Re: [assunnah]>>Tanya: Do'a masuk rumah<

2011-05-28 Terurut Topik Abu Rafi&#x27; alMajakartiy
بسم الله الرحمن الرحيم 

Riwayat yang shahih mengenai dzikir ketika masuk rumah, sebagaimana yang 
dikeluarkan oleh Imam Muslim رحمه الله dalam Shahihnya :

Muhammad bin al-Mutsanna al-Anazi menuturkan kepada kami, dia berkata; 
ad-Dhahhak yaitu Abu Ashim menuturkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia 
berkata; Abu Zubair mengabarkan kepadaku dari Jabir bin Abdullah bahwa dia 
mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang 
hendak masuk rumahnya kemudian dia berzikir kepada Allah ketika masuk dan 
ketika akan menyantap makanan maka syaitan akan mengatakan -kepada 
pengikutnya-, ‘Kalian tidak bisa tidur di sini dan tidak pula mendapatkan 
bagian makanan’. Kemudian apabila dia memasuki rumahnya namun tidak berzikir 
kepada Allah ketika masuknya maka syaitan akan berkata, ‘Kalian bisa menginap 
malam ini’. Dan apabila dia tidak berzikir kepada Allah ketika menyantap 
makanan maka syaitan akan mengatakan, ‘Kalian bisa menginap dan makan di 
sini.’.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Asyribah, diriwayatkan pula oleh Bukhari 
dalam al-Adab al-Mufrad, lihat Syarh Sahih al-Adab al-Mufrad [3/219])

Yang dimaksud dengan berzikir kepada Allah ketika masuk rumah adalah membaca 
"bismillaah" sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam An Nawawi رحمه الله didalam 
kitab Shahih al-Adzkar hal. 32.

Adapun riwayat Imam Abu Dawud رحمه الله adalah lemah (dlaif), الله أعلم بالصواب 

Keterangan:

Imam Abu Dawud رحمه الله meriwayatkan di dalam Sunannya :

Ibnu Auf menuturkan kepada kami. Dia berkata; Muhammad bin Isma’il menuturkan 
kepada kami. Dia berkata; Ayahku menuturkan kepadaku. Ibnu Auf mengatakan; Aku 
melihat pada sumber -kitab-nya adalah -dari riwayat- Isma’il, dia berkata; 
Dhamdham menuturkan kepadaku dari Syuraih dari Abu Malik al-Asy’ari 
-radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda, “Apabila salah seorang masuk ke rumahnya hendaknya dia membaca 
‘Allahumma inni as’aluka khairal maulaj wa khairal makhraj Bismillahi walajnaa 
wabismillahi kharajnaa wa ‘alallahi Rabbinaa tawakkalnaa’ kemudian hendaknya 
dia mengucapkan salam kepada penghuninya.” (HR. Abu Dawud [4432], at-Thabrani 
dalam al-Mu’jam al-Kabir [3378]. al-Albani mensahihkan sanadnya dalam 
as-Shahihah [225] dan dinilainya sahih dalam Sahih al-Jami’ [839], namun 
dilemahkan olehnya dalam Dha’if Sunan Abi Dawud [1086], sedangkan Abdul Qadir 
al-Arna’uth menghasankannya, sebagaimana dalam Raudhat al-Muhadditsin [4579] 
as-Syamilah)

Periwayat hadits :

Abu Malik al-Asy’ari. Sahabat, wafat tahun 18 H. Rawi Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu 
Majah, dan Bukhari secara mu’allaq.

Syuraih bin Ubaid al-Himshi, tabi’in menengah. Wafat setelah tahun 100 H. Rawi 
Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ibnu Hajar mengatakan, “Beliau ini tsiqah 
namun hadisnya banyak yang mursal.” (Taqrib [1/416]). Ahmad bin Hanbal 
mengatakan, “Tabi’in dari Syam, tsiqoh.” an-Nasa’i mengatakan, “Tsiqoh.” Ibnu 
Abi Hatim di dalam al-Marasil mengatakan dari Bapaknya, “Riwayatnya dari Abu 
Malik al-Asy’ari adalah mursal.” adz-Dzahabi mengatakan, “Yahya bin Ma’in 
mentsiqohkannya, sedangkan Abu Hatim melemahkannya.” (Mizan al-I’tidal [2/231])

Dhamdham bin Zur’ah al-Himshi, semasa dengan tabi’in kecil. Rawi Abu Dawud dan 
Ibnu Majah dalam Tafsirnya. Ibnu Hajar mengatakan, “Shaduq namun sering keliru.”

