[ac-i] Sie Jin Kwie, Potret Lelahnya Mengolah Teater
Diambil dari http://roythaniago.wordpress.com/2010/04/22/sie-jin-kwie-potret-lelahnya-mengolah-teater/ Sie Jin Kwie, Potret Lelahnya Mengolah Teater Oleh: Roy Thaniago Teater Koma, sebagai salah satu kelompok teater di Indonesia yang punya umur panjang ini, berulah lagi. Kali ini ulahnya dikasih judul ‘Sie Jin Kwie’. Pentas yang digelar di Graha Bhakti Budaya pada 5-21 Februari 2010 ini menjadi produksi ke-119 dalam usia 33 tahun Teater Koma. LAKON Sie Jien Kwie, yang mengambil latar di Cina ketika pemerintahan Dinasti Tang (618-907), memang menjadi pilihan cerita yang menggembirakan di tengah berlangsungnya euforia perayaan ‘kembalinya’ masyarakat Cina di Indonesia. Bahwa terhitung sejak tahun 2000, di mana pemerintah mencabut Inpres 14/1967 tentang pelarangan hal-hal yang berbau Cina, kelompok etnis masyarakat ini kembali patut turut dicatat dalam sejarah sebagai salah satu elemen yang membentuk Indonesia sebagai sebuah bangsa. Rupanya Teater Koma pun turut ingin mencatatnya, sekaligus terlibat dalam perayaan ini. Dan tahun ini tepat 1 dekade, di mana pemaknaan perayaan ini menjadi makin mesra. Makin manis. Akankah lakonnya pun turut manis? Mungkin iya. Banyak penonton yang riang, dan semua media meliput dengan girang, seolah tidak ada yang perlu dipersoalkan. Kenyataannya, tidaklah harus demikian. Pujian yang berlebihan, hanya melahirkan seniman yang mapan. Padahal, seniman harus terus gelisah, harus terus mencari. Ketika ia berhenti mencari, ia sudah selesai sebagai seniman. Bukan mencari-cari penyakit kalau tulisan ini mengambil sikap berbeda dibanding ulasan-ulasan lain yang bergenit eluan tentang pementasan Sie Jin Kwie. Pasalnya, di samping banyak hal positif (konsistensi berteater, manajemen kelompok, regenerasi, kemampuan mengembangkan penonton, dan produktivitas), demikianlah yang ada: pementasan ini memperlihatkan Teater Koma yang kehabisan energi artistik. Inilah pementasan Teater Koma yang usang dan tampak kelelahan. Sie Jin Kwie Sebagai Sejarah Menyaksikan Sie Jin Kwie berarti membaca sejarah. Khususnya sejarah bangsa Cina di jaman kerajaan. Sie Jin Kwie adalah seorang jendral perang paling terkenal dari Dinasti Tang. Kisah tentangnya sudah menjadi cerita klasik di Tiongkok, bahkan lebih sering dipahami sebagai mitos akibat dipopulerkan lewat cerita fiksi yang didramatisir. Sie Jin Kwie dalam dialek Mandarin dilafal Xue Ren Gui. Di Indonesia, yang banyak dihuni pengucap berlidah Hokkian, ia dikenal sebagai Sie Jin Kwie. Pada awalnya di Tiongkok, kisah ini ditulis oleh Tio Keng Jian, dan kemudian disunting oleh Lo Koan Chung. Adalah penerbit Kho Tjeng Bie yang punya andil dalam mengenalkannya ke masyarakat Indonesia. Dan Siauw Tik Kwie, yang punya nama lain Ki Oto Swastika, karena usahanya dalam menyebarkan filsafat Ki Ageng Suryo Mentaram, semakin mempopulerkannya sebagai komik dengan judul Sie Djin Koei yang dimuat secara bersambung di majalah Star Weekly pada 1950-an. Pun di era 1990-an, Markus Aceng Setiawan kembali mengangkat kisah Sie Jin Kwie untuk masyarakat Indonesia. Oleh N. Riantiarno, sutradara Sie Jin Kwie, cerita ini ditulis ulang untuk kemudian ia sutradarai. Pementasan lakon Sie Jin Kwie yang digelar Teater Koma kali ini, adalah salah satu bagian dari