyiknya.

hudan hidayat
tuhan kata kata, kaisar kata kata
presiden negara sastra
idih hihi

Written on Sunday · Comment · LikeUnlike
You, Camelia Camel Dananjaya, Priatna Ahmad Budiman, Triwibs Kanyut and 18 
others like this.
Camelia Camel Dananjaya, Priatna Ahmad Budiman, Triwibs Kanyut and 18

[ac-i] ITB Choir singing Ananda Sukarlan's virtuosic choir works

2009-06-10 Terurut Topik ycep









ITB Choir will perform two Ananda Sukarlan's virtuosic choir works in it 
Pre-Competition Concert on June 12th at Usmar Ismal Hall, Jakarta. 
 
"Kita Ciptakan Kemerdekaan" was commissioned for the 50th anniversary of ITB, 
when ITB also commissioned the great poet Sapardi Djoko Damono to write the 
text .
 
"Jokpiniana no.1" (based on poems by Joko Pinurbo) was commissioned to be 
performed during ITB Choir's European tour for concerts & 
competitions throughout July 2009.

Don't miss it!

--
http://www.facebook.com/event.php?eid=39777558646

Paduan Suara Mahasiswa Institut Teknologi Bandung
presents

Institut Teknologi Bandung Choir
PRE-COMPETITION CONCERT

Indra Listiyanto, music director


June 12th, 2009
3 pm and 7.30 pm
Usmar Ismail Hall
Jl. HR Rasuna Said Jakarta

The 3 pm show is a special matinee show with shorter program for students.

Ticket prices for the 7.30 pm show are:
VVIP : Rp 200.000,-
VIP : Rp 100.000,-
REGULAR : Rp 50.000,-
(For seating arrangement, refer to http://tiketict.wordpress.com/)

Information and reservation:
Natan 0852 5533 0808 / (022) 920 33926



  

[ac-i] Press rilis: Seminar & Pameran Seni Rupa "Wong Jawa Ilang Jawane", Solo

2009-06-10 Terurut Topik agung priyo wibowo
*

BALAI SOEDJATMOKO
*

Jl. Slamet Riyadi 284, Solo

__
*

"Wong Jawa Ilang Jawane"

Seminar dan Pameran Seni Rupa

Solo, 14 – 23 Juni 2009


*

Balai Soedjatmoko di Solo bekerja sama dengan House of Danar Hadi (HDH) pada
Minggu 14 Juni 2009 akan mengadakan Seminar bertema "Wong Jawa Ilang
Jawane", bersamaan dengan Pameran Seni Rupa juga bertema "Wong Jawa Ilang
Jawane" yang akan berlangsung mulai 14 Juni hingga 23 Juni 2009, di Balai
Soedjatmoko (TB Gramedia Solo) dan gadri belakang Pendapa House of Danar
Hadi.

Seminar "Wong Jawa Ilang Jawane" akan diadakan di Pendapa HDH atau yang
dahulu lebih dikenal sebagai Ndalem Wuryaningratan, pada 14 Juni 2009 mulai
pukul 11.00 WIB. Adapun pembicara yang akan tampil adalah Dr S Margana (UGM
Yogyakarta), MT Arifin (budayawan Solo), dan Suparto Brata (sastrawan dari
Surabaya).

Pameran Seni Rupa dengan tema "Wong Jawa Ilang Jawane", dibuka Minggu 14
Juni 2009, pukul 10.00 di Balai Soedjatmoko, dan akan berlangsung hingga 23
Juni 2009, sedang di House of Danar Hadi. Pameran bersama ini diikuti 37
perupa dari Solo, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Beberapa nama terkenal
yang ikut di antaranya, Djoko Pekik, Jeihan, Teguh Ostenrik, Nasirun, Heri
Dono, Ivan Sagito, Ipong Purnomosidhi, Samuel Indratma. Sejumlah pelukis
dari Solo yang akan ikut serta, di antaranya Hasyim Katamsi, Dani Iswardana,
Enggar Yuwono, Ki Gedhe Solo.

*Latar
*

Ungkapan "Wong Jawa Ilang Jawane" sampai sekarang masih tetap aktual dan
mendapatkan banyak tafsir. Ungkapan ini memang terkesan mengandung
kontradiksi dan ambiguitas untuk memahami: siapa yang disebut "wong Jawa"
itu?

Kita mungkin memahami bahwa dari ungkapan itu seakan ada idealitas "wong
Jawa" dalam berbagai dimensi. Apakah "wong Jawa" itu memiliki
kriteria-kriteria yang baku atau permanen? -- di samping tidak tertutup
kemungkinan terjadi proses akulturasi dengan peradaban dari suku-suku bangsa
lain.

Penetapan idealitas "wong Jawa" itu juga memiliki kemungkinan secara
ekslusif atau inklusif dalam menghadapi arus serta spirit zaman yang
berubah.

Lantas, apa maksud "ilang Jawane"? Apakah yang hilang itu otensitas
kepribadian dan totalitas serta konstruksi kebudayaan Jawa? Para ahli
memiliki pelbagai argumentasi untuk memahami masalah ini, meskipun selalu
dalam tafsir yang tak selesai.

Franz Magnis Suseno menilai bahwa memahami "wong Jawa" akan mengena jika
memakai parameter etika. Seseorang dianggap "(wong) Jawa" jika memenuhi
tatanan etis kejawaan. Orang yang belum sanggup untuk menerima, memahami,
dan mengamalkan nilai-nilai etis Jawa biasanya disebut sebagai
"*durung*Jawa" (belum Jawa).

Penilaian "*durung* Jawa" ini juga menjadi fokus dari Dennis Lombard – ahli
sejarah komprehensif asal Perancis -- tapi dengan pemahaman konteks
kebudayaan yang lebih kompleks. Kita akan mengalami kesulitan jika
melanjutkan pembahasan atas wacana "Wong Jawa Ilang Jawane", sebab dalam
konteks sejarah masih tertutupi oleh tabir politis dan filosofis.

Bagaimana orang menyadari bahwa ada idealitas atas realitas kejawaan?

Kejawaan apa yang masih mungkin dikenali dengan bukti-bukti memadai?

Kejawaan niscaya memiliki akar historis yang mengandung otensitas dan
derivasi dari pola akulturasi terhadap berbagai peradaban yang masuk ke
Jawa. Pelacakan atas otentisitas kejawaan itu merepotkan, tetapi
jejak-jejaknya mungkin tampak dari proses dan hasil dari indianisasi,
arabisasi, chinasisasi, dan pembaratan yang terjadi sekian abad.

Ikhtiar untuk mencari dan merumuskan "wong Jawa" dengan kejawaan itu
dilakukan dengan tendensi pada sisi-sisi substantif yang berbeda.

Kejawaan itu antara lain dipahami dalam konteks laku kebatinan, pemahaman
atas kekuasaan, konstruksi kebudayaan elite (keraton), resistensi kaum
pinggiran, penciptaan dan munculnya simbol (gaya busana, arsitektur rumah,
seni rupa), identifikasi diri terhadap tokoh dan kisah wayang, komodifikasi
kejawaan melalui naskah-naskah tekstual (literatur), sinkretisme dengan
pengaruh dari berbagai agama (Hindu, Buddha, Islam, Kristen), penerimaan
kejawaan melalui folklor, serta desain kolonialisme.

Barangkali yang menarik untuk dibahas pada saat ini adalah membaca serta
menafsirkan ungkapan "Wong Jawa Ilang Jawane" dalam konteks pelanggengan
stereotipe dan klise kebudayaan.

Konteks perbandingannya adalah mempersoalkan makna munculnya identitas
kejawaan yang selalu berubah sesuai dengan tegangan lokal maupun global
dalam wacana mutakhir.

Pendekatan yang mungkin dilakukan adalah melakukan tafsir atas pandangan dan
laku "wong Jawa" dalam bidang ekonomi, politik, etika, agama, pendidikan,
seni, teknologi, dan kebudayaan.