Isma’il bin Iyasy, Abu Utbah al-Himshi. Tabi’it tabi’in menengah, wafat tahun 
181 atau 182 H. Rawi Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, Bukhari 
dalam Juz Raf’ul yadain. Ibnu Hajar mengatakan, “Beliau shaduq dalam 
meriwayatkan dari penduduk negerinya, namun mukhtalith untuk selain mereka.”

Muhammad bin Isma’il bin Iyasy al-Himshi. Periwayat senior yang mengambil 
hadits dari tabi’it tabi’in. Rawi Abu Dawud. Ibnu Hajar mengatakan, “Mereka 
mencelanya karena meriwayatkan hadits dari bapaknya padahal tidak mendengarnya 
secara langsung.”

Muhammad bin Auf bin Sufyan at-Tha’i al-Himshi. Periwayat menengah yang 
mengambil hadits dari tabi’it tabi’in, wafat tahun 272 atau 273 di Himsh. Rawi 
Abu Dawud dan an-Nasa’i dalam Musnad Ali. Ibnu Hajar mengatakan, “Tsiqoh, 
hafiz.” (Biografi perawi ini dinukil dari aplikasi Ruwat at-Tahdzibain Maktabah 
as-Syamilah)

Derajat hadits :
Pada awalnya Syaikh al-Albani menshahihkan hadits ini dalam takhrij al-Kalim 
at-Thayyib [61] kemudian beliau ruju’ dan mendha’ifkannya, dan membuangnya dari 
Sahih al-Kalim at-Thayyib cetakan ke delapan (lihat Koreksi Ulang Syaikh 
Albani, hal. 120). Hal itu beliau lakukan dimungkinkan karena keberadaan 
Syuraih bin Ubaid al-Himshi yang dilemahkan oleh Abu Hatim dan beliau dengan 
tegas mengatakan bahwa haditsnya dari Abu Malik al-Asy’ari adalah mursal 
sebagaimana dinukil oleh Abdurrahman bin Abi Hatim -anaknya- di dalam 
Marasil-nya. Di tempat yang lain, Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, 
“Syuraih bin Ubaid tidak mendengar hadits dari Abu Malik al-Asy’ari, 
sebagaimana sudah berlalu keterangannya berulang kali…” (ad-Dha’ifah [3031]). 
Walaupun dalam hal ini, Yahya

Re: [assunnah] Tanya:puasa bg wanita hamil usia 7 bulan

2011-04-29 Terurut Topik Abu Rafi&#x27; alMajakartiy
Allah سبحانه وتعالى berfirman 

"Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia 
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu 
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika 
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin". 
[Al Baqarah:184].

Sebagian ulama berpendapat, ibu hamil atau menyusui termasuk kategori golongan 
orang yang diberi rukhshah, berdasarkan keumuman ayat di atas.

Hal ini juga didukung oleh pengetahuan medis, mengingat kondisi ibu hamil atau 
menyusui yang umumnya kurang mendukung untuk bisa menjalankan ibadah puasa, dan 
jika dipaksakan justru membayakan sang ibu maupun bayi. Dari sini tampaklah 
hikmah Allah memberikan rukshah kepada golongan yang memiliki udzur, sebab 
Allah tidaklah membebani kewajiban kepada para hambaNya di luar kesanggupan 
mereka, الحمد لله  


Selengkapnya silahkan baca di http://almanhaj.or.id/content/2809/slash/0


Adapun masalah wanita hamil yang tidak berpuasa, apakah menqodho atau membayar 
fidyah ? 

Permasalahan ini merupakan perkara khilafiyah yang para para ulama berselisih 
dalam 3 pendapat, 
Pendapat syaikh al Utsaimin dan Lajnah Daimah mewakili pendapat yang rajih 
insyaAllah,  

Wajib bagi mereka untuk mengqadha' saja.
Dengan dalil, bahwa keduanya seperti keadaan orang yang sakit dan seorang yang 
bepergian. Pendapat ini menyatakan, Ibnu Abbas tidak menyebutkan untuk 
mengqadha', karena hal itu sudah maklum, sehingga tidak perlu untuk disebutkan. 
Adapun hadits "Sesungguhnya Allah menggugurkan puasa dari orang yang hamil dan 
menyusui", maka yang dimaksud ialah, bahwa Allah menggugurkan kewajiban untuk 
berpuasa, akan tetapi wajib bagi mereka untuk mengqadha'. Pendapat ini 
merupakan madzhab Abu Hanifah. Juga pendapat Al Hasan Al Bashri dan Ibrahim An 
Nakha'i. Keduanya berkata tentang wanita yang menyusui dan hamil, jika takut 
terhadap dirinya atau anaknya, maka keduanya berbuka dan mengqadha' 
(dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya).