trilogi yang kedua bagian lainnya akan dipentaskan pada tahun-tahun pementasan berikutnya. Lakon berdurasi sekitar 4 jam ini, mengisahkan Sie Jin Kwie (Rangga Riantiarno), seorang pemuda dari keluarga miskin yang akhirnya termashyur menjadi panglima perang dari Dinasti Tang. Dinasti Tang yang dikaisari oleh Lisibin (Prijo S. Winardi) ini ditantang perang oleh Kerajaan Kolekok, yang merupakan salah satu daerah kekuasaan Dinasti Tang. Tantangan perang ini dipimpin oleh Jendral Kaesobun (Paulus Simangunsong), yang setelah sebelumnya melakukan kudeta dari Raja Kolekok (Budi Suryadi). Dalam ancaman perang ini, Sie Jin Kwie hadir sebagai pahlawan penyelamat dalam mimpi Lisibin, sang kaisar. Maka, segala cara Lisibin tempuh untuk bisa bertemu dengan Sie Jin Kwie. Dari sinilah lika-liku perjalanan Sie Jin Kwie memasuki istana menjadi pokok cerita yang disajikan. Usang dan Lelah Lakon ini, oleh Teater Koma, disajikan dengan alur yang amat lambat dan bertele-tele. Ada kesan ingin menampilkan semua bagian cerita secara lengkap, sehingga sungkan membuang adegan-adegan yang tidak perlu. Namun pilihan ini rupanya menampakkan sajian lakon yang terengah-engah. Banyak adegan yang hanya memanjangkan durasi, tapi tidak menambah esensi cerita. Pun bila dimaksudkan untuk memperkaya cerita, strategi bertuturnya lebih banyak yang tidak berhasil. Misalnya saja, keterengahan itu tampak dari pilihan plot yang dibawakan dalam alur maju yang sangat kronologis. Penguasaan akan cerita baru hadir ketika Sie Jin Kwie, sang tokoh utama, masuk panggung. Namun, Sie Jin Kwie justru baru masuk belakangan setelah penonton diombang-ambingkan pada penceritaan awal yang bertele-tele. Strategi bertutur ini sebenarnya bisa lebih luwes
[ac-i] SIARAN PERS: Teater Layar di Rutan Klas I Medaeng [1 Attachment]
Salam Budaya, Lakon “Rasanya Baru Kemarin” oleh narapidana/ penghuni Rutan Klas I Medaeng yang tergabung dalam Kelompok Teater Layar diangkat berdasarkan pengalaman para pemainnya itu sendiri. Mereka, terpidana berbagai kasus, yang tergabung dalam kelompok teater ini, ada yang baru sekali masuk sel tahanan dan ada yang berkali-kali, bahkan ada yang lebih dari lima kali. Sutradara asal Teater Bengkel Muda Surabaya, Zainuri, menggarapnya dalam seni pertunjukan yang empirik sehingga pertunjukan ini bagian dari terapi penyadarannya. Namun para pemain beranggapan bahwa ini bukan teater melainkan bagian dari media untuk mengungkap isi perasaan yang selama ini dirasa tidak bisa keluar, sekaligus mengeluarkan air mata yang lama sudah tidak bisa keluar atau bahkan dirasa sudah habis. Lakon ini akan dipentaskan, Kamis, 6 Mei 2010, pukul 13.00, di lingkup Rutan Klas 1 Medaeng, Jl. Letjen Sutoyo, Medaeng, Waru, Sidoarjo. Sayangnya tertutup untuk umum karena pihak keamanan Rutan belum siap mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuk, semisal kemungkinan tahanan yang berupaya melarikan diri saat acara berlangsung. Surabaya, 1 Mei 2010 Hormat Kami, a/n Panitia Hanif Nashrullah
[ac-i] UU KIP Multiinterpretasi