Balai Soedjatmoko Solo sengaja mengusung tajuk "Wong Jawa Ilang Jawane"
lebih sekadar sebagai titik tolak untuk membuat kajian secara berkelanjutan
dan mendalam tentang Kebudayaan Jawa – dengan asumsi itu sebagai satu konsep
yang utuh – namun dengan menyadarinya sebagai kebudayaan yang dinamis.
Yaitu, kajian terhadap berbagai aspek maupun fenomena yang (pe

[ac-i] Fw: Career Opportunities in the Film Industry By Fred Yager, Jan Yager [1 Attachment]

2009-06-10 Terurut Topik mediacare

Please add my Facebook: 
Radityo Indonesia
Mediacare Indonesia


- Original Message - 
From: Resita Alisjahbana 
To: pojok teater 
Cc: pojok teater 
Sent: Wednesday, June 10, 2009 3:17 PM
Subject: [pojokteater] Career Opportunities in the Film Industry By Fred Yager, 
Jan Yager





  This guide offers profiles of over 80 jobs in the film industry. Each 
profile details job duties, required experience and skills, advancement 
opportunities and salary ranges. Information is included on colleges, 
universities, film schools and websites, and there is a glossary of industry 
jargon 





Lebih aman saat online. 
Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk 
Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!



[ac-i] Fw: [FDWB] Undangan Seminar Tentang Borobudur oleh Badraruci (terbuka untuk umum)

2009-06-10 Terurut Topik mediacare

Please add my Facebook: 
Radityo Indonesia
Mediacare Indonesia
- Original Message - 
From: Sindy Fathan Mubina Anis 
To: f...@yahoogroups.com 
Sent: Wednesday, June 10, 2009 3:14 AM
Subject: [FDWB] Undangan Seminar Tentang Borobudur oleh Badraruci (terbuka 
untuk umum)






  Nyampein undangan dari milis tetangga...

  --- On Tue, 9/6/09, nina  wrote:


From: nina kompas 
Subject: Fw: [centerkcb] JARKOM : Seminar Tentang Borobudur oleh Suhu 
Badraruci
To: dee kompas 
Date: Tuesday, 9 June, 2009, 8:59 PM








JARKOM : 

Hari SABTU & MINGGU (13 & 14 Juni 2009) ada seminar oleh Bhiksu 
Bhadraruci tentang Borobudur di Rumah Budaya Center Kadamcholing Bandung
Jl. Sederhana No. 83 Bandung 40161 
Telp : +62-22-2034716 


Sabtu pk 14.00 - 17.00 : gambaran umum Borobudur
Sabtu pk 19.00 - 21.00 & Minggu pk 14.00 - 17.00 : lebih 
mandalam tentang Borobudur.

Welcome...


 

 





[ac-i] kematian dalam bahasa - ping tardji

2009-06-10 Terurut Topik hudanhidayat
kematian dalam bahasa
Share
Today at 1:39pm | Edit Note | Delete
1

bahasa bisa meninggal sebagaimana manusia bisa meninggal. meninggal adalah kosa 
kota dari hilangnya diri dari indera indera yang kita kenal. lesap ke dalam 
alam lain yang tak kita kenali. mati.

bahasa meninggal kalau lambang lambang grafis dilenyapkan, atau lambang lambang 
vokal ujaran ditidurkan. pada saat seperti itu tak ada bahasa lagi. saat perang 
misalnya, di mana lambang lambang bahasa dibakar, dan yang tinggal hanya 
lambang dalam ucapan lisan seseorang. akustik yang meluncur dari mulut.

atau saat manusia tidur itu sendiri. bahasa mungkin masih bekerja dalam alam 
mimpi, yang tercetus ke dalam igauan seseorang. tapi pada dasarnya, bahasa yang 
memiliki logika dan sintaktik itu, telah menemui kuburnya dalam momen itu. tak 
bisa lagi beroperasi sebagaimana fungsi sebuah bahasa.

dalam keadaan seperti itulah bahasa telah meninggal - mati.

sering orang berkata, hidup enggan mati tak mau. yang artinya seseorang sudah 
tak ada lagi gairah untuk hidup. tapi untuk mati pun tak pula ia niatkan, 
misalnya dengan membunuh dirinya sendiri. segalanya jadi serba kacau. orang tak 
lagi tak produktif. jalannya seolah layang layang tak putus - talinya masih ada 
- nyawanya masih mengendap di badan - tapi angin telah membawanya seolah 
arbitrer dalam bahasa.

bahasa bergoyang goyang tanpa memproduksi makna apapun. bahasa menari dan 
bernyanyi tanpa makna apapun.

dalam sebuah puisi bahasa bisa meninggal kalau seorang pembaca menerapkan 
kebebasannya atas suatu teks (puisi) secara sekehendaknya sendiri. atau sang 
penyairnya sendiri yang mencabut sebuah larik dari puisinya sendiri.

pada manapun yang dipilih dari kedua situasi itu, akhirnya adalah kematian 
dalam bahasa sebuah puisi.

puisi sutardji yang dijadikan contoh ignas kleden, dalam menerobos makna dalam 
bahasa, ping di atas pong/pong di atas ping (dstnya), cabutlah larik "sembilu 
jarakMu merancap nyaring, apakah kode leksikal di sana masih bermakna? sajak 
itu akan jatuh ke dalam pelukan kegelapan. menjadi sajak gelap yang, mungkin, 
penyairnya sendiri tak tahu apa maknanya.

begitulah meninggalnya bahasa, atau kematian bahasa, adalah kegelapan bahasa 
karena tak tentu maknanya. tapi soalnya, apakah kematian bahasa, apakah 
meninggalnya suatu bahasa yang jatuh ke dalam lubang kegelapan itu, adalah 
benar tak bermakna sama sekali?

dengan kata lain, apakah setiap bahasa harus menemukan dirinya tergelar dalam 
logika sintaktik dan semantik maknanya harus tersedia bagi manusia pengguna 
bahasa?

manusia pengguna bahasa, barangkali di sinilah soalnya.

seorang presiden, atau seorang pemimpin perusahan, barangkali harus disuguhi 
atau menyuguhi bahasa yang jelas logikanya. harus sesuai struktur dalam bahasa 
kubi. agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik dan benar. sebab bayangkan 
kalau seorang presiden, dalam mengelola memakaikan bahasa penuh perlambangan 
(seperti orde baru itu), maka apa jadinya tafsir bahasa itu dalam kenyataan 
(seperti orde baru itu).

sebaliknya untuk kaum seniman dalam dunia kata kata - kata kata haraplah dibaca 
sekedar sastra, tapi juga musik, film, atau terater bahkan lukisan serta gerak 
badan - kegelapan bahasa adalah suatu hal yang niscaya, tak perlu ditakutkan 
jatuh ke dalam bahasa yang tak bisa dimengerti.

atau mungkin soalnya adalah cara untuk mengerti bahasa yang gelap itu.

cara mengerti bahasa yang gelap itu, bisa kita dampitkan ke dalam jiwa kita 
sendiri. yakni jiwa kita yang gelap dan penuh impulsitas hati. penuh paradoks 
yang akan mencabik cabik tiap motif diri. mencabik dan meluluhlantakkan tiap 
simpul dan ikatan moral.

perang misalnya, atau kasus kekerasan yang lain.

perang dan kekerasan, tidakkah itu adalah kegelapan dalam bahasa? di mana diri 
merasuk dan menghamburkan keluar, tanpa kontrol sintaktik, abai semantik, alpa 
logika norma moral, tapi telah tercekat saat pisau cukur di tangan kita telah 
mengiris nadi di pergelangan tangan kita sendiri.

atau kita membuka katup bom dengan riang. menjatuhkan bom dengan hati senang.

