RE: [ac-i] Re: [ac-ikongres kebudayaan tak pernah mau bersikap

2008-12-19 Terurut Topik joko sulis
maaf, tahun "kebudayaan" yg bagaimana?,kebudayaan yg seperti 
apa?..budaya bingung, budaya korup, budaya seolah olah, seolah olah berbudaya, 
atau  sekedar  terus optimis , membangung optimisme,bahwa jalan yg 
mulus,tanpa banyak polisi tidur, masih ada,

agung kurniawan wrote: 
> saya kiri pernyataan saya tentang kanan dan kiri adalh sebuah 
> contoh bagaimana selama ini para intelektual dan "budayawan" telah terjebak 
> dalam iklim parokhial yang sangat parah. Ketika membicarakan sebuah kongres 
> kebudayaan persoalan terpenting yang menggangu "kepentingan nasional" yaitu 
> homogenisasi pola pikir tidak diangkat. Bahkan dianggap semata-mata persoalan 
> kesenian. Lepas dari apakah persoalan kebudayaan akan bicara tentang banyak 
> hal, akan tetapi keheningan para pelaku dan penggiat kongres kebudayaan 
> tentang UU pornografi dan hadirnya hukum berdasar salah satu agama tertentu, 
> dan jelas-jelas tidak sejalan dengan "kepentingan nasional" (negara indonesia 
> berdasarkan atas keberagaman) menyisakan pertanyaan besar. Mengapa ketika 
> kepentingan akan indonesia yang beragam diusik tidak ada satu rekomendasipun 
> mengenai hal itu? Mengapa justru yang
>  muncul rekomendasi tentang tahun kebudayaan? Apakah panitia dan peserta 
> tidak bisa memilih mana yang urgent dan mana yang tidak? Kalau itu tak 
> terjawab jangan-jangan kita para budayawan dan intelektual kampus tak lebih 
> dari budak-budak kepentingan orang lain (pemilik modal, teknokrat pemerintah, 
> politisi busuk dan lain sebagainya). Tolong pertanyaan yang terus saya 
> persoalankan dijawab; bagaimana respon resmi dari kongres kebudayaan tentang 
> homogenisasi indonesia melalui cara-cara pemberlakuan hukum yang bertentangan 
> dengan tujuan dan kepentinga nasional? kalau itu tidak terjawab mengapa kita 
> harus mendukung tahun kebudayaan 2009? agung kurniawan   --- On Wed, 
> 12/17/08, mangoenpoerojo roch basoeki  wrote: From: 
> mangoenpoerojo roch basoeki
>   Subject: [ac-i] BUDAYA SALAH KAPRAH To: "budaya art" 
>  Cc: "artculture- indonesia 
> moderator"  Date: Wednesday, 
> December 17, 2008, 12:15 AM 
> Sekaligus menanggapi seluruh komentar tentang "perlunya tahun 
> kebudayaan" yang dilempar oleh mas Luluk Suniarso. 1. mari kita akhiri budaya 
> saling menyalahkan dengan menyadari bahwa semua kesalahan yang sedang 
> berjalan (berkenaan dengan penyelenggaraan negara) adalah SALAH KAPRAH yang 
> membudaya. Siapapun yang memimpin negeri ini akan terjebak oleh 
> kesalah-kaprahan itu. Kita ingin perubahan tanpa tahu apa yang mau diubah, 
> diubah menjadi seperti apa, dan dimulai dari mana. 2. menurut saya, dari segi 
> pola pikir, harus dimulai dari pola "penggunaan ilmu pengetahuan" (lihat 
> saran mas profesor bambang hidayat). Ilmu pengetahuan yang semakin 
> spesialissasi, hendaknya tidak digunakan untuk memaksakan perilaku masyarakat 
> agar melakukan sesuatu sesuai tuntutan spesialis.  IP
>  hendaknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam arti 
> kemampuan dan tuntutan dari masyarakat yang senyata-nyatanya. So, dengan IP 
> itu kita harus berupaya dulu untuk tahu sebenar-benarnya kemampuan masyarakat 
> kita yang tidak banyak tuntutan itu. Ilmu manakah yang harus kita 
> gunakan.. (menurut pengembaraan saya, antropologi adalah ilmu utama untuk 
> masyarakat kita). 3. Dari segi politik (agar tidak terjebak akan issue KIRI 
> VS KANAN, mas Agung), kita harus bersepakat tentang TUJUAN NASIONAL. Untuk 
> kita sadari bahwa kita sebagai sebuah bangsa yang katanya besar, ternyata 
> tidak punya tujuan (makanya sering kita dengar "mau kemana negara ini"). Mari 
> kita baca baik-baik apa kata pendiri negara "kenapa kita harus merdeka" di 
> dalam Pembukaan UUD. 4. Akibat dari tidak punya tujuan nasional adlah TIDAK 
> PUNYA "KEPENTINGAN NASIONAL". Dalam segala kasus, kita dihadapkan pada 
> tarik-menarik kekuatan antar sesama. Contohnya, demokrasi dan
>  HAM apakah benar-benar merupakan kepentingan nasional. Pemihakan pada 
> pemilik modal dalam kasus krisi global, apakah kepentingan nasional? OK, 
> contoh yang tidak berkonotasi politik yaitu soal ROKOK. Asap rokok adalah 
> racun kehidupan manusia perokok maupun non-perokok ; tetapi industri rokok 
> juga menghidupi jutaan keluarga manusia dan negara (pajak). Bagaimanakah 
> negara ini bersikap terhadap rokok, manakah yang disebut KEPENTINGAN 
> NASIONAL? Begitulah sekedar masukan. salam, robama. 
>  



