RE: [assunnah] Tanya : Marketing Fee

2006-07-05 Terurut Topik Abu hilmy
Bismillahirrohmaanirrohiim.

Dalam tulisan al akh : [EMAIL PROTECTED] :

 bgmn bila kita posisinya sbg supliyernya, dmn peruhn
 kita memberikan
 marketing fee kpd customer, apkh kita yg menjalankan
 dilapangan (sales)
 ikut berdosa ?
 

Apabila telah jelas bagi kita, bahwa hal tersebut
adalah termasuk maksiat kepada Allah, Maka insya allah
pertanyaan telah terjawab.
Bukankah kita sama ketahui firman Allah yang sering
kita mengulang-ulangnya tentang larangan mencampur
adukkan yg hak dan yg batil.?

juga firman Allah yg lainnya :

..Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.
(QS 5:2)

Adapun beralasan dengan kepatuhan/taat kepada pimpinan
(perusahaan), maka ana nukil penjelasan salah seorang
-Ustad  kita -- dalam potongan-- salah satu tulisannya
dibawah ini dan beliau mengutip QS An Nisa':59.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian 
“ (QS An Nisa’  59)

Para pembaca, yang semoga senantiasa dirahmati Alloh,
pada ayat ini Alloh memerintahkan kita semua untuk
taat kepada Alloh, yaitu dengan mengikuti kitab-Nya,
dan menaati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
dengan mengikuti sunnahnya, serta menaati para
pemimpin (ulul ‘amri) di antara kita, baik ulul ‘amri
dari kalangan ulama atau umara (penguasa). Ini adalah
kewajiban kita semua untuk senantiasa taat kepada
Alloh, Rosululloh dan para pemimpin di antara kita.
Akan tetapi walau demikian, pada ayat ini Alloh ta’ala
mengulang perintah untuk taat, yaitu kata “taatilah” 
sebanyak dua kali, yaitu taat kepada Alloh dan taat
kepada Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam, akan
tetapi ketika menyebutkan ulul ‘amri, Alloh tidak
mengulang kata taatilah. Hal ini mengisyaratkan kepada
kita bahwa kewajiban taat kepada Alloh dan Rasul-Nya
bersifat mutlak karena sebagai konsekuensi pengakuan
dan keimanan kita kepada Alloh dan Rasul-Nya adalah
senantiasa taat dan untuk tidak beramal selain dengan
syariat yang Alloh dan Rasul-Nya ajarkan. Sedangkan
ketaatan kepada ulul ‘amri tidak bersifat mutlak, akan
tetapi ketaatan kepada mereka hanya wajib atas kita
sebatas dalam hal yang ma’ruf atau selama tidak
melanggar dengan kewajiban ta’at kepada Alloh dan
Rasul-Nya. 
 
Pemahaman semacam ini dengan tegas telah disabdakan
oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sabdanya:

“Dari sahabat Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhu dari Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Wajib atas setiap orang
muslim untuk mendengar dan menaati, baik dalam hal
yang ia suka atau yang ia benci, kecuali kalau ia
diperintahkan dengan kemaksiatan, maka tidak boleh
mendengar dan menaati”. (HR Bukhori dan Muslim)
 
Hal ini atau prinsip ini bukan hanya berlaku dalam
hubungan interaksi antara rakyat dan pemerintah dan
ulama akan tetapi berlaku dalam segala urusan,
sampai-sampai dalam hubungan antara anak dan orang
tuanya prinsip ini tetap berlaku dan wajib diindahkan
oleh setiap muslim. Perhatikanlah firman Alloh berikut
ini:

“Dan jika keduanya (Ayah dan ibu) memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu patuhi
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
baik….” (QS Luqman: 15) 
 
Dan masih banyak lagi dalil serta keterangan ulama
Ahlusunnah tentang prinsip ketaatan kepada sesama
manusia, baik pemerintah, atau orang tua, atau atasan
dalam sebuah organisasi, atau perusahaan atau lainnya,
yang semuanya menguatkan apa yang saya utarakan ini,
yaitu ketaatan kepada sesama manusia hanya boleh
dilakukan selama tidak melanggar syariat Alloh. 