2

ada makna absurd sebagaimana hidup yang absurd. hidup adalah absurd tapi kita 
bisa tetap bahagia dengan panorama dunia. begitu juga bahasa: bahasa absurd 
tapi kita bisa juga berbahagia dengan panorama bahasa.

ping di atas pong
pong di atas ping

bisa kita hilangkan jedanya dan kini kita bermain dengan laju bahasa yang tak 
ditahan oleh masa istirahat dalam bahasa - jeda itu. puisi itu bergerak cepat 
dalam citra lidah puisi - akustik itu: ping di atas pong pong di atas ping, dan 
titik (.) kita cabut lalu kita pasang langsung lariknya terus menyambung: ping 
ping bilang pong pong pong bilang ping.

maka kita dapati sebuah panorama lidah puisi atau citra akustik tadi, dalam 
lajur sebuah puisi yang membentuk makna seolah nyanyian dari dunia kata kata 
yang tak kita kenal - semacam lagu dalam bahasa inggris umpama kita tak pahami 
artinya, tapi nadanya menyambar ke dalam diri kita membawa keriangan, atau 
m

[ac-i] Selembar Daun Jati Kering

2009-06-10 Terurut Topik yohanes sutopo
Selembar Daun Jati Kering


Ada ungkapan dalam bahasa Jawa: luwih aji godhong jati aking... masih lebih 
berfaedah selembar daun jati kering. Dari ungkapan itu bisa diartikan bahwa 
selembar daun jati kering adalah sesuatu yang kurang atau hampir tak berguna 
sama sekali. Meski demikian apa yang kurang atau tidak berguna itu bisa menjadi 
sesuatu yang berfaedah, bahkan memiliki arti yang sangat mulia. Saya pernah 
menyaksikan hal ini sendiri.

Suatu ketika saya bermain ke rumah kawan saya yang tinggal di sebuah rumah yang 
sederhana. Tak ada kemewahan apapun di dalamnya... mungkin hanya sebuah pesawat 
televisi berwarna yang ada di ruang tamu, kalau itu bisa disebut sebagai suatu 
kemewahan. 

Saya sudah biasa main ke rumah itu dan sudah biasa bagi saya untuk blusukan 
sampai ke dalam ruang makan atau ruang dapur. Bahkan saya pun kadang makan di 
situ. 
Suatu ketika saya masuk ke dalam dapur: dapur berlantai tanah dengan kayu bakar 
sebagai sumber apinya. Meski berlantai tanah dapur itu disapu bersih sehingga 
tidak nampak jorok. Di atas meja dapur yang lebar terletak semua peralatan 
dapur: alat-alat masak, bumbu-bumbu dapur, beberapa piring dan gelas. Dan di 
antara pernak-pernik dapur tersebut terletak dengan tenang dan anggun sehelai 
daun jati kering. 

Aku mengamati daun jati itu cukup lama: betapa sederhana ia, betapa biasa 
bentuk dan warnanya... dan betapa seringkali kita memandangnya sebagai sesuatu 
yang tidak berharga saat kita melihatnya di kebun belakang rumah atau di 
pinggir jalan. Namun di dalam sebuah dapur yang sederhana, di rumah yang 
sederhana... dalam sebuah keluarga yang sederhana dan harmonis... sehelai daun 
jati kering ternyata memiliki arti yang mulia.

Mau tidak mau saya merenung dalam: apa yang membuat sehelai daun jati kering 
tersebut bisa menjadi berarti? Mungkin karena ada Cinta di dalam keluarga 
tersebut. Cinta sang ibu pada anaknya, cinta sang nenek pada cucunya, cinta 
sang suami pada istrinya dan anaknya yang masih kecil...  Sehingga sesuatu yang 
sangat sederhana seperti sehelai daun jati kering pun menjadi begitu berharga: 
ia bisa digunakan untuk menyalakan api dapur, memasak bubur untuk si kecil dan 
membuat hati ibunya merasa bahagia...

Sementara di tempat lain, ada begitu banyak kekayaan yang tidak berguna, yang 
menjerat pemiliknya ke dalam berbagai masalah dan kesusahan.

Salam, 
ys


[ac-i] Nanti Malam Menkominfo Nonton 'Presiden Balkadaba' [1 Attachment]

2009-06-10 Terurut Topik hanif nashrullah
Salam Budaya!

Menkominfo, M.Nuh, dijadwalkan hadir menyaksikan pentas musik-puisi
'Presiden Balkadaba' oleh Emha Ainun Nadjib dan Kelompok Kiai Kanjeng
di Gedung Utama Balai Pemuda, Jl. Gubernur Suryo 15 Surabaya, nanti malam,
Rabu (10/6).
--
Laporan selengkapnya tentang liputan pementasan Presiden Balkadaba yang telah 
berlangsung tadi malam, Selasa (9/6), salah satunya bisa dibaca di link (tanpa 
spasi) 
http://surabaya.detik.com/read/2009/06/09/234429/1145175/466/presiden-balkadaba-benar-benar-menyihir.
 Berikut ini kutipannya:

Selasa, 09/06/2009 23:44 WIB

'Presiden Balkadaba' Benar-benar Menyihir



Steven Lenakoly - detikSurabaya

Surabaya - Kritik pedas terhadap pemerintahan
disajikan secara lugas dan apik oleh Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun.
Kritik yang cukup tajam itu pun berubah menjadi tawa yang menggelitik.

Dalam
pagelaran Musik Puisi 'Presiden Balkadaba' yang disajikan oleh Cak Nun
dan Kiai Kanjeng di Balai Pemuda, Surabaya, Selasa malam (9/6/2009),
sarat dengan kritikan. Perilaku pejabat maupun para pemimpin negeri
yang tak memedulikan nasib rakyat diblejeti dengan kemasan yang membuat
penonton tersihir.

Cak Nun dengan apik membawakan tiap syair
puisi yang dibuatnya dengan aroma yang santai namun serius. Sehingga
ratusan penonton tak terasa cukup menikmatinya selama pertunjukan yang
berlangsung 2 jam ini.

Pagelaran ini menceritakan tentang sebuah
kisah perjalanan seseorang dalam mencari jati dirinya. Perjalanan
itulah yang menjadi inti kritik pedas bagi pemerintahan sekarang. Perhatikan
penggalan puisi Emha berikut ini, "Di negeri ini satu bisa dianggap
dua, tiga atau empat...Dua bisa diundang-undangkan menjadi tiga atau
empat...Di negeri ini satu tidak pasti satu, dua tidak benar-benar
dua..". Penggalan ini gamblang menyampaikan bahwa di Indonesia segala
sesuatu bisa dirubah asal ada kesepakatan bersama antara penguasa.

Ada
pula puisi yang menggelitik, "Mbah Sodron aku rindu ilermu yang keluar
dari sudut bibir sebelah kiri..". Mbah Sodron menggambarkan tempat
peraduan seorang anak manusia atau tempat mengeluh.

Serta ada
pula puisi yang bernada satir yang ditujukan kepada para pejabat.
Penggalan puisi itu yakni, "Darahku mendidih melihat
pejabat-pejabatnya... Mereka tidak layak duduk di kursinya..". Puisi
ini terlihat jelas bahwa muaknya melihat perilaku pejabat.

Cak
Nun tidak hanya apik membawakan puisi namun juga sangat luar biasa
menata alunan musik pengiringnya. Musik yang disajikan Kiai Kanjeng
adalah alat musik gabungan antara alat musik modern berupa gitar
listrik dan bass dengan alat musik tradisional berupa gamelan.

Perpaduan
ini membawakan melodi irama yang menarik. Musik yang dibawakan juga
tidak melulu musik ritmis namun diselingi dengan alunan musik jazz, pop
hingga irama dangdut. Tata suara juga pas di telinga dan memenuhi
seluruh ruangan.

Pertunjukan jenis puisi bertutur dengan iringan
musik yang didukung detiksurabaya.com ini akan dipentaskan selama dua
hari, 9-10 Juni 2009. Dan pagelaran yang sama juga akan digelar kembali
di Gedung Kesenian Jakarta tanggal 20 Juni 2009 dalam rangka
Anniversary Festival VII-2009.

Apa itu balkadaba? Balkadaba
adalah salah satu binatang yang ikut serta masuk dalam rombongan perahu
Nabi Nuh untuk berlindung dari banjir besar akibat pencairan kutub
selatan yang kemudian mengubah dataran sangat luas dari timur Afrika
hingga Papua menjadi archipelago atau kumpulan ribuan pulau-pulau.