Penegak hukum tidak bisa langsung menyatakan seluruh proses pemeriksaan sebagai rahasia.PEMBERLAKUAN Un dang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang hari ini mulai diberlakukan masih mengandung sejumlah problem. Sebab, masih ada pasal-pasal yang bersifat multiinterpretasi. Prinsipnya UU itu adalah menjamin hak publik atas informasi, sehingga prinsipnya adalah jangan sampai UU itu justru membatasi atau mengurangi akses publik atas informasi, tegas Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Nezar Patria di Jakarta, kemarin. Ia menyoroti ancaman pasal pidana dalam UU tersebut yang hanya mengurangi peluang wartawan melakukan investigasi. Pers sudah ditakuti dengan ancaman pidana, katanya. Demikian juga mengenai pengecualian kebebasan informasi dalam bidang hukum, seperti bunyi Pasal 17 huruf a. Aparat penegak hukum jangan menggunakan pasal itu justru untuk menutup-nutupi informasi seperti pemeriksaan atau penahanan, katanya. Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengingatkan, tidak semua penanganan perkara tertutup bagi publik. Penegak hukum, menurutnya, terlebih dulu harus membuktikan seberapa penting informasi tersebut sehingga sebaiknya tidak diungkap ke publik. Menurut dia, kasus-kasus yang termasuk pengecualian harus melalui uji kompetensi dan uji kepentingan publik terlebih dahulu. Penegak hukum harus bisa membuktikan, jika informasi dibuka akan mengganggu proses penegakan hukum. Jadi harus melalui proses uji, tidak bisa langsung mengatakan informasi ini rahasia. Ketua Komisi Informasi Pusat Ahmad Alamsyah Saragih seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan, dengan pemberlakuan UU tersebut, masyarakat tidak bisa mendapatkan informasi soal penanganan kasus hukum yang masih berjalan. Yang paling sering terjadi, informasi berkaitan dengan proses penegakan hukum. Selama proses hukum berjalan, penanganan perkara tersebut tidak bisa diakses, katanya. Kecuali, sambungnya, kasus hukum itu sudah masuk ke proses dakwaan di pengadilan. Kalau itu kan terbuka untuk umum, jadi enggak apa-apa, kata Alamsyah. Kemarin pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima tujuh anggota Komisi Informasi Pusat didampingi Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, dan Men- kominfo Tifatul Sembiring, Selain Ahmad, anggota Komi- si Informasi Pusat yang hadir adalah Abdul Rahman Ma’mun, Aminudin, Ramli Amin Sim- bolon, Henny S Widyaningsih, Do no Prasetyo, dan Usman Abdhali Watik. Ahmad juga mengingatkan kepada seluruh badan publik untuk berhati-hati dalam mem- berikan informasi. “Badan pub- lik mulai sekarang harus mengi- dentifi kasi yang mana diberikan kepada masyarakat mana yang dikecualikan,” ujarnya. ada ekses dan penyalahgunaan undang-undang yang mulia ini. Oleh karena itu, kami berharap komisi bisa menjalankan tugas dengan baik,” kata Presiden. Mengenai kebutuhan aturan mengenai rahasia negara yang bia sanya menjadi pasangan UU Keterbukaan Informasi, Pre siden mengatakan beberapa peraturan tentang rahasia ne- gara sudah tercakup dalam UU Keterbukaan Informasi. “Dalam UU ini juga tercakup ada chapter tentang sebuah in- formasi, kepentingan militer dan kepentingan rahasia nega- ra tidak bisa dibuka. Sehingga UU ini pun bila dijalankan de- ngan benar, semua kepenting- an, kepenting an negara dan kepentingan ma syarakat, bisa dipenuhi,” ka tanya. Koordinator Divisi Investi gasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto berha- rap UU KIP bisa memberi in- formasi publik dan mengurangi praktik korupsi. “Selama ini ICW begitu sulit mendapat in formasi publik dari institusi publik. Informasi kami dapatkan dari whistle blower,” ungkap Agus. Mantan Ketua Panitia Kerja DPR RUU KIP Arief Mudatsir Mandan mengatakan UU KIP sebagai alat masyarakat un- tuk melawan ketertutupan bi- rokrasi. (Ken/Rin/Mar/*/P-1) http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/05/01/ArticleHtmls/01_05_2010_002_020.shtml?Mode=0