  



Re: [ac-i] Re: [ac-ikongres kebudayaan tak pernah mau bersikap

2008-12-18 Terurut Topik mangoenpoerojo roch basoeki
Saya setuju dengan seluruh pemikiran mas Agung maupun mbak Anna. Tapi yang 
punya otoritas untuk menjawab adalah mas Luluk Sumiarso. Silakan mas Luluk.
salam, robama. 





From: agung kurniawan 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, December 18, 2008 5:56:16 PM
Subject: [ac-i] Re: [ac-ikongres kebudayaan tak pernah mau bersikap


saya kiri pernyataan saya tentang kanan dan kiri adalh sebuah contoh bagaimana 
selama ini para intelektual dan "budayawan" telah terjebak dalam iklim 
parokhial yang sangat parah. Ketika membicarakan sebuah kongres kebudayaan 
persoalan terpenting yang menggangu "kepentingan nasional" yaitu homogenisasi 
pola pikir tidak diangkat. Bahkan dianggap semata-mata persoalan kesenian.
Lepas dari apakah persoalan kebudayaan akan bicara tentang banyak hal, akan 
tetapi keheningan para pelaku dan penggiat kongres kebudayaan tentang UU 
pornografi dan hadirnya hukum berdasar salah satu agama tertentu, dan 
jelas-jelas tidak sejalan dengan "kepentingan nasional" (negara indonesia 
berdasarkan atas keberagaman) menyisakan pertanyaan besar.

Mengapa ketika kepentingan akan indonesia yang beragam diusik tidak ada satu 
rekomendasipun mengenai hal itu? Mengapa justru yang muncul rekomendasi tentang 
tahun kebudayaan? Apakah panitia dan peserta tidak bisa memilih mana yang 
urgent dan mana yang tidak?

Kalau itu tak terjawab jangan-jangan kita para budayawan dan intelektual kampus 
tak lebih dari budak-budak kepentingan orang lain (pemilik modal, teknokrat 
pemerintah, politisi busuk dan lain sebagainya).

Tolong pertanyaan yang terus saya persoalankan dijawab; bagaimana respon resmi 
dari kongres kebudayaan tentang homogenisasi indonesia melalui cara-cara 
pemberlakuan hukum yang bertentangan dengan tujuan dan kepentinga nasional?

kalau itu tidak terjawab mengapa kita harus mendukung tahun kebudayaan 2009?

agung kurniawan 
  
--- On Wed, 12/17/08, mangoenpoerojo roch basoeki  wrote:

From: mangoenpoerojo roch basoeki 
Subject: [ac-i] BUDAYA SALAH KAPRAH
To: "budaya art" 
Cc: "artculture- indonesia moderator" 
Date: Wednesday, December 17, 2008, 12:15 AM


Sekaligus menanggapi seluruh komentar tentang "perlunya tahun kebudayaan" yang 
dilempar oleh mas Luluk Suniarso. 

1. mari kita akhiri budaya saling menyalahkan dengan menyadari bahwa semua 
kesalahan yang sedang berjalan (berkenaan dengan penyelenggaraan negara) adalah 
SALAH KAPRAH yang membudaya. Siapapun yang memimpin negeri ini akan terjebak 
oleh kesalah-kaprahan itu. Kita ingin perubahan tanpa tahu apa yang mau diubah, 
diubah menjadi seperti apa, dan dimulai dari mana. 