Namun
Iblis, makhluk Tuhan yang sangat dahsyat kekuatan dan kemampuannya,
serta yang penuh rahasia dan kontraversi tugas-tugasnya, diam-diam
menyelundupkan dirinya ikut masuk ke perahu Nabi Nuh dengan 'gandholan'
di ekornya Balkadaba. (gik/gik)


Nanti malam, Rabu (10/6), pementasan yang sama (sekaligus yang terakhir) di 
Gedung Utama Balai Pemuda, Jl. Gubernur Suryo 15 Surabaya, akan berlangsung 
mulai pukul 20.00. Bagi yang belum menyaksikan, kami persilahkan datang 
berbondong-bondong untuk nonton bareng Menkominfo, M. Nuh. :)

Surabaya, 10 Juni 2009

Hormat Kami,
a/n Dewan Kesenian Surabaya
Hanif Nashrullah





  

Re: [ac-i] Bahasa Ibu, Penyerahan Hadiah Sastra Ya yasan Rancagé dan diskusi panel/Erasmus huis [1 Attachment]

2009-06-10 Terurut Topik bambang hidayat
Pak Paul Peters Yth.,
Biasanya saya menghadiri acara Rancage-nya Pak Ayip Rosidi. Saya hormati sekali 
usaha2 beliau yang konsisten membina bahasa Sunda (terutama) dan bahasa Ibu 
lainnya. Bersama ini saya kirim tulisan saya sehubungan dengan usia beliau ke 
70 2 tahun yang lalu. Kiranya berkenan menerimanya.
Salam, dan sampai bertemu tanggal 24-06 yad.
B.Hidayat.



 

















  

[ac-i] berpikir bersama bahasa

2009-06-10 Terurut Topik hudanhidayat
berpikir bersama bahasa
Share
Mon at 1:56pm | Edit Note | Delete

berpikir adalah berpikir dengan bahasa.
berpikir bersama bahasa.

tiap kali kita memakai pikiran dalam ruang sadar, selalu benda abstrak atau 
benda konkret yang muncul. kata memiliki jenis dan bentuk - kata dalam bahasa - 
tapi jenis dan bentuk kata, selalu mengacu kepada benda dalam ruang sadar kita. 
benda yang mengacu kepada makna.

sebuah peristiwa sejarah melintas dan kita mungkin terkenang kepada sukarno 
atau hamka. sukarno menghukum hamka dan itu adalah peristiwa. tapi sukarno dan 
hamka sendiri adalah benda, adalah materi.

maka tak ada peristiwa tanpa benda. maka peristiwa adalah benda dengan sifat 
sifatnya.

dalam penjaranya hamka menulis tafsir qur'an berjilid jilid dan itu adalah 
benda, materi. yakni buku yang memuat tafsir atas kitab suci. maka kitab suci 
yang terkandung dalam kata, terkandung dalam bahasa, semisal dosa dan pahala, 
bahagia atau menderita, itu adalah benda. benda abstrak yang memiliki sifat 
sifatnya sendiri.

jeruji besi tempat hamka di baliknya berdiam adalah benda. badan terkurung dan 
kebebasan tubuh berhenti. kebebasan itu adalah benda - makna abstrak dari 
ketiadaan daya dari benda, tubuh itu, untuk bergerak leluasa di luar penjara.

maka dalam dunia hanya ada benda, materi.

datang dari roh, apa yang kita sebut dengan kebebasan. sebagaimana dengan 
kebahagiaan atau penderitaan, adalah suatu rasa jiwa, suatu rasa dari roh yang 
menderita. suatu zat. sebagaimana tuhan sendiri adalah zat - zat yang maha suci.

tuhan adalah zat yang maha suci.
manusia adalah zat yang telah tercemari.

yang ada hanya benda. benda konkret dan benda abstrak.

materi adalah benda konkret. roh adalah zat yakni benda abstrak. yang turun dan 
mengeram dalam tubuh, materi tubuh; perasaan dan pikiran - ruang kesadaran kita 
itu - adalah benda abstrak bernama zat - sebagaimana tuhan sendiri itu adalah 
zat.

maka bahasa adalah sekaligus benda konkret berbentuk lambang beserta medium 
lambang, serta benda abstrak zat berserta madium zat yang berdiam di dalam 
lambang.

eter itu kini telah terperangkam ke dalam lambang dari suatu bahasa.

bahasa adalah lambang konkret dan lambang abstrak dari situasi kemanusian. dari 
situasi tuhan. tuhan membentuk universe dalam enam masa. lalu membentuk adam 
dari tanah liat hitam. tanah yang membentuk tiap jenis dan bentuk benda, atau 
bumi itu, bekerja sama dengan matahari untuk menumbuhkan dan menghidupkan.

begitulah segala jenis dan bentuk benda tumbuh dan bersemi, tumbuh dan mati, di 
bawah langit dan di bawah bumi. langit dan bumi yang memanggil manggil kita 
kembali. mendatangkan keharuan dan kerinduan. semacam kerinduan kita kepada 
kampung halaman. kita yang dari tanah dan dipanaskan matahari, yang ditumbuhkan 
oleh bumi melalui makanan bumi, kini membayarnya dengan rasa rindu-dendam di 
hati.

bumi adalah ibu semua manusia. tapi bumi berasal dari roh tuhan kita. dan roh 
tuhan kita berasal darimana?

dan di sinilah labirin maha misteri itu berhenti: darimana gerangan zat tuhan 
itu berasal? tak darimana mana. maka suatu ateisme sangat mungin menjadi godaan 
pada manusia. sebagaimana suatu teisme adalah hal yang niscaya.

semuanya adalah soal panggilan hati. dan panggilan hati adalah misteri.

bukan tugas kamu menjadikan manusia beriman.
tugas kamu hanyalah memberi peringatan.
dan peringatan janganlah datang dengan
mengayunkan pedang.
bukan tugas kamu mengayunkan pedang.

tugas siapakah yang mengayunkan pedang?
tak siapa siapa.
karena kita hanyalah mahluknya yang
telah tercemar dalam dunia.
terbelah dalam sebuah paradoks
baik dan buruk.
tinggi dan rendah
sebagaimana bahasa itu
sendiri: baik dan buruk
tinggi dan rendah.
tapi bukan benar atau salah.

aku yang mengalami bahasa adalah aku yang mengalami benda. aku yang hidup di 
alam benda. maka pada awal mulanya bukanlah kata tapi benda. maka menulis puisi 
bukanlah membebaskan kata kata tapi mendekatkan kata kata kepada benda. kepada 
jenis dan bentuk benda. maka kata pertama bukanlah mantra tapi benda.

bagaimana kita hendak mengoperasikan perspektif bahasa dalam pengertian baru 
seperti ini? perspektif yang tak dijangkau oleh orang orang seperti saussure 
atau chomsky? mengoperasikannya ke dalam bahasa puisi, atau seni atas kata kata 
pada umumnya.

adalah tugas seniman kata kata untuk menjawabnya. melalui aktifitas saling 
menulis dan saling membaca.

ai asyiknya.

hudan hidayat
tuhan kata kata, kaisar kata kata
presiden negara sastra
idih hihi

Written on Sunday · Comment · LikeUnlike
You, Camelia Camel Dananjaya, Priatna Ahmad Budiman, Triwibs Kanyut and 18 
others like this.
Camelia Camel Dananjaya, Priatna Ahmad Budiman, Triwibs Kanyut and 18 others 
like this.
Hudan HidayatHudan
Camelia Camel DananjayaCamelia
Priatna Ahmad BudimanPriatna
Triwibs KanyutTriwibs
Imron TohariImron
Ersta AndantinoErsta
Senja Aditya FajarSenja
Kurniawan YuniantoKurniawan
Niratisaya NisayatariNiratisaya
Gusti RezaGusti
M Aan MansyurM Aan
See all...

Nur J

[ac-i] Request the honor of your presence of our group Exhibition

2009-06-10 Terurut Topik andi.galeri

Andis'Gallery and Gallery Nasional Indonesia

Request the honor of your presence of our group Exhibition



Indonesia Contemporary Drawing:



Official by :

Miranda S. Goeltom

Chairperson The Indonesia Arts Foundation



on Tuesday, June 16, 2009

at. 07.30 pm.