[ac-i] Launching MEDIA TK SENTRA [1 Attachment]
Pada Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010 ini Siska dan Yudhistira ANM Massardi Dengan bangga mempersembahkan untuk bangsa: Edisi Perdana MEDIA TK SENTRA Majalah panduan para Guru TK/RA/PAUD Orangtua Kami bekerja di garis depan Melaksanakan Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia Membangun Karakter dan Budi Pekerti Memuliakan anak sebagai ciptaan Tuhan paling sempurna Dengan Metode Sentra dari Sekolah Al-Falah Jakarta Metode asal Amerika yang dijiwai Asmaul Husna Kualitas internasional dengan jiwa-mulia Islam Sudah teruji, sudah terbukti! Bapak, Ibu Sayangi anak-anakmu Ketahui kebutuhan mereka Pahami cara memberikannya Media TK Sentra Panduannya
[ac-i] Lucunya Mantera Si Hantu Tangan
Lucunya Mantera Si Hantu Tangan Tuesday, 04 May 2010 Cover mobile comic volume ke 08 karya NoeraSetelah ditinggal Pajidat, Rama Noera dan kawan hantunya kebingungan... Pintu raksasa perpustakaan Negeri Iblis masih tertutup. Pintu yang sudah tidak pernah terbuka selama 500 tahun! Ck... Ck...Dan ternyata pintu itu cuma bisa dibuka dengan mantera yang masih menjadi rahasia. Rama Noera harus menebak mantera pembuka pintu tersebut dengan batas tiga mantera saja... Apa yang akan dilakukan Rama dan teman-teman hantunya?... Bagi pengguna Indosat, Telkomsel, dan XL bisa langsung mengakses katalognya secara gratis melalui hape, alamatnya ada di: http://wap.keren.mobi/komik/comiccatalog.php. Atau pelanggan Indosat bisa mengetik sms REG KOMIK kirim ke 6767. Dan bisa juga untuk pelanggan Telkomsel dengan mengakses di *268# pilih 3 pilih 5 pilih 7. Tentang komik dan cerita lainnya ada di: www.pragatcomic.com Terima kasih ahmadzeni Bersenang-senang dengan komik... Di www.PragatComic.com Info Prakarya Cergam
[ac-i] Group Exhibition SOCCER FEVER, 10 - 22 Juni 2010, Galeri Canna
*Galeri Canna * mengundang anda pada sebuah pameran seni rupa bersama: *SOCCER FEVER* Di buka oleh: *Bp. Dr. Andi Mallarangeng *Menteri Pemuda dan Olahraga * * pembukaan: Kamis, 10 Juni 2010, 19.00 / 7.00 pm Kurator: Afnan Malay Wahyudin di *Galeri Canna* Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC 6 No.33-34 Kelapa Gading Jakarta Utara 14240. p. (62-21) 4522536, 4526429, 4534666 f. (62-21) 4534667 e. galeri.ca...@yahoo.com, ca...@cbn.net.id www.galeri-canna.com OPEN HOURS Monday - Saturday 10 am - 6 pm. Sunday 11 am - 4 pm. Public holiday CLOSED This exhibition will be held until 22 June 2010 Galeri Canna Jl. Boulevard Barat Raya Blok LC 6 No.33-34 Kelapa Gading Jakarta Utara 14240. p. (62-21) 4522536, 4526429, 4534666 f. (62-21) 4534667 e. galeri.ca...@yahoo.com, ca...@cbn.net.id www.galeri-canna.com OPEN HOURS Monday - Saturday 10 am - 6 pm. Sunday 11 am - 4 pm. Public holiday CLOSED This exhibition will be held until 3 March 2010 *Jakarta** Art District (JAD)* East Mall, Lower Ground Grand Indonesia Shoping Town Jl. MH. Thamrin No. 1 Jakarta . OPEN HOURS Monday - Sunday 10 am -10 pm -- AGSI (Asosiasi Galeri Seni Rupa Indonesia) Secretariat. (Art Galleries Association- AGA) Indonesia GRAND INDONESIA SHOPPING TOWN, East Mal, LG, JAKARTA ART DISTRICT AREA Jakarta 10310 Ph: +62 21 2358 1035 www.agsindonesia.com