--- akhir potongan ---
dari tulisan Sepercik Dari Fikih Dakwah Salafiyyah
oleh Ust Muhammad Arifin Badri, MA

Adapun apabila kita berkilah dengan kata-kata
terpaksa insya Allah ana lampirkan artikel semisal
dari almanhaj pada kategori ma'ruf nahi munkar:

SAYA MELARANG ANAK-ANAK SAYA UNTUK MENCEGAH
KEMUNGKARAN, KARENA SAYA PERNAH MENCEGAH KEMUNGKARAN
DALAM BEKERJA YANG BERAKIBAT DIPUTUSKANNYA HUBUNGAN
KERJA DENGAN SAYA.

Oleh :Syaikh Abdul Aziz bin Baz
sumber http://www.almanhaj.or.id

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya bekerja
sebagai perawat di unit kesehatan sekolah dan saya
senantiasa berupaya mencegah kemungkaran yang saya
lihat dalam pekerjaan, namun menyebabkan saya di PHK,
dan menyebabkan saya lelah secara psikologis. Karena
itu saya melarang anak-anak saya untuk mencegah segala
kemungkaran. Saya meminta saran, semoga Allah memberi
Anda pahala.

Jawaban.
Tidak diragukan lagi bahwa yang terjadi pada anda
adalah kesalahan yang besar bagi siapa saja yang
melakukannya, apabila anda telah mengingkari
kemungkaran berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang
benar. Anda tetap berkewajiban untuk mengingkari
kemungkaran, meski anda harus di PHK dan tidak
dibutuhkan lagi dalam pekerjaan anda. Sesungguhnya
anda telah membuat Allah meridhai anda dan anda telah
mengerjakan apa 

Re: [assunnah] Tanya : Marketing fee

2006-07-03 Terurut Topik Gigih . Yuliantono
Wa'alaikumsallam warahmatullah wabarakatuh

Insya Allah  informasi ini memberikan gambaran tentang pertanyaan antum ,
jika ada yang salah mohon di koreksi.

Harta Ghulul adalah harta yang diperoleh oleh pejabat (pemerintah atau
swasta) melalui kecurangan atau tidak syar'i, baik yang diambil harta
negara maupun masyarakat.

Barangsiapa yang berbuat curang, pada hari kiamat ia akan datang membawa
hasil kecurangannya (Ali-Imran 161).

Harta ghulul terdiri dari 4 macam:
1. Suap (risywah)
Setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu kepentingan, padahal
semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran.

2. Hadiah (hibah)
Hadiah yang diberikan kepada pejabat (mirip suap) agar memperoleh
penghargaan, penilaian istimewa atau keuntungan dikemudian hari.

Rasulullah mengangkat Ibnu Utabiyah untuk menarik zakat Bani Sulaim.
Setelah kembali dan menghadap Rasulullah, Ibnu Utabiyah berkata: Ini untuk
engkau dan ini adalah hadiah yang diberikan orang kepada saya, lalu
Rasulullah bersabda:

Ini adalah (harta) untuk anda, dan ini (harta yang) dihadiahkan kepadaku.
(Jika memang benar itu hadiah) apakah tidak sebaiknya ia duduk saja dirumah
bapak atau ibunya, lalu (lihat) apakah hadiah itu akan diberikan kepadanya
atau tidak?. Demi zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, tidak akan ia
membawa sesuatu melainkan dihari Kiamat nanti ia akan memikul
(kesalahannya) diatas pundaknya (HR Bukhari).

3. Komisi ('amulah)
Harta yang diperoleh hasil balas jasa transaksi antara pejabat dengan
supplier pemerintah.

4. Korupsi
Mengambil harta negara yang bukan haknya atau melakukan mark-up suatu
proyek pemerintah.

Semua harta ini (4 jenis diatas) haram diambil dan harus dikembalikan
kepada pemiliknya, penyuap, penerima suap dan perantaranya harus dihukum.