Venue:

Galeri Nasional Indonesia

Jl.Medan Merdeka Timur No. 14

Jakarta 10110



MONDAY- SUNDAY: 10.00 am. - 07.00 pm.





this exhibition will be held until Wednesday, June 24th, 2009

and will be continued on June 26th, 2009 at







Monday - Saturday
: 10.00 am - 06.00 pm

Sunday / Holiday  (During exhibition)   :
10.00 am - 05.00 pm

Sunday/Holiday (Non Exhibition)  :
Closed



   Tel. 021.3457130 - 3843241, Fax 021 - 3805195,

   Email: andigal...@yahoo.com  www..andis-gallery.com










[ac-i] BODYSCAPE - Pameran Tunggal Ugy Sugiarto, Seniman Otodidak asal Wonosobo [1 Attachment]

2009-06-10 Terurut Topik kapri yojo
UNDANGAN


Kami undang Anda pada
Pembukaan Pameran Tunggal Ugy Sugiarto

BODYSCAPE

Mon Decor Art Space
City Plaza UG 08, Wisma Mulia
Jl. Gatot Soebroto No. 42, Jakarta 12710

Sabtu, 13 Juni 2009
Pukul 13.00 WIB (jam 1 siang)
Dibuka oleh Bapak Syakieb A. Sungkar

Penghadiran
karya-karya perupa Ugy Sugiarto dalam pameran tunggalnya yang pertama
ini membawa dua hal penting yang layak untuk dipercakapkan. Pertama,
Ugy muncul dengan cukup istimewa sebagai semacam “anomali” dalam
pelataran seni rupa Indonesia kini karena dia “hanya” berangkat dari
seniman yang belajar secara otodidak dan berasal dari kota kecil
Wonosobo, Jawa Tengah. Realitas ini tentu berseberangan dengan
kecenderungan menyeruaknya mayoritas para perupa Indonesia—terutama di
level menengah dan atas—yang berangkat dari ranah akademis dan
berproses di kawasan-kawasan (yang masih dianggap paling) penting dalam
seni rupa, yakni Yogyakarta, Bandung, dan Bali. Perupa ini berjarak
dari kecenderungan tersebut: Ugy “hanya” lulusan Sekolah Menengah Umum,
bukan dari Sekolah Menengah Seni Rupa atau apalagi pernah menenggak
pendidikan di Fakultas Seni Rupa, dan “sekadar” berproses kreatif di
kawasan yang tak tertilik bahkan mungkin “ahistoris” dalam percaturan
seni rupa di Indonesia.

Kedua, Ugy membawa banyak pesan dalam
“tubuhnya”. Publik bisa menyimak bahwa—lewat karya-karyanya—Ugy tengah
memperlihatkan “taji” kreativitasnya dengan menampilkan kepiawaian
melukis secara hiper-realistik. Ini sebuah kecenderungan kreatif yang
klasik namun tidak banyak digeluti oleh banyak perupa di Indonesia,
bahkan dari mereka yang berangkat dari dunia akademis. Kecenderungan
kreatif semacam ini membutuhkan ketrampilan teknis berikut akurasi dan
ketelitian yang cukup langka digeluti oleh para seniman pada kurun
waktu mutakhir. Dan lebih dari itu, dalam karya-karyanya banyak
bermukim “politik tubuh” yang disodorkannya tidak sekadar tubuh dalam
kerangka perbincangan personalitas Ugy, namun lebih jauh dari itu,
tubuh sebagian representasi perbincangan ihwal isu sosial
kemasyarakatan.

Ugy, dengan kapasitas kreatifnya yang telah
memadai, tak luput dari keterpengaruhan budaya di luar dirinya beserta
pola tafsirnya untuk mengonstruksi tubuh-tubuh dalam lukisannya menjadi
tidak otonom. Kalau menyimak karya-karya Ugy, tubuh-tubuh dan potret
diri yang dikemukakannya begitu berkait erat—dan berlangsung secara
hilir-mudik—antara problem yang personal dan yang sosial. Tubuh yang
bermukim dalam kanvas ditempatkan tidak hanya sebagai perangkat tanda
visual atas realitas dirinya sendiri, melainkan (bisa sekaligus)
berposisi sebagai cermin(an) atas realitas yang lain. Dan bisa jadi,
tubuh dikonstruksi secara arbitrer (“sewenang-wenang”) untuk menyoal
problem dan kepentingan di luar realitas tentang tubuh. Di sini publik
bisa berasumsi bahwa tubuh dalam “realitas kanvas” adalah tubuh tempat
bersarangnya segala kemungkinan praktik kuasa, baik kuasa bahasa,
politik, sosial, ekonomi, atau budaya secara umum. Semuanya berebut
untuk menubuh dalam tubuh, mengambil peran dalam pola representasi ats
tubuh tersebut.

Hal penting yang bisa menggarisbawahi nyaris semua karya Ugy ini adalah
bahwa sesungguhnya dalam representasi tubuh tak hadir sekadar sebagai
dirinya sendiri namun muncul sebagai tanda. Maka makna gambaran tubuh
yang nampak sebagai dirinya itu adalah juga soal ingatan tentangnya,
termasuk berbagai makna metaforik yang mengiringinya. Dalam
penggambaran tubuh, seorang seniman tak sepenuhnya bisa mengontrolnya,
selain mencari dan menetapkan batas-batasnya lewat penggunaan konteks
tertentu, menentukan pembatasan ujud nampaknya, serta cara
penampakannya secara estetik (yang sering disebut sebagai style).

Tema
Bodyscape tidak berangkat dalam tinjauan yang ketat secara teoritik
seperti konsep ethnoscape-nya Arjun Appadurai. Namun lebih sebagai
upaya peminjaman istilah yang kemudian dialih-ubah untuk mendekatkan
pemahaman yang melekat atas “pemandangan tubuh”. Dalam pameran ini,
tubuh-tubuh yang ditawarkan oleh Ugy tidak sekadar tubuh yang otonom,
yang bebas nilai, namun telah disentuh oleh banyak problematika di
seputar dan di luar problem ketubuhan itu sendiri. Ini merupakan bentuk
lanskap tersendiri yang bisa dibaca lebih jauh dan komprehensif dengan
melampaui pembacaan atas problem tubuh an sich. Tubuh, bagi Ugy, bisa
menjadi penampang atas pemandangan dirinya di masa lampau ataupun masa
tertentu dengan beragam konteks-konteks sosial kemasyarakatan yang
melingkupinya.


  

[ac-i] nada yang hidup kembali - kenangan akan iwan simatupang

2009-06-10 Terurut Topik hudanhidayat
nada yang hidup kembali - kenangan akan iwan simatupang
Share
Mon at 5:06am | Edit Note | Delete


seorang kawan yang telah meninggal, menulis tentang nada bertingkah mati. saya 
mengambil tulisannya dari buku kebebasan pengarang dan masalah tanah air, yang 
dieditori oleh oyon sofyan dan frans m. farera, di halaman 65.

bahwa nada bertingkah mati itu, adalah suatu paradoks: nada, bunyi bunyi, irama 
tentang indahnya hidup dan tarikan maut: mati itu sendiri.

dari sajak sajak poe, melandai gema sebuah lirik dari sebalik bukit bukit 
kematian, katanya mengutip seorang penulis - andrew lang.

dan apa kata poe - penyair besar pemabuk dan terbelit utang utang dalam 
hidupnya itu?