Menurut Syaikh Ibnu 'Utsaimin, pendapat inilah yang paling kuat. [Syarhul 
Mumti', 363] 
Beliau (Syaikh Ibnu 'Utsaimin) mengatakan, seorang wanita, jika dia menyusui 
atau hamil dan khawatir terhadap dirinya atau anaknya apabila berpuasa, maka 
dia berbuka, berdasarkan hadits Anas bin Malik Al Ka'bi, dia berkata, 
Rasulullah telah bersabda:

إِنَّ الهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنْ الْحُبِْلَى 
وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ

"Sesungguhnya Allah telah menggugurkan dari musafir setengah shalat, dan dari 
musafir dan wanita hamil atau menyusui (dalam hal, Red) puasa". [HR Al Khamsah, 
dan ini lafadz Ibnu Majah. Hadits ini shahih], akan tetapi wajib baginya untuk 
mengqadha' dari hari yang dia tinggalkan ketika hal itu mudah baginya dan telah 
hilang rasa takut, seperti orang sakit yang telah sembuh.
[Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 45]

Pendapat ini, juga merupakan fatwa dari Lajnah Daimah, sebagaimana akan kami 
kutip nash fatwa tersebut dibawah ini.

Pertanyaan Yang Ditujukan Kepada Lajnah Daimah.
Soal : Wanita hamil atau wanita yang menyusui, jika khawatir terhadap dirinya 
atau terhadap anaknya pada bulan Ramadhan dan dia berbuka, apakah yang wajib 
baginya? Apakah dia berbuka dan membayar fidyah dan mengqadha'? Atau apakah dia 
berbuka dan mengqadha', tetapi tidak membayar fidyah? Atau berbuka dan membayar 
fidyah dan tidak mengqadha'? Manakah yang paling benar di antara tiga hal ini?

Jawab : Apabila wanita hamil, dia khawatir terhadap dirinya atau janin yang 
dikandungnya jika berpuasa pada bulan Ramadhan, maka dia berbuka, dan wajib 
baginya untuk mengqadha' saja. Kondisinya dalam hal ini, seperti orang yang 
tidak mampu untuk berpuasa, atau dia khawatir adanya madharat bagi dirinya jika 
berpuasa. Allah berfirman:

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ 

"Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka wajib baginya untuk 
mengganti dari hari-hari yang lain".

Demikian pula seorang wanita yang menyusui, jika khawatir terhadap dirinya 
ketika menyusui anaknya pada bulan Ramadhan, atau khawatir terhadap anaknya 
jika dia berpuasa, sehingga dia tidak mampu untuk menyusuinya, maka dia berbuka 
dan wajib baginya untuk mengqadha' saja. Dan semoga Allah memberikan taufiq.
[Fatawa Islamiyah (2/148)]

Sumber : http://almanhaj.or.id/content/2807/slash/0


Semoga bermanfaat, و الله أعلم بالصواب 

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: dwijoko susilo 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Thu, 28 Apr 2011 08:51:30 
To: assunnah@yahoogroups.com
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Tanya:puasa bg wanita hamil usia 7 bulan

Assalamu'alaykum,
Ana mau tanya,apakah ada rukhsah bg wanita hamil tua(7bln) u tdk  puasa 
ramadan?jika ya apakh wajib mengqodlo atau menbyr fidyah?
Jazzakumulloh.


Sent from Yahoo! Mail on jocko_b201@Android





---

Re: [assunnah]>>Perbedaan hizbiyah dengan salafiyah<

2011-04-19 Terurut Topik Abu Rafi&#x27; alMajakartiy
Wallaahu a'lam,

Walaupun sama berpegang pada Al-qur'an dan As-Sunnah, perbedaan antara 
Salafiyah dan Hizbiyah terletak pada pemahaman terhadap keduanya.

Salafiyah (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) berlandaskan Al-qur'an dan As-Sunnah 
berdasarkan pemahaman para Salafus-Shaleh (dengan tuntunan para Ulama Rabbani), 
sehingga terjagalah mereka dari penyimpangan (didalam ilmu, amal dan dakwah).
Sedangkan kaum Hizbiyah memahami Al-qur'an dan As-Sunnah berdasarkan 
pemikiran-pemikiran mereka sendiri, Kalaupun ada sebagian membawakan perkataan 
para Salafush-Shaleh akan tetapi di bawah pemikiran-pemikiran Syaikhnya yang 
mereka  taklid kepadanya, dan tidaklah disebut hizbiyah karena mereka fanatik 
terhadap golongannya, sehingga mereka menyimpang didalam ilmu, amal dan dakwah.