[ac-i] MAKING LOVE : Duel Musik ALEXART vs GIWANG TOPO And Friends
Making Love Duel Musik ALEXART vs GIWANG TOPO And Friends Auditorium LIP, 14 Mei 2010 | 19.00 WIB Di Jogja yang berjubel jutaan anak muda dan ratusan band “ganteng”, menonton band indie adalah hal yang bisa dibilang biasa-biasa saja. Tidak hanya peristiwa menontonnya yang biasa-biasa saja, tetapi sayangnya musik yang dimainkan pun biasa-biasa saja. Sementara itu, hal yang tidak biasa akan Anda temukan dalam duel MAKING LOVE di Auditorium LIP 14 Mei jam 19.00 WIB mendatang. Ada beberapa hal yang membuat pertunjukan ini layak tonton. Judul acara yang menyebut “duel” ini jelas menunjukkan bahwa akan ada setidak-tidaknya dua kelompok yang akan saling menunjukkan kehebatan masing-masing. Adalah ALEXART, sebuah band indie baru di Jogja yang dikomandani Alex Suhendra, pemuda kelahiran Cirebon yang selama ini lebih banyak berkutat di bidang teater. Keistimewaan ALEXART adalah gaya mereka yang menerjemahkan aliran Indie sebagai sebuah konsep musik, bukan semata masalah label distribusi. Indie bagi mereka adalah “merdeka”, tidak disetir oleh siapapun alias “semau gue”. Kedengarannya liar dan “norak”, tapi bukankah yang demikian itu lebih sexy?. Meski “semau gue” dan tidak peduli dengan gaya pop yang sedang lazim beredar, ALEXART tetap bicara cinta (tentu saja cinta yang semau gue). “Ini bukan karena mengejar selera pasar, ini semata karena dorongan jiwa muda. Dan karena pasar juga terdiri dari jutaan jiwa muda, kami ga takut musik kami ga laku. Pasti ada yang suka, dan malahan bisa jadi semua suka.” tutur Alex Suhendra, pentolan sekaligus pencipta seluruh lagu ALEXART ini dengan sangat yakin. Kelompok satu lagi yang akan menandinginya adalah GIWANG TOPO And Friends. Nama ini barangkali belum banyak dikenal. Mereka memang bukan sebuah kelompok band Indie yang sedang mengejar popularitas atau berulah demi memancing lirikan label. Tapi jangan dulu menganggap enteng. Apakah berarti musik mereka “berat”? tidak juga. Dari namanya jelas kelompok ini intinya adalah Giwang Topo yang didukung oleh pemain tambahan lain pada bagian musik. Giwang Topo juga mencipta sendiri lagu-lagunya. Tema yang diangkat lebih kepada tema-tema sosial, potret kemanusiaan dan cinta yang lebih universal. Akibatnya, lagu-lagu Giwang Topo terdengar lebih naratif tetapi dengan balutan musik yang ia sebut sebagai ilustrative rock ini, kita akan seperti mendengarkan puisi kemanusiaan yang sangat menyentuh. Konsep musik ini bukannya mengada-ada atau mengejar beda, karena Giwang Topo memang dibesarkan dalam suasana kerja musik ilustrasi. Sejak tahun 90-an ia aktif dalam berbagai kelompok teater kampus dan independen sebagai ilustrator musik. Juga pada proyek-proyek audio visual di studio PUSKAT. Meski dari segi taste dan soundscape keduanya berbeda, baik ALEXART maupun GIWANG TOPO sama-sama mengalunkan musik dengan sentuhan yang kaya akan emosi. Tidak sekedar menjual susunan chord dan tampang, tetapi keduanya berangkat dari sebuah prinsip bahwa lagu