"hidupku adalah suatu denyut, rangsang, suatu idaman akan keheningan, suatu 
cemooh akan semua kekinian dan suatu hasrat yang keras akan ke akanan."

dan kawan saya yang mengutip poe itu, yang kini telah meninggal, dalam praktek 
hidupnya dan dalam semua kerja sastranya, adalah gemuruh dari nada yang 
bertingkah mati dan nada bertingkah hidup kembalii - ia cemooh harta dunia 
dalam merahnya merah. ia cemooh rasa bahagia dalam novelnya ziarah. ia pergi ke 
kubur istrinya meletakkan bunga bunga, dan setelah itu, ia pun menjadi pemabuk 
yang memanggil tuhannya keras keras, untuk menangis keras keras, dan menatapi 
matahari untuk sekedar apakah ia akan membanting langkah kakinya ke kanan, atau 
ke kiri.

poe sendiri seolah terancam dalam hidupnya, dan menuliskan ancaman itu dalam 
sebuah cerpen yang karena apungan tanda tanyanya, karena sugestinya, karena 
tertafsirkannya semua tarikan mati dan tarikan hidup di sana, saya lebih nyaman 
memperlakukannya sebagai sebuah puisi. puisi akan di balik indahnya hidup ada 
kematian yang mengancam.

kematian yang datang dari ancang ancang yang unik itu, diletakkan poe dalam 
sebuah lambang tentang mata seorang lelaki. mata yang selalu, mengganggu 
kenyamanan hidupnya. puisi terletak di sudut aneh seperti itu, adalah saat ia 
seolah alam yang riang menawarkan aneka kebahagiaan, tapi bersama itu pula, 
mata yang awas seakan melihat sebalik cahaya gelap dari awan kematian. selalu, 
di setiap saat hidup, kematian itu hadir dan melambai kepada kita.

poe yang peka menangkap lambaian kemataian itu, melekatnya ke dalam dunia 
cerita, dengan memasangnya sebagai mata yang selalu mengganggu hidupnya.

saat saya mengetikkan esai ini, ayah saya sedang melantunkan ayat ayat kitab 
suci. itu adalah kebiasaan dalam hidupnya yang tua. ia tak masuk ke dalam nada 
yang bertingkah mati, tapi ia peluk nada yang bertingkah hidup kembali: suatu 
perasaan bahwa beginilah hidup, bahwa hidup memang menunggu mati, dan di antara 
kematian, ia merayakan kehidupan dengan iman. iman yang datang dari moral 
normatif.

tak ada salahnya. sebab itu varian dari paradoksnya tarikan hidup dan tarikan 
maut. itu adalah watak dari kebanyakan kita. sebaliknya watak poe, watak kawan 
saya itu, adalah sebuah celah aneh yang tak biasa. celah di mana seseorang 
seolah ditakdirkan tuhan untuk mengambil posisi mengendap. posisi menunggu, 
mengintai, akan rangsang hidup dan rangsang maut.

tuhan memberikan kekayaan dirinya ke dalam watak tiap orang. ke dalam watak 
tiap kecenderungan zaman. nyanyian riang dan nyanyian muram, bergema dari abad 
abad yang lalu. sampai juga ke abad kita kini. dan kelak akan bergema menjadi 
sesuatu yang niscaya di abad abad setelah kita mati.

paradoks itu adalah suatu takdir abadi.

tuhan abadi dengan kematiannya.
sebagaimana tuhan abadi dengan kehidupannya.

tak soal kita siap untuk hidup, atau tak siap untuk hidup, kematian dan 
kehidupan telah menjadi tubuh dan jiwa kita sendiri.

terbaca dalam zarathustra, lagu tarian kedua.

"akhir akhir ini aku pandang matamu, O kehidupan: aku lihat emas berkelipan 
dalam mata malammu - jantungku berhenti berdetak karena kegirangan:

aku melihat sebuah sampan keemasan berkelipan di atas air hitam, sebuah sampan 
keemasan yang terayun ayun tenggelam, maju, timbul lagi!

pada kakiku, kakiku yang tergila gila tari, engkau melemparkan lirikanmu, 
sebuah lirikan yang terayun ayun, tertawa tawa, bertanya tanya, membuat lemas 
kakiku:

hanya dua kali engkau mengangkat castanet di tangan tanganmu yang mungil - 
serentak kaki kakiku sudah berloncatan dalam tarian yang menggila.

tungkai tungkai terangkat sendiri. jari jari kakiku menanti nanti apa yang akan 
engkau katakan: karena penari memasang telinganya - di jari jari kakinya!

apakah nietzsche yang berlari memeluk kudanya dan gila itu masih teringat kata 
katanya sendiri? apakah "O kehidupan" yang telah ditarikan dan dinyanyikan 
dalam hidupnya masih terngiang di telinganya saat ia telah sepenuhnya buta dan 
hilang kesadarannya?

kita tidak tahu. kita hanya tahu bahwa lelaki hebat ini telah menerapkan kata 
kata poe itu - "hidupku adalah suatu denyut, rangsang, suatu idaman akan 
keheningan, suatu cemooh akan semua kekinian dan suatu hasrat yang keras akan 
ke akanan."

denyut dan rangsang yang telah dimainkannya sedemikian rup

[ac-i] Warisan Literer Bernama Tetralogi Laskar Pelangi

2009-06-10 Terurut Topik Anwar Holid

Warisan Literer Bernama Tetralogi Laskar Pelangi
---Anwar Holid


Baru saja saya menemukan kartu voucher isi ulang seri Laskar Pelangi keluaran 
sebuah operator telepon selular. Gambarnya sama dengan versi poster film 
tersebut. Begitu melihat kartu itu, angan-angan saya mencari tahu, produk apa 
saja yang sudah memanfaatkan merchandise dari turunan karya ini? Apa sudah ada 
cangkir dan handuk bergambar Laskar Pelangi? Mendadak saya membatin, "Kalau 
sudah begitu berhasil menyelusup ke banyak celah kehidupan, apa buku itu pantas 
disebut sebagai warisan literer bangsa Indonesia?" 

Pertanyaan ini seakan-akan terasa "grandeur", tapi entah kenapa saya tergoda 
untuk menemukan jawabannya. Boleh jadi karena meledaknya tetralogi Laskar 
Pelangi membuat saya mengira bahwa novel ini merupakan contoh sempurna dari 
teori "Black Swan" (Angsa Hitam), yakni sesuatu yang muncul secara mendadak, 
kebetulan, namun pengaruhnya mampu meruntuhkan pandangan dunia sebelumnya.

Saya mengeksplorasi sejumlah komentar terhadap tetralogi tersebut. Cukup banyak 
komentar tersedia, bahkan sebuah situs mencuplik pendapat saya sendiri terhadap 
Laskar Pelangi, yakni berasal dari kolom Selisik (Republika), pada 30 Januari 
2006: "Laskar Pelangi nyata-nyata mampu menarik perhatian publik dan membuat 
banyak orang merasa terlibat." Waktu itu saya menghadiri talkshow di Galeri 
Soemardja, ITB beberapa minggu setelah novel itu terbit. Orang-orang membahas 
isu pendidikan di dalamnya. Salah satu aspek menonjol yang lahir dari fenomena 
Laskar Pelangi ialah betapa tetralogi ini mampu menjadi bahan pembicaraan 
banyak orang terutama dalam hal pendidikan dan berhasil memenuhi selera massa 
yang begitu besar---meski golongan yang resisten juga terus-menerus 
mempertanyakan ada apa di balik fenomena tersebut. 

Saya butuh pendapat yang relevan dan cukup menguatkan bahwa tetralogi ini 
memang pantas untuk dinisbatkan sebagai warisan literer Indonesia, kira-kira 
setara bila kita dengan bangga menyebut-nyebut bahwa sebuah buku tertentu 
pantas masuk dalam kategori masterpiece (adikarya)? Adakah syarat tertentu yang 
membuat sebuah buku bisa dianggap sebagai warisan literer? Atau boleh 
semata-mata dilihat dari penerimaan publik? 

Misal pada kasus gambar kartu voucher isi ulang tadi. Operator telepon selular 
memilih mengeluarkan kartu voucher seri para pesohor jelas karena alasan dan 
sasaran khusus, di antaranya ialah mempertimbangkan faktor popularitas. Seperti 
dulu saya pun pernah mengambil kartu voucher bergambar Coldplay, grup rock asal 
Inggris yang mendunia. Karena image mereka sudah begitu familiar, operator 
berharap massa bisa dengan mudah menyerap komoditas tersebut. Di sisi lain, 
produser merasa telah mengeluarkan sesuatu yang berharga, collectible (pantas 
dikoleksi dan dicari-cari), dan membanggakan buat pangsa pasarnya. 