Rasulullah saw melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan
penyuapan (HR Imam Ahmad).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa jika seseorang untuk mengerjakan
sesuatu pekerjaan telah dibayar maka apapun selain itu bukan menjadi haknya
dan haram mengambilnya. Begitu juga, jika dia memanfaatkan harta perusahaan
atau negara untuk kepentingan pribadinya, dalam hal ini ia telah mengambil
sesuatu yang bukan haknya secara bathil dan haram hukumnya. Misal, seorang
karyawan menerima souvenir sebuah pulpen, parcel diakhir tahun, amplop yang
berisi uang atau uang komisi yang biasanya langsung ditransfer, mengambil
harta perusahaan/negara, melakukan mark-up suatu transaksi, dll.

Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepadanya
telah kami berikan rizki (gaji) maka yang diambil olehnya selain itu adalah
kecurangan (HR Abu Dawud).

Sungguh pedih siksa Allah bagi kasus suap ini, jika hasil suap itu untuk
memenuhi kebutuhan makanan, maka daging yang berasal dari hasil suap akan
dibakar oleh api neraka. Jika hasil suap itu digunakan untuk membeli harta
benda, maka harta itu harus dibopong dipundaknya diakhirat nanti.

Setiap daging yang tumbuh dari usaha yang haram maka neraka lebih pantas
baginya (HR Ahmad).

Bahwa Rasulullah saw pernah mengangkatnya sebagai petugas pengumpul zakat.
Beliau bersabda: 'Wahai Abu Mas'ud, berangkatlah, semoga pada hari kiamat
kelak aku tidak akan mendapatimu datang dalam keadaan punggungmu memikul
seekor unta shadaqah yang meringkik-ringkik yang engkau curangi. Aku
mejawab: 'Jika demikian aku tidak jadi berangkat'. Beliau menjawab: 'Aku
tidak memaksamu' (HR Abu Dawud).

Bagaimana pula, jika harta suap tersebut dinikmati oleh keluarganya. Ia-pun
tetap harus mempertanggung jawabkan apa yang dimakan dan digunakan oleh
keluarganya, keluarganya tidak berdosa jika mereka tidak tahu bahwa itu
harta haram tetapi ikut berdosa jika tahu bahwa itu harta haram (dosa atas
menikmati harta haram bukan dosa sebagai penerima suap). Bagaimana pula
jika harta itu diinfaqkan kepada mesjid, fakir miskin, panti Asuhan, dll,
hal ini tetap harus dipertanggung-jawabkan. Dan Allah tidak menghargai
bagusnya niat dan mulianya tujuan, jika cara kerjanya diharamkan,
menafkahkan harta haram tidak sah menurut Islam. Sungguh suatu kedzaliman
menafkahi anak istri atau memberi infaq kepada fakir miskin dengan harta
haram.

Dan, sembahlah selain Dia (Allah) sesuka kamu, katakanlah: 'Sesungguhnya
orang-orang yang rugi adalah mereka yang merugikan dirinya dan keluarganya
pada hari kiamat. Bukankah yang demikian itu merupakan kerugian yang nyata
(Az-Zumar 15).

Sesungguhnya Allah itu thayib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali
yang baik (halal) (HR Muslim).

Allah melarang kita untuk mencampur-adukkan antara yang haq (memberi nafkah
atau infaq) dengan yang bathil (menggunakan harta haram).

Dan janganlah kamu campur-adukkan antara yang hak dengan yang bathil dan
janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui (Al-Baqarah
42).

Walhasil, agar berhati-hati dalam mencari nafkah dan lebih baik berhenti
sejenak memastikan harta itu halal atau haram sebelum mengambilnya. Dan
mulailah dari hal-hal yang kecil dahulu semisal apakah pulpen kantor yang

RE: [assunnah] Tanya : Marketing Fee

2006-07-03 Terurut Topik abu . salma
bgmn bila kita posisinya sbg supliyernya, dmn peruhn kita memberikan
marketing fee kpd customer, apkh kita yg menjalankan dilapangan (sales)
ikut berdosa ?