adalah suatu maksud atau perasaan yang dituangkan dalam syair dan nada. Anda akan merasakan bahwa syair dan musik benar-benar menyatu menjadikan lagu-lagu mereka terasa berharga. Mendengarkan lagu-lagu ALEXART atau GIWANG TOPO And Friends, seperti meraih kembali kekayaan musik sebagaimana tahun 80-90-an yang mampu membuat jantung Anda turut bergetar tidak hanya sesaat. Duel mereka ini akan dipermanis dengan kehadiran Chanceria String Kwartet yang terdiri 4 mahasiswa jurusan musik Universitas Negeri Yogyakarta. Untuk menyaksikan duel musik ini, panitia memberi bandrol tiket seharga Rp 10.000,00. pemesanan tiket bisa dilayani Adib - 085643186242. ALEXART Awalnya adalah Alex Suhendra (vokal) dan Artina (gitar). Sepakat bermusik bersama pada 14 Februari 2009. kemunculan pertama di depan publik mereka lakukan di program Senin Jogja Akustik di Djambur Coffee. Desember 2009 bergabunglah musisi lain Joshua (drum), Dwi Haryanto (Bass) dan kemudian Maday (gitar). Lagu-lagu diciptakan oleh Alex Suhendra yang mengaku banyak dipengaruhi oleh grup-grup lawas seperti Led Zepellin dan Nirvana. Sebagai aktor teater, Alex Suhendra menilai bahwa sebuah band seharusnya memiliki pukauan yang apik sebagaimana sebuah teater yang mampu membuat penonton berpikir dan tidak sekedar menikmati lagu. Beberapa penampilan publik yang perlu dicatat dalam perjalanan ALEXART adalah menjadi juara I dalam Indie Famous #3 di Caesar Cafe (Desember 2009), Jogja Clothing Attack di GOR UNY. ALEXART juga tampil sebagai band pembuka konser GEISHA di Caesar Cafe (2010) dan tampil dalam Carnaval SCTV di Alun-alun utara Jogja 1 Mei 2010. GIWANG TOPO. Lahir di Gunung Kidul 10 April 1974. dibesarkan pada masa kejayaan musik era 90-an. Pernah membentuk band pada tahun 90an dan gagal di tengah jalan. Ia kemudian terjun ke dunia teater melalui Teater Soekma ABA YIPK Jogja. Sejak 1993 – 2000 Giwang Topo terlibat dalam ilustrasi musik untuk banyak pertunjukan teater baik bersama
[ac-i] SIGIarts cordially invites you to the solo exhibition of Gede Mahendra Yasa, May 12th 2010 [2 Attachments]
Discussion will be on May 22th 2010 Starts at 12 noon (lunch is provided) Speaker: Enin Supriyanto Gede Mahendra Yasa Bambang Sugiharto -- SIGIarts Gallery Jl. Mahakam 1 No. 11 Jakarta 12150 Ph: + 62 21 7260949 Fax: + 62 21 7261017 Mob: +62 852 85945170 -- AGSI (Asosiasi Galeri Seni Rupa Indonesia) Secretariat. (Art Galleries Association- AGA) Indonesia GRAND INDONESIA SHOPPING TOWN, East Mal, LG, JAKARTA ART DISTRICT AREA Jakarta 10310 Ph: +62 21 2358 1035 www.agsindonesia.com
[ac-i] Pers Release Homage
H O M A G E Tujuh Bintang Art Space 8 - 23 Mei 2010 Artists : ACHMAD BASUKI | AGUNG SANTOSA | CIPTO PURNOMO | DANNY IRAWAN | ERIANTO | FERRY GABRIEL | HASTO EDI SETIAWAN | I KADEK AGUS ARDIKA | I WAYAN UPADANA | KHUSNA HARDIYANTO | M.WIRA PURNAMA | MIRANTI MINGGAR TRILIANI | NAWIR MC PITT | NUGROHO WIJAYATMO | ROCKA RADIPA RONALD EFENDI | RONI AMMER | RUDI HENDRIATNO | WIBAWA ADI UTAMA | WIBAWA ADI UTAMA | YUDI IRAWAN Curator : Netok Sawiji_Rusnoto Susanto Homage to Maestro ditafsir sebagai sebuah sikap penghormatan terhadap proses pencapaian terpuncak para maestro kita. Karena pemikiran-pemikiran dan kreativitas maestro itulah spirit kreatif dipicu, subject matter diurai/diartikulasikan, wacana