Begitu juga halnya dengan Laskar Pelangi. Sebagai komoditas, dikemas lewat 
berbagai media Laskar Pelangi tetap mampu menarik minat banyak orang. Berbagai 
produk turunan dari sana pun tetap diserbu pembeli, bahkan berpotensi menjadi 
fetish. Itu menunjukkan mereka sama-sama merasa ikut memiliki atas sebuah 
produk. Ingin menjadi bagian dari budaya massa.

Komentar Riri Riza (sutradara) dan Mula Harahap (pelaku penerbitan) terhadap 
novel tersebut mungkin cukup bisa menggambarkan kekuatan kandungan sosio-kultur 
di dalamnya. Kata Riri, "Andrea Hirata memberi kisah indah tentang keragaman 
dan kekayaan tanah air, sekaligus memberi pernyataan keras tentang realita 
politik, ekonomi, dan situasi pendidikan kita. Tokoh-tokoh dalam novel ini 
membawa saya pada kerinduan menjadi orang Indonesia." Sementara Mula 
berkomentar, "Cerita-cerita yang dituturkan oleh Andrea Hirata ini menjadi 
menarik karena ia diletakkan dalam setting Magai yang terpencil itu, tempat 
budaya Melayu berinteraksi dengan budaya Cina Khek, dimana ekonomi nelayan 
berinteraksi dengan ekonomi perusahaan tambang timah, dan nilai moral Islami 
berinteraksi dengan nilai modern yang dekaden."

Lepas dari sejumlah bocel yang diperlihatkan oleh para pengkritik untuk 
membuktikan kelemahan kisah tersebut, tetralogi Laskar Pelangi menyimpan banyak 
daya tarik. Begitu kuat dayanya, hingga bisa mempengaruhi keluarga-keluarga 
yang 
awalnya boro-boro mau belanja buku selain buku wajib untuk sekolah anaknya, 
akhirnya rela membelikan novel itu dengan harapan agar anaknya terinspirasi 
oleh Ikal dan kawan-kawan.

Kritik yang paling menarik minat saya terhadap tetralogi tersebut ialah kajian 
sisi poskolonialisme di dalamnya. Topik ini mula-mula muncul dari esai Heru 
Hikayat---yang lebih terkenal sebagai kurator seni rupa daripada kritikus 
buku---untuk diskusi lain Laskar Pelangi di sebuah universitas. Persoalan itu 
muncul lagi dari esai "Mengantar dari Luar" (Puthut E.A.) dan buku LASKAR 
PEMIMPI; Andrea Hirata, Pembacanya dan Modernisasi (Nurhadi Sirimorok). Ketiga 
orang ini penasaran, kenapa Ikal begitu terpikat pada Jakarta, sementara 
masyarakat kau

[ac-i] jeda dalam puisi, kasus puisi sutardji, sudi ono cs, dan rontoknya ilmu sastra

2009-06-10 Terurut Topik hudanhidayat
jeda dalam puisi - kasus puisi sutardji, sudi ono, deasy nahtalia dan widyawati 
dewi (bagian 1)

Share
Yesterday at 4:46pm | Edit Note | Delete

jeda dalam puisi tak tentu maknanya. dalam puisi ia bisa menjadi gerak yang 
relatif. kadang puisi dapat kita luruskan tipografinya ke dalam seolah kalimat 
dalam prosa, tanpa kehilangan arti puisi yang disusun oleh seorang penyair. 
tapi memang ada puisi yang tak bisa dipenggal semena mena. maka jeda dalam 
puisi seolah arbitrer dalam bahasa. mana suka atau sesukanya saja. seperti kita 
berucap akan diri di sini dengan "aku", dan di sana dengan "me". saya dan i am, 
adalah arbitrer dalam bahasa, seperti jeda dalam puisi.

puisi sutardji calzoum bachri, "dapatkau", adalah sebuah puisi yang bisa 
disusun tanpa jeda dengan larik larik yang jatuh ke bawah. saya kutipkan puisi 
itu dalam susunan sang raja mantra seperti yang disematkan kritikus sastra 
maman s mahayana kepada sutardji.

"dapatkau nyeberangkan sungai
ke negeri asal
tempat diam
melahirkan gerak?"


saya telah menyusun puisi itu dengan menggesernya ke samping pada setiap larik 
lariknya. tapi apa boleh buat mesin facebook mendorongnya kembali ke tepi 
seperti yang kita baca ini. dan saya tak bisa mengakali mesin facebook. jadi 
mari kita bayangkan tiap larik puisi tardji, mulai dari larik ke dua sampai 
dengan larik ke empat bergeser semua ke samping dengan tiap tepinya lebih 
menjurai dari tepi larik di atasnya.

dan kini bagaimana kalau puisi dengan amanat yang amat dalam ini, alamat yang 
datang dari sebuah pembalikan dalam bahasa yang manusia kenal - bukankah kita 
yang mestinya menyerberang di sebuah sungai? tapi dalam bahasa sutardji ia 
menjadi di balik: dapatkau nyeberangkan sungai. sebuah pembalikan yang datang 
dari ia yang bisa melihat sisi sisi terayun ayunnya benda benda dalam hidup. 
benda benda yang diayunkan sehingga kita bisa mengatakan apa yang tak bisa 
dikatakan - tepatnya diimajinasikan - oleh orang awam. semisal fungsi sungai 
yang sudah berganti dengan kita yang menyeberangkan sungai itu.

kini saya susun puisi sutardji itu dengan susunan sebuah prosa. larik lariknya 
yang menjurai itu saya tarik kembali. saya bentukkan ke dalam sebuah prosa. 
maka ia menjadi sebuah kata kata yang memanjang sebagaimana sebuah hamparan 
kalimat.

"dapatkau nyeberangkan sungai ke negeri asal tempat diam melahirkan gerak?"

lihatlah kedua tipografi puisi itu tak mengubah makna puisi. kita bukan hanya 
masih tapi kita menyerap makna puisi itu tetap sebagai pembalikan dalam bahasa: 
sebuah pertanyaan yang mendadak terlontar, seperti kita terkejut saat 
menghadapi sebentang sungai, akan diamnya, akan misterinya, lalu mendadak saja 
terloncat dari mulut kita: dapatkau nyeberangkan sungai ke negeria asal tempat 
diam melahirkan gerak?

bagi saya sebaris puisi itu, atau puisi yang berjatuhan ke bawah itu, adalah 
sebuah godaan akan manusia yang datang dari penyair: dapatkau membuat kehidupan 
ini?

kita dapat mematikan kehidupan ini. tapi membuat kehidupan? membuat gerak gerak 
arus sungai? membuat kehidupan apa yang hidup dalam sungai?

maka kurangilah dentam dentam laras senjata. perbanyaklah gurat gurat pena. 
sebab seperti yang telah dituliskan sutardji yang amanattnya harus kita petik 
dalam bahasa tinggi - sebuah alamat yang diselinapkan sang penyair ke dalam 
acuan holistik kehidupan, kita tak pernah dapat membuat kehidupan. atau kita 
tak pernah dapat nyeberangkan sungai.

nyeberangkan sungai ke mana? bagaimana mengangkutnya dengan kedua tangan kita? 
kita ambil alat alat canggih dan alat alat itu kita pasangi kabel kabel serta 
monitor komputer. tapi ke mana tujuan sebentang sungai itu hendak kita bawa? ke 
mana ia harus menyeberang?

tapi kita tahu sungai itu adalah kehidupan ini sendiri. "dapatkau nyeberangkan 
sungai" adalah dapatkah kau mempercepat berakhirnya dunia yang sudah niscaya 
umurnya ini. sesuatu yang tak mungkin. karena hanya tuhan sendirilah yang tahu 
kapan kiamat itu.

