Para ulama telah berijma' (sepakat) bahwa:
- bacaan pada shalat Shubuh, dua rakaat pertama shalat Maghrib dan Isya' adalah
keras (jahr), - bacaan pada shalat Zhuhur dan Ashar, rakaat ketiga shalat
Maghrib, ketiga dan keempat shalat Isya' adalah pelan (sirr),
- bacaan pada shalat Jum'at, Idain, Tarawih dan Witir setelahnya adalah keras
(jahr).
Ini dianjurkan bagi imam dan munfarid apabila dia melakukan salah satunya secara
munfarid.
Adapun makmum maka dia tidak membaca sesuatu pun darinya dengan keras dengan
kesepakatan para ulama.
Bacaan shalat gerhana sunnahnya adalah dikeraskan (jahr).
Dalam shalat Istisqa' bacaannya dikeraskan (jahr).
Dalam shalat jenazah bacaannya dipelankan (sirr) jika dilakukan di siang hari.
Begitu pula jika dilaksanakan di malam hari menurut pendapat yang shahih dan
terpilih.
Bacaan shalat nafilah siang hari tidak dikeraskan selain shalat Id dan Istisqa'
yang telah kami sebutkan.(Itu kalau kita menerima bahwa ia adalah nafilah
(sunnah). karena perlu diketahui bahwa beberapa ulama berpendapat bahwa shalat
Id adalah wajib)
Para Ulama berbeda pendapat tentang shalat sunnah malam hari, ada yang
berpendapat bacaannya tidak dikeraskan. Ada yang berpendapat dikeraskan,
dan pendapat ketiga dan ia lmerupakan pendapat yang ebih shahih, sebagaimana
dipastikan oleh Qadhi Husain dan al-Baghawi , dia membaca antara keras dan
pelan.
Apabila shalat malam terlewatkan lalu dia mengqadhanya di siang hari, atau
sebaliknya shalat siang yang diqadha di malam hari; apakah dibaca keras (jahr)
atau pelan (sirr) berdasarkan waktu ia terlewatkan atau waktu qadha?
Barangsiapa sengaja meninggalkan shalat fardhu sehingga waktunya terlewatkan,
maka shalat tersebut telah lenyap dari dirinya untuk selamanya dan dia tidak
bisa mengqadhanya. Apabila suatu shalat terlewatkan karena tidur atau lupa atau
sejenisnya maka waktunya adalah ketika dia bangun atau ketika dia ingat, dalam
kondisi tersebut shalatnya adalah pelaksanaan pada shalat seperti pada waktunya
bukan seperti qadha. dia melaksanakannya sebagaimana apabila shalatnya adalah
sirriyah, maka bacaannya dipelankan. Apabila jahriyah, maka bacaannya
dikeraskan. Inilah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil shahih tentang shalat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam manakala terlewatkan darinya shalat Shubuh di
perjalanan dan shalat Ashar pada hari perang Khandaq.
Mengenai shalat nafilah (shalat sunnah), apabila shalat witir terlewatkan dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau melakukan dua belas rakaat Dhuha,
zhahirnya adalah bahwa ia adalah shalat tersendiri untuk mengganti shalat witir
yang terlewatkan dan bukan shalat malam itu sendiri. Hal ini karena jika tidak
niscaya Nabi melaksanakannya secara witir (ganjil) dan bukan genap. Oleh karena
itu hukumnya adalah memelankan bacaan atau di antaranya seperti shalat-shalat
siang lainnya dan itu tidak wajib. Adapun shalat-shalat nafilah (sunnah) yang
lain, maka pada dasarnya adalah memelankan bacaan dan itu hukumnya tidak wajib.
Ketahuilah bahwa mengeraskan bacaan pada tempatnya dan memelankannya pada
tempatnya adalah sunnah bukan wajib. Jika dia balik, yang keras dipelankan dan
yang pelan dikeraskan maka shalatnya sah hanya saja dia melakukan perkara yang
makruh, tidak haram dan tidak perlu sujud sahwi.
Telah jelaskan bahwa membaca bacaan dengan pelan ataupun dzikir-dzikir yang
disyariatkan dalam shalat dibaca sampai pada tingkat di mana dirinya sendiri
mendengar bacaannya.
Disarikan dari artikel di http://www.alsofwah.or.id/cetakdoa.php?id=195 dengan
sedikit perubahan.
Al-Faqir ila ‘Maghfirati Rabbih
Abu Abdirrahman
Al-Faqir ila ‘Maghfirati Rabbih
Abu Abdirrahman
Dari: dwijoko susilo jocko_b...@yahoo.com
Kepada: assunnah@yahoogroups.com
Terkirim: Kam, 22 Juli, 2010 09:59:08
Judul: [assunnah] Tanya:Men jahr kan bacaan Sholat tahajud
Assalamu'alaykum,
Ana mau tanya, boleh gak, men jahr kan suara bacaan ketika sholat malam?
Jazzakumulloh khoiron katsiron.
Thanks And Regards
Dwi Joko Susilo