seni rupa digulirkan dan seni rupa diperjuangkan nilai estetikanya. Maetro-maestro kita memperjuangkan sekaligus menegaskan kembali ideologi estetika semenjak masa perjuangan, revolusi, kemerdekaan hingga seni rupa kontemporer hiruk-pikuk kini menempatkannya pada pencapaian-pencapaian derajat sekaligus nilai inovatifnya. Bagaimana sejarah seni rupa kita dipertunjukkan di hadapan kita ketika mereka merepresentasikan ketajaman intuisinya dengan perspektif individual yang tetap merespon jiwa jaman atas nilai-nilai local genius. Alasan-alasan semacam inilah bingkai kuratorial ini intens di matangkan untuk meretaskan berbagai pemikiran-pemikiran segar dari para perupa peserta pameran dalam mendedikasikan proses perenungan, pemikiran dan olah kreatif sebagai representatif penghormatan terhadap maestro. Artikulasi visual dalam konteks ini tentu tidak secara permukaam ditafsir, namun dicermati sebagai wujud persembahan nilai-nilai estetika untuk avant garde seni rupa kita. Pameran ini diikuti beberapa peserta nominator dan pemenang Tujuh Bintang Art Awards 2009 yang lalu, dalam paket pameran ini secara berkala digelar di Tujuh Bintang Art Space sebagai serangkaian penghormatan dan penghargaan setingi-tingginya utk para maestro. Yang tak kalah pentingnya adalah pameran ini sebagai bentuk penghargaan kami kepada para peserta nominator Tujuh Bintang Art Awards 2009. Terima kasih kami sampaikan kepada para peserta pameran semoga dapat mempersembahkan karya-karya terbaiknya. Silakan diapresiasi More info : www.tujuhbintang.com blog.tujuhbintang.com
[ac-i] Akankah Terjadi Benturan?
Akankah Terjadi Benturan? Jumat, 27 Agustus 2004 Oleh: KH. Abdurrahman Wahid Beberapa hari yang lalu, saat perjalanan pulang ke Ciganjur setelah tiba di Cengkareng dari Surabaya, penulis mendengarkan sebuah percakapan sangat menarik dalam sebuah siaran radio swasta, antara penyiar dengan Bambang Sulistomo. Ia adalah orang berani yang menyatakan pendapat secara terbuka. Ia tentu terkait dengan asal usul biologisnya, sebagai anak pejuang tak kenal kompromi, Bung Tomo. Sejak jaman pemerintahan Orde Baru ia melancarkan kritik terbuka ke alamat para penguasa yang tidak memperhatikan keadilan. Kali ini, ia berbuat demikian pula dengan mengkritik segala hal salah dalam cara kerja pemerintah kita. Tetapi kritik utamanya dialamatkan kepada pelaksanaan pemilihan umum kita tahun ini dari Undang-Undangnya, hingga sikap berbagai pihak terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) disorotinya dengan tajam. Sistem pemilu kita tahun ini, di matanya tidak lain adalah upaya mempertahankan status quo, di antara para aktor yang ingin melestarikan kekuasaan. Jadi bukannya untuk menciptakan sistem politik baru, yang bersemangat demokratis. Bahkan ada ucapanya yang benar-benar menimbulkan keprihatinan, karena pihak calon Presiden Megawati Soekarnoputri didukung oleh Polri, ia memperkirakan TNI yang aktif akan membela Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mati-matian. Kalau pemihakan ini berujung pada pertentangan fisik secara horizontal, maka apa jadinya negeri kita dalam suasana seperti itu? Kesimpulan logis dari Bambang Sulistomo, sebagai peringatan dini yang disampaikan secara terbuka itu, mau tidak mau tentu menggelisahkan kita. Bagaimana kita akan menjaga integritas