(maha suci tuhan yang telah melimpahkan orang seperti fadjroel rachman dengan 
kemampuan menulis seni puisi, seni kata kata atas politik kemanusiaan yang 
hendak ditegakkannya.

hehe ketawa dikit ah serius mulu ni i de mar comce cih)

saya kutipkan penuh puisi sutardji - dapatkau, itu.

dapatkau nyeberangkan sungai ke negeri asal tempat diam melahirkan gerak?
dapatkau sampaikan sayap lepas ke negeri tanah tempat langit memulai jejak?
dapatkau pulangkan resah ke negeri tetap tempat ayah memulai anak?

siapa dapat kembalikan sia pada mula sia pa da sia pa sia tinggal?


sebaliknya misalnya dalam puisi sudi ono, laki laki pemilik senja, jeda 
nampaknya mutlak harus ada. enyambemen dalam puisi tak terhindarkan.

"Senja di selembar daun dibajak para lanun
Gores kulitnya luka
Belati iris matahari jadi keping dua
Tak ada tempat sembunyi selain di wajahmu sendiri"

huruf kapital tiap awal larik di sana seolah pengganti fungsi tanda baca titik 
di tiap akhir larik yang tak dicecahkan oleh sang penyair. puisi ini salah satu 

RE: [ac-i] Bahasa Ibu, Penyerahan Hadiah Sastra Ya yasan Rancagé dan diskusi panel/Erasmus huis, Wednesda y 10 June, 14.00

2009-06-10 Terurut Topik Peters, Paul
 



From: artculture-indonesia@yahoogroups.com 
[mailto:artculture-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Peters, Paul
Sent: dinsdag 9 juni 2009 12:12
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com; wong banten; pustakaloka rd; rumah 
dunia; Banten Bangkit; IndonesiaBErprestasi XL IBA; mira w anita 16; Mira FAM; 
ganesth ganissupriadi; ester agnesia; banten tv; benjamin gm; KCM - Jodhi Yudono
Cc: Brouwer, Barbara; Yunindiah, Lulus
Subject: [ac-i] Bahasa Ibu, Penyerahan Hadiah Sastra Yayasan Rancagé dan 
diskusi panel/Erasmus huis
 
Message from Paul Peters, Director Erasmus Huis
 
 
 
 
Wednesday, 10 June 2009, 14.00 - 17.00, Erasmus Huis, Jl. HR. Rasuna Said Kav. 
S-3, Kuningan 12950, Jakarta, 021 - 524 1069

Free admission/Gratis

 

Bahasa Ibu, Presentation of the Literature Award and panel discussion

Language: Indonesian 

Yayasan Kebudayaan Rancagé dedicates itself to the preservation of the (local) 
mother tongues of Indonesia and awards those who in a particular year best 
deserve to be credited for creating literature in their mother tongue. In 2009 
the awards will be presented to authors using Sundanese, Javanese and Balinese.

To complement this ceremony the Erasmus Huis organizes with Yayasan Rancagé a 
panel discussion, featuring introductory lectures by Dr Dick van der Meij 
(researcher at the Center for the Study of Religion and Culture van de 
Universitas Islam Negeri Syarif  Hidayatullah, Jakarta) and Prof. Dr. Chaédar 
Alwasilah (Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung). Dr Ajip Rosidi will act 
as the moderator. The speakers will describe the role of the mother tongue in 
the past as well as in presentday Indonesia.

The Sundanese musical band of Nano S will grace the session with their 
performance.

 

Bahasa Ibu, Penyerahan Hadiah Sastera Yayasan Rancagé dan diskusi panel

Dalam bahasa Indonesia

Yayasan Kebudayaan Rancagé memberikan hadiah sastera buat para sasterawan yang 
dianggap besar karyanya dalam bahasa ibu setiap tahunnya. Tahun ini pada 
pertemuan ini hadiah akan diberikan kepada penulis sastra dari daerah Sunda, 
Jawa dan Bali. 

Dalam rangka ini Erasmus Huis bersama Yayasan Rancagé mengorganisir diskusi 
panel dengan ceramah oleh Dr. Dick van der Meij (sekarang bekerja di 
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta) dan Prof. Dr. Chaédar 
Alwasilah,  (Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung). Dr. Ajip Rosidi yang 
akan menjadi moderator.  Ceramah-ceramah memberi informasi megenai peran bahasa 
- bahasa ibu di masa lalu dan masa kini di Indonesia. 

Pertemuan akan diramaikan oleh kelompok musik Nano S (Sunda).

 

Bahasa Ibu, Uitreiking Rancagé Literatuur Prijs en paneldiscussie

Voertaal: Indonesisch 

Yayasan Kebudayaan Rancagé zet zich in voor het behoud van de (lokale) 
moedertaal in Indonesië en geeft jaarlijks de Rancagé literatuur prijs voor 
diegene die zich in zijn of haar moedertaal via literatuur dat jaar het meest 
verdienstelijk heeft gemaakt. Dit jaar, tijdens de bijeenkomst, zullen de 
prijzen naar auteurs van de taalgebieden Sunda, Java en Bali gaan.  

In dit kader organiseert het Erasmushuis met Yayasan Rancage een paneldiscussie 
met lezingen door Dr. Dick van der Meij (thans werkzaam bij the Center for the 
Study of Religion and Culture van de Universitas Islam Negeri Syarif 
Hidayatullah,  Jakarta) en Prof. Dr. Chaédar Alwasilah (met een aanstelling aan 
de Universitas Pendidikan Indonesia in Bandung). Dr. Ajip Rosidi zal optreden 
als moderator.

De lezingen zullen informatief ingaan op de rol van de moedertaal in het 
verleden en in het huidige Indonesië.  De bijeenkomst wordt opgeluisterd met 
muziek door de groep van Nano S (Sunda).

 

 

 
 

 




Help save paper! Do you really need to print this email?

Dit bericht kan informatie bevatten die niet voor u is bestemd. Indien u niet 
de geadresseerde bent of dit bericht abusievelijk aan u is toegezonden, wordt u 
verzocht dat aan de afzender te melden en het bericht te verwijderen. De Staat 
aanvaardt geen aansprakelijkheid voor schade, van welke aard ook, die verband 
houdt met risico's verbonden aan het elektronisch verzenden van berichten.

This message may contain information that is not intended for you. If you are 
not the addressee or if this message was sent to you by mistake, you are 
requested to inform the sender and delete the message. The State accepts no 
liability for damage of any kind resulting from the risks inherent in the 
electronic transmission of messages.


[ac-i] Profile Seniman

2009-06-10 Terurut Topik riessa wijaya
Kawan-kawan perupa,

Bila berkenan, buatlah profil anda selengkap mungkin disertai foto diri/ 
beberapa foto karya lalu diserahkan dalam bentuk CD ke Bentara Budaya Yogya 
untuk kami gunakan menambah/ mengupdate profil seniman di web Bentara Budaya. 
(silakan lihat contoh profilnya di http://www.bentarabudaya.com/seniman.php).  

Atas kerjasama dan bantuan Anda ini kami mengucapkan terima kasih.

Salam Budaya 
Hari Budiono


  Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke 
Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

[ac-i] SMK Seni Sarasvati

2009-06-10 Terurut Topik Otto Sidharta
SMK Seni Sarasvati
SMK Seni  Sarasvati bekerja sama denganRoyal Academy of Fine Arts, Design, 
Music and Dance - Den Haag menyelenggarakan pendidikan seni tingkat menengah. 
Untuk tahun ajaran 2009-2010 hanya membuka jurusan musik. Ijasah yang 
dikeluarkan setelah lulus dari SMK Seni Sarasvati setara dengan ijasah yang 
dikeluarkan oleh Hogeschool van Beeldende Kunsten, Muziek en Dans - Den Haag, 
Netherlands. Selain  itu Ijasahnya dapat juga dipergunakan untuk melanjutkan 
diperguruan tinggi lainnya yang non seni, karena kurikulum yang sesuai dengan 
ketentuan kurikulum nasional. Pendaftaran dibuka mulai tanggal :1 Juni – 20 
Juni 2009 Tes Masuk pada tanggal :20 Juni – 27 Juni 2009Pkl. 09.00 – 16.00 
WIB  Formulir pendaftaran dapat diambil di : SMK Seni SarasvatiJl. Pacuan Kuda 
no. 1-5, PulomasJakarta TimurTelf. (021) 4756939email: o...@cbn.net. id
 atau Dapat dikirimkan melalui email