 -Original Message-
 From: Halik Sahbana [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Fri Jun 30, 2006 6:17 pm
 To: assunnah@yahoogroups.com
 Subject:Tanya : Marketing Fee
 Assalammu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
 Sahabat sekalian saya mo tanya mengenai hadiah (marketing fee) dari
 supplier.
 Teman saya bekerja di sebuah perusahaan swasta, dan di beri tugas untuk
 mencari supplier untuk suatu kebutuhan di kantor nya.
 Lalu ada beberapa supplier yang datang ke kantor untuk menawarkan
 produknya.
 Mereka bilang kalau teman saya itu ambil produk mereka dia akan dapat
 marketing fee dari mereka setiap kali beli produk tersebut. Mereka bilang
 bahwa marketing fee itu memang kebijakan perusahaan mereka dan sudah ada
 budgetnya.
 Pertanyaannya adalah bagaimana hukumnya marketing fee tersebut?
 Tolong sahabat sekalian memberikan hadist yang lengkap dan penjelasannya.
 Wassalammu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,


 Alhamdulillah,
 Pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan di atas saya salinkan
 dari situs almanhaj semoga bermanfaat.

 HUKUM MEMBERIKAN HADIAH KEPADA PARA ATASAN DI DALAM BEKERJA

 Oleh
 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
 sumber http://www.almanhaj.or.id

 Pertanyaan.
 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah hukum terhadap
 seseorang yang
 menyerahkan sesuatu yang berharga kepada atasannya dalam bekerja dan
 mengklaimnya hanya
 sebagai hadiah ?

 Jawaban
 Ini adalah sebuah kesalahan dan sarana yang dapat menimbulkan petaka yang
 banyak, seharusnya atasan/kepala bagian tidak menerimanya. Ia bisa menjadi
 risywah (suap) dan sarana menuju kebiasaan menjilat dan berkhianat kecuali
 bila dia menerimanya untuk rumah sakit dan keperluannya bukan untuk
 dirinya
 pribadi. Dia perlu memberitahukan kepada si pemberinya akan hal itu
 sembari
 berkata kepadanya, Ini untuk keperluan rumah sakit saya menerimanya bukan
 untuk kepentingan diri saya pribadi.

 Sikap yang lebih berhati-hati, memulangkannya dan tidak menerimanya baik
 untuk dirinya ataupun untuk rumah sakit, sebab hal itu dapat menyeretnya
 untuk mengambilnya buat keperluan pribadi. Bisa jadi akan timbul salah
 sangka terhadapnya dan bisa jadi pula karena hadiah tersebut, si pemberi
 berani lancang terhadapnya dan menginginkan agar dia diperlakukan lebih
 baik
 daripada terhadap karyawan yang lainnya, sebab ketika Rasulullah
 Shallallahu
 'alaihi wa sallam mengutus sebagian pegawai untuk mengumpulkan harta
 zakat,
 pegawai ini berkata kepada beliau (setelah itu) :

 Ini bagian anda dan ini bagianku yang dihadiahkan kepadaku.

 Beliau mengingkari hal itu dan berbicara di tengah manusia sembari
 mengatakan.

 Artinya : Ada apa gerangan dengan seorang pegawai yang aku utus lantas
 berkata, 'ini untukmu dan ini untukku yang dihadiahkan kepadaku'. Tidaklah
 dia duduk-duduk (tinggal) saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya hingga
 dilihat apakah benar dia akan diberikan hadiah atau tidak? [1]

 Hadits tersebut menunjukkan bahwa wajib bagi pegawai pada bagian bidang
 apa
 saja dalam instansi-instansi pemerintah untuk menunaikan tugas yang telah
 diserahkan kepadanya. Tidak ada hak baginya untuk menerima hadiah yang
 terkait dengan pekerjaannya ; bila dia menerimanya, maka hendaklah
 menyalurkan ke Baitu Mal dan tidak boleh dia mengambilnya untuk
 kepentingan
 pribadi berdasarkan hadits yang shahih di atas. Disamping itu, ia
 merupakan
 sarana untuk berbuat keburukan dan mengesampingkan amanat. La-hawla wa la
 Quwwata illa billah.