negara kita, baik secara fisik maupun secara spritual. Tidak hanya penulis, sang penyiar yang bernama Hendro, juga merasakan kekhawatirkan seperti itu. Pandangan di atas tidak hanya dapat dinilai sebagai argumentasi psikologis belaka, melainkan juga oleh kaitannya yang kuat dengan kenyataan yang kita lihat sehari-hari. Apalagi sesampai di rumah, penulis mendapatkan cerita bahwa semalam sebelumnya, layar televisi menayangkan bagaimana Mendagri Hari Sabarno mengingatkan para kepala desa dan lurah di seluruh negara, agar jangan lupa membela Presiden Megawati dalam pemilu putaran kedua tanggal 20 September 2004 kelak. Ini jelas merupakan pelanggaran Undang-Undang (UU) yang dilakukan oleh seorang Menteri. Kalau memang ini tidak ditindak, jelas bahwa pelanggaran itu disetujui oleh Presiden. Tetapi itu tidak aneh, karena keseluruhan proses pemilu tahun ini penuh dengan kecerobohan, kecurangan, manipulasi yang menguntungkan pihak-pihak yang ingin mempertahankan status quo. Kalau terjadi perbenturan antara pihak-pihak yang akan mendukung para calon tertentu, bisa saja terjadi adanya revolusi sosial yang kita takuti itu. Inilah yang ditakuti Bambang Sulistomo, dan juga oleh umunya para warga negara kita. Persoalannya dapatkah kita benar-benar menghindarkan hal itu? Penulis tidak merasa optimis dengan jawaban yang dapat dikemukakan. Bukankah KPU sendiri melanggar UU dan dibiarkan saja oleh semua pihak? UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, No.4/1997 tentang Penyandang Cacat, No. 12/2003 tentang Pemilu Legislatif dan No.23/2003 tentang Pemilu Presiden, semuanya dilanggar oleh KPU, tanpa ada tindakan apa-apa dari seluruh negara. Mendengar kegelisahan Bambang Sulistomo itu, penulis hanya dapat mengajukan sebuah pertanyaan: seriuskah ia dengan pernyataannya itu, ketika ia melupakan berbagai pelanggaran atas UU yang dikemukakan di atas? Dengan kata lain, reaksi sporadis terhadap apa yang dilakukan. Karenanya, konsentrasi perlawanan haruslah ditekankan pada penolakan tindakan –tindakan pelanggaran hukum. Walaupun elit politik dan DPR sebagai alat mereka yang selalu diperalat untuk membuat UU pemilu yang ada, bagaimanapun juga berpegang pada UU masih lebih baik dari berbagai pelanggaran yang dilakukan terhadapnya. Itulah esensi dan permulaan dari berbagai jenis penolakan atas UU pemilu yang ada. Decorum menghasilkan pemilihan umum yang demokratis, bagaimanapun juga tidak dapat ditinggalkan oleh berbagai Undang-Undang itu. Jika kita bersatu menghadapinya atas dasar hal-hal minimum yang dapat dicapai, tentu akan memberikan hasil demi hasil awal yang kita ingini. Dalam hal itu berlaku kesediaan saling mengalah antara berbagai pihak menjadi sangat menentukan. Kita justru tidak harus meniru langkah-langkah yang diambil oleh mereka yang ingin menjaga status politik dan kekuasaan yang ada. Semua memiliki ambisi politik pribadi masing-masing, tapi hal itu dilakukan dengan cara memperhatikan kepentingan bersama. Ada sesuatu yang sangat ironis, ketika pemelihara status quo kekuasaan dapat bersatu, padahal kepentingan mereka sangat bertengangan satu sama lain. Sedangkan pihak yang ingin membawa sistem politik yang baru justru tidak pernah bersatu dalam hal apapun. Bukankah mereka lalu akan dikalahkan terus menerus oleh pihak-pihak yang ingin