Assalamu'alaikum
Ilmu qira'at yang benar (ilmu seni baca AI-Qur'an secara tepat) diperkenalkan
oleh Nabi Muhammad saw. sendiri, suatu praktik (sunnah) yang menunjukkan tata
cara bacaan setiap ayat. Aspek ini juga berkaitan erat dengan kewahyuan
AI-Qur'an: Teks Al-Qur'an telah diturunkan dalam bentuk ucapan lisan dan dengan
mengumumkannya secara lisan pula berarti Nabi Muhammad saw. secara otomatis
menyediakan teks dan cara pengucapannya pada umatnya. Kedua-duanya haram untuk
bercerai.
Kesatuan dialek yang sudah Nabi biasa dengannya sewaktu masih di Mekah mulai
sirna setibanya di Madinah. Dengan meluasnya ekspansi Islam melintasi belahan
wilayah Arab lain dengan suku bangsa dan dialek baru, berarti berakhirnya
dialek kaum Quraish yang dirasa sulit untuk dipertahankan. Dalam kitab
sahihnya, Muslim mengutip hadith berikut ini:
Ubayy bin Ka'b melaporkan bahwa ketika Nabi berada dekat lokasi banu Ghifar
Malaikat Jibril datang dan berkata, Allah telah menyuruh kamu untuk membaca
Al-Qur'an kepada kaummu dalam satu dialek, lalu Nabi bersabda, Saya mohon
Ampunan Allah. Kaumku tidak mampu untuk itu lalu Jibril datang lagi untuk
kedua kalinya dan berkata, Allah telah menyuruhmu agar membacakan Al-Qur'an
pada kaummu dalam dua dialek, Nabi Muhammad lalu menjawab, Saya mohon
ampunan Allah. Kaumku tidak akan mampu melakukannya, Jibril datang ketiga
kalinya dan berkata, Allah telah menyuruhmu untuk membacakan Al-Qur'an pada
kaummu dalam tiga dialek, dan lagi-lagi Nabi Muhammad SAW berkata, Saya mohon
arnpunan Allah, Kaumku tidak akan mampu melakukannya, Lalu Jibril datang
kepadanya keempat kalinya dan menyatakan, Allah telah mengizinkanmu membacakan
Al-Quran kepada kaummu dalam tujuh dialek, dan dalam dialek apa saja mereka
gunakan, sah-sah saja.9
Ubayy (bin Ka'b) juga melaporkan.
Rasulullah bertemu Malaikat jibril di Batu Mira' (di pinggiran Madinah, dekat
Quba) dan berkata kepadanya, Saya telah diutus kepada suatu bangsa buta huruf,
di antaranya, orang tua miskin, nenek-nenek, dan juga anak-anak, Jibril
menjawab, Jadi suruh saja mereka membaca Al-Qur'an dalam tujuh dialek (ahruf).
Lebih dari dua puluh sahabat telah meriwayatkan hadith yang mengukuhkan bahwa
Al-Qur'an telah diturunkan dalam tujuh dialek. Di sini kita tambahkan bahwa ada
empat puluh pendapat ilmuwan tentang makna ahruf (secara literal: huruf-huruf).
Beberapa dari kalangan mereka mengartikannya begitu jauh, tetapi kebanyakan
sepakat bahwa tujuan utama adalah memberi kemudahan membaca Al-Qur'an bagi
mereka yang tidak terbiasa dengan dialek orang Quraish. Konsesi diberikan
melalui anugerah Allah.
Sebelumnya telah kita lihat bagaimana dialek yang berlainan telah memicu
perselisihan pada dasawarsa berikutnya, di mana mempercepat langkah 'Uthman
menyiapkan sebuah Mushaf dalam dialek orang Quraish. Akhirnya, jumlah semua
ragam bacaan yang terdapat dalam kerangka lima Mushaf resmi tidak lebih dari
empat puluh karakter, dan seluruh pembaca yang ditugaskan mengajar Al-Qur an
wajib mengikuti teks Mushaf tersebut dan agar meneliti sumber otoritas dari
mana mereka mempelajari bacaan sebelumnya. Zaid bin Thabit, orang yang begitu
penting dalam pengumpulan Al-Qur'an, menyatakan bahwa Seni bacaan (qira'at)
Al-Qur'an merupakan sunnah yang mesti dipatuhi dengan sungguh-sungguh.
Variasi adalah suatu istilah yang saya sebenarnya kurang begitu sreg
memakainya. Dalam masalah tertentu, istilah itu secara definitif dapat memberi
nuansa akan ketidakpastian. Jika pengarang nash menulis satu kalimat dengan
caranya sendiri, kemudian rusak akibat kesalahan dalam menulis lalu kita
perkenalkan prinsip ketidakpastian; akhirnya penyunting yang tak dapat
membedakan mana yang betul dan mana yang salah, akan meletakkan apa yang ia
sangka sesuka hatinya ke dalam teks, sedangkan lainnya dimasukkan ke dalam
catatan pinggir. Demikian halnya dengan masalah variasi (ragam bacaan). Akan
tetapi masalah Al-Qur'an jelas berlainan karena Nabi Muhammad SAW, satu-satunya
khalifah Allah sebagai penerima wahyu dan transmisinya, secara pribadi
mengajarkan ayat-ayat dalam banyak cara. Di sini tak ada dasar keraguraguan,
tak terdapat istilah kabut hitam maupun kebimbangan, dan kata 'varian' tampak
gagal dalam memberi arti yang masuk akal. Kata multiple jauh dapat memberi
penjelasan akurat, oleh karena itu, di sini saya hendak menggiring mereka pada
pemakaian multiple reading (banyak bacaan). Salah satu alasan yang
melatarbelakangi fenomena ini adalah adanya perbedaan dialek dalam bahasa Arab
yang perlu diberi tempat selekas mungkin, seperti telah kita bicarakan di atas.
Alasan kedua dapat jadi merupakan sebuah upaya memperjelas masalah dengan cara
yang lebih baik, beberapa makna yang tersirat dalam ayat tertentu dengan
menggunakan dua kata, yang semuanya muncul resmi dari perintah Allah. Contoh
yang sangat jelas dalam hal ini adalah Surah al-Fatihah, di mana ayat ke empat
dibaca 'malik' (Pemilik) atau 'malik' (Raja) di hari