2. menurut saya, dari segi pola pikir, harus dimulai dari pola "penggunaan ilmu 
pengetahuan" (lihat saran mas profesor bambang hidayat). Ilmu pengetahuan yang 
semakin spesialissasi, hendaknya tidak digunakan untuk memaksakan perilaku 
masyarakat agar melakukan sesuatu sesuai tuntutan spesialis.  IP hendaknya 
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam arti kemampuan dan 
tuntutan dari masyarakat yang senyata-nyatanya. So, dengan IP itu kita harus 
berupaya dulu untuk tahu sebenar-benarnya kemampuan masyarakat kita yang tidak 
banyak tuntutan itu. Ilmu manakah yang harus kita gunakan. (menurut 
pengembaraan saya, antropologi adalah ilmu utama untuk masyarakat kita). 

3. Dari segi politik (agar tidak terjebak akan issue KIRI VS KANAN, mas Agung), 
kita harus bersepakat tentang TUJUAN NASIONAL. Untuk kita sadari bahwa kita 
sebagai sebuah bangsa yang katanya besar, ternyata tidak punya tujuan (makanya 
sering kita dengar "mau kemana negara ini"). Mari kita baca baik-baik apa kata 
pendiri negara "kenapa kita harus merdeka" di dalam Pembukaan UUD. 

4. Akibat dari tidak punya tujuan nasional adlah TIDAK PUNYA "KEPENTINGAN 
NASIONAL". Dalam segala kasus, kita dihadapkan pada tarik-menarik kekuatan 
antar sesama. Contohnya, demokrasi dan HAM apakah benar-benar merupakan 
kepentingan nasional. Pemihakan pada pemilik modal dalam kasus krisi global, 
apakah kepentingan nasional? OK, contoh yang tidak berkonotasi politik yaitu 
soal ROKOK. Asap rokok adalah racun kehidupan manusia perokok maupun 
non-perokok ; tetapi industri rokok juga menghidupi jutaan keluarga manusia dan 
negara (pajak). Bagaimanakah negara ini bersikap terhadap rokok, manakah yang 
disebut KEPENTINGAN NASIONAL?

Begitulah sekedar masukan.
salam, robama. 

 



  

[ac-i] Re: [ac-ikongres kebudayaan tak pernah mau bersikap

2008-12-18 Terurut Topik penyair_goblok
mungkin yang merasa seorang budayawaan harus lebih banyak berbuat,
klo boleh tahu siapa sih budayawan di negeri ini? apa aja telah mereka
perbuat untuk budaya dan negeri ini? apa para pelaku nya terlalu
banyak yang onani. maka nya terjadi seperti ini, ato duduk yang tidak
pada tempat nya?
klo tiada itu semua cuma tersisa dua kelompok lagi yang satu adalah
para senewen (sebab antara senewen dan seniman nisbi sekali)yang lain
nya keserakahan lah yang membuat ini jadi berantakan
solusi nya cuma satu action
coba liat berapa lama budayawaan kita mandul dalam membuat bangsa ini
berbudaya. bukan salah bunda mengandung, dan juga bukan salah bapak
yang punya burung.


 In artculture-indonesia@yahoogroups.com, agung kurniawan
 wrote:
>
> saya kiri pernyataan saya tentang kanan dan kiri adalh sebuah contoh
bagaimana selama ini para intelektual dan "budayawan" telah terjebak
dalam iklim parokhial yang sangat parah. Ketika membicarakan sebuah
kongres kebudayaan persoalan terpenting yang menggangu "kepentingan
nasional" yaitu homogenisasi pola pikir tidak diangkat. Bahkan
dianggap semata-mata persoalan kesenian.
> Lepas dari apakah persoalan kebudayaan akan bicara tentang banyak
hal, akan tetapi keheningan para pelaku dan penggiat kongres
kebudayaan tentang UU pornografi dan hadirnya hukum berdasar salah
satu agama tertentu, dan jelas-jelas tidak sejalan dengan "kepentingan
nasional" (negara indonesia berdasarkan atas keberagaman) menyisakan
pertanyaan besar.
> 
> Mengapa ketika kepentingan akan indonesia yang beragam diusik tidak
ada satu rekomendasipun mengenai hal itu? Mengapa justru yang muncul
rekomendasi tentang tahun kebudayaan? Apakah panitia dan peserta tidak
bisa memilih mana yang urgent dan mana yang tidak?
> 
> Kalau itu tak terjawab jangan-jangan kita para budayawan dan
intelektual kampus tak lebih dari budak-budak kepentingan orang lain
(pemilik modal, teknokrat pemerintah, politisi busuk dan lain sebagainya).
> 
> Tolong pertanyaan yang terus saya persoalankan dijawab; bagaimana
respon resmi dari kongres kebudayaan tentang homogenisasi indonesia
melalui cara-cara pemberlakuan hukum yang bertentangan dengan tujuan
dan kepentinga nasional?
> 
> kalau itu tidak terjawab mengapa kita harus mendukung tahun
kebudayaan 2009?
> 
> agung kurniawan 
>   
> --- On Wed, 12/17/08, mangoenpoerojo roch basoeki  wrote:
> From: mangoenpoerojo roch basoeki 
> Subject: [ac-i] BUDAYA SALAH KAPRAH
> To: "budaya art" 
> Cc: "artculture-indonesia moderator"