Sebagian penjelasan garis pemisah antara Salafiyah dan Hizbiyah bisa kita baca 
di :
http://almanhaj.or.id/content/2189/slash/0

Semoga ada manfaatnya

Sent from my BlackBerry
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Septi Rostika Anjani 
Date: Mon, 4 Apr 2011 09:14:26 
Subject: [assunnah] Perbedaan  hizbiyah dengan salafi

Bismillah..
'afwan,ana ingin bertanya terkait hal atau prinsip apa yang menjadi perbedaan 
mendasar antara kalangan hizbiyyin dengan salafiyyin? karena ada seorang ikhwan 
yang menyatakan tidak ada perbedaan antara keduanya,mereka sama-sama berpedoman 
pada Alqur'an dan sunnah.benarkah begitu adanya?
bagi antum yang paham terkait masalah ini,mohon berikan penjelasannya.

Jazakumulloh..

_Septi Rostika_




Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
assunnah-dig...@yahoogroups.com 
assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [assunnah] Membaca An Nas sebelum Sholat

2011-04-08 Terurut Topik Abu Rafi&#x27; alMajakartiy
Bismillah,

Wajib mengikuti sunnah Nabi dalam setiap ibadah, terutama shalat,
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari, Muslim, 
Ahmad dan dikeluarkan di Irawaul Ghalil No. 213)
 
Adapun yang diajarkan Beliau shalallaahu 'alaihi wasallam melalui haditsnya: 

" Jika engkau hendak mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, lalu berdirilah 
menghadap kiblat kemudian bertakbirlah (takbiratul ihram), lalu bacalah 
ayat-ayat Al-Qur'an yang mudah bagimu, kemudian ruku'lah sampai engkau tenang 
dalam posisi ruku, lalu bangkitlah (berdiri dari ruku') sampai engkau berdiri 
tegak, kemudian sujudlah sampai engkau tenang dalam posisi sujud, lalu 
bangkitlah (dari sujud) sampai engkau tenang dalam posisi duduk. Kemudian, 
lakukan itu semua dalam semua shalatmu". (HR Bukhari, kitab Al-Adzan 757, 
Muslim kitab Ash-Shalah 397)

Coba kita perhatikan lafadz ...lalu berdirilah menghadap kiblat kemudian 
bertakbirlah, Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam mengajarkan jika setelah 
berdiri menghadap kiblat maka langsung bertakbir, tidak ditemui adanya lafadz 
sebelum bertakbir membaca surat an-Naas atau bacaan yang lain terlebih dahulu. 
jadi tidak dibenarkan menambah (mengada-adakan) lafadz atau bacaan tertentu 
sebelum bertakbir.

Nabi shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara dalam urusan kami ini yang tidak kami 
perintahkan maka amalan tersebut.   tertolak" (HR Ahmad 6/240,270, 
Bukhari 3/241,
Muslim 3/1343)

Beliau shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda:

“Wajib bagi kalian menjauhi perkara-perkara baru karena setiap yang baru itu 
bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.”
(HR Ahmad 3/310,371, Muslim 2/592)
 
Allahu a'lam,  
wasSalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: "moh.wahy...@ymail.com" 
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Thu, 07 Apr 2011 15:52:30 
To: 
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Re: Membaca An Nas sebelum Sholat

Dalam kitab syarah bid'ah karya Ust Abdul Hakim, dikatakan bahwa tata cara ini 
tidak ada tuntunannya.

Ini ditulis dalam Bab IV. Bid"ah dalam Shalat. No. 114 Membaca surat al falaq 
dan an Nas sebelum takbiratul ihram.

Ijma ulama untuk membid'ahkannya, diantaranya al Imam an Nawawi.

--- In assunnah@yahoogroups.com, "Edi Prasetyo"  wrote:
>
> Imam Mushola didekat rumah saya ketika akan memulai sholat saya dengar
> selalu membaca Surat An Nas, mohon penjelasan dari para Ustadz: apakah hal
> tersebut sesuai dengan Sunah ataukah termasuk perbuatan bid'ah. Terima
> kasih atas penjelasannya.
>