 [Fatawa Ajilah Li Mansubi Ash-Shahihah, Hal. 44-45, dari Fatwa Syaikh Ibn
 Baz]

 [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
 Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal
 40-41 Darul Haq]
 _
 Foote Note
 [1]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari di dalam Kitab Al-Iman (6626), Muslim di
 dalam Shahihnya, kitab Al-Imarah (1832)




 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Great things are happening at Yahoo! Groups.  See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/TISQkA/hOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM
~- 

HADIRILAH! SILATURAHMI AKBAR-3 ULAMA MADINAH NABAWIYAH  UMMAT, MASJID ISTIQLAL 
JAKARTA, AHAD 20 JUMADIL TSANI 1427H/16 JULI 2006M, JAM 09.00 WIB S/D DZUHUR, 
BERSAMA SYAIKH PROF ABDURROZAK BIN ABDUL MUHSIN AL'ABBAD, SYAIKH DR SULAIMAN 
BIN SALIIMULLAH AR-RUHAILY, ULAMA SEKALIGUS GURU BESAR UNIVERSITAS ISLAM 
MADINAH. INFO : 08121055616, 08121055891, 08567505496
Website anda: http://www.assunnah.or.id  http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
   

RE: [assunnah] Tanya : Marketing Fee

2006-07-02 Terurut Topik Abu Abdillah
-Original Message-
From: Halik Sahbana [EMAIL PROTECTED]
Sent: Fri Jun 30, 2006 6:17 pm
To: assunnah@yahoogroups.com
Subject:Tanya : Marketing Fee
Assalammu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,
Sahabat sekalian saya mo tanya mengenai hadiah (marketing fee) dari
supplier.
Teman saya bekerja di sebuah perusahaan swasta, dan di beri tugas untuk
mencari supplier untuk suatu kebutuhan di kantor nya.
Lalu ada beberapa supplier yang datang ke kantor untuk menawarkan produknya.
Mereka bilang kalau teman saya itu ambil produk mereka dia akan dapat
marketing fee dari mereka setiap kali beli produk tersebut. Mereka bilang
bahwa marketing fee itu memang kebijakan perusahaan mereka dan sudah ada
budgetnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana hukumnya marketing fee tersebut?
Tolong sahabat sekalian memberikan hadist yang lengkap dan penjelasannya.
Wassalammu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,


Alhamdulillah,
Pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan di atas saya salinkan
dari situs almanhaj semoga bermanfaat.

HUKUM MEMBERIKAN HADIAH KEPADA PARA ATASAN DI DALAM BEKERJA

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
sumber http://www.almanhaj.or.id

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah hukum terhadap
seseorang yang
menyerahkan sesuatu yang berharga kepada atasannya dalam bekerja dan
mengklaimnya hanya
sebagai hadiah ?

Jawaban
Ini adalah sebuah kesalahan dan sarana yang dapat menimbulkan petaka yang
banyak, seharusnya atasan/kepala bagian tidak menerimanya. Ia bisa menjadi
risywah (suap) dan sarana menuju kebiasaan menjilat dan berkhianat kecuali
bila dia menerimanya untuk rumah sakit dan keperluannya bukan untuk dirinya
pribadi. Dia perlu memberitahukan kepada si pemberinya akan hal itu sembari
berkata kepadanya, Ini untuk keperluan rumah sakit saya menerimanya bukan
untuk kepentingan diri saya pribadi.

Sikap yang lebih berhati-hati, memulangkannya dan tidak menerimanya baik
untuk dirinya ataupun untuk rumah sakit, sebab hal itu dapat menyeretnya
untuk mengambilnya buat keperluan pribadi. Bisa jadi akan timbul salah
sangka terhadapnya dan bisa jadi pula karena hadiah tersebut, si pemberi
berani lancang terhadapnya dan menginginkan agar dia diperlakukan lebih baik
daripada terhadap karyawan yang lainnya, sebab ketika Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mengutus sebagian pegawai untuk mengumpulkan harta zakat,
pegawai ini berkata kepada beliau (setelah itu) :

Ini bagian anda dan ini bagianku yang dihadiahkan kepadaku.