> Date: Wednesday, December 17, 2008, 12:15 AM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Sekaligus menanggapi seluruh komentar tentang "perlunya
tahun kebudayaan" yang dilempar oleh mas Luluk Suniarso. 
> 
> 1. mari kita akhiri budaya saling menyalahkan dengan menyadari bahwa
semua kesalahan yang sedang berjalan (berkenaan dengan penyelenggaraan
negara) adalah SALAH KAPRAH yang membudaya. Siapapun yang memimpin
negeri ini akan terjebak oleh kesalah-kaprahan itu. Kita ingin
perubahan tanpa tahu apa yang mau diubah, diubah menjadi seperti apa,
dan dimulai dari mana. 
> 
> 2. menurut saya, dari segi pola pikir, harus dimulai dari pola
"penggunaan ilmu pengetahuan" (lihat saran mas profesor bambang
hidayat). Ilmu pengetahuan yang semakin spesialissasi, hendaknya tidak
digunakan untuk memaksakan perilaku masyarakat agar melakukan sesuatu
sesuai tuntutan spesialis.  IP
>  hendaknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam arti
kemampuan dan tuntutan dari masyarakat yang senyata-nyatanya. So,
dengan IP itu kita harus berupaya dulu untuk tahu sebenar-benarnya
kemampuan masyarakat kita yang tidak banyak tuntutan itu. Ilmu manakah
yang harus kita gunakan. (menurut pengembaraan saya, antropologi
adalah ilmu utama untuk masyarakat kita). 
> 
> 3. Dari segi politik (agar tidak terjebak akan issue KIRI VS KANAN,
mas Agung), kita harus bersepakat tentang TUJUAN NASIONAL. Untuk kita
sadari bahwa kita sebagai sebuah bangsa yang katanya besar, ternyata
tidak punya tujuan (makanya sering kita dengar "mau kemana negara
ini"). Mari kita baca baik-baik apa kata pendiri negara "kenapa kita
harus merdeka" di dalam Pembukaan UUD. 
> 
> 4. Akibat dari tidak punya tujuan nasional adlah TIDAK PUNYA
"KEPENTINGAN NASIONAL". Dalam segala kasus, kita dihadapkan pada
tarik-menarik kekuatan antar sesama. Contohnya, demokrasi dan
>  HAM apakah benar-benar merupakan kepentingan nasional. Pemihakan
pada pemilik modal dalam kasus krisi global, apakah kepentingan
nasional? OK, contoh yang tidak berkonotasi politik yaitu soal ROKOK.
Asap rokok adalah racun kehidupan manusia perokok maupun non-perokok ;
tetapi industri rokok juga menghidupi jutaan keluarga manusia dan
negara (pajak). Bagaimanakah negara ini bersikap terhadap rokok,
manakah yang disebut KEPENTINGAN NASIONAL?
> 
> Begitulah sekedar masukan.
> salam, robama.
>




[ac-i] Re: [ac-ikongres kebudayaan tak pernah mau bersikap

2008-12-18 Terurut Topik agung kurniawan
saya kiri pernyataan saya tentang kanan dan kiri adalh sebuah contoh bagaimana 
selama ini para intelektual dan "budayawan" telah terjebak dalam iklim 
parokhial yang sangat parah. Ketika membicarakan sebuah kongres kebudayaan 
persoalan terpenting yang menggangu "kepentingan nasional" yaitu homogenisasi 
pola pikir tidak diangkat. Bahkan dianggap semata-mata persoalan kesenian.
Lepas dari apakah persoalan kebudayaan akan bicara tentang banyak hal, akan 
tetapi keheningan para pelaku dan penggiat kongres kebudayaan tentang UU 
pornografi dan hadirnya hukum berdasar salah satu agama tertentu, dan 
jelas-jelas tidak sejalan dengan "kepentingan nasional" (negara indonesia 
berdasarkan atas keberagaman) menyisakan pertanyaan besar.

Mengapa ketika kepentingan akan indonesia yang beragam diusik tidak ada satu 
rekomendasipun mengenai hal itu? Mengapa justru yang muncul rekomendasi tentang 
tahun kebudayaan? Apakah panitia dan peserta tidak bisa memilih mana yang 
urgent dan mana yang tidak?

Kalau itu tak terjawab jangan-jangan kita para budayawan dan intelektual kampus 
tak lebih dari budak-budak kepentingan orang lain (pemilik modal, teknokrat 
pemerintah, politisi busuk dan lain sebagainya).

Tolong pertanyaan yang terus saya persoalankan dijawab; bagaimana respon resmi 
dari kongres kebudayaan tentang homogenisasi indonesia melalui cara-cara 
pemberlakuan hukum yang bertentangan dengan tujuan dan kepentinga nasional?

kalau itu tidak terjawab mengapa kita harus mendukung tahun kebudayaan 2009?

agung kurniawan 
  
--- On Wed, 12/17/08, mangoenpoerojo roch basoeki  wrote:
From: mangoenpoerojo roch basoeki 
Subject: [ac-i] BUDAYA SALAH KAPRAH
To: "budaya art" 
Cc: "artculture-indonesia moderator" 

Date: Wednesday, December 17, 2008, 12:15 AM











Sekaligus menanggapi seluruh komentar tentang "perlunya tahun 
kebudayaan" yang dilempar oleh mas Luluk Suniarso. 

1. mari kita akhiri budaya saling menyalahkan dengan menyadari bahwa semua 
kesalahan yang sedang berjalan (berkenaan dengan penyelenggaraan negara) adalah 
SALAH KAPRAH yang membudaya. Siapapun yang memimpin negeri ini akan terjebak 
oleh kesalah-kaprahan itu. Kita ingin perubahan tanpa tahu apa yang mau diubah, 
diubah menjadi seperti apa, dan dimulai dari mana. 

2. menurut saya, dari segi pola pikir, harus dimulai dari pola "penggunaan ilmu 
pengetahuan" (lihat saran mas profesor bambang hidayat). Ilmu pengetahuan yang 
semakin spesialissasi, hendaknya tidak digunakan untuk memaksakan perilaku 
masyarakat agar melakukan sesuatu sesuai tuntutan spesialis.  IP
 hendaknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam arti kemampuan 
dan tuntutan dari masyarakat yang senyata-nyatanya. So, dengan IP itu kita 
harus berupaya dulu untuk tahu sebenar-benarnya kemampuan masyarakat kita yang 
tidak banyak tuntutan itu. Ilmu manakah yang harus kita gunakan. (menurut 
pengembaraan saya, antropologi adalah ilmu utama untuk masyarakat kita). 

3. Dari segi politik (agar tidak terjebak akan issue KIRI VS KANAN, mas Agung), 
kita harus bersepakat tentang TUJUAN NASIONAL. Untuk kita sadari bahwa kita 
sebagai sebuah bangsa yang katanya besar, ternyata tidak punya tujuan (makanya 
sering kita dengar "mau kemana negara ini"). Mari kita baca baik-baik apa kata 
pendiri negara "kenapa kita harus merdeka" di dalam Pembukaan UUD. 

4. Akibat dari tidak punya tujuan nasional adlah TIDAK PUNYA "KEPENTINGAN 
NASIONAL". Dalam segala kasus, kita dihadapkan pada tarik-menarik kekuatan 
antar sesama. Contohnya, demokrasi dan
 HAM apakah benar-benar merupakan kepentingan nasional. Pemihakan pada pemilik 
modal dalam kasus krisi global, apakah kepentingan nasional? OK, contoh yang 
tidak berkonotasi politik yaitu soal ROKOK. Asap rokok adalah racun kehidupan 
manusia perokok maupun non-perokok ; tetapi industri rokok juga menghidupi 
jutaan keluarga manusia dan negara (pajak). Bagaimanakah negara ini bersikap 
terhadap rokok, manakah yang disebut KEPENTINGAN NASIONAL?

Begitulah sekedar masukan.
salam, robama.