Beliau mengingkari hal itu dan berbicara di tengah manusia sembari
mengatakan.

Artinya : Ada apa gerangan dengan seorang pegawai yang aku utus lantas
berkata, 'ini untukmu dan ini untukku yang dihadiahkan kepadaku'. Tidaklah
dia duduk-duduk (tinggal) saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya hingga
dilihat apakah benar dia akan diberikan hadiah atau tidak? [1]

Hadits tersebut menunjukkan bahwa wajib bagi pegawai pada bagian bidang apa
saja dalam instansi-instansi pemerintah untuk menunaikan tugas yang telah
diserahkan kepadanya. Tidak ada hak baginya untuk menerima hadiah yang
terkait dengan pekerjaannya ; bila dia menerimanya, maka hendaklah
menyalurkan ke Baitu Mal dan tidak boleh dia mengambilnya untuk kepentingan
pribadi berdasarkan hadits yang shahih di atas. Disamping itu, ia merupakan
sarana untuk berbuat keburukan dan mengesampingkan amanat. La-hawla wa la
Quwwata illa billah.

[Fatawa Ajilah Li Mansubi Ash-Shahihah, Hal. 44-45, dari Fatwa Syaikh Ibn
Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal
40-41 Darul Haq]
_
Foote Note
[1]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari di dalam Kitab Al-Iman (6626), Muslim di
dalam Shahihnya, kitab Al-Imarah (1832)


__
Express yourself instantly with MSN Messenger! Download today it's FREE!
http://messenger.msn.click-url.com/go/onm00200471ave/direct/01/





 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM
~- 

HADIRILAH! SILATURAHMI AKBAR 3 ULAMA MADINAH NABAWIYAH  UMMAT, MASJID ISTIQLAL 
JAKARTA, AHAD 20 JUMADIL TSANI 1427H/16 JULI 2006M, JAM 09.00 WIB S/D DZUHUR, 
SYAIKH PROF ABDURROZAK BIN ABDUL MUHSIN AL'ABBAD, SYAIKH DR SULAIMAN BIN 
SALIIMULLAH AR-RUHAILY
Website anda: http://www.assunnah.or.id  http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[assunnah] Tanya : Marketing fee

2006-06-30 Terurut Topik Halik Sahbana
Assalammu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,

Sahabat sekalian saya mo tanya mengenai hadiah (marketing fee) dari
supplier.

Teman saya bekerja di sebuah perusahaan swasta, dan di beri tugas untuk
mencari supplier untuk suatu kebutuhan di kantor nya.
Lalu ada beberapa supplier yang datang ke kantor untuk menawarkan produknya.
Mereka bilang kalau teman saya itu ambil produk mereka dia akan dapat
marketing fee dari mereka setiap kali beli produk tersebut. Mereka bilang
bahwa marketing fee itu memang kebijakan perusahaan mereka dan sudah ada
budgetnya.

Pertanyaannya adalah bagaimana hukumnya marketing fee tersebut?
Tolong sahabat sekalian memberikan hadist yang lengkap dan penjelasannya.

Wassalammu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh,

Terima kasih






 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM
~- 

HADIRILAH! SILATURAHMI AKBAR 3 ULAMA MADINAH NABAWIYAH  UMMAT, MASJID ISTIQLAL 
JAKARTA, AHAD 20 JUMADIL TSANI 1427H/16 JULI 2006M, JAM 09.00 WIB S/D DZUHUR, 
SYAIKH PROF ABDURROZAK BIN ABDUL MUHSIN AL'ABBAD, SYAIKH DR SULAIMAN BIN 
SALIIMULLAH AR-RUHAILY
Website anda: http://www.assunnah